Menjadikan Anak Saleh

BAB I PENDIDIKAN ANAK

A. MEMBANGUN POTENSI ANAK

MEMBANGUN POTENSI ANAK

 

Orang tua yang ingin membangun potensi anaknya, harus lebih dulu mengenal perilaku dan watak anaknya. Pengenalan perilaku anak akan dapat membangun potensi dan mengarahkan anak kepada beberapa kegiatan yang sesuai. Selain itu, orang tua yang membangun potensi anaknya harus menyesuaikan diri mereka dengan perkembangan anak.

 

Membangun Potensi Melalui Pengenalan Perilaku

Setiap anak memiliki perbedaan perilaku meskipun berasal dari orang tua yang sama. Perilaku anak yang terlihat sehari-hari merupakan wujud atau ekspresi keinginan, kecenderungan dan potensi anak. Oleh karena itu, pemahaman yang jelas terhadap tingkah laku anak diperlukan dalam membangun potensinya.

 

Al Quran menjelaskan bahwa tingkah laku seorang anak dengan anak yang lain memiliki perbedaan tingkah laku. Wujud perbedaan ini bisa dilihat dari tingkah laku suku atau bangsa tertentu dan warna kulit mereka. Perbedaan tingkah laku adalah media untuk bisa saling mengenal satu sama lain, sebagaimana Firman Allah SWT sebagai berikut:

  • Sesungguhnya tingkah laku kamu itu bermacam-macam (QS Al Lail: 4).
  • Di antara tanda-tanda kekuasaanNya yaitu Tuhan menjadikan langit dan bumi dan berbagai macam bahasa dan warna kulit kamu (QS Ar Rum: 22).
  • Hai manusia, sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu dari laki dan perempuan. Dan Aku jadikan suku dan bangsa untuk saling berkenalan. Sesungguhnya yang mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang bertakwa (QS Al Hujurat: 14).

 

Penggambaran secara rinci dan pendataan secara tepat terhadap perilaku anak sangat diperlukan. Untuk tepatnya sebuah penilaian terhadap perilaku anak, diperlukan penyelidikan secara cermat.

 

Penggambaran perilaku anak dapat dilihat melalui:

  • Frekuensi : Sering tidaknya perilaku anak tersebut muncul
  • Lama berlangsung : Waktu yang diperlukan untuk berlangsungnya setiap

tindakan.

  • Intensitas : Banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku

tersebut.

 

Melalui frekuensi, lama berlangsung dan intensitas perilaku anak dapat diketahui bagaimana sebenarnya tingkah laku anak. Pada dasarnya tingkah laku yang tampil pada diri anak adalah gambaran hakikat anak, kebutuhan dan perkembangannya.

 

Untuk mengenal perilaku anak diperlukan data yang lengkap tentang diri anak sehingga memudahkan orang tua membangun potensi anaknya. Beberapa cara untuk mengumpulkan data adalah:

  • Usahakan untuk mencatat tingkah laku anak setepat mungkin yang disesuaikan dengan waktu dan tempat terjadinya perilaku.
  • Biarkan anak-anak (khususnya usia remaja) untuk mencatat perilakunya sendiri.
  • Memperhatikan usia anak dan anak itu sendiri.
  • Gunakan proses pengumpulan data sebagai kesempatan untuk meninjau dan memberi umpan balik.

 

Hal yang perlu diperhatikan dalam mengenal perilaku anak di antaranya adalah:

  • Hakikat anak yaitu anak yang berada pada masa tertentu mempunyai potensi tertentu yang berbeda dengan orang dewasa.
  • Kebutuhan pokok anak (jasmani, kejiwaan dan ruhani).
  • Tugas dan tahap perkembangan anak

 

Orang tua yang ingin membangun potensi anaknya dilarang melakukan sesuatu atas dasar kemauan anak saja karena bisa menjadikan anak gagal untuk masa berikutnya, khususnya dalam hal kemandirian. Keinginan orang tua mesti disesuaikan dengan kecenderungan perilaku anak. Anak yang akan diarahkan pada ilmu sosial atau ilmu eksakta dapat dilihat dari kecenderungan kesehariannya dalam permainan dan tingkah lakunya. Permainan yang diminati anak berupa alat-alat dengan bongkar pasang memperlihatkan kecenderungan eksaktanya dibandingkan dengan anak yang lebih senang bergaul dan berinteraksi dengan temannya. Perilaku menyanyi atau menghapal suatu nyanyian juga suatu perilaku yang bisa diramalkan arah kecenderungan pengembangan potensi seninya.

 

Tingkah laku anak yang seringkali dilakukan dan berlangsung lama, biasanya menggambarkan minat anak terhadap kegiatan tersebut. Hal ini bisa menjadi tanda bagi orang tua bahwa anak menunjukkan potensi dan kemampuan yang perlu dikembangkan.

 

Anak nakal yang kadang dituduhkan oleh orang tua, tidaklah selalu benar. Anak yang aktif dan sering mengganggu adiknya adalah perilaku biasa dan normal. Orang tua tidak boleh melontarkan tuduhan kepada anaknya, karena hal ini akan merusak konsep diri anak. Begitu pula berbagai penilaian orang tua terhadap perilaku anak yang tidak diikuti dengan pengetahuan yang benar. Hal ini tidak akan dapat membangun potensi anak secara maksimal, bahkan akan merusak potensi anak itu sendiri. Anak yang tidak sesuai dalam bidang keterampilan fisik, tetapi orang tuanya memaksa, akan mengalami kegagalan. Begitu juga dengan anak yang dipaksa mengembangkan diri menjadi seorang dokter atau insinyur, tetapi tidak memperlihatkan kecenderungan kepada kegiatan-kegiatan eksakta tentunya juga akan menghancurkan potensi anak.

 

Orang tua yang memberikan penilaian terhadap perilaku anak, perlu meninjau ulang secara seksama untuk mengetahui apakah anak-anaknya bermasalah atau tidak. Pada perilaku anak biasanya ada dua pembagian yaitu:

  • Kenakalan semu : Bukan merupakan kenakalan sebenarnya tetapi

perilaku yang hadir sebagai proses

perkembangan atau reaksi dari lingkungan

atau yang bersifat sementara, tidak menetap

dan masih dalam batas-batas normal.

  • Kenakalan sebenarnya : Tingkah laku yang merugikan dirinya atau

orang lain dan melanggar nilai-nilai moral

maupun nilai-nilai lainnya.

 

Orang tua harus melakukan penilaian terhadap tingkah laku anaknya. Berdasarkan penilaian ini akan diperoleh beberapa cara atau pendidikan yang akan diberikan orang tua kepada anaknya. Untuk itu, penilaian terhadap anak dilakukan secara hati-hati. Pendidikan kepada anak diawali dengan penilaian anak. Jika anaknya dinilai cerdas maka orang tua boleh memberikan harapan yang tinggi kepada anak, begitu pula sebaliknya. Cerdas atau tidaknya anak bisa dilihat dari perilaku anak, khususnya sampai sejauh mana anak memahami nasihat atau informasi dari orang tua, kemudian sejauh mana pula anak dapat mengamalkan informasi tersebut. Anak-anak yang sudah dapat bereaksi dengan orang tua (sekitar dua tahun) sudah dapat diramalkan kecerdasannya.

 

Hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam membangun potensi anaknya adalah hakikat, kebutuhan dan tugas perkembangan anak. Jika orang tua telah mengenal hakikat anak dan kebutuhannya, maka orang tua bisa mengarahkan perilaku anak secara tepat dan sesuai. Yang penting diperhatikan orang tua dalam mengembangkan potensi anak adalah tugas perkembangan anak yang disesuaikan dengan usia perkembangannya. Pendidikan anak semakin efektif jika ada kesesuaian antara pendidikan anak dengan usia perkembangannya.

 

Membangun Potensi Melalui Pengenalan Watak

Para ilmuwan dan pendidik selama bertahun-tahun mendebatkan tentang terbentuknya watak, yaitu mana yang alamiah atau yang pengasuhan. Mana yang memiliki pengaruh lebih besar pada kehidupan anak, gen atau lingkungan rumah? Pada dasarnya, lingkungan berpengaruh pada perkembangan anak. Pendapat yang menyatakan anak dilahirkan dengan membawa watak tertentu membuat seakan-akan orang tua lepas dari tanggung jawab membantu anaknya merubah perilaku anak.

 

Banyak ahli mulai menerima apa yang telah diamati orang tua bahwa sebagian bayi lahir ke dunia dengan sifat ribut atau tenang, menggeliat atau lemah, peramah atau pemarah. Temperamen ini dianggap sebagai sifat dari anak atau pembawaan dari lahir.

 

Meski begitu, bukan berarti pengasuhan anak tidak memiliki peran sama sekali. Nilai-nilai plus metode komunikasi dan cara mengatasi konflik adalah hal yang cukup penting bagi orang tua dalam membantu anak. Faktor keluarga lainnya adalah kelahiran, jumlah saudara kandung, dan peristiwa-peristiwa kehidupan seperti perpindahan, penyakit, perubahan ekonomi keluarga dan pekerjaan orang tua. Kesemuanya itu berperan dalam pembentukan watak seorang anak. Anak yang “baik” berpotensi menjadi “musuh” jika diabaikan atau disiksa. Anak yang “sulit” berpotensi menjadi lebih baik dengan bimbingan orang tua yang sabar.

 

Temperamen orang tua bukanlah suatu ketetapan. Selama ini yang terlihat oleh orang tua adalah apa yang bisa dilakukan oleh anaknya. Seorang anak yang sangat pemalu dapat belajar bersosialisasi tapi belum bisa menjadi ketua atau pusat perhatian dari sebuah kelompok. Oleh karena itu, orang tua harus bisa menjadi pengatur temperamen sosial, membantu membentuk, merubah, atau memperkuat kepribadian dasar anak.

 

Penelitian mengindikasikan bahwa temperamen berhubungan dengan tingkat fisik, emosi, dan sosial. Karakter-karakter ini dianggap sebagai dasar fisik dan genetik. Anak yang enerjik cenderung berasal dari orang tua yang aktif; anak yang cemas datang dari orang tua yang penuh khawatir; anak pemalu berasal dari orang tua yang introvert, dan sebagainya.

 

Namun faktor keturunan bukanlah satu-satunya penentu. Sifat kreatif akan lebih kompleks. Begitu juga dengan sifat agresif, karena sifat tersebut adalah hasil dari karakter dasar (berupa tingkat keaktifan dan sosial anak) yang dikombinasikan dengan perilaku yang dipelajari. Tapi dengan pengasuhan yang sedemikian rupa akan menyebabkan temperamen tersebut mudah dikurangi.

 

Cara lain melihat sifat bawaan anak adalah melalui kepekaan anak, seperti sesuatu yang membuat sebagian anak tidak nyaman dengan suara yang keras, cahaya terang, baju yang kasar, atau makanan pedas. Anak-anak seperti ini rentan terhadap marah yang diakibatkan oleh perasaan yang berlebihan.

 

Ciri-ciri watak:

  • Tingkat keaktifan (apakah tingkah lakunya liar atau tidak, dapat diam atau bermain dengan tenang).
  • Perhatian (memiliki konsentrasi kuat, kurang perhatian atau mudah dialihkan).
  • Berpendirian (tetap pada suatu keinginan dan permintaan atau mudah menyerah).
  • Intensitas (mudah kecewa dan susah dihibur atau tenang dan cepat didiamkan).
  • Keteraturan (tepat waktu untuk tidur, makan, mandi atau tidak).
  • Sensitifitas (mudah terganggu dengan keramaian atau tidak sama sekali).
  • Kewaspadaan (mudah bergaul dengan orang, tempat, dan barang baru atau enggan bergaul).
  • Mood (mudah tersinggung, cengeng atau ceria).
  • Penyesuaian (dapat menyesuaikan diri dengan perubahan atau menolak keras).

 

Sebagian besar anak yang dianalisa berdasarkan ciri di atas bisa diklasifikasikan menjadi anak yang “mudah”, “sulit”, atau “lama” untuk ditenangkan ketika mereka marah atau menangis. Kadang kala ada anak dengan kategori tertentu “mudah” diatasi namun “sulit” dengan kategori lainnya. Cara orang tua berhubungan dengan anak akan memberikan efek penting pada wataknya. Menyebut anak “sulit” tidak harus mencapnya sebagai anak nakal – artinya orang tua “sulit” berhubungan dengannya karena emosinya yang intens, mendadak, berkelanjutan, atau kemampuan adaptasinya yang lemah. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan orang tua untuk berhubungan dengan anaknya secara baik.

 

Kemudahan untuk mengerti temperamen anak dapat mengurangi frustrasi orang tua, dan pada saat yang sama dapat meningkatkan toleransi bagi anak. Mengatur anak yang cenderung cemas, mudah ditakut-takuti, merengek,  menangis sejadi-jadinya karena masalah kecil, bukan merupakan pekerjaan yang mudah bagi orang tua. Orang tua yang menyalahkan diri mereka sendiri karena perilaku anak yang buruk tersebut dan mengharapkan perubahan terjadi dalam waktu semalam dapat merugikan kepribadian anak tersebut.

 

Hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam mengembangkan potensi anak adalah kesesuaian, artinya menyelaraskan solusi dengan watak anak dan menumbuhkan interaksi yang membangun antara keduanya. Misalkan, dua anak balita dan dua ibu. Satu anak balita sangat penakut dan pemalu, anak yang lain senang berpetualang dan aktif. Satu ibu protektif dan cenderung khawatir, ibu yang lain tidak terlalu mencampuri dan mandiri dalam pengasuhannya.

 

Ibu yang protektif biasanya akan mengawasi anaknya yang sangat penakut secara berlebihan. Ibu yang mencegah anaknya yang berani akan memunculkan sifat menentang dan keras kepala.

 

Sedangkan ibu yang percaya diri dan mandiri, biasanya tidak sabar pada anak yang  pendiam, hal ini akan memperburuk rasa cemas anak, meningkatkan keraguan anak dan ketergantungannya. Ibu yang demikian biasanya memaksa si anak mencoba hal baru sebelum ia terbiasa dengan tingkah lakunya. Ibu ini juga bisa gagal memonitor anak yang berani tersebut dengan benar, sehingga resiko luka fisik dapat terjadi dan akhirnya ia tidak akan pernah belajar mengenal bahaya.

 

Pandangan bahwa watak mencerminkan kepribadian anak bisa menimbulkan kontroversi dan disalahartikan dimana orang tua terkesan tidak boleh mengubah perilaku anaknya.

Orang tua adalah orang dewasa, dimana mereka mampu menyesuaikan diri mereka dengan kepribadian anak. Menerima watak anak dan memahami bentuk-bentuk perilaku anak akan menghasilkan kesesuaian yang lebih empati dan lebih baik antara orang tua dan anak. Hal ini akan membantu orang tua mengenal tanda-tanda kesulitan, dan situasi apa yang bisa membuat anak tertekan. Hal ini juga mengajarkan orang tua kapan mereka harus membujuk, sedikit menantang, atau membantu anaknya  mengembangkan pengendalian diri.

 

Untuk mengatasi anak yang pemalu, orang tua sebaiknya mengundang salah satu teman anaknya ke rumah untuk bermain bersama-sama dan hindari mencap anak sebagai pemalu, berisik, atau tidak bisa diam, karena akan membuatnya minder dan mungkin akan menghindar berinteraksi dengan orang lain.

 

Ibu yang protektif harus mengajarkan anak balitanya dengan hal-hal yang menantang, misalnya mengajak anaknya main ayunan dan memegang tangannya dengan lembut. Kemudian ketika anak sudah merasa nyaman, ibu perlu memberikan keyakinan pada anaknya dan biarkan ia bermain sendiri. Terhadap anak balita yang pemberani, ibu harus membiarkannya bereksplorasi, sambil mengajarkan anak tindakan pencegahan untuk menghindari bahaya.

 

Ibu sebaiknya membiarkan anaknya yang pemalu dan enggan terhadap suatu kegiatan. Jangan mencegah atau melarangnya bermain. Ibu sebaiknya menunggu sampai anak menunjukkan minatnya, kemudian yakinkan dia (tanpa menekan) bahwa situasi baru bisa menyenangkan anak. Sang ibu tentunya senang dengan kegembiraan anaknya yang aktif, namun ibu harus membantu mengembangkan keaktifan, kecerobohan, dan agresifitas anak.

 

Pengasuhan yang baik terjadi bila orang tua melakukan penilaian pada anak dan memperhatikan bagaimana anak berkembang secara fisik dan emosional. Orang tua yang mengetahui temperamen anak akan mendapatkan kemudahan dalam mendidiknya.

 

Orang tua sangat memerlukan pengenalan watak untuk membangun potensi anaknya. Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan suatu aktivitas ditentukan oleh kesesuaian ciri aktivitas dengan ciri watak anak yang akan melakukannya. Setiap pekerjaan menggambarkan suatu tuntutan dan ciri-ciri pekerjaan, oleh karena itu mengenal watak anak akan membantu mengarahkan potensi pekerjaan atau pendidikan apa yang cocok untuk anak. Anak yang berwatak berani mengambil resiko, senang bergaul dengan orang lain dan mau melakukan tantangan mencerminkan watak seorang pebisnis yang berhasil. Begitu pula dengan anak yang mempunyai watak sosial, dapat diarahkan sebagai pekerja kesehatan atau pekerjaan yang berhubungan dengan manusia.

 

Box

Utbah ibnu Abi Sufyan menegaskan sewaktu ia memberi petunjuk kepada guru anaknya: “Jadikanlah upayamu memperbaiki watak anakku sebagai upaya memperbaiki dirimu, sebab pandangan mata anak-anakku terpusat pada matamu, dan barang baik yang akan mereka lihat adalah barang baik yang telah kamu saksikan, dan barang yang mereka anggap buruk adalah yang memang kamu pandang demikian”.

 

Membangun Potensi Melalui Pengenalan Tugas Perkembangan Anak

Anak mempunyai tugas-tugas perkembangan yang sama dengan usianya. Namun dalam praktek dan kenyataannya, pencapaian perkembangan anak berbeda di antara sesama anak. Setiap usia anak, memiliki hal-hal yang penting dalam perkembangannya.

 

Anak pada usia empat tahun lebih, diharapkan sudah mampu mengikuti gambar diagram yang sederhana dan mampu menggambar orang dengan bentuk sederhana, misalnya mata dan tangan. Perkembangan anak pada usia ini perlu disalurkan oleh orang tua dengan mengajarnya menggambar, sehingga pada usianya anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

 

Perkembangan anak usia lima tahun diharapkan sudah mampu melompat dengan dua kaki, mampu mengikat tali sepatu dan mengetahui usianya serta membedakan pagi dan siang. Kemampuan anak dikaitkan dengan masing-masing perkembangan seperti perkembangan sosial, kognitif, emosi, motorik dan bicara. Setiap perkembangan anak pada usia tertentu memiliki hal-hal penting yang perlu dikembangkan oleh orang tuanya. Keberhasilan membangun potensi anak sesuai dengan usia perkembangannya, akan memudahkan anak mengikuti tugas-tugas perkembangan berikutnya.

 

Anak pada usia enam tahun menurut perkembangannya telah mengetahui jumlah jari dan menyebut nama hari, maka orang tua harus mendidik dan mengajarkan anak berhitung dan menghapal, sehingga anak mempunyai kemampuan yang sesuai dengan tugas perkembangannya.

 

Orang tua perlu melihat hal-hal penting pada anak untuk membangun potensinya. Tugas perkembangan anak merupakan tanda dan ukuran tingkah laku yang akan dicapai anak. Banyak cara untuk membangun potensi anak sesuai dengan usia perkembangannya seperti melalui bermain, nasihat atau pengajaran.

 

  1. Keluarga dan Perhatian kepada Anak

Adalah kewajiban para orang tua untuk mendidik anaknya secara baik dan benar dari sudut ilmu pendidikan maupun dari syariat Islam. Kegagalan mendidik anak secara baik dan benar berdampak kepada masa depan anak.

 

Beberapa dalil, dapat disimpulkan bahwa Islam menuntut kebersamaan orang tua terhadap anaknya. Sebagai contoh Islam menyuruh ibu menyusui anaknya secara penuh hingga sampai saatnya disapih (sekitar dua tahun) dimana aktivitas menyusui adalah aktivitas kongkrit kebersamaan ibu dengan anaknya.

 

Pernahkah anda merasa enggan pergi ke kantor karena begitu asyiknya  mendengarkan celoteh anak-anak anda? Duduk bertelekan di sofa sambil memandangi anak-anak, bercengkrama dan berbincang dengan mereka merupakan kenikmatan yang tiada bandingnya.

 

Allah SWT menyebut keluarga dan anak sebagai perhiasan kehidupan dunia dan dijadikan indah memandang anak dan pasangan kita. Namun sebaliknya, anak bisa menjadi ujian dan cobaan apabila kita tidak dapat mendidiknya secara baik. Mendidik anak secara baik dan benar dilihat dari sudut ilmu pendidikan maupun dari syariat Islam yang merupakan kewajiban orangtua. Kegagalan mendidik anak akan berdampak pada masa depan anak.

 

Proses pendidikan anak berawal pada saat anak dalam kandungan, dimana ibu paling banyak berperan. Namun peran ayah tidak kalah penting. Kerjasama yang baik antara ayah dan ibu, akan melahirkan anak yang berkualitas, karena itu, sebaiknya kehamilan dipandang sebagai anugerah yang harus disyukuri. Dengan rasa syukur itulah ayah dan ibu akan menjalankan peran pendidikannya secara optimal.

 

Box

Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia (QS Al Kahfi: 46).

 

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang telah Aku ciptakan sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak. Dan anak-anak yang selalu bersama dia (QS Al Mudatsir: 11-13).

 

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak… (QS Ali Imran: 14).

 

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) (QS At Taghabun: 15).

 

Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha suci Allah, sedangkan untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai (yaitu anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah (QS An Nahl: 57-58).

 

Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil (QS An Najm: 21-22).

 

Dan sesungguhnya Dialah Yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan (QS An Najm: 45).

 

Sesungguhnya rugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan dan tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa-apa yang telah Allah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk (QS Al An’am: 140).

 

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang sangat besar (QS Al Isra: 31).

 

Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka melahirkan (QS Ath Thalaq: 6).

 

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf (baik) (QS Al Baqarah: 233).

 

Dari Nabi SAW, sesungguhnya seorang wanita dari Ghomidiyah datang kepada Rasulullah lalu mengadu; “Saya telah berzina, ya Rasulullah”. Maka Rasulullah berkata (menolak): “Pulanglah”. Lantas pulanglah wanita itu. Esok harinya wanita itu datang lagi menemui Rasulullah, “Mudah-mudahan engkau tidak menolak saya, sebagaimana engkau menolak Maiz bin Malik, demi Allah saya telah berzina dan hamil”. Untuk kedua kalinya, Rasulullah menolaknya, dan kembali berkata: “Pulanglah”. Maka pulanglah wanita itu. Esok harinya wanita itu datang lagi, namun Rasulullah menyarankan: “Pulanglah, sampai engkau melahirkan”. Setelah melahirkan, wanita itu kembali menghadap Rasulullah sambil membawa bayinya, “Ini bayi yang saya lahirkan”. Rasulullah berkata: “Susukanlah dia sampai waktunya berpisah menyusu, dan di tangannya ada makanan yang ia makan”. Setelah tiba saatnya bayi itu tidak menyusui dan dapat memegang makanan, maka Rasulullah menerima bayi itu dan menyerahkannya kepada seorang muslim. Lantas Rasulullah memerintahkan orang membuat lubang untuk wanita – ibu sang bayi – tersebut dan menyuruh orang merajamnya. Kemudian Khalid bin Walid merajamnya dari sebelah kanan. Dirajamnya wanita itu dengan batu, sehingga baju Khalidpun terkena oleh cipratan darah wanita itu. Lantas Rasulullah berkata kepada Khalid; “Tenanglah hai Khalid, demi Allah yang jiwaku di tanganNya, ia telah bertobat, yang jika diucapkan oleh seorang penipu (orang yang tidak baik) sekalipun, niscaya Allah akan mengampuninya”. Kemudian Rasulullah mengajak orang-orang merawat jenazah wanita itu, disembahyangkan, lantas dikuburkan (Hadits Sahih riwayat Muslim 3/1323 h.n 1695).

 

Saya menemukan wanita-wanita terbunuh di beberapa tempat peperangan Rasulullah SAW. Maka Rasulullah melarang membunuh wanita-wanita dan anak-anak (Hadits Sahih riwayat Muslim 3/1364 h.n 1744).

 

  • Nasihat untuk Orang Tua

Orang tua berkewajiban mendidik anaknya, begitu nasihat Nabi SAW kepada para orang tua. Tentunya orang tua dinasihati agar melakukan tindakan dan perbuatan yang baik kepadanya agar anak mencintai Nabi, ahli bait dan Al Quran. Orang tua perlu mengajak anaknya beramal dan berinfak serta menuntut ilmu sehingga mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga perkara, mencintai Nabi kalian, mencintai ahli baitnya dan senang membaca Al Quran. Sebab orang-orang yang mengemban tugas Al Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari yang tidak ada perlindungan selain dari pada perlindungan-Nya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci” (HR Ibn Annajar dalam tarikhnya, Imam Al-Manawi mengatakan haditsnya dhaif).

 

Satu dinar engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar engkau nafkahkan untuk membebaskan budak, satu dinar engkau sedekahkan untuk orang miskin, dan satu dinar engkau nafkahkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya ialah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluarga (HR Muslim 2/692 h.n 995).

 

Ibnu Masud berkata: “Hendaklah kalian menuntut ilmu sebelum ilmu itu diangkat dan terangkatnya ilmu dengan meninggalnya para ahli, dan tuntutlah ilmu karena kalian tidak mengetahui kapan kalian memerlukannya”.

 

Barangsiapa yang menginginkan kebaikan di dunia ini, hendaknya mencari ilmu; barangsiapa yang menginginkan kebaikan di akhirat hendaknya mencari ilmu; barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya hendaknya mencari ilmu.

 

1.2. Peran Orang Tua

Allah SWT telah menjadikan anak dan keluarga sebagai perhiasan dan sekaligus sebagai amanah, dimana Allah SWT telah menciptakan semua potensi manusia untuk disyukuri dan dipergunakan dengan baik. Target penciptaan manusia adalah ibadah dan menjadi khalifah, oleh karena itu peran orang tua dalam membangun potensi anak sangatlah diutamakan. Pendidikan anak dimulai dengan menyusui anak dan menjaga agar anak tetap dalam fitrah. Orang tua wajib bersikap baik dan kasih sayang terhadap anak dan keluarganya, serta mendidiknya secara bertahap hingga mencapai kedewasaannya.

 

Orang tua perlu menjalin hubungan yang positif dengan anak, dimana pendekatan kepada anak harus dilakukan secara baik. Menyuruh atau melakukan suatu tingkah laku perlu diberikan dengan ramah dan bersifat himbauan, sehingga hubungan menjadi akrab dan tidak bermusuhan. Larangan dan hal-hal yang tidak boleh, disampaikan dengan alasan yang rasional dan logis serta dapat diterima dan dimengerti anak. Anak tidak dijadikan sebagai objek tapi sebagai subjek.

 

Hubungan orang tua-anak yang baik, akan mengefektifkan segala perlakuan yang diberikan dalam merubah perilaku anak. Masalah-masalah anak dapat diatasi dengan baik. Pengaruh-pengaruh dari luar dapat dibendung dan dicegah.

 

Box

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi (QS Al Baqarah: 30).

 

Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kalian rasa kasih dan sayang (QS Ar Rum: 21).

 

Sebaik-baik kalian ialah yang paling baik sikapnya terhadap keluarganya, dan saya adalah orang yang paling baik terhadap keluarga saya (HR Turmudzi 5/709 h.n 3895).

 

Tiada satu anakpun yang terlahir ke dunia ini kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana halnya binatang yang melahirkan binatang sempurna, apakah kamu akan menemukan cacat padanya? Kemudian Abu Hurairah berkata: “Jika kamu mau, bacalah ayat: “Itu (agama Islam) adalah fitrah Allah yang Ia tetapkan pada manusia. Tidak ada penggantian bagi ciptaan Allah” (HR Bukhari 1/456 h.n 1292 dan Muslim 4/2047 h.n 2658).

 

Dan Allah telah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (QS An Nahl: 78).

 

Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan (QS Al Haj: 5).

 

Tidak dicatat dosa-dosa seseorang itu dari tiga golongan: Orang yang tidur sehingga dia bangun, orang yang ditindas hingga ia bebas dan dari anak kecil hingga ia dewasa (HR Tabrani fil Awsath 8/161 h.n 8273).

 

Sesungguhnya harta dan anak-anak itu adalah merupakan perhiasan kehidupan dunia (QS Al Kahfi: 46).

 

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan (QS Al Baqarah: 233).

 

Katakanlah: “Dialah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur (QS Al Mulk: 23).

 

1.3. Kebutuhan Anak

Bayi yang baru lahir dan bayi yang berusia di bawah satu tahun adalah makhluk ajaib yang gerakannya didasari oleh kebutuhan, seperti makan, tidur, dan hubungan dengan orang lain. Dengan adanya pengasuhan maka kebutuhan fisik, kebutuhan emosi dan kebutuhan sosial  anak akan terpuaskan.

 

  • Kebutuhan fisik. Anak membutuhkan makanan, pakaian dan lingkungan rumah yang aman.
  • Kebutuhan emosi. Anak membutuhkan kasih sayang dan perawatan. Mereka juga butuh pujian dan pengakuan, khususnya untuk usaha belajar yang dilakukannya dan sikap baik mereka. Anak juga butuh pengalaman yang baru dan bervariasi, seperti jalan-jalan ke kebun binatang, musium, acara kebudayaan dan aktivitas rekreasi lainnya. Anak tidak boleh terlalu dilindungi. Sebaliknya mereka harus didorong untuk bertanggung jawab terhadap apa yang mereka mampu atau apa yang orang lain harapkan pada mereka.
  • Kebutuhan sosial. Anak perlu berinteraksi dengan orang lain (teman) agar bisa bersosialisasi.

 

1.4. Pengasuhan Anak

Pengasuhan anak harus dilakukan secara adil dengan mengikuti usia dan tahap penerimaan anak. Anak usia tujuh tahun sudah dapat mengerti perintah, maka dapat disuruh mengerjakan salat. Apabila anak telah berumur 10 tahun belum salat, orang tua dapat memukul kakinya. Sesungguhnya pendekatan Islam dalam mengasuh anak sangat sesuai dengan fitrah manusia.

 

Pada dasarnya ada tiga jenis pengasuhan anak, yaitu:

  • Keras (otoriter). Jenis pengasuhan ini sangat tegas, melibatkan beberapa bentuk aturan-aturan. Anak-anak dibiasakan dengan pemberian hadiah dan hukuman. Masalah yang muncul dengan jenis pengasuhan ini adalah anak-anak akan belajar untuk mengharapkan hadiah atas kelakuan “baik” anak. Hukuman yang terlalu keras akan menimbulkan ketakutan dan kemarahan yang berlebihan. Namun, jenis ini masih merupakan cara pengasuhan yang efektif untuk anak kecil yang pengertiannya masih harfiah dan sederhana.
  • Lunak (permisif). Orang tua yang menggunakan cara ini tidak memberikan batasan dan biasanya anak akan tumbuh tanpa arahan. Anak seperti ini sering disebut “anak manja”. Masalah yang muncul dengan gaya ini adalah anak tidak peduli dengan tanggung jawab sosial dan akan mengalami kesulitan dalam bergaul. Orang tua, guru dan orang dewasa yang terlalu lunak dapat menghambat perkembangan moral anak. Mungkin ini adalah gaya terburuk dalam pengasuhan anak.
  • Otoritatif (moderat). Gaya pengasuhan ini didasari atas pengertian dan rasa hormat orang tua terhadap anaknya. Orang tua yang menggunakan cara ini memberikan aturan yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Orang tua yang fleksibel dan otoritatif adalah mereka yang mengizinkan dan mendorong anak untuk membicarakan masalah mereka, memberi penjelasan yang rasional dan masuk akal tentang peran anak di rumah dan menghormati peran serta orang dewasa dalam pengambilan keputusan meskipun orang tua merupakan pemegang tanggung jawab tertinggi. Orang tua seperti ini juga menghargai sikap disiplin dan tingkah laku yang baik.

 

Sebagian besar orang tua memulai dengan cara pengasuhan yang otoriter. Tapi penting untuk dicatat bahwa seiring tumbuhnya anak, pengasuhan anak yang otoriter lebih pantas untuk mengajari anak dalam menumbuhkan rasa percaya diri dan bertanggung jawab. Pengasuhan yang lunak bukanlah jenis pengasuhan yang efektif dan harus dihindari. Jenis otoritatif merupakan cara yang cukup baik dalam mengembangkan potensi anak, terlebih ketika anak memasuki usia remaja. Beberapa pendekatan keras dapat digunakan untuk anak usia balita dan pra remaja, khususnya dalam menerapkan disiplin.

 

Hal-hal yang Dihindari dalam Mengasuh Anak

  • Orang tua menjadikan cinta sebagai suatu balasan. Orang tua harus memberi pengertian bahwa dikarenakan mereka mencintai anak sehingga mereka melakukan sesuatu dan bersikap baik. Hal ini menjadikan anak berusaha mendapatkan kasih sayang orang tua. Orang tua harus mencintai anak meski terdapat kelemahan dan kesalahan pada diri anaknya.
  • Orang tua tidak mengekspresikan cinta. Orang tua di Asia cenderung tidak mengekspresikan rasa cinta mereka kepada anak. Lalu bagaimana anak mengetahui kalau mereka dicintai oleh orang tuanya?
  • Anak disamakan dengan orang dewasa. Padahal anak bukanlah miniatur orang dewasa. Mereka memiliki pikiran dan sikap yang berbeda dengan orang dewasa.
  • Orang tua terlalu berharap. Orang tua sering mengharapkan anaknya berhasil dengan usaha mereka. Bahkan orang tua mengharapkan anak mencapai sesuatu yang orang tuanya sendiri tidak memiliki kesempatan untuk melakukannya. Orang tua yang berpengharapan tinggi seperti itu akan membuat anaknya tertekan. Ukuran baik sebuah prestasi anak adalah melakukan apa yang dia mampu, bukan yang terbaik. Jika tidak, anak akan merasa frustrasi dan mereka merasa telah gagal. Anak pun dapat membangun rasa marah dan benci pada orang tuanya. Hal ini akan menegangkan hubungan keduanya.
  • Anak yang dimanja. Menyerah pada tingkah dan khayalan anak bukanlah pengasuhan yang baik. Anak harus diberikan batasan. Bentuk pengawasan eksternal ini akan membantu anak menumbuhkan pengendalian diri.
  • Anak tidak boleh dilindungi dari kesalahan yang diperbuatnya. Melindungi anak dari berbuat salah adalah kesalahan terbesar karena anak tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari sesuatu yang benar atau salah. Sebagai ilustrasi, pertimbangkan keadaan dimana orang tua melihat anak mengerjakan bongkar pasang. Sebuah kesalahan anak dalam bongkar pasang yang tidak boleh disalahkan tetapi disarankan untuk dibiarkan agar anak mendapatkan pengalaman. Mengkoreksi anak akan menghilangkan kesempatan anak untuk belajar. Membiarkan anak menyadari kesalahan mereka memang akan memakan waktu namun sesungguhnya pengalaman menjadi lebih berarti dan bermanfaat bagi anak. Anak akan belajar dari kesalahan yang mereka lakukan. Kesalahan mendasar para orang tua dalam masyarakat yang kompetitif adalah mereka ingin anaknya menjadi kebanggaan bagi keluarga atau orang tuanya tanpa melihat kemampuan anak yang sebenarnya.

 

Box

Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk mengerjakan salat setelah mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika belum mengerjakan) setelah berusia sepuluh tahun” (HR Abu Daud 1/133 h.n 494).

 

Allah SWT berfirman, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan” (QS Al Alaq: 1).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah mengajari mereka menulis, berenang dan melempar serta tidak memberi rezeki kecuali dengan rezeki yang baik” (HR Baihaqi 10/15 h.n 19526  dengan sanad yang dhaif).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika anak Adam sudah meninggal, maka semua amalnya akan terputus kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakan dia” (HR Muslim 3/1255 h.n 1631).

 

Allah SWT berfirman, “Berbuat adillah kamu karena sesungguhnya berbuat adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS Al Maidah : 7).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Berbuat adillah terhadap anak-anak kalian, berlaku adillah terhadap anak-anak kalian, berlaku adillah terhadap anak-anak kalian” (HR Ahmad 4/278 h.n 18475).

 

1.5. Kewajiban Anak

Kewajiban anak adalah menyembah Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya, bahkan dilarang membantah atau menyakiti hatinya, dan diwajibkan mengucapkan perkataan yang mulia kepada orang tuanya. Anak perlu meminta kerelaan orang tuanya, karena kerelaan Allah tergantung dari kerelaan orang tua. Bahkan Nabi SAW menyatakan bahwa surga ada di bawah telapak kaki ibu. Oleh karena itu kewajiban anak terhadap orang tua perlu dijalankan. Kewajiban anak lainnya adalah menuntut ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Box

Allah SWT berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”(QS Al Isra: 23).

 

Fathimah RA berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, “Tetapilah kakinya (ibu), sebab surga ada di bawah telapak kakinya” (HR Ibnu Majah 2/929 h.n 2781).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Kerelaan Allah SWT dalam kerelaan orang tua, dan murka Allah SWT dalam murka orang tua” (HR Turmudzi, 4/310 h.n 1899).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika anak Adam sudah meninggal, maka semua amalnya akan terputus kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakan dia” (HR Muslim 3/1255 h.n 1631).

 

Dari Abu Hurairah RA berkata Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba (yang oleh Allah) ditinggikan derajatnya, dan dia akan berkata, “Wahai Tuhanku, dari mana ini?” Tuhan menjawab, “Sebab istighfar anakmu (untukmu) setelah kamu meninggal” (HR Ibnu Majah 2/1207 h.n 3660).

 

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya” (QS Ath Thur: 21).

 

1.6. Menjaga Kestabilan Emosi Ibu

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa emosi ibu ketika hamil tidak stabil. Kadang ibu merasa sedih tiba-tiba, khawatir yang berlebihan, serta mudah marah. Ketidakstabilan  ini sangat tampak pada triwulan pertama dan triwulan ketiga. Pada triwulan pertama, ketidakstabilan terjadi karena ibu mengalami perubahan hormonal. Masa ini bisa disebut juga masa adaptasi. Ketidakstabilan semakin parah bila kehamilan itu di luar rencana. Sehingga ada dua beban yang dirasakan ibu. Beban pertama adalah perubahan siklus hormon, dan beban kedua adalah rasa terbebani dengan kehamilan itu. Peran ayah dan keluarga besar, sangat dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ini. Bila hal ini dibiarkan dapat mengakibatkan perkembangan emosi janin yang kurang bagus.

 

Dalam kaitannya dengan menjaga kestabilan emosi, sebaiknya ibu yang sedang hamil tidak dibebani dengan pikiran yang berat. Ayah diharapkan mempunyai cara yang baik dalam menyampaikan persoalan yang harus diketahui oleh ibu. Pada triwulan pertama, pada kasus tertentu bisa terjadi keguguran yang diakibatkan oleh stres yang berat. Nasihat yang lembut pada situasi yang nyaman, sangat dibutuhkan pada saat ibu mengandung.

 

Dari pihak ibu, agar emosi stabil, diharapkan semakin meningkatkan hubungannya kepada Allah. Rasa syukur dan ikhlas dalam menjalankan amanah Allah akan memberikan dampak yang baik untuk janin. Memang pada saat hamil, untuk mendekat kepada Allah perlu perjuangan. Pada awal kehamilan, ibu merasa tidak nyaman sehingga untuk beribadah perlu motivasi yang kuat dari dalam diri dan didukung oleh keluarga. Menjelang persalinan, ketika beban kandungan semakin berat, rasa malas beribadah semakin mendera. Bahkan untuk membersihkan diri rasanya teramat berat. Hanya tekad yang kuat dan keimanan saja yang dapat menguatkan ibu untuk terus mendekatkan diri kepada Allah.

 

Keikhlasan yang kuat akan memudahkan ibu untuk menjalankan persalinan. Emosi yang stabil sangat diperlukan. Ibu-ibu yang tertekan pada saat hamil akan melahirkan generasi yang terganggu emosinya, bahkan terganggu kecerdasannya. Ayah dan ibu sebaiknya senantiasa memohon kepada Allah diberikan keikhlasan agar kestabilan emosi bisa dijaga.

 

Tips Menjaga Emosi Ibu Hamil bagi Suami atau Keluarga

Box:

Apabila seorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya  setiap hari dengan  1000 kebaikan dan menghapuskannya dari  1000 kejahatan.

 

Dua rakaat salat dari wanita yang hamil lebih baik daripada 80 rakaat salat wanita yang tidak hamil .

 

Wanita yang hamil akan mendapat pahala beribadat  pada malam hari.

 

Wanita yang hamil akan mendapat pahala berpuasa pada siang hari.

 

Beberapa Tips Menjaga Emosi Ibu Hamil

  • Berikan perhatian yang khusus pada saat kehamilan diketahui.
  • Berikan nasihat dengan cara yang baik dan pada saat yang tepat.
  • Ingatkan dengan cara yang baik untuk senantiasa meningkatkan ibadah kepada Allah.
  • Berikan hadiah khusus yang berupa makanan kesukaannya selama makanan itu halal dan baik.
  • Sediakan waktu untuk mengantar ibu periksa ke dokter.
  • Rencanakan waktu untuk menemani ibu ketika masa persalinan.
  • Libatkan keluarga besar untuk membantu meringankan tugas ibu.

 

  1. Dasar Mendidik Anak

Dasar mendidik anak adalah mengacu pada bakat dan lingkungan (orang tua). Perubahan yang terjadi pada anak tergantung dengan bakat anak dan lingkungannya. Mendidik anak dalam Islam diawali dengan memberi nama yang baik dan mengajarkan Al Quran kepadanya.

 

Box

Katakanlah bahwa setiap orang itu bekerja menurut bakatnya masing-masing (QS Al Isra: 84).

 

Anak itu dilahirkan atas fitrahnya, orang tuanyalah yang dapat menjadikan Yahudi, Nasrani ataupun Majusi (HR Bukhari 1/465 h.n 1319 dan Muslim 4/2047 h.n 2658).

 

Dari Umar bin Khathab, Amirul Mukminin, ada seorang ayah yang didurhakai anaknya datang mengadu kepadanya. Umar kemudian memanggil anaknya untuk ditanyai kebenarannya. Umarpun berkata kepada anaknya: “Apa sebab kamu durhaka kepada bapakmu?” Ia menjawab: “Wahai Amirul Mukminin, apa hak anak terhadap ayahnya?” Ia menjawab: “Memberinya nama yang baik, memilihkan calon ibu yang baik, dan mengajarkan Al Quran kepadanya”. Anak itu berkata: “Wahai Amirul Mukminin, tidak satupun dari semua itu yang ayahku lakukan padaku”. Umarpun memandang bapaknya dan berkata kepadanya: “Engkau telah durhaka kepada anakmu sebelum dia durhaka kepadamu”. Selanjutnya, Umar berbicara dengan anak-anak (lainnya) sehingga beliau memusyawarahkan dengan mereka berbagai perkara yang penting (Riwayat Hidup Umar oleh Thanthawiyani).

 

2.1. Dilakukan Berulang-Ulang

Pendidikan yang efektif dilakukan berulang kali sehingga anak menjadi mengerti. Pelajaran atau nasihat apapun perlu dilakukan secara berulang, sehingga mudah dipahami oleh anak.

 

Box

Dari Anas RA, ia berkata: “Nabi SAW bila mengucapkan suatu kalimat, beliau mengulanginya sampai tiga kali, sehingga pendengarnya memahaminya. Apabila beliau datang kepada suatu kaum, beliau memberi salam kepada mereka tiga kali (HR Bukhari 1/48 h.n 95).

 

2.2. Pendidikan Bertahap

Pendidikan sebaiknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahap kemampuan dan usia perkembangan anak. Anak akan mudah menerima, memahami, menghapal dan mengamalkan, bila pendidikan dilakukan secara bertahap.

 

Box

Dari Umar RA, ia berkata: “Nabi SAW menerima ayat-ayat Al Quran dari Jibril (untuk dihafal) lima ayat-lima ayat (HR Baihaqi dalam kitab Shu’abul Iman 2/331 h.n 1958).

 

2.3. Pendidikan dari yang Ringan

Perubahan tingkah laku dan usaha membangun potensi anak dilakukan dari hal yang ringan dan yang paling mungkin diubah. Rasulullah menyuruh kita untuk memulai hal yang paling mudah selama hal itu bukan merupakan perbuatan dosa, kemudian secara bertahap dilakukan perubahan. Rasulullah dalam mendidik anak dan cucunya memulainya dari hal yang bisa dilakukannya (yang ringan) termasuk menyuruh para sahabatnya menghapal ayat Al Quran.

 

Box

Dari Aisyah, dia berkata: “Bila Rasulullah SAW diberi pilihan antara dua hal, beliau memilih yang paling mudah selama bukan perbuatan dosa. Jika hal itu merupakan perbuatan dosa, beliau adalah orang yang paling jauh dari berbuat dosa. Rasulullah SAW tidak pernah menuntut balas kepada seseorang untuk dirinya sendiri, tetapi semuanya itu karena orangnya melanggar ketentuan Allah, lalu beliau menuntut balas terhadap orang itu karena Allah” (HR Malik, Bukhari 3/1306 h.n 3367 dan Muslim 4/1813 h.n 2327).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki anak yang masih kecil, maka gaulilah mereka sesuai dengan tingkat akal mereka” (HR Ibn Asakir dan Ibn Babawih dari Muawiyah).

 

“Berikanlah hukuman kepada budak dan keluargamu sesuai dengan tingkat akal mereka (HR Dailami 3/14 h.n 4017 dan Ibn Asakir dalam kitab Tarikh).

 

Imam Al-Munawi berkata: Seorang guru hendaklah berbicara dan berinteraksi dengan muridnya sesuai dengan tingkat akal mereka dan pemahaman mereka.

 

Dari Jabir RA mengatakan, “Saya pernah mengunjungi Rasulullah SAW. Maka beliau mengajak kami makan. Tahu-tahu ada Husain bermain di jalan bersama anak-anak yang lain. Beliau bergegas mendatangi mereka dan membentangkan tangannya. Beliau pun harus berlari ke sana dan kemari. Beliau menggembirakan dia (membuat dia tertawa). Maka beliau meletakkan salah satu tangannya ke dagu Hasan sedangkan tangan beliau yang lainnya diletakkan di antara kepala dan kedua telinganya. Beliau memeluk kemudian menciumnya” (HR Ibn Majah 1/51 h.n 144).

 

Dari Usamah bin Zaid RA, “Saya pernah mengutus putri Rasulullah SAW kepada ayahnya, bahwa anak saya sudah menjelang ajal. Maka beliau mengutus (seseorang) dan mengirim salam seraya bersabda, “Sesungguhnya apa yang diambil dan diberikan oleh Allah adalah milikNya. Setiap sesuatu (di sisi Allah SWT) memiliki batas akhir yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bersabarlah kamu dan berharaplah akan adanya pahala! Maka puteri beliau bersumpah agar beliau mendatanginya. Beliau pun berdiri (dan berangkat). Bersama beliau adalah Saad bin Ubadah, Muadz bin Jabal, Ubai bin Kaab, Zaid bin Tsabit serta beberapa orang laki-laki. Anak tersebut kemudian diangkat dan diserahkan kepada beliau dan diletakkan di pangkuan, sementara nafas beliau tersengal hebat dan air mata beliau mengalir dengan deras. Saad bertanya, “Apa arti semua ini, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ini adalah rasa kasih sayang yang dijadikan oleh Allah SWT di hati semua hamba-Nya”. Dalam riwayat lain dikatakan, “Allah menjadikan kasih sayang di hati hamba yang dikehendaki-Nya. Dialah Allah yang hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang menyayangi” (HR Bukhari 1/431 h.n 1224 dan Muslim 2/635 h.n 923).

 

  1. Aktivitas Orang Tua

 

3.1. Menjaga Fitrah

Anak lahir dalam keadaan fitrah. Orang tua diharapkan menjaga fitrah anak agar tidak berubah. Fitrah yang tetap terjaga pada anak akan membentuk pribadi anak yang saleh. Usaha untuk menjadikan anak saleh dilakukan dengan merubah anak (mendidik anak) tersebut agar tetap bersama fitrahnya.

 

Box

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka (QS At Tahrim: 6).

 

Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah pahala amalnya, kecuali tiga perkara, yakni: shadaqah jariyah (shadaqah yang kemanfaatannya dapat berlangsung lama setelah orang yang bershadaqah meninggal), ilmu yang bermanfaat, serta anak saleh yang selalu mendoakan baik kepada kedua orang tuanya (HR Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Nasai dari Abu Hurairah RA).

 

Setiap anak dilahirkan atas fitrah sampai lisannyapun mengatakan demikian, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR Abu Yala, Tabrani dan Baihaqi, juga dalam HR Bukhari 1/465 h.n 1319 dan Muslim 4/2047 h.n 2658).

 

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan seseorang, apabila seseorang itu tidak mau merubah yang ada pada dirinya sendiri (QS Ar Rad: 11).

 

3.2. Memahami Anak

Orang tua harus mengerti bahwa anaknya sebagai manusia senantiasa berproses. Allah SWT pun menyebutkan proses kejadian manusia dari sperma dan ovum hingga lahir. Proses pertumbuhan fisik ini juga diiringi dengan proses perkembangan jiwa. Pengertian terhadap anak sebagai makhluk yang sedang berproses akan sangat membantu pendidikan anak. Orang tua dapat secara tepat mendidik anak melalui proses tahapannya dan memahami berbagai masalah dan kendala anak dalam membangun potensinya. Anakpun dilahirkan dengan beragam karakter dan kepribadian walaupun berasal dari satu orang tua. Oleh karena itu orang tua dilarang memperlakukan anaknya sama rata. Tidak semua anak pandai atau bodoh.

 

Anak lahir dengan karakteristik dan sifat yang berbeda. Ciri-ciri ini dapat membantu anak membentuk kepribadian mereka. Dengan mengenali ciri anak, orang tua dapat membantu anak mengembangkan dirinya untuk hal yang positif.

 

Orang tua yang mempunyai harapan akan memberi pengaruh kuat pada anaknya. Seringkali, orang tua mengharapkan anaknya berbuat sesuatu yang baik sehingga mereka dapat membicarakannya dalam berbagai pertemuan antar orang tua dan anak. Anak dapat merasakan hal ini dan akan mencoba memenuhinya. Harapan baik orang tua akan membuat sikap mereka menjadi baik.

 

Orang tua mampu mengenali stres anak. Ketika anak mengalami stres, akan mempengaruhi cara dia berinteraksi dengan orang lain dan cara orang tua menangani anaknya. Orang tua harus mengatur stres anaknya seperti halnya mengatur hubungan dengan anak.

 

Anak dapat mempelajari kata “tidak” sejak dini karena itu adalah kata yang sangat mereka kenal dari orang tua. Orang tua harus mencari jalan untuk lebih sering mengatakan “ya”.

 

Anak dapat membentuk keyakinan pada diri mereka sendiri yang berasal dari pengalamannya. Jika orang tua selalu mengatakan bahwa mereka anak nakal, maka anak akan mulai mempercayai perkataan orang tuanya itu dan mengenali dirinya  sebagai anak nakal, sebaliknya anak yang dijuluki anak baik akan menumbuhkan perilaku baik pula. Anak dapat menumbuhkan sendiri keyakinan positif pada diri mereka dan orang tua membimbing mereka membangun sikap positif tersebut. Salah satu caranya adalah dengan mengajarkan kepada anak bahwa perasaan positif itu penting. Orang tua harus mendengar perasaan anak dan meresponnya dengan rasa hormat dan penuh pengertian.

 

Anggota keluarga di rumah adalah orang-orang terpenting bagi kehidupan anak. Jika kedua orang tuanya bekerja, maka orang dewasa lainnya, seperti nenek atau kakek atau anggota keluarga lainnya, atau orang tua asuh pun menjadi penting keberadaannya bagi anak. Anak perlu membangun hubungan yang dekat dengan orang yang lebih tua.

 

Orang tua perlu mengerti bahwa anak-anak senang bermain. Bermain adalah suatu hiburan bagi anak-anak. Bagi anak, bermain adalah “kerja” mereka. Anak harus bermain untuk berkembang. Melalui bermain, anak belajar tentang dunianya dan keberadaannya di dalam kelompoknya. Anak melatih kemampuan yang mereka miliki ketika mereka tumbuh. Anak belajar tentang kehidupannya dengan mencoba dan berbuat kesalahan (trial and error). Bermain merupakan bagian penting, dimana orang tua dapat membantu anak tumbuh. Orang tua yang bermain dengan anak juga dapat membangun hubungan positif dengan anaknya. Anak juga membutuhkan waktu untuk bermain sendiri, dalam rangka ingin menjelajah pikirannya dan belajar dengan bebas.

 

Box

Sesungguhnya Aku telah menjadikan manusia dari sari tanah, kemudian Aku jadikannya dari setitik nutfah yang tersimpan dalam tempat yang aman, yang teguh (yaitu dalam rahim ibu). Kemudian air mani (nutfah) itu Aku jadikan alaqah (segumpal darah) kemudian Aku jadikan segumpal daging (mudghah) itu menjadi tulang belulang. Kemudian tulang belulang itu Aku selaputi dengan daging. Setelah itu aku jadikannya suatu bentuk yang lain (yaitu bentuk manusia), maka berkah Allah Maha Pencipta yang paling utama” (QS Al Mukminun: 12,13,14).

 

3.3. Adil kepada Anak

Menafkahi dan membiayai keluarga adalah suatu tanggung jawab orang tua khususnya sang ayah. Namun keadilan dalam memberi makan, minum, mainan kepada anaknya, agak sulit dilakukan orang tua. Apalagi orang tua yang lebih menyayangi seorang anaknya dibandingkan anak lainnya tentu akan membedakan dalam pemberian sesuatu kepada anak-anaknya.

 

Adil kepada anak tidak saja dalam memenuhi kebutuhan fisik seperti pemberian makan dan minum tetapi juga kebutuhan emosi seperti perhatian dan kasih sayang. Bahkan Rasulullah SAW menyuruh adil dalam mencium anak-anaknya. Islam sangat memperhatian keadilan di antara anak-anak. Banyak dalil yang menyuruh kita berbuat adil terhadap anak-anak dalam hal pemberian, kasih sayang, ciuman, makan dan minum. Anak yang dimanja biasanya dibedakan dari anak lainnya dan mengakibatkan terjadinya ketidakadilan di dalam rumah. Hampir kebanyakan anak yang dimanja oleh orang tuanya, bermasalah di usia remaja dan dewasanya, karena ketidakmandirian anak dalam menghadapi segala tantangan kehidupan. Selain itu anak yang tidak dimanja dalam rumah juga akan menimbulkan masalah karena kurangnya pemenuhan perhatian dan kasih sayang. Dengan demikian, ketidakadilan yang diperlakukan oleh orang tua akan merusak perkembangan anak.

 

Box

Rasulullah SAW bersabda, “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, utamakanlah orang yang menjadi tanggunganmu” (HR Bukhari 5/2048 h.n 5040) Abu Hurairah menambahkan seorang anak akan  berkata, “Berilah makan kepada saya (sebab kalau tidak) kepada siapa engkau akan meninggalkan diriku”.

 

Ibrahim An Nakha’i sangat senang seseorang berlaku adil kepada anak-anaknya hingga dalam masalah ciuman.

 

Rasulullah SAW bersabda: “Berlaku adillah kalian terhadap anak-anak kalian dalam masalah pemberian” (HR Bukhari 2/913 h.n 2445).

 

Dari Numan bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kalian kepada Allah, dan berlaku adillah terhadap anak-anak kalian” (HR Muslim 3/1242 h.n 1623).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Berbuat adillah terhadap anak-anak kalian, berlaku adillah terhadap anak-anak kalian” (HR Abu Daud 3/293 h.n 3544).

 

Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah dilahirkan seorang anak dalam satu keluarga kecuali itu merupakan suatu kehormatan yang masih belum wujud (HR Al-Baihaqi dalam Shu’ab Al-Iman 6/408 h.n 8693).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kalian kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anak kalian sebagaimana kalian juga senang mereka berlaku adil kepada kalian dalam kebaikan dan kasih sayang” (HR Ibn Hibban 11/503 h.n 5104).

 

Rasulullah SAW bersabda: “…Apakah engkau senang jika mereka melakukan kebaikan kepadamu dengan sama (Adil)?” (HR Muslim 3/1243 h.n 1623).

 

3.4. Mengajarkan Ilmu

Orang yang berilmu mendapatkan tempat yang tinggi dalam Islam, bahkan Allah SWT meningkatkan derajat orang-orang yang berilmu. Oleh karena itu, Islam menyuruh umatnya menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu kepada orang serta tidak boleh menyembunyikannya. Rasulullah SAW menyuruh kita mendidik anak-anak dengan ilmu dan wajib hukumnya bagi kita untuk menuntut ilmu yang berkaitan dengan pendidikan anak.

 

Orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu berbeda derajatnya. Orang yang berilmu selain mendapatkan pengetahuan dan meningkatkan kemampuannya, juga mendapatkan balasan berupa kemudahan jalan menuju surga. Mengajarkan ilmu kepada seseorang juga mendapatkan pahala dari kegiatan mengajarnya dan juga dari pengamalan orang yang mendapatkan ilmu dari kita. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa tiga hal yang dapat membantu kita di akhirat kelak adalah anak yang saleh, ilmu yang diajarkan kepada orang lain dan amal jariah. Dari ketiga hal tersebut, dua di antaranya adalah kegiatan mengajarkan ilmu seperti menjadikan anak yang saleh.

 

Box

Dari Abi Sa’id Al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan, lalu mendidik mereka (dengan baik), menikahkan mereka dan selalu memperhatikan mereka dengan baik, maka baginya adalah surga (HR Abu Daud 4/338 h.n 5147).

 

Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya (tidak mau mengajarkannya kepada orang lain), maka kelak di hari kiamat, Allah akan mengekangnya dengan kekangan api neraka” (HR Abu Daud 3/321 h.n 3658 hadith ini hasan).

 

Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (QS Az Zumar: 9).

 

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu sekalian, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS Al Mujadalah: 11).

 

Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin dan ilmu yang tidak diletakkan kepada orang yang bukan ahlinya seperti mengikat babi dengan emas permata (HR Ibnu Majah 1/81 h.n 224).

 

Rasulullah SAW bersabda: Seorang alim lebih berbahaya bagi syaitan daripada seribu ahli ibadah (HR Ibnu Majah 1/81 h.n 222).

 

Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalan untuknya menuju surga (HR Muslim 4/2074 h.n 2699).

 

Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalan untuknya menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan kedua sayapnya untuk menuntut ilmu, disebabkan ridha Allah kepadanya, dan orang yang alim akan dimintakan ampun oleh semua yang berada di langit dan di bumi, bahkan ikan di lautanpun akan memintakan ampun untuknya. Dan kelebihan seorang alim terhadap seorang abid seperti kelebihan bulan atas semua bintang (HR Turmudzi 5/48 h.n 2682).

 

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya (QS Al Alaq: 1-5).

 

Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkanNya kepadamu, sebagian dari tabir mimpi-mimpi (QS Yusuf: 6).

 

Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? (QS Al Kahfi: 66).

 

Sebaik-baik kamu adalah siapa yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya (HR Bukhari 4/1919 h.n 4739).

 

Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu dari ilmu-ilmu yang berguna bagi manusia dalam permasalahan mereka dan permasalahan agama, maka Allah akan mencambuknya di hari kiamat dengan cambuk api neraka (HR Ibnu Majah 1/97 h.n 265).

 

3.5. Mendidik Jasmani Anak

Islam memperhatikan masalah jasmani anak, selain masalah ruhani dan akal. Ketiga potensi tersebut dikembangkan dalam Islam. Rasulullah menyebutkan bahwa jasmani mempunyai hak untuk dipenuhi, sehingga memunculkan suatu kekuatan. Bahkan Allah SWT lebih menyukai orang beriman yang kuat jasmaninya dibandingkan yang lemah jasmaninya.

 

Beberapa contoh mendidik jasmani ketika di zaman Nabi SAW adalah memanah, berenang, bergulat, lari, berkuda, dan latihan perang. Saat ini, mendidik jasmani anak dapat dilakukan dengan bermain, aktivitas motorik seperti berlari, meloncat dan melempar. Bahkan berbagai bentuk permainan seperti main bola, petak umpat, kejar-kejaran dan sebagainya dapat dijadikan sarana mendidik jasmani anak.

 

Box

Sesungguhnya bagi tubuhmu terdapat hak atas (yang harus dipenuhi oleh) dirimu (HR Bukhari 2/697 h.n 1874).

 

Kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya dan bagi orang-orang beriman (QS Al Munafiqun: 8).

 

Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada yang lemah, dan setiap sesuatu itu ada kebaikannya, bersegeralah mendapatkan apa-apa yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah menjadi lemah  (HR Muslim 4/2052 h.n 2664).

 

Umar pernah menulis surat kepada Abi Ubaidah: Ajarkanlah anak-anakmu berenang dan ajarkanlah memanah kepada orang yang ikut berperang di antara kamu.

 

3.6. Memenuhi Hak Anak

Salah satu kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memenuhi hak anak. Rasulullah menyebutkan bahwa berdosa seseorang yang menyia-nyiakan tanggung jawabnya kepada anaknya. Salah satu contoh pemenuhan hak anak adalah hak untuk makan dan minum serta hak mendapatkan pendidikan.

 

Anak sebagai manusia kecil yang tidak mempunyai kemandirian akan banyak membutuhkan bantuan orang dewasa. Salah satu dari bantuan tersebut adalah pemenuhan hak anak.

 

Box

Dari Rasulullah SAW, sabdanya: “Seseorang telah cukup dikatakan berbuat dosa bila ia menyia-nyiakan orang-orang yang menjadi tanggungan makan dan minumnya” (HR Muslim 2/692 h.n 996).

 

Dari Numan bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda, “Takutlah kalian kepada Allah, dan berlaku adillah terhadap anak-anak kalian”. “…Apakah engkau senang jika mereka melakukan kebaikan kepadamu dengan sama (Adil)?” (HR Muslim 3/1242 h.n 1623).

 

Orang (mukmin) yaitu mereka menjauhi segala hal yang sia-sia (QS Al Mukminun: 3).

 

Dan mereka memelihara kemaluan mereka (QS Al Mukminun: 5).

 

3.7. Memberi Warisan Anak

Islam mengatur harta warisan secara baik dan adil di antara anak-anak, apakah anak laki-laki atau anak perempuan. Memberi warisan kepada anak bagi orang tua merupakan suatu tanggung jawab dan sekaligus kewajiban yang harus dipenuhi orang tua.

 

Box

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar (QS An Nisa: 2).

 

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya (QS Al Isra: 34).

 

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup usia untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cukup cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim melebihi batas yang patut dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu) (QS An Nisa: 6).

 

3.8. Memberikan Ganjaran dan Sangsi

Pembentukan tingkah laku anak yang diinginkan biasanya disertai dengan ganjaran dan sangsi (konsekwensi). Ganjaran (reward) dan sangsi (punishment) berfungsi untuk membantu pembentukan kepribadian anak. Tingkah laku yang diinginkan akan muncul pada diri anak, maka orang tua memberinya ganjaran dalam bentuk materi seperti pemberian kue atau makanan dan bisa juga dalam bentuk non materi seperti ucapan pujian dan penghargaan. Manakala muncul perbuatan anak yang tidak diinginkan, orang tua memberinya sangsi seperti hukuman atau mendiamkan. Dengan cara memberikan ganjaran dan sangsi ini, tingkah laku anak dapat dibentuk sesuai dengan yang diharapkan orang tua. Dalam Islam (Al Quran dan Hadits), ganjaran dapat berupa surga dan balasan kebaikan dari Allah SWT, sedangkan sangsi adalah neraka dan balasan buruk dari Allah SWT.

 

Box

Dari Ibnu Umar RA, ia berkata: Ada seorang laki-laki yang semasa hidup Nabi SAW kalau bermimpi, selalu menceritakan mimpinya kepada Rasulullah SAW. Akupun ingin sekali mendapatkan mimpi, kemudian aku ceritakan kepada Rasulullah SAW, sedangkan saat itu aku masih kanak-kanak dan aku biasa tidur di masjid. Akupun mendapatkan mimpi seolah-olah dua orang malaikat memegangku, lalu membawaku pergi ke neraka. Tiba-tiba neraka itu seperti lubang sumur dan mempunyai dua tanduk. Di dalamnya berisi banyak orang yang sudah aku kenal. Aku berkata: “Semoga Allah melindungiku dari neraka”. Ia berkata: Lalu aku ditemui oleh malaikat lain, lalu ia berkata kepadaku: “Kamu belum menjauhi kesenangan duniawi”. Selanjutnya mimpiku aku ceritakan kepada Hafsah, lalu Hafsah menceritakannya kepada Rasulullah SAW, kemudian beliau bersabda: “Sungguh Abdullah adalah lelaki yang baik kalau dia mau terus melakukan salat malam”. Selanjutnya, ia (Abdullah bin Umar) tidak lagi tidur malam, melainkan hanya sebentar saja (HR Bukhari 1/26 h.n 1070 dan Muslim 4/1927 h.n 2479).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Surga dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai dan neraka dikelilingi oleh syahwat” (HR Bukhari).

 

Dari Abdullah bin Harits, ia berkata: “Rasulullah SAW membariskan Abdullah, Ubaidillah dan beberapa orang anak Bani Abbas, kemudian beliau berkata: “Barangsiapa yang lebih dulu sampai kepadaku, maka dia akan mendapatkan begini dan begini”. Ia (Abdullah bin Harits) berkata: “Merekapun berlomba lari kepada beliau, lalu ada yang memegang punggung dan dada beliau, kemudian Nabi mencium mereka dan menggandeng mereka” (HR Ahmad 1/214 h.n 1836).

 

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (QS Al Zalzalah: 7-8).

 

(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS Luqman: 16).

 

3.9. Memotivasi Anak

Kebersamaan orang tua dengan anaknya, tidak saja memberi makan atau minum tapi juga memberi pendidikan yang tepat. Seorang anak harus memiliki motivasi yang kuat dalam pendidikan (menuntut ilmu) sehingga pendidikan menjadi efektif. Memotivasi anak adalah suatu kegiatan memberi dorongan agar anak bersedia dan mau mengerjakan kegiatan atau perilaku yang diinginkan orang tua. Anak yang memiliki motivasi maka akan memungkinkan anak untuk mengembangkan dirinya sendiri.

 

Contoh memotivasi anak adalah membuat senang hati anak, membantu anak agar terpancing melaksanakan sesuatu, kelembutan, menyayangi dan mencintainya. Dengan cara ini anak terdorong melakukan suatu kegiatan. Sebaliknya anak yang belum termotivasi melakukan sesuatu kegiatan seperti belum mau salat maka orang tua diperkenankan menghukum secara bijak dan tepat seperti memukul kaki anak atau memarahinya. Memotivasi anak biasanya diawali membujuk dengan baik dan kemudian menghukumnya apabila anak masih belum terdorong dalam melakukan suatu kegiatan.

 

Memotivasi anak hanya dapat dilakukan bagi anak yang sudah bisa diajak berpikir dan mulai mengerti perintah dan larangan dari orang tuanya. Anak usia dua tahun mulai dapat dimotivasi oleh lingkungan sosialnya.

 

Box

Dari Watsilah bin Atsqa, sesungguhnya Rasulullah SAW menemui Utsman bin Mazhun yang sedang bersama seorang laki-laki yang masih kecil dan anak itu diciumnya. Nabi SAW bertanya kepadanya: “Apakah ini anak laki-lakimu?” Ia menjawab: “Ya”, lalu Nabi bertanya: “Engkau mencintainya, wahai Utsman?” Ia berkata: “Demi Allah, wahai Rasulullah, saya mencintainya”. Nabi bersabda: “Maukah engkau aku tambahkan supaya engkau lebih mencintai dia?” Ia berkata: “Baiklah, demi Allah”. Nabi bersabda: “Barangsiapa yang membuat senang hati anak kecil dari keturunannya sehingga dia menjadi senang, maka Allah akan menjadikan dia senang pada hari kiamat sampai orang tua itu senang” (HR Ibnu Asakir, lihat Al-Bayan wat Ta’rif 1/280).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Allah akan memberi rahmat kepada orang tua yang membantu kepada anaknya untuk berbuat baik kepadanya”. Yakni orang tua yang tidak memerintah anak berbuat sesuatu yang sekiranya anak itu tidak mampu mengerjakan”.

 

Dari Anas RA mengatakan, “Sebaik-baiknya budi pekerti adalah budi pekerti Rasulullah SAW. Suatu hari beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Saya mengatakan, “Demi Allah, saya tidak akan pergi” (hati saya mengatakan saya akan pergi). Maka saya keluar, sampai bertemu dengan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tiba-tiba Rasulullah SAW berada di belakangku. Saya melihat kepada beliau dan beliau pun tersenyum dan bersabda, “Anas, engkau pergi juga ketika aku perintahkan?” Saya menjawab, “Ya, saya pergi wahai Rasulullah.” Anas mengatakan, “Demi Allah, saya melayani Rasulullah SAW selama sembilan tahun lamanya. Belum pernah beliau bersabda (dengan apa yang ku kerjakan), “Mengapa kamu melakukan ini dan itu?” Belum pernah saya tidak melakukan sesuatu, dan beliau menegur, “Mengapa tidak engkau lakukan ini?” (HR Muslim 4/1804 h.n 2308 dan 2309).

 

Mintalah ampun kepada Tuhan kalian, sesungguhnya aku (Nabi) meminta ampun kepada Allah dan bertobat setiap hari sebanyak seratus kali” (HR Tabrani 3/301 h.n 886).

 

Dari Ibnu Masud RA berkata, “Saya pernah memukul budak dengan cambuk. Tiba-tiba saya mendengar suara dari arah belakang, ternyata suara tersebut adalah suara Rasulullah SAW, kemudian beliau menegur saya, “Wahai Aba Masud, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT lebih kuasa (lebih kuat) dibandingkan perlakuanmu kepada anak (ini)” (HR Muslim 3/1280 h.n 1659).

 

Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah), sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS Luqman: 13).

 

Allah SWT berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS Luqman: 14).

 

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS Al Hasyr: 9).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jauhkanlah dirimu dari kebakhilan, karena orang-orang sebelum kamu binasa karena kebakhilan. Mereka disuruh bakhil lalu mereka bakhil dan mereka disuruh memutuskan hubungan keluarga lalu mereka memutuskan dan mereka disuruh mendurhakai lalu mereka durhaka” (HR Ibnu Hibban 11/579 h.n 5176).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT menyenangi kelembutan dalam semua persoalan” (HR Bukhari 5/2242 h.n 5678 dan Muslim 4/1706 h.n 2164).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kelembutan itu jika masuk kepada sesuatu maka dia akan menghiasinya dan tidaklah diangkat kecuali dia akan mengotorinya” (HR Muslim 4/2004 h.n 2593).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika Allah SWT menghendaki kebaikan pada penghuni suatu rumah tangga, dimasukkan-Nya kelembutan kepada mereka” (HR Ahmad 6/71 h.n 24471).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT menyayangi orang tua yang membantu anaknya untuk mengabdi kepada-Nya” (HR Abu Syaikh dalam kitab tsawab dengan sanad yang dhaif, lihat Kashful Khafa’ 1/514).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh membahayakan (bagi diri sendiri) dan tidak boleh membahayakan (orang lain)” (HR Ibnu Majah 2/784 h.n 2340).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang lelaki (suami) itu penggembala keluarganya dan bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Dan seseorang perempuan (isteri) itu penggembala di rumah tangga suaminya dan anak-anaknya dan bertanggung jawab terhadap gembalaannya” (HR Muslim 3/1549 h.n 1828).

 

Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya (QS Al Baqarah: 286).

 

Kami tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya (QS Al An’am: 152).

 

Apa yang aku perintahkan kepadamu, maka kerjakan semampumu, dan apa yang aku larang kamu darinya maka tinggalkanlah. Sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kamu adalah banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka dengan para nabi (HR Muslim 4/1830 h.n 1336).

 

3.10. Membina Karakter Anak

Tanggung jawab orang tua lainnya adalah membina karakter anak. Karakter anak dibina dengan cara memberi nama anak yang baik, mengajarkan akhlak dan mengajaknya beramal saleh. Nama yang baik dapat membentuk konsep diri anak yang baik, sehingga dapat membentuk karakter yang baik pula. Pembinaan karakter anak dilakukan dengan kasih sayang dan lemah lembut. Islam melarang membina karakter anak melalui pukulan dan marah yang berlebihan serta kebencian.

 

Box

Sesungguhnya engkau akan dipanggil nanti di hari kiamat dengan nama-namamu sekalian, serta dengan nama-nama bapak-bapakmu, maka baguskanlah nama-namamu (HR Abu Daud 4/287 h.n 4948. Perawi-perawinya tsiqah tetapi ada inqitha’ dalam sanad).

 

Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Nasrani, Yahudi, Majusi (HR Bukhari 1/465 h.n 1319 dan  Muslim 1/456 h.n 1292).

 

Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW tidak pernah memukul pelayan, isteri-isterinya dan tidak pernah memukul seseorangpun dengan tangannya (HR Ibnu Abi Syaibah 5/223 h.n 25459).

 

Rasulullah SAW bersabda: Pelajarilah garis keturunanmu kemudian hubungkanlah tali silaturrahim. Demi Allah sesungguhnya seseorang mempunyai permasalahan dengan saudaranya kalaulah dia tahu hubungan yang ada di antara mereka niscaya dia tidak akan memutuskan talian persaudaraan dengannya (HR Bukhari fi Adabul Mufrad 1/39 h.n 72).

 

Ibnu Abbas berkata: Pada suatu hari saya berada di belakang Rasulullah SAW, beliau berkata: Wahai anakku, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa hal: Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka engkau akan mendapatinya di depanmu. Jika engkau meminta, mintalah hanya kepada Allah dan jika engkau meminta tolong, maka mintalah hanya kepada Allah. Ketahuilah jika semua manusia bersepakat untuk memberi manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan pernah sanggup kecuali apa-apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT, dan jika mereka bersepakat untuk memberi mudharat kepadamu, maka niscaya mereka tidak akan bisa kecuali apa-apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT (HR Turmudzi 4/667 h.n 2516).

 

Tiada pukulan yang melebihi sepuluh kali kecuali menyangkut had-had Allah (pelanggaran terhadap Allah) (HR Muslim 3/1332 h.n 1708).

 

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (QS Ash Shaf: 2-3).

 

  1. Pendidikan yang Terpadu

 

4.1. Pendidikan Fisik

Islam mementingkan pendidikan fisik bagi anak. Bahkan Rasulullah SAW menyamakan pendidikan fisik ini sebagai dzikrullah, dan mukmin yang mempunyai fisik yang kuat akan lebih dicintai Allah SWT. Beberapa contoh pendidikan fisik kepada anak yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabat adalah berenang, melempar, melompat ke atas punggung kuda, menunggang kuda, berpacu, berlomba lari dan kegiatan-kegiatan ketangkasan serta keterampilan fisik lainnya.

 

Box

Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibandingkan dengan mukmin yang lemah” (HR Muslim 4/2052 h.n 2664).

 

Umar bin Khaththab RA pernah menulis kepada beberapa penguasa, “Amma Badu. Maka ajarilah dan perintahkan anak-anak kalian untuk berenang dan melempar. Dengan begitu mereka akan mampu melompat ke atas punggung kuda (dengan sigap dan tangkas)” (Imam Al-Munawi menyebutkannya dalam Fayd Al-Qadir 4/327).

 

Umar pernah menulis surat kepada Abi Ubaidah: Ajarkanlah anak-anakmu berenang dan ajarkanlah memanah kepada orang yang ikut berperang di antara kamu .

 

Rasulullah SAW bersabda, “Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah mengajari mereka menulis, berenang dan melempar serta tidak memberi rezeki kecuali dengan rezeki yang baik” (HR Baihaqi 10/15 h.n 19526, hadits ini dhaif).

 

Dalam riwayat lain, “Ajarilah anak-anak kalian berenang dan melempar” (HR Baihaqi 6/401 h.n 8664, Hadith ini dhaif sekali).

 

“Barang siapa yang meninggalkan melempar setelah mempelajarinya karena tidak menyenanginya, sesungguhnya itu termasuk nikmat yang telah diingkarinya atau kufur terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepadanya (HR Abu Daud 3/13 h.n 2513).

 

Rasulullah SAW pernah melewati suatu kaum yang sedang belajar melempar. Beliau bersabda, “Melemparlah kalian wahai Bani Ismail. Sesungguhnya ayah-ayah kalian adalah para pelempar. Melemparlah, saya bersama Bani Fulan. Maka salah satu dari dua kelompok tersebut berhenti melempar. Kemudian beliau bersabda, “Melemparlah, dan saya akan bersama kalian semua” (HR Bukhari 3/1292 h.n 3316).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tetaplah kalian melempar, sebab melempar adalah termasuk paling baiknya permainan kalian” (HR Bazzar 3/346 h.n 1146 dan Tabrani 2/304 h.n 2049).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap sesuatu yang bukan termasuk dzikrullah adalah permainan kecuali empat perkara, berjalannya seseorang di antara dua sasaran atau tujuan (untuk melempar), melatih kuda, bercanda dengan isteri dan ketika mengajar berenang” (HR Tabrani 8/119 h.n 8147).

 

Dari Muhammad bin Ali bin Rakanah bahwa Rakanah pernah bergulat dengan Rasulullah SAW dan beliau berhasil mengalahkannya” (HR Abu Daud 4/55 h.n 4078).

 

Dari Ibnu Umar RA, “Rasulullah SAW pernah berpacu di antara kuda” (HR Bukhari 1/162 h.n 410).

 

Jabir berkata: Para sahabat melakukan Salat maghrib bersama Rasulullah SAW, sesudah itu mereka akan bermain panah (HR Ibn Hibban 10/549 h.n 4696).

 

Dari Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW pernah mengajakku berlomba (lari) dan aku menang. Setelah berlalu beberapa waktu (dan ketika itu aku sudah gemuk) beliau mengajak berlomba lagi, maka beliau menang dan bersabda, “Ini balasan untuk itu (kekalahanku dulu)(HR Ibnu Hibban 10/544 h.n 4691).

 

4.2. Pendidikan Moral

Islam adalah agama yang mengajarkan moral. Beberapa contoh moral yaitu budi pekerti yang baik, tidak berkhianat, tidak berdusta, tidak melanggar janji, tidak memusuhi, tidak benci, tidak berzina, tidak sombong, tidak jahat, jujur, menjaga ucapan, tidak mencela, tidak berkata kotor dan tidak keji, menahan marah, memaafkan kesalahan orang lain, dan menyukai kebajikan. Upaya mengamalkan tingkah laku bermoral ini merupakan perintah Allah SWT dan RasulNya yang perlu diajarkan kepada anak. Pendidikan moral dalam Islam merupakan hal yang penting.

 

Box

“Tidak ada pemberian yang diberikan orang tua kepada anaknya yang lebih baik dibandingkan penanaman akhlak terpuji” (HR Turmudzi 4/338 h.n 1952 hadits ini mursal).

 

Rasulullah SAW berdoa: Ya Allah, Engkau telah membaguskan rupaku, maka baguskan juga budi pekertiku (HR Baihaqi dalam kitab Shu’abul Iman 6/364 h.n 8543).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Muliakanlah anak-anak kalian, dan perbaguslah budi pekerti mereka” (HR Ibnu Majah 2/1211 h.n 3671 dengan sanad yang dhaif).

 

Bertanggung jawablah kamu sekalian terhadap anak-anakmu terhadap salat mereka dan ajarkanlah kepada mereka kebaikan karena kebaikan itu menjadi mudah karena sudah dibiasakan (HR Baihaqi 3/84 h.n 4874).

 

Dari Abi Sa’id Al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan, lalu mendidik mereka (dengan baik), menikahkan mereka dan selalu memperhatikan mereka dengan baik, maka baginya adalah surga (HR Abu Daud 4/338 h.n 5147).

 

Ibnu Umar pernah berkata kepada seorang lelaki: Didiklah anakmu, sesungguhnya engkau akan ditanya bagaimana engkau mendidiknya dan apa yang engkau ajarkan kepadanya dan dia akan ditanya bagaimana dia berbuat baik dan taat kepada orang tuanya.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Di antara kewajiban seorang ayah terhadap anak ialah ia harus memperbagus budi pekerti anak dan memperbagus namanya” (HR Baihaqi dalam Shu’abul Iman 6/403 h.n 8673).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Ada empat hal yang menyebabkan seseorang menjadi benar-benar munafik. Dan barang siapa yang memiliki salah satu dari empat sifat itu, berarti ia seorang munafik sebelum ia meninggalkannya. Jika dipercaya dia berkhianat. Jika berbicara ia berdusta. Jika berjanji ia tidak menepati. Dan jika memusuhi ia keterlaluan” (HR Bukhari 1/21 h.n 34 dan  Muslim 1/78 h.n 58).

 

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah SWT, tidak disucikan, tidak dilihat oleh-Nya, dan bagi mereka siksa yang pedih. Orang tua yang berzina, raja pendusta, dan orang kekurangan yang sombong” (HR Muslim 1/102 h.n 107).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah olehmu sekalian, dusta karena dusta itu mengakibatkan berbuat jahat, dan berbuat jahat itu akan menjerumuskan ke dalam neraka. Selagi hamba itu berdusta dan selalu berdusta, maka Allah SWT akan mencatatnya sebagai pendusta” (HR Bukhari 5/2261 h.n 5743 dan Muslim 4/2012 h.n 2607).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berkata kepada anak kecil, “Kemarilah, ambillah ini!” tetapi dia tidak memberikannya, maka itu termasuk dusta”  (HR Ahmad 2/452 h.n 9835).

 

Abdullah bin Amir berkata: Ibuku memanggilku ketika Rasulullah SAW duduk di rumahku, dan ibuku berkata: Kemarilah, saya akan memberimu. Rasulullah SAW berkata: Apa yang hendak engkau berikan kepadanya? Ibuku menjawab: Aku akan berikan korma. Rasulullah SAW berkata: Kalaulah engkau tidak memberinya maka engkau akan dicatat telah melakukan suatu kebohongan (HR Abu Daud 4/298 h.n 4991).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tiada lain yang akan menjerumuskan manusia ke dalam neraka itu adalah ucapan-ucapan lidah-lidah mereka” (HR Ashhabussunan, lihat Sunan Turmudzi 5/11 h.n 2616).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah orang mukmin itu orang yang suka mencela, mengetuk, berkata keji dan berkata kotor” (HR Turmudzi 4/350 h.n 1977).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah termasuk golongan kami orang yang meniru selain kami. Janganlah kamu sekalian meniru orang Yahudi dan Nasrani” (HR Turmudzi 5/56 2695 sanadnya dhaif).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka” (HR Abu Daud 4/44 h.n 4031).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kamu tidak berpendirian dan mengatakan, “Saya seperti orang banyak. Jika mereka baik saya baik, dan jika mereka jahat saya jahat”. Tetapi, kata Nabi, “Mantapkanlah dirimu. Jika orang banyak baik, kamu perkuat. Jika mereka jahat, hindarilah jauh-jauh kejahatan mereka” (HR Baihaqi 9/152 h.n 8765).

 

Rasulullah SAW melaknat kaum laki-laki yang meniru-niru kaum wanita dan kaum wanita yang meniru-niru kaum laki-laki (HR Bukhari 5/2207 h.n 5546).

 

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali Imran: 134).

 

4.3. Pendidikan Iman

Orang tua dapat menanamkan keimanan kepada anaknya dengan mengajak memikirkan penciptaan langit bumi, silih bergantinya malam dan siang, penciptaan tanaman dan gunung-gunung. Anak yang memikirkan tanda-tanda ciptaan Allah, akan mengalami peningkatan keimanan. Orang tua yang mengajak anaknya pergi ke gunung, tepi laut dan melihat keindahan alam dapat mendekatkan diri anak kepada penciptanya.

 

Box

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS Ali Imran: 190).

 

Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mau berpikir (QS Ar Rad: 4).

 

Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikan dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (menghadap Allah) (QS Qaf: 6-8).

 

4.4. Pendidikan Akhlak

Allah mengutus Rasulullah SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia. Pendidikan akhlak mengutamakan nilai-nilai universal dan fitrah yang dapat diterima oleh semua pihak. Beberapa akhlak yang dicontohkan Nabi SAW di antaranya adalah menyenangi kelembutan, kasih sayang, tidak kikir dan keluh kesah, tidak hasud, menahan diri dari marah, mengendalikan emosi dan mencintai saudaranya. Akhlak yang demikian perlu diajarkan dan dicontohkan orang tua kepada anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Box

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya” (QS Al Maarij : 19-23).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin itu pengasih dan dikasihi. Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mengasihi dan tidak dikasihi, dan manusia yang sebaik-baiknya ialah yang paling bermanfaat bagi sesamanya” (HR Tabrani fil Awsath 6/58 h.n 5787).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT menyenangi kelembutan dalam semua persoalan” (HR Bukhari 5/2242 h.n 5678 dan Muslim 4/1706 2164).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kelembutan itu tidak terjadi pada sesuatu kecuali ia menghiasinya. Dan jika tercabut dari sesuatu, maka ia akan memperburuknya” (HR Muslim 4/2004  h.n 2594).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang terhalang dari kelemah lembutan berarti ia terhalang dari setiap kebaikan” (HR Muslim 4/2003 h.n 2592).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT menyayangi orang tua yang membantu anaknya untuk mengabdi kepada-Nya” (HR Abu Syaikh dalam kitab Tsawab dengan sanad yang dhaif.  Lihat Kashful Khafa’ 1/514).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Orang-orang pengasih itu akan dikasihi Allah SWT. Kasihilah olehmu apa yang ada di bumi, niscaya akan mengasihimu apa yang ada di langit” (HR Turmudzi 4/323 h.n 1924).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhari 1/14 h.n 13).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah oleh kalian hasud karena hasud itu akan memakan kebaikan seperti halnya api memakan kayu bakar” (HR Abu Daud 4/276 h.n 4903).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Bukan termasuk golonganku orang yang menipu” (HR Abu Daud 3/272 h.n 3452).

 

Rasulullah SAW bersabda: Umatku akan ditimpa penyakit umat-umat sebelumnya, hasad dan kebencian, yang akan merusak agama (HR Turmudzi 4/664 h.n 2510).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menahan diri dari marah dan dapat mengendalikan emosi, niscaya Allah SWT akan memanggilnya pada hari kiamat lebih dulu daripada makhluk lain sehingga diberitahukan-Nya untuk memilih bidadari mana saja yang dikehendakinya” (HR Abu Daud 4/248 h.n 4777).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Siapakah orang yang kalian anggap paling berani di antara kalian?” Mereka menjawab, “Yaitu orang yang tidak diperangi oleh orang lain (tidak dikalahkan oleh orang lain)“. Nabi Bersabda, “Bukan, tetapi orang yang dapat menahan dirinya ketika marah” (HR Bukhari 5/2267 h.n 5764 dan Muslim 4/2014 h.n 2607).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu marah dalam keadaan berdiri, maka sebaiknya duduklah sehingga marahnya akan reda. Jika tidak, hendaknya tidur berbaring” (HR Abu Daud 4/249 h.n 4782).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Marah itu dari syaitan. Sesungguhnya syaitan itu diciptakan dari api. Api dapat dipadamkan dengan air. Oleh karena itu, jika salah seorang kamu marah, maka hendaknya segera berwudhu” (HR Abu Daud 4/249 h.n 4784).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang kamu sedang marah, maka hendaknya berdiam diri” (HR Ahmad 1/239 h.n 2136).

 

Salah seorang mencela kawannya sambil marah-marah dan wajahnya merah. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Saya tahu, sekiranya ia membaca, auudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim niscaya marahnya akan hilang” (HR Bukhari 5/2267 h.n 5764).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah bahwa marah itu merupakan bara api yang menyala di hati manusia. Tidakkah kalian melihat monyongnya mulut dan merahnya kedua mata orang yang marah? Maka barangsiapa yang merasakan hal itu, maka hendaklah ia menahannya. Ketahuilah sebaik-baik orang adalah yang paling lambat marahnya, cepat ridhanya dan seburuk-buruk manusia adalah yang cepat marahnya, lambat ridhanya” (HR Ahmad 3/19 h.n 11159).

 

4.5. Pendidikan Sosial

Pendidikan sosial adalah upaya bagi terbentuknya hubungan sosial, pergaulan dan pertemanan sesama anak. Kematangan sosial merupakan hasil dari pendidikan sosial ini. Islam mengatur hubungan sosial sesama teman dengan berbagai adab dan tata cara pergaulan. Di antara adab tersebut adalah saling mencintai dan mengasihi bagaikan saudara, menjalin hubungan (silaturahim) sesama teman, tidak menganiaya dan menyakiti, tidak boleh menghina, merendahkan dan membiarkannya. Islam juga melarang saling mengganggu dan mengajak untuk mempergauli teman dengan baik, memaafkan kesalahan teman yang pernah menganiayanya, menghindari teman yang jahat dan mengendalikan marah terhadap orang lain. Untuk menguatkan hubungan sosial, anak dianjurkan saling memberi hadiah, menghilangkan dendam, menimbulkan kecintaan, bersenda gurau dan berkata lembut. Pendidikan sosial ini perlu dilaksanakan kepada anak semenjak dini.

 

Box

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara” (QS Al Hujurat: 10).

 

“…dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu jadilah kamu -karena nikmat Allah- sebagai orang-orang yang bersaudara” (QS Ali Imran: 103).

 

“Seorang muslim itu menjadi saudara Muslim (lainnya). Ia tidak boleh menganiayanya, tidak boleh membiarkannya, tidak boleh merendahkannya, dan tidak boleh menghinanya. Adalah suatu kejahatan bila seorang itu menghina saudara lainnya yang Muslim. Setiap Muslim bagi Muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan nama baiknya. Takwa itu di sini (diulang sebanyak tiga kali sambil menunjuk dada beliau)” (HR Muslim 4/1986 h.n 2564).

 

“Tidaklah salah seorang di antara kamu itu beriman sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhari 1/14 h.n 13 dan Muslim 1/67 h.n 45).

 

“Perumpamaan orang-orang beriman di dalam cinta-mencintainya, sayang-menyayanginya, dan kasih-mengasihinya itu laksana tubuh; apabila salah satu organ tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasa sakit sehingga tidak bisa tidur di malam hari dan terasa demam panas” (HR Bukhari 5/2238 h.n 5665).

 

“Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi”. “Wahai Rasul, semua kami pengasih”, jawab mereka. “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia)” (HR Hakim 4/185 h.n 7310).

 

Berikut ini kisah Umar bin Khathab RA yang dikenal keras dan kejam pada masa Jahiliyah. Tatkala fajar Islam memancarkan rasa kasih sayang di hatinya, maka ia merasa bertanggung jawab di depan Allah atas seekor keledai betina yang terperosok ke dalam lubang sehingga mencucurkan banyak keringat karena tidak dibuatkan untuknya jalan.

 

Begitu juga Abu Bakar RA pernah berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid:  “Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak kecil. Jangan kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan jangan kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu”.

 

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka kedua-duanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS Al Isra: 24).

 

“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa yang lebih berhak aku pergauli secara baik?” “Ibumu”, jawab Nabi. “Kemudian siapa?” tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab Nabi. “Lantas siapa lagi?” tanya laki-laki itu untuk ketiga kalinya. “Ibumu”, sahut Nabi. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Baru ayahmu”, kata Nabi menjelaskan (HR Bukhari 5/2227 h.n 5626 dan Muslim 4/1974 h.n 2547).

 

Anas bin Malik berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi SAW dan berkata: Saya mempunyai keinginan yang besar untuk berjihad namun kekuatanku tidak memadai, Rasulullah bertanya: Apakah orang tuamu masih hidup? Ada ibuku. Rasul kemudian berkata: Bersungguhlah dalam berbuat kebaikan kepadanya, sesungguhnya kalau ibumu ridha kepadamu maka pahalamu seperti pahala orang yang haji, umrah dan berjihad, maka bertakwalah kepada Allah dengan berbuat baik kepadanya (HR Tabrani 3/199 h.n 2915).

 

“Kami wasiatkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah payah dan baru menyapihnya setelah dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Akulah tempat kembali” (QS Luqman: 14).

 

Rasulullah SAW bersabda: Ya Uqbah, maukah kutunjukkan kepadamu amal yang mulia, beliau berkata: Ya Uqbah, sambunglah tali silaturrahim orang-orang yang memutuskannya, berilah orang-orang yang menahan hartanya dari berinfaq dan berpalinglah (berilah maaf) terhadap orang yang zalim kepadamu (HR Ahmad 4/184 h.n 17372).

 

“Ada tiga hal yang dengannya Allah akan menghisab seseorang dengan mudah, dan akan memasukkannya (dengan rahmatNya) ke surga”. “Apa saja itu ya, Rasulullah?” tanya mereka. Jawab Nabi, “Kamu memberi orang yang tidak memberimu, kamu menyambung orang yang memutuskan silaturahim denganmu, dan kamu memaafkan orang yang pernah menganiayamu. Jika kamu lakukan hal itu, niscaya Allah akan memasukkanmu ke surga” (HR Tabrani 1/279 h.n 909).

 

Maukah aku beritahukan kepada kalian hal-hal yang dapat memuliakan bangunanmu dan meninggikan derajat di sisi Allah? Mereka menjawab: “Mau, ya, Rasulullah!” Rasulullah bersabda: “Memaafkan orang yang menzalimimu, bersedekah pada orang yang tidak pernah memberi kepadamu, dan menyambung silaturahim dengan orang yang telah memutuskan hubungan dengan kamu” (HR Tabrani fil Awsath5/364 h.n  5567).

 

“Bukanlah orang yang kuat itu orang yang suka bergulat, melainkan orang yang kuat itu adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah” (HR Bukhari 5/667 h.n 5763 dan Muslim 4/2014 h.n 2609).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan teman  saleh dengan teman yang jahat itu seperti tukang minyak dan tukang las. Tukang minyak kesturi, baik ia memberi atau engkau membeli darinya maka engkau tetap akan mendapati bau harum wewangi. Sebaliknya, dengan tukang las, adakalanya akan membakar bajumu, atau setidaknya engkau mendapati bau tidak sedap darinya” (HR Abu Daud 4/259 h.n 4829).

 

“Seseorang itu atas dasar temannya. Oleh karena itu, hendaklah salah seorang dari kamu melihat kepada siapa berteman” (HR Abu Daud 4/259 h.n 4833).

 

“Saling memberi hadiahlah di antara kalian, karena sesungguhnya hadiah itu akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan iri hati. Demi Allah kalaulah aku diberi kaki kambing, sungguh aku akan menerimanya” (HR Tabrani 2/146 h.n 1526).

 

“Hendaknya kalian saling memberi hadiah karena sesungguhnya hadiah itu akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan iri hati” (HR Turmudzi  4/441 h.n 2130).

 

“Saling memberi hadiahlah sesama kalian, maka itu akan mempertambah rasa cinta (HR Tabrani 6/54 h.n 5775).

 

Dilarang banyak bercanda, bergembira ria, dan bermain, karena hal itu akan melenakan orang Islam dari tugas pokoknya, yakni beribadah kepada Allah yang menjadi tujuan hidupnya, menegakkan hukum Allah di muka bumi, dan membentuk masyarakat yang saleh. Para sahabat sebagai manusia mulia menerima pendidikan dari madrasah Nabi. Mereka senang bersenda gurau dengan sesamanya. Namun, bila menghadapi masalah yang serius, mereka menjadi ksatria yang berani tampil.

 

Rasulullah SAW bersabda: “Jika suatu amanah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah hari kiamat” (HR Bukhari 1/33 h.n 59).

 

“Jangan salah seorang di antara kamu mengambil harta milik temannya, baik itu dengan cara bercanda ataupun dengan sungguh-sungguh. Barangsiapa mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikannya (HR Turmudzi 4/462 h.n 2160).

 

Imam Muslim meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya kelembutan tidaklah melekat pada sesuatu kecuali ia memperindah, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu kecuali ia memperburuknya” (HR Muslim 4/2004 h.n 2593).

 

“Sesungguhnya Allah itu lembut. Ia mencintai kelembutan dan memberi kepada orang lembut apa yang tidak diberikan-Nya kepada orang keras (kasar) dan orang yang selainnya” (HR Bukhari 6/2539 h.n 6528 dan Muslim 4/2003 h.n 2593).

 

“Maka katakanlah kepadanya dengan perkataan yang lembut, mudah-mudahan ia ingat (sadar) dan takut” (QS Thaha: 44).

 

4.6. Pendidikan Disiplin

Islam telah mengajarkan disiplin kepada anak semenjak dini, dimana orang tua berperan mendisiplinkan anak untuk mengerjakan salat dan beribadah lainnya. Islam memerintahkan salat, sebagai sebuah ibadah yang mengatur kedisiplinan waktu, gerak dan bacaan. Tentunya dengan kedisiplinan mengerjakan salat akan mewarnai kedisiplinan anak dalam kehidupannya.

 

Box

Suruhlah anak-anakmu mengerjakan salat pada usia tujuh tahun dan pukullah mereka agar mau mengerjakan salat pada usia sepuluh tahun (HR Ahmad, Abu Daud 1/133 h.n 494).

 

Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati supaya menetapi kebenaran dan kesabaran (QS Al Ashr: 1-3).

 

Dan dirikanlah salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar (QS Al Ankabut: 45).

 

Perbedaan Disiplin dan Hukuman

Orang mengatakan bahwa setengah dari hidup manusia adalah keberuntungan; sedangkan setengah lainnya adalah disiplin (dan itu adalah setengah yang terpenting) karena tanpa disiplin, orang tua tidak akan mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap anaknya dengan keberuntungan itu.

 

Disiplin dan hukuman adalah hal yang berbeda. Disiplin adalah proses latihan pikiran dan karakteristik untuk membentuk kontrol diri. Sebaliknya, hukuman dapat menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman sebagai akibat melakukan kesalahan. Hukuman yang diberikan oleh orang tua bisa berupa memarahi, merampas sesuatu dan memukul dengan tongkat. Hukuman bisa merupakan bagian dari disiplin tetapi bukan satu-satunya cara menangani perilaku buruk anak. Penerapan disiplin dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu cara yang paling umum dan efektif bagi anak adalah dengan sistem perubahan perilaku.

 

Pada dasarnya ada tiga unsur dalam sistem perubahan perilaku, yaitu peraturan, hukuman dan penghargaan:

  • Peraturan adalah pernyataan orang tua tentang perilaku yang diinginkan dan tidak diinginkan orang tua yang kemudian menjadi aturan batasan bagi anak.
  • Hukuman adalah metode untuk meredam perilaku buruk anak, seperti mengabaikan perilaku buruk, celaan, rehat (membuat anak berpikir sejenak), hukuman fisik dan meniadakan rasa hormat.
  • Penghargaan atau penekanan positif seperti memberikan pujian, perhatian, aktivitas khusus bersama orang tua, gambar bintang dan hal lain yang menarik bagi anak atau makanan enak seperti permen dan cokelat.

 

Penggunaan teknik seperti ini hanya akan efektif bila dilakukan secara konsisten oleh pengasuh anak (orang tua). Wewenang yang terbagi-bagi bukanlah dinamakan wewenang. Jika terdapat perbedaan standar antara orang tua dan pengasuh lainnya seperti nenek-kakek, pengasuh anak atau pembantu rumah akan membingungkan anak dan mengganggu proses penerapan disiplin. Hal terpenting, bukan pada kerasnya suatu hukuman, tapi konsistennya hukuman itu diterapkan kepada anak.

 

Orang tua yang membenci anaknya akan menghukum anak, tapi orang tua yang mencintai anaknya akan mengajarkannya disiplin.

 

Di masyarakat, memukul anak dengan tongkat masih dapat diterima. Memukul dengan tongkat tidak seharusnya menjadi jalan terakhir untuk menerapkan disiplin; walaupun dilakukan sewaktu-waktu atau sering. Jika dilakukan dengan cara yang benar, memukul dapat menjadi hukuman yang efektif bagi anak. Pada perilaku anak yang sangat buruk dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Orang tua ada baiknya memukul anak sebagai tanda peringatan. Adapun perilaku buruk itu misalnya anak yang bermain api, perilaku agresif yang membahayakan orang lain dan menghancurkan barang-barang secara sengaja. Memukul dapat mengirim pesan dengan jelas dan memiliki aturan yang jelas tentang apa saja perilaku yang tidak boleh dikerjakan.

 

Memukul dengan Cara yang Benar

Memukul dapat menjadi penyiksaan jika dilakukan tanpa berpikir dahulu. Orang tua yang sedang marah dapat memukul anaknya tanpa berpikir dahulu. Memukul sebagai bagian dari proses pendisiplinan yang tepat sebenarnya dilakukan untuk membantu anak belajar dari perilaku buruk mereka. Berikut ini adalah pedomannya:

Pendisiplinan dengan memukul menjadi efektif apabila dilakukan pada anak usia enam dan duabelas tahun. Anak di bawah enam tahun, sedikit menggunakan metode fisik, seperti rehat yaitu mengajar anak mengontrol perilaku. Bagi anak remaja di atas duabelas tahun hukuman fisik di rumah tidak akan efektif.

Pendisiplinan dengan memukul harus dilakukan dengan hati-hati. Hanya telapak tangan dan pantat anak yang boleh dipukul.

Pendisiplinan dengan memukul yang keras tidak boleh mengakibatkan luka dan pendarahan. Pemukulan anak yang tidak terkontrol akan mengakibatkan luka serius.

Pendisiplinan seperti pemukulan dilakukan dengan konsisten. Pemukulan didefinisikan sebagai konsekuensi pelanggaran aturan. Pemukulan dilakukan segera ketika tidak ada lagi kompromi.

Pendisiplinan dengan memukul dilakukan untuk menghukum perilaku buruk bukan sebagai pelampiasan marah. Pukulan bukanlah pelepasan emosi.

Orang tua dan pengasuh harus setuju terlebih dahulu sebelum memukul. Memukul dilakukan secara tepat dan efektif.

 

Cara Mendisiplinkan Anak

Salah satu orang tua sebenarnya cukup untuk memanjakan anak tapi kita butuh kedua orang tua untuk mendisiplinkannya. Begitulah ungkapan yang mengemuka ketika orang tua berupaya menerapkan disiplin pada anaknya. Adapun cara yang dapat dilakukan, bisa dilihat di bawah ini.

 

  • Alihkan Perhatian Anak.

Hal ini sangat efektif bagi anak yang lebih muda usianya. Anak lebih mudah dibujuk sehingga ini adalah cara yang efektif untuk mengalihkan perhatian mereka. Untuk melakukannya, orang tua dapat memanggil nama, lalu membawa mereka ke ruangan lain atau berikan mereka mainan yang lain.

  • Abaikan Perilaku Buruk.

Ini adalah keterampilan yang sangat berguna bagi banyak masalah perilaku, seperti suka pamer, merajuk, merengek, tangisan kecil, marah, melawan, jajan, atau mengejek. Tapi berhati-hatilah pada situasi yang tidak bisa diabaikan, misalnya ketika anak terluka secara fisik. Mengabaikan bukan berarti berdiam diri atau mengomel di dalam hati. Marah seperti itu biasanya terlihat dengan jelas. Mengabaikan berarti orang tua tidak memperhatikan perilaku buruk anak setelah mereka melakukannya karena perilaku itu tidak dapat diterima.

  • Strukturkan Lingkungan.

Hal ini mengacu pada pembuatan aturan bagi anak dan memperkuatnya dengan kesabaran dan ketegasan. Orang tua dengan anaknya yang masih kecil mungkin memerlukan lingkungan rumah yang nyaman dan aman bagi anak untuk menjelajah pikirannya. Pada waktu yang sama, barang yang dibutuhkan anak harus mudah dijangkau untuk memberikan latihan pada tangan anak. Contohnya, menyimpan gelas minum dalam jangkauan anak sehingga anak bisa menuangkan air sendiri ketika ingin minum. Orang tua perlu mengajarkan anak membedakan hal-hal yang bisa mereka lakukan dan yang tidak. Rutinitas adalah cara lain untuk menata lingkungan. Ada tiga waktu penting dalam rutinitas: pagi hari, waktu makan dan waktu tidur. Rutinitas akan memberikan batasan atau aturan pada anak.

  • Beri Perintah yang Sederhana.

Orang tua harus memberi perintah yang sederhana, jelas dan tepat pada anak. Jika terlalu rinci, anak akan bingung. Akan lebih baik orang tua memberi perintah satu per satu daripada sekaligus pada waktu yang sama. Saat orang tua berbicara pada anaknya, orang tua harus melihat mereka dan jangan memberi perintah dari kejauhan karena tidak ada pengaruhnya. Bila orang tua tidak yakin anak mereka mengerti, orang tua harus meminta anaknya mengulang kembali perintah orang tuanya.

  • Beri Pilihan dalam Aturan.

Anak ingin dan perlu merasakan pengawasan. Anak yang memiliki beberapa kontrol positif akan membantunya menjadi mandiri dan percaya diri. Orang tua dapat membantu anak dengan memberi aturan ketimbang memberi perintah. Orang tua juga bisa melibatkan anak dalam menentukan proses pendisiplinan. Hal ini dapat membantu anak membangun kepercayaan diri dan kerjasama. Konsekuensinya adalah pilihan yang dibuat anak. Konsekuensi dapat dijadikan alat untuk mengkoreksi kesalahan anak. Ada dua jenis konsekuensi: alamiah dan logika. Konsekuensi alamiah terjadi secara alamiah pula. Bila anak tidak makan, mereka akan lapar. Tapi banyak situasi yang tidak memiliki konsekuensi alamiah. Apalagi, beberapa konsekuensi alamiah ini tidak aman. Konsekuensi logika dibuat oleh orang tua, jadi anak yang memukul adiknya dengan sengaja akan diambil mainannya oleh orang tua.

  • Luangkan Waktu Bersama Anak.

Anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tua untuk perkembangan emosi yang baik. Orang tua harus memberi waktu luang bagi anak dari rutinitas mereka karena ini bisa mencegah timbulnya masalah perilaku anak. Orang tua harus ingat bahwa menonton televisi atau membaca koran tidak dianggap sebagai pekerjaan yang menghabiskan waktu dengan anak.

  • Jangan Terlalu Melindungi Anak.

Orang tua yang terlalu protektif dapat menghambat perkembangan kepercayaan anak. Anak perlu berbuat salah dan belajar dari kesalahan mereka. Perlindungan dibutuhkan anak tetapi tidak berlebihan, begitu juga keseimbangannya.

Orang tua perlu memperlakukan perilaku yang sama dengan cara yang sama pula, dimana dan kapan saja. Semakin orang tua konsisten, semakin efektif pula pendisiplinan. Orang tua juga harus konsisten di tempat umum. Hal ini biasanya yang paling sulit dan tidak nyaman. Orang tua tidak perlu khawatir apa yang dipikirkan orang lain dan mereka harus tetap mempertahankan aturan. Misalkan, jika keluarga sedang ada di restauran dan anak berperilaku buruk, makan anak bisa dianggap selesai. Orang tua bisa mengajak anak keluar dan menunggu sejenak, kemudian melanjutkan kembali sisa makannya. Orang tua tidak boleh menahan anak. Walaupun tidak menyenangkan, anak akan belajar aturannya.

  • Perhatikan Perilaku yang Baik.

Orang tua dapat menyeimbangkan aturan dengan kata-kata dan tindakan positif, dan memuji ketika mereka melihat perilaku anaknya yang baik.

  • Rehat

Rehat mengajarkan anak untuk belajar mengontrol perilaku, jika mereka ingin berada bersama orang lain. Pada saat yang sama, orang tua memiliki kesempatan untuk mengendalikan perilaku dan perasaan mereka sendiri. Rehat dapat dilaksanakan pada perilaku yang mengganggu, temperamen tinggi, memukul atau menggigit.

 

Petunjuk penggunaan rehat:

  • Pilihlah tempat yang tepat. Tempat tersebut harus jauh dari keramaian dengan kamar tidur yang ideal.
  • Jelaskan peraturannya. Anak perlu tahu peraturan rehatnya. Bicarakan ini sebelum masalah timbul.
  • Rencanakan panjang waktu rehat. Petunjuk paling mudah tidak lebih dari satu menit bagi setiap usia anak (misalnya usia anak lima tahun berarti lima menit waktu rehatnya). Bila anak bisa memutuskan kapan mereka siap untuk keluar, itu justru lebih baik karena mereka membangun kontrol diri.
  • Jangan mengunci pintu karena ini bisa berbahaya. Jika anak keluar sebelum waktunya, orang tua dengan lembut tapi tegas dapat membawa anak kembali ke kamar.
  • Biarkan anak bermain. Tidak masalah membiarkan anak bermain pada waktu istirahat untuk mendapatkan kembali kontrol dirinya.
  • Ketika waktu istirahat selesai, maka rehat juga selesai. Jangan memicu perilaku buruk dengan mendiskusikan pada waktu istirahat.

B. 24 JAM BERSAMA ANAK

24 JAM BERSAMA ANAK

 

Kehadiran orang tua bersama anak merupakan tuntutan perkembangan anak. Setiap anak balita tidak memiliki kemandirian fisik, motorik, kognitif, emosi dan sosial, sehingga sangat membutuhkan sekali bantuan orang tuanya. Oleh karena itu, kebersamaan orang tua terhadap anaknya adalah kewajiban dalam membangun potensi anak.

 

Pertanyaan akan muncul yaitu berapa lama orang tua bersama anak dalam satu harinya? Apakah 24 jam atau sebagian waktu saja? Secara pasti anak akan selalu bersama orang dewasa selama 24 jam. Seorang anak balita tidak akan mungkin bisa hidup tanpa kehadiran orang dewasa. Bagaimana mereka  makan, minum, tidur tanpa kebersamaan orang dewasa. Oleh karena itu, suatu jawaban yang pasti adalah orang dewasa selalu (24 jam) bersama anak.

 

Pertanyaan muncul kembali yaitu, apakah orang tua harus 24 jam bersama anak? Tentunya secara kuantitatif orang tua tidak selalu bersama anaknya. Yang terpenting adalah secara kualitatif orang tua bersama anak pada saat yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan anaknya. Sebagai contoh yang sangat menonjol adalah kebutuhan bayi terhadap ASI dimana pada saat itu sang bayi membutuhkan kehadiran ibunya. Pada saat itu selain terpenuhi kebutuhan fisik, juga terpenuhi kebutuhan emosi seperti kasih sayang, belaian dan dekapan ibunya. Kebutuhan emosi dan kebutuhan sosial biasanya dipenuhi dari orang tuanya, karena anak membutuhkan perhatian, kedekatan dan model/contoh dari orang tuanya sendiri. Sedangkan kebutuhan fisik seperti makan dan minum bisa dibantu oleh orang dewasa lainnya seperti anggota keluarga lainnya atau oleh pengasuh anak.

 

Dari orang tua yang ada, ibu memiliki peran yang terpenting dalam membangun potensi anak dibandingkan ayah. Karena anak membutuhkan belaian ibu untuk memenuhi kebutuhan emosi anak dan juga kebutuhan fisik anak berupa air susu ibu. Selain itu, kodrat dan fitrah wanita telah disiapkan untuk mengasuh anak. Ayah juga memiliki peran penting dalam membangun potensi anak seperti kebutuhan model bagi anak laki-lakinya dan kebutuhan perkembangan lainnya seperti perkembangan intelektual dan sosial.

 

Orang dewasa bersama anak menjadi efektif apabila semua orang dewasa di rumah tersebut memiliki satu pola pengasuhan yang konsisten. Orang tua, kakek, nenek dan keluarga lainnya serta pengasuh anak mesti kompak dalam membesarkan anak. Kegagalan mendidik anak terjadi apabila orang dewasa tersebut tidak konsisten mendidik anak. Orang tua yang tidak selalu bersama anaknya di rumah karena bekerja atau menjalankan berbagai aktivitas di luar rumah harus betul-betul memperhatikan peran orang dewasa di rumahnya. Karena kesalahan mendidik di masa dini akan berdampak serius kepada masa depan anak.

 

Orang tua tetap sebagai koordinator orang dewasa di rumah. Hal ini tidak bisa diserahkan kepada orang lain, misalnya kepada neneknya atau kepada pembantunya. Kesalahan fatal akan dialami anak apabila orang tua melepaskan tanggung jawab ini kepada orang lain.

 

24 jam bersama anak dimaksudkan agar anak selalu bersama orang dewasa di bawah pengawasan orang tuanya, sehingga sang orang tua dapat mengikuti perkembangan anaknya dan mengetahui semua permasalahan anaknya. 24 jam bersama anak, tentunya disesuaikan dengan usia perkembangan anak itu sendiri. Setiap langkah perkembangan anak, membutuhkan kebersamaan orang dewasa dalam membimbingnya. Kebersamaan orang tua dengan anaknya tidak saja ketika anak usia di bawah lima tahun tetapi juga ketika anak usia sekolah, pra remaja dan remaja. Setiap tahapan usia tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda yang akan dikembangkan oleh orang dewasa.

 

Kebersamaan orang dewasa (orang tua) terhadap anaknya disesuaikan dengan tingkatan usia perkembangannya. Sebagai contoh, anak yang berusia remaja kurang membutuhkan kebersamaan orang dewasa dalam hal sosial dan fisik. Mereka sudah bisa mencari alternatif lain. Tetapi, mereka masih membutuhkan orang tua dalam hal kognitif dan emosi. Pemenuhan kebutuhan kognitif dan emosi ini pun membutuhkan cara yang tepat agar remaja tidak menolak kehadiran orang dewasa bersamanya, khususnya orang tuanya.

 

24 jam bersama anak atau kebersamaan orang dewasa (orang tua) terhadap anaknya dimulai dari anak sebelum lahir (dalam janin) hingga remaja. Beberapa aktivitas kebersamaan tersebut di antaranya adalah menjaga janin, memberi nama yang baik, menyusui anak, dan membesarkan anak. Aktivitas-aktivitas kebersamaan orang dewasa (orang tua) lainnya adalah membiayai anak, menjaga anak, menyayangi anak, bermain bersama anak, mendidik anak, menasihati anak, memuliakan anak, adil kepada anak, mengajak anak beramal, mengikuti sunah nabi, membina karakter anak,  makan, minum, tidur, memenuhi hak anak, mencari teman yang baik dan memberi warisan kepada anaknya.

 

  1. Menjaga Janin

Menjaga janin dari awal kehamilan  hingga saat kelahirannya  sangat dipentingkan oleh Allah, hingga seorang ibu pezina yang ingin bertobat pun ditangguhkan  masa hukumannya  hingga  ia dapat menjaga janin, melahirkan, menyusui dengan baik, hingga si bayi dapat makan sendiri.

 

Ketika haid berhenti, dan dokter menyatakan ibu positif hamil, saat itulah ayah dan ibu berkewajiban menjaganya. Pada triwulan pertama, biasanya terjadi perubahan pada diri ibu. Adanya siklus hormon yang berubah menjadikan ibu tidak nyaman. Tiap pagi tidak jarang diawali dengan perut mual dan muntah. Bukan hanya itu, emosi ibu juga terganggu. Pada saat ini peran ayah sangat besar. Kesabaran, perhatian, dan rasa sayang ayah sangat dibutuhkan.

 

Sudah sepatutnya ayah dan ibu menjaga janin secara baik. Ayah diharapkan tidak hanya menuntut “haknya” saja. Karena pada masa awal kehamilan, biasanya ibu tampak lemah dan kurang bersemangat. Selain menjaga emosi ibu, pada awal kehamilan, pada kasus tertentu, hubungan suami-istri akan menyebabkan gangguan pada janin. Sudah seharusnya ayah dan ibu saling menjaga kesehatan janin.

 

Pada saat itu juga, sebaiknya ibu tidak memaksa diri melakukan kegiatan fisik. Pada kasus tertentu, kegiatan fisik yang berlebihan akan mengakibatkan keguguran. Karena itu adalah tanggung jawab bersama menjaga ibu hamil.

 

Pada triwulan kedua, kondisi ibu semakin tampak nyaman. Rasa mual biasanya sudah agak berkurang. Sedangkan janin yang dikandungnya belum begitu memberatkan. Pada saat ini, ayah sebaiknya rajin mengingatkan ibu untuk banyak berbuat kebajikan. Janin sudah mulai bisa diajak komunikasi dengan usapan yang lembut. Bila kehamilan ini bukan yang pertama, pada saat ini kakak mulai dikenalkan bagaimana berbagi dengan adik. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan rasa cemburu kakak dengan akan hadirnya adik.

 

Pada triwulan ketiga, kondisi fisik ibu semakin lemah. Janin sudah membesar dan mendekati masa kelahiran. Kadang pada masa ini, emosi ibu kembali labil. Bayangan melahirkan, kadang bisa membuat ibu tertekan. Badan semakin panas, sehingga memungkinkan ibu untuk mudah tersinggung dan cepat lelah. Pada masa ini peran ayah dan keluarga begitu besar. Perhatian, pengertian dan motivasi yang kuat, akan mengikis rasa kekhawatiran ibu. Sebaiknya pada saat menjelang persalinan ayah bisa menemani ibu. Hal ini akan menenangkan hati ibu yang sedang menghadapi persalinan.

 

Berdasarkan surat Al Haj ayat 5, bahwa Islam telah menggariskan hak-hak anak semenjak masih dalam kandungan ibunya. Kemudian, Allah yang menetapkan, menjaga dan memelihara benih tersebut. Dengan demikian, orang tua dilarang menyakiti, menganiaya apalagi membunuhnya (aborsi) terutama setelah dihembuskan ruh kepada benih yang masih berada dalam rahim seorang ibu. Jika aturan ini dilanggar, maka orang yang bersangkutan akan menerima hukuman yang setimpal dari Allah SWT.

 

Islam menyuruh orang tua untuk menjaga janin secara baik dengan cara menjaga makanan, minuman dan perilaku serta kebiasaan yang baik, sehingga hak-hak janin terpenuhi. Benih manusia yang walaupun masih berada dalam kandungan seorang ibu, sudah memiliki berbagai hak yang harus dipenuhi oleh kedua orang tua terutama ibunya, yang antara lain; hak dipelihara dan dirawat dengan sungguh-sungguh, baik dari segi keselamatan dan kelangsungan hidup sebagai janin, maupun dari sisi kesehatannya.

 

Dari dalil-dalil Al Quran dan Hadits Rasulullah SAW, kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

  • Islam sebagai agama yang pertama kali menjelaskan dan menerapkan hak-hak anak secara tepat dan benar.
  • Islam telah menetapkan hak-hak anak itu dengan sangat jelas dan tegas, tidak perlu lagi ada perdebatan.
  • Islam memiliki berbagai peraturan mengenai hak-hak anak yang sudah cukup memadai. Terutama yang bersumber dari Al Quran dan Hadits Rasulullah SAW.

 

Box

Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (secara berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan (QS Al Haj: 5).

 

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan (QS Al-Baqarah: 233). 

 

Apabila seorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah.

 

Apabila seorang perempuan melahirkan anak, keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti saat dilahirkan ibunya.

 

Apabila telah lahir (anak) lalu disusuinya, maka setiap satu tegukan dari susunya diberikan  satu kebajikan.

 

  1. Menyambut Anak dengan Cinta

Ketika bayi mungil lahir seluruh keluarga menyambut dengan gembira. Bayi yang lahir adalah makhluk yang ajaib. Gerakannya didasari oleh kebutuhan, seperti makan, tidur, dan hubungan dengan orang lain. Dengan adanya pengasuhan, maka fisik dan emosi bayi merasa puas.

 

Orang tua perlu memenuhi kebutuhan fisik anak. Anak membutuhkan makanan, pakaian dan lingkungan rumah yang aman, juga kebutuhan emosi. Anak membutuhkan kasih sayang dan perawatan. Mereka juga butuh pujian dan pengakuan, khususnya untuk usaha belajar yang dilakukannya dan sikap baik mereka. Anak juga butuh pengalaman yang baru dan bervariasi, seperti jalan-jalan ke kebun binatang, musium, acara kebudayaan dan aktivitas rekreasi lainnya. Anak tidak boleh terlalu dilindungi. Sebaliknya mereka harus didorong untuk bertanggung jawab terhadap apa yang mereka mampu atau apa yang orang lain harapkan pada mereka. Selain itu anak juga harus dipenuhi kebutuhan sosialnya. Anak perlu berinteraksi dengan orang lain (teman) agar bisa bersosialisasi.

 

Beberapa kewajiban orang tua terhadap  anaknya yang baru lahir:

 

2.1. Adzan pada Telinga Bayi

Ketika anak baru lahir disunahkan untuk diperdengarkan adzan pada telinga kanan dan iqamat di telinga kiri. Tujuannya adalah untuk mengenalkan kalimat tauhid yang pertama kali sebelum anak mendengar ucapan yang lainnya.

 

Box

Aku melihat Rasulullah SAW adzan di telinga Husein ketika dia baru saja dilahirkan oleh Fatimah RA (HR Al Hakim).

 

2.2. Tahnik

Tahnik adalah menggosok langit-langit mulut bayi dengan makanan yang manis dan lembut sambil mendoakannya. Pada masa Rasulullah SAW, buah yang biasa dipakai tahnik adalah kurma. Biasanya bayi yang telah ditahnik akan kuat menyusu ibunya, karena kotoran yang biasanya ada di langit-langit mulut telah hilang. Sebaiknya bayi ditahnik sebelum menyusu ibunya.

 

2.3. Akikah

Akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh. Akikah adalah sunah yang sekaligus pendidikan sosial pertama yang diberikan orang tua. Akikah dianjurkan untuk mengundang tetangga dan kerabat. Sebelum menyembelih kambing dianjurkan untuk membaca: Dengan nama Allah. Ini adalah akikah si Fulan untuk-Mu dan diserahkan kepada-Mu.

 

     Tentang jumlah kambing yang disembelih para jumhur ulama berpendapat satu ekor untuk bayi perempuan dan dua ekor untuk bayi laki-laki. Tentang waktu pelaksanaan adalah tujuh hari, empat belas hari, dua puluh satu hari. Bila orang tua belum mampu melaksanakan pada hari tersebut sebaiknya dilaksanakan pada kelipatan ketujuh. Sebagian keluarga kurang memperhatikan masalah akikah. Mereka lebih mementingkan tempat melahirkan yang berkelas dan pakaian serta persiapan fasilitas anak. Sebaiknya cara pandang ini diubah. Merencanakan tempat lahir sama pentingnya dengan akikah. Artinya tempat lahir yang baik adalah untuk menjaga kesehatan ibu dan anak sedangkan akikah adalah untuk menjaga akidah anak dan orang tua.

 

2.4. Mencukur Rambut

Pada saat anak berusia tujuh hari dianjurkan orang tua untuk mencukur rambut bayi dengan alat cukur yang tajam. Setelah itu rambut ditimbang dan dikeluarkan sedekah seberat rambut dengan harga emas atau perak. Mencukur rambut adalah sunah Rasulullah SAW yang pernah dilakukan kepada Husein RA.

 

2.5. Khitan

Khitan adalah menghilangkan kulit yang terdapat di kepala dzakar. Waktu khitan tidak ada ketentuan pasti. Tapi jumhur ulama sepakat bahwa pada saat anak baligh ia harus sudah dikhitan. Artinya, kalaupun orang tua mengkhitan pada saat anak akikah itupun tidak dilarang.

 

  1. Memberi Nama Anak

Nama yang Baik

Setiap anak mesti memiliki nama. Nama anak bukan hanya berfungsi sebagai alat pengenal, tapi juga sebagai konsep diri. Oleh karena itu, Islam menganjurkan kita memberi nama yang baik kepada anak.

 

Hadits Rasulullah menyebutkan bahwa kewajiban seorang ayah terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik. Sebagai contoh Rasulullah SAW memberi nama Abdullah, Abdurrahman kepada anak-anak sahabat yang baru lahir.  Nama yang baik akan membentuk konsep diri yang baik. Sebaliknya nama yang buruk akan menghasilkan konsep diri yang buruk pula. Rasulullah pernah mengganti nama sahabat yang memiliki arti kurang baik.

 

Konsep diri adalah bagaimana anak memandang dirinya berdasarkan gambaran atau penilaian orang lain terhadap dirinya. Nama adalah salah satu bentuk penilaian orang tua kepada anaknya. Nama yang baik seperti Abdullah  akan membentuk konsep bahwa anak adalah abdi Allah yang senantiasa mengingatkan untuk beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, panggilan Abdullah akan mengingatkan anak untuk beribadah kepada Allah. Panggilan Ibrahim akan mengingatkan anak kepada keteladanan Nabi Ibrahim AS.

 

Nama anak akan membentuk konsep dirinya yang dapat mempengaruhi potensi anak kelak. Nama baik akan menggambarkan diri anak menjadi baik. Nama anak yang dipanggilkan kepada dirinya merupakan pembiasaan sebutan atau penilaian yang baik, sehingga dapat membentuk tingkah laku yang baik pula.

 

Box

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya nama-nama kamu sekalian yang paling disukai oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR Bukhari 1/284 h.n 814).

 

Ambillah nama-nama kamu sekalian, dari nama para nabi. Nama-nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. Nama-nama yang paling benar adalah Harits dan Hamam. Sedangkan yang paling jelek adalah Harb (perang) dan Murrah (pahit) (HR Abu Daud 4/287 h.n 4950).

 

Sesungguhnya engkau akan dipanggil nanti di hari kiamat dengan nama-namamu sekalian, serta dengan nama-nama bapak-bapakmu, maka baguskanlah nama-namamu (HR Abu Daud 4/287 h.n 4948. Perawi-perawinya tsiqah tetapi ada inqitha’ dalam sanad).

 

Sebagian daripada kewajiban ayah terhadap anaknya, ialah beri dia nama yang baik, ajari dia menulis, dan kawinkan dia apabila ia baligh (HR Ibnu Najar dalam kitab tarikhnya dengan sanad yang dhaif).

 

Sesungguhnya Allah mencintai nama-nama kamu sekalian adalah “Abdullah dan Abdurrahman” (Hadits Sahih riwayat Muslim 3/1682 h.n 2132).

 

Dari Abi Musa berkata: Saya mendapatkan anak laki-laki, lalu saya bawa dia ke hadapan Rasulullah SAW, maka beliau memberi nama dengan nama Ibrahim (Hadits Sahih riwayat Bukhari 5/2290 h.n 5845).

 

Bukan Nama yang Jelek

Nama anak yang jelek akan membentuk kepribadian dan tingkah laku yang jelek pada anak. Islam melarang pemberian nama yang mempunyai arti jelek karena akan mempengaruhi jiwa anak.

 

Box

Rasulullah mengganti nama-nama buruk seperti Al Ashi (orang yang bermaksiat), Aziz (nama Tuhan), Utullah (yang kasar) dan Habab (sejenis ular atau syaitan). Beliaupun mengganti nama Harb (perang) dengan nama Salim (damai), dan mengganti nama Al Mudhhaji (yang berbaring) dengan Al Munbaits (yang gesit) (HR Abu Daud  4/289 h.n 4956).

 

Bukan Nama yang Pesimis

Nama yang pesimis seperti “susah” perlu diganti dengan “mudah”, begitu juga nama-nama lain yang jelek atau mengandung arti pesimis. Sebaliknya nama juga dapat memberi semangat atau motivasi bagi anak.

 

Box

Said bin Al Musayyab menceritakan kakeknya dari bapaknya: “Rasulullah SAW bertanya kepadaku, “Siapa namamu? Aku menjawab, “Hazn (susah)”. Beliau bersabda, “Kamu Sahl (mudah)”. Aku berkata bahwa aku tak akan mengubah nama yang telah diberikan kepadaku. Ibnul Musayyab berkata, “Kesusahan itu masih saja terus bersama kami” (HR Bukhari 5/2289 h.n 5840).

 

Nama yang Optimis

Nama yang negatif atau pesimis harus diganti dengan nama yang optimis. Selain nama dapat memotivasi anak, juga dapat mempermudah hubungannya dengan lingkungan sosialnya. Anakpun dapat mengembangkan dirinya secara positif melalui internalisasi atau pengkondisian makna nama tersebut. Islam menganggap penting arti sebuah nama, oleh karena itu orang tua harus memberi nama anak yang mengandung makna positif sehingga anak tersebut berusaha menyesuaikan dan mencapai maksud baik nama tersebut.

 

Box

Ibnu Majah mengatakan, “Rasulullah SAW melarang kita menamakan hamba kita dengan empat nama: Rabbah, Najih, Aflah, Nafi, Yassar” (HR Ibn Majah 2/1229 h.n 3729).

 

Rasulpun mengganti nama salah seorang isterinya, yaitu Barrah, menjadi Maimunah. Ini karena beliau tak suka ketika salah seorang menanyakan, “Adakah Barrah?” yang harus dijawab dengan, “Barrah tidak ada”, karena jawaban ini mengandung konotasi negatif (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad 1/290 h.n 832).

 

Bukan Nama Allah

Islam melarang kaum muslimin memakai nama Allah untuk anaknya, karena nama Allah dan arti yang terkandung di dalamnya hanya untuk Allah saja. Manusia tidak boleh menyerupainya.

 

Box

Orang yang paling dibenci dan buruk di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang dinamakan Malikal-Amlak (raja di atas raja). Karena tidak ada raja selain Allah (HR Muslim 3/1688 h.n 2143).

 

Rasulullahpun pernah menegur seseorang yang dipanggil dengan nama Abul Hakam, dengan alasan “Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Pemberi keputusan (Al Hakam) dan kepadaNyalah kembali segala keputusan”. Selanjutnya beliau menyuruhnya untuk dipanggil Abu Syuraih (juru penerang) yang disandarkan kepada nama anak pertamanya, Syuraih (HR Abu Daud 4/289 h.n 4955). Larangan inipun berlaku untuk nama-nama Allah yang lain, seperti Al Ahad, Ash-Shamad, Al Khaliq dan sebagainya.

 

Box

Tips Memberi Nama Anak

  • Beri nama anak yang baik, yaitu nama Nabi, sahabat, orang-orang saleh, dan nama yang mempunyai makna yang baik. 
  • Hindari nama yang jelek, yaitu nama syaitan, orang dzalim, nama yang berarti kemaksiatan dan seram (misalnya perang, ular dan nama binatang).
  • Hindari nama yang mengandung makna pesimis dan malas, misalnya Hazn (susah) sebaiknya diganti dengan Sahl (mudah).
  • Berikan nama yang bermakna optimis; misalnya Ghaniya yang berarti kaya, Farhanna yang berarti gembira.
  • Hindari nama diri Allah, misalnya Al-Khalik (pencipta), Al-Mulk (Yang Maha Merajai); kalaupun ingin memberi nama diri Allah sebaiknya diawali dengan Abdul, misalnya Abdurrahman, yang artinya abdi Ar-Rahman.

 

  1. Menyusui Anak

Kewajiban seorang ibu adalah menyusukan anaknya. Ibu yang menyusui anaknya secara tidak langsung menjadikan hal itu sebagai sarana pendidikan kepada anak.

 

Dengan menyusukan anak, berarti ibu memberikan kasih sayang, lemah lembut, nyanyian, nasihat, perhatian dan sebagainya. Ibu yang menyusui berarti mendekap anak ke pangkuan ibunya dan tentunya sang ibu memeluknya dengan lembut dan kasih sayang.

 

Menyusui anak adalah anjuran Islam. Dengan menyusui, anak (bayi) dapat terpenuhi  kebutuhan fisiknya dan juga dapat terpenuhi kebutuhan emosinya yang berupa kasih sayang, kelembutan, kehangatan dekapan ibu, dan perhatian. Anjuran menyusui ini hingga anak sekitar usia 30 bulan, dimana selama usia tersebut, anak sangat membutuhkan kebersamaan dengan ibunya. Permasalahan-permasalahan psikologis yang muncul pada anak kelak dapat disebabkan karena berkurangnya waktu sang ibu menyusui anaknya. Bahkan Al Quran menyuruh ibu menyempurnakan penyusuannya. Memang tidak semua ibu bisa menyempurnakan penyusuan ini, yang disebabkan banyak faktor seperti makanan,  lingkungan dan sebagainya. Namun demikian, yang terpenting adalah bagaimana orang tua memberikan perhatian dan kedekatan yang cukup kepada anaknya sehingga anak dapat berkembang dengan baik.

 

Ibu seharusnya menyusui bayinya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan fisik, yaitu makan, juga kebutuhan emosinya yang berupa kasih sayang, kelembutan, kehangatan dekapan ibu, dan perhatian. Anjuran menyusui ini hingga usia 30 bulan. Pada saat itu anak sangat membutuhkan kebersamaan dengan ibunya. Permasalahan psikologis yang muncul pada anak biasanya disebabkan oleh berkurangnya waktu sang ibu menyusui anaknya. Memang tidak semua ibu bisa menyempurnakan penyusuan ini, yang disebabkan banyak faktor seperti makanan, lingkungan dan sebagainya. Namun demikian yang terpenting adalah bagaimana orang tua memberikan perhatian dan kedekatan yang cukup kepada anaknya sehingga anak dapat berkembang dengan baik.

 

Box

Mengandungnya sampai menyapihnya adalah 30 bulan (QS Al Ahqaf: 15).

 

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan. Maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anak kamu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS Al Baqarah: 233).

 

Dan jika mereka (isteri-isteri) yang sudah ditalak sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya (QS Ath Thalaq: 6).

 

Jika  wanita menyusui anaknya sampai cukup tempo (2,5 tahun), maka malaikat-malaikat  di langit akan mengabarkan berita bahwa surga  wajib baginya.

 

Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, maka Allah akan memberi pahala satu tahun salat dan puasa.

 

  1. Membesarkan Anak

Anak adalah amanah, oleh karena itu orang tua dilarang membunuhnya. Anak laki dan perempuan adalah sama, mereka harus diberi kesempatan untuk tumbuh besar. Orang tua jangan pula takut kepada kemiskinan kemudian menghambat perkembangan anak. Dengan demikian orang tua berkewajiban membesarkan anaknya.

 

Semua anak, khususnya yang belum bersekolah, akan bermasalah dengan tingkat kedisiplinan, bagaimanapun patuhnya mereka terhadap aturan dan perintah dari orang tuanya. Anak juga memiliki kebutuhan ketika beradaptasi dengan baik bersama orang tuanya, seperti halnya orang tua yang memiliki pengharapan terhadap mereka. Ketika hal ini tidak sesuai satu sama lainnya, masalahpun timbul. Tidak ada cara pengasuhan yang sempurna, hanya saja masalah dapat dikurangi ketika orang tua belajar cara-cara pengasuhan anak yang disesuaikan dengan kebutuhan anaknya.

 

Tiga faktor membesarkan anak:

  • Orang tua.
  • Cara pengasuhan.

 

Ketiga faktor di atas saling berhubungan dan dapat menentukan tipe pengasuhan yang diberikan kepada anak. Gaya mengasuh dapat berbeda di  antara ibu dan ayah, sehingga hal ini perlu diseragamkan agar pengasuhan menjadi efektif dan efisien.

 

Rasulullah menyebutkan bahwa kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik, mengajarkan anak menulis dan menikahkannya. Membesarkan anak berarti mendidik anak sesuai dengan syariat Islam. Untuk membesarkan anak, Allah memberi kita rezeki agar dapat menyekolahkan serta mendidik anak secara baik.

 

Kewajiban orang tua setelah melahirkan dan menyusui adalah membesarkan anak. Rasulullah menyebutkan bahwa kewajiban orang tua adalah memberi nama yang baik, mengajarkan anak menulis dan menikahkannya. Membesarkan anak berarti mendidik anak sesuai dengan syariat Islam. Untuk membesarkan anak, Allah memberi kita rezeki agar dapat menyekolahkannya serta mendidiknya secara baik.

 

Dalam proses kehidupan manusia, masa kanak-kanak merupakan tahap usia yang paling penting, namun sekaligus juga merupakan sebuah periode yang sangat kritis. Pada tahap usia ini, sangat diperlukan perhatian dan kesungguhan dari pihak yang bertanggung jawab (orang dewasa/orang tua) terhadap kehidupan anak.

 

Masa kanak-kanak merupakan tahap pembuatan pondasi atau tahap pembentukan kepribadian dari seorang manusia. Pembinaan anak di usia kanak-kanak bertujuan agar mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta mampu berdiri tegar dalam meniti kehidupan. Oleh sebab itu, kedua orang tua dan para pendidik anak, dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan dan perkembangan anak-anak agar mereka terpelihara serta dapat menerapkan semua petunjuk dan pedoman yang diberikan kepada mereka untuk bekal kehidupan di masa depan.

 

Proses pemeliharaan, perawatan dan pendidikan anak sebenarnya sama halnya dengan menanam tanaman. Jika cara menanam tersebut dilakukan dengan benar di atas lahan yang subur pula, maka tentunya akan menghasilkan tanaman, dan buah yang baik pula. Maka dengan kata lain, pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi penerus yang baik pula. Dan sebaliknya, pendidikan yang keliru, akan menghasilkan generasi penerus yang tak dapat diharapkan, sehingga pada gilirannya hanya akan menciptakan sebuah masyarakat yang sakit pula.

 

Oleh sebab itulah, dalam memberi petunjuk dan pengarahan mengenai pendidikan anak, Islam memulainya dengan perhatian penuh kepada pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan jasmani anak, lantas diikuti dengan perawatan dan pemeliharaan yang benar agar mereka menjadi kuat dan sehat. Setelah itu, barulah mereka diarahkan pada pendidikan akhlak yang baik, sambil diajarkan tentang pengenalan kepada Allah SWT atau Tauhid. Dengan demikian anak-anak akan menyaksikan dan menyadari bahwa dunia ini sebenarnya begitu bersih dan baik.

 

Box

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (QS Al Isra: 70).

 

Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (secara berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan (QS Al Haj: 5).

 

Sebagian daripada kewajiban ayah terhadap anaknya, ialah beri dia nama yang baik, ajari dia menulis, dan kawinkan dia apabila ia baligh (HR Ibnu Najar dalam kitab tarikhnya dengan sanad yang dhaif).

 

Umar bin Khathab berkata: “Barangsiapa yang tidak mau dididik sesuai dengan ajaran syariat Islam, Allah tidak akan mendidiknya”.

 

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan (QS Al Isra: 31).

 

  1. Membiayai Anak

Rasulullah menyebutkan bahwa pengeluaran yang paling baik ialah membelanjakan uangnya untuk keperluan keluarga. Mendahulukan keperluan keluarga memang sudah menjadi kewajiban kepala keluarga. Kepala keluarga selain menanggung kebutuhan harian keluarga seperti makan, minum, pakaian, transportasi dan tempat tinggal juga membutuhkan biaya pendidikan. Mendidik anak memerlukan biaya yang banyak karena pendidikan yang baik memerlukan fasilitas dan sekolah yang baik pula, apalagi dalam era kompetisi yang tinggi. Saat ini kualitas pendidikan sangat identik dengan biaya yang mahal. Keberhasilan anak masih dikaitkan dengan sejauh mana orang tua mampu menyekolahkannya dengan baik. Suatu hal yang sulit dicapai bagi orang tua  menghendaki anaknya berhasil tanpa biaya.

 

Box

Dari Aisyah, bahwa Hindun binti Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh Abu Sufyan seorang laki-laki kikir. Ia tidak memberiku dan anak-anakku belanja yang cukup sehingga aku mengambil tanpa sepengetahuannya”. Lalu (Rasulullah) bersabda: “Ambillah apa yang mencukupi darimu dan anakmu dengan cara yang wajar” (Hadits Sahih riwayat Bukhari 2/769 h.n 2097 dan Muslim 3/1338 h.n 1714).

 

Seorang muslim yang membelanjakan harta untuk keluarganya dengan meminta pahala kepada Allah maka dia terhitung bersedekah (HR Ahmad 4/179 h.n 17654).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Dan dahulukanlah orang yang biaya hidupnya menjadi tanggunganmu” (Hadits Sahih riwayat Bukhari 2/518 h.n 1361 dan Muslim 2/717 h.n 1034).

 

  1. Menjaga Anak

Beberapa kegiatan menjaga anak adalah menyusui anak, memuliakan anak, meningkatkan kehalusan budi pekertinya, memelihara diri anak dan mendewasakan anak.  Islam mewajibkan orang tua menjaga anak sebagai konsekuensi dari amanah yang Allah berikan kepada orang tua. Anak adalah amanah yang perlu dilaksanakan secara baik oleh orang tua. Orang tua tidak boleh melepaskan diri dari tanggung jawabnya karena akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Anak yang saleh dapat membantu orang tua di akhirat dengan doa dan amal salehnya.

 

Dari detik ke detik orang tua menjaga dan memuliakan anak agar terjaga kehalusan budinya. Islam mewajibkan orang tua menjaga anak sebagai konsekwensi dari amanah yang Allah berikan kepada orang tua. Anak adalah amanah yang harus dijaga dengan penuh kasih sayang dan cinta. Orang tua tidak boleh melepaskan diri dari tanggung jawabnya karena akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Anak yang saleh dapat membantu orang tua di akhirat dengan doa dan amal salehnya.

 

Menjaga anak harus disertai dengan rasa sayang. Rasulullah SAW banyak memberikan contoh bagaimana cara menyayangi anak, yaitu dengan mencium, berkata lemah lembut,  menahan marah dan memaafkan terhadap anak-anak. Bahkan Rasulullah SAW pernah memendekkan bacaan salatnya ketika mendengar anak menangis. Ketika sedang khutbah Rasulullah SAW juga mengangkat anak yang jatuh di dekatnya. Allah akan mencabut sifat belas kasih apabila orang tua yang tidak menyayangi anak.

 

Box

Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan pula bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul” (QS Al Qashash: 7).

 

Muliakanlah anak-anakmu, dan tingkatkan kehalusan budi pekertinya (HR Ibnu Majah 2/1211 h.n 3671).

 

Dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, lalu (dengan berangsur-angsur) sampailah kamu kepada kedewasaan (QS Al Haj: 5).

 

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia (QS Al Kahfi: 46).

 

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS At Tahrim: 6).

 

  1. Menyayangi Anak

Menyayangi anak adalah perintah Islam, karena Islam banyak mengajarkan kasih sayang kepada siapapun. Rasulullah SAW banyak memberikan contoh bagaimana cara menyayangi anak, seperti menciumnya, lemah lembut, belas kasihan, menahan marah dan memaafkan anak-anak.

 

Sebagai contoh pula, Rasulullah pernah memendekkan bacaan salatnya ketika mendengar anak menangis dan mengangkat anak jatuh di dekatnya ketika sedang khutbah serta mencium anak dan cucunya. Allah akan mencabut sifat belas kasih apabila orang tua tidak menyayangi anak. Dengan demikian orang tua harus mencintai dan menyayangi anak agar tumbuh rasa kasih sayang tersebut dan Allah juga mencintai kelembutan dan membenci kekerasan.

 

Box

Suatu ketika Rasulullah SAW didatangi oleh seorang penduduk desa yang tidak suka mencium anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda, “Tiada kuasa aku (menolong kamu) jika Allah telah mencabut sifat belas kasih dari hatimu” (Hadits Sahih riwayat Bukhari 5/2235 h.n 5652 dan Muslim 4/1808 h.n 2317).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha lembut dan menyukai kelembutan. Dia memberikan sesuatu dengan kelembutan apa-apa yang tidak diberikan dengan kekerasan” (HR Bukhari 6/2539 h.n 6528 dan Muslim 4/2003 h.n 2593).

 

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang terhalang dari bersikap lemah lembut maka dia telah terhalang dari kebaikan” (HR Muslim 4/2003 h.n 2592).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kamu sebelum aku menjadi orang yang paling dicintainya daripada anak, orang tua, dan semua manusia” (HR Bukhari 1/14 h.n 15 dan Muslim 1/67 h.n 44).

 

Dari Abu Hurairah RA bahwa suatu hari Al-Aqra bin Habis melihat Rasulullah SAW sedang menciumi Al-Hasan. Kemudian Al-Aqra memberitahukan kepada Rasulullah SAW bahwa dia memiliki sepuluh anak tetapi belum pernah mencium salah seorang di antara mereka. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayangi” (HR Bukhari 5/2235 h.n 5651 dan Muslim 4/1808 h.n 2318).

 

Anas RA mengatakan, “Belum pernah saya melihat orang yang lebih mengasihi keluarganya bila dibandingkan dengan Rasulullah SAW” (HR Muslim 4/1808 h.n 2316).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya pernah melakukan salat, dan saya bermaksud memperlama dan memperpanjang salat saya tersebut. Lalu saya mendengar suara tangisan bayi, maka saya pun memperpendek salat, sebab saya tahu, perasaan hati ibunya dengan tangisan anak tersebut” (HR Bukhari 1/296 h.n 830 dan Muslim 1/342 h.n 470).

 

Allah memberi rahmat kepada ayah yang membantu anaknya untuk berbakti kepadaNya (HR Abu Syaikh dalam kitab tsawab dengan sanad yang dhaif, lihat Kashful Khafa’ 1/514).

 

Dan orang-orang yang menahan marah serta memaafkan orang lain dan Allah mencintai orang-orang yang berlaku baik (QS Ali Imran: 134).

 

Sungguh Allah mencintai kelemahlembutan dalam segala urusan (HR Bukhari 5/2242 h.n 5678 dan Muslim 4/1706 h.n 2165).

 

Manusia akan tetap dalam kebaikan selama tidak saling mendengki (HR Tabrani 8/309 h.n 8157 dan perawinya tsiqah).

 

Dari Usamah bin Zaid RA, “Kami pernah bersama Rasul SAW, ketika salah seorang putrinya meminta beliau datang dan mengabarkan bahwa anaknya sudah menjelang ajal. Maka beliau mengutus (seseorang) dan mengirim salam seraya bersabda, “Sesungguhnya apa yang diambil dan diberikan oleh Allah adalah milikNya. Setiap sesuatu (di sisi Allah SWT) memiliki batas akhir yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bersabarlah kamu dan berharaplah akan adanya pahala! Maka putri beliau bersumpah agar beliau mendatanginya. Beliau pun berdiri (dan berangkat). Bersama beliau adalah Saad bin Ubadah, Muadz bin Jabal, Ubai bin Kaab, Zaid bin Tsabit serta beberapa orang laki-laki. Anak tersebut kemudian diangkat dan diserahkan kepada beliau dan diletakkan di pangkuan, sementara nafas beliau tersengal hebat dan air mata beliau mengalir dengan deras. Saad bertanya, “Apa arti semua ini, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ini adalah rasa kasih sayang yang dijadikan oleh Allah SWT di hati semua hamba-Nya Dan sesungguhnya Allah SWT hanya akan mengasihi orang yang memiliki rasa kasih sayang” (HR Bukhari 6/2686 h.n 6942 dan  Muslim 2/635 h.n 923).

 

Nu’man bin basyir berkata bahwa bapaknya mendatangi Rasulullah SAW dan kemudian mengatakan bahwa dia telah memberikan seorang pembantunya kepada Nu’man, Rasulullah SAW kemudian bertanya: Apakah pemberian itu engkau berikan kepada semua anakmu? Dia menjawab: Tidak. Rasulullah SAW bersabda: Jangan engkau perbuat seperti itu (HR Bukhari 2/913 h.n 2446  dan Muslim 3/1241 h.n 1623).

 

Barra’ berkata: “Saya melihat Rasulullah SAW menggendong Hasan di pundaknya dan berkata: Ya Allah, sesungguhnya saya mencintainya maka cintailah ia” (HR Bukhari 3/1370 h.n 3539 dan Muslim 4/1883 h.n 2422).

 

Yusuf bin Abdus Salam berkata: Rasulullah SAW menamakan saya dengan Yusuf, kemudian mendudukkan saya dalam pangkuannya dan mengelus rambut di kepalaku (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad 1/134 h.n 367).

 

Abu Hurairah berkata: Seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW dan bersamanya ada seorang anak, Rasulullah SAW bertanya: Apakah kamu menyayanginya, lelaki itu menjawab: Betul. Rasulullah SAW bersabda: Allah lebih menyayangimu daripada sayangmu kepada anakmu dan Dia Maha Penyayang di antara yang penyayang (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad 1/137 h.n 377).

 

  1. Bermain Bersama Anak

Dunia anak adalah bermain, khususnya bagi anak yang berusia di bawah lima tahun. Oleh karena itu, belajar pada usia balita biasanya dengan cara bermain atau disebut belajar sambil bermain. Bermain bagi anak akan mengembangkan berbagai kemampuan seperti kemampuan motorik, dimana anak cepat untuk bergerak, berlari dan melakukan berbagai kegiatan fisik lainnya. Selain itu, dengan bermain anak akan mampu berhubungan sosial (kemampuan sosialisasi) dengan temannya, dimana anak akan mampu memahami norma sosial dan dapat mengembangkan kemampuan sosialnya dengan optimal (bermain bersama anakpun merupakan suatu wujud dari perbuatan ramah orang tua kepada keluarga dan anak-anaknya) yang berguna bagi kehidupannya kelak.

 

Rasulullah SAW banyak mencontohkan dalam hadits-hadits, bahwa dirinya seringkali bermain dengan anak dan cucunya, bahkan sabda Rasulullah SAW bahwa mainan itu sedekah apabila dibeli oleh orang tuanya. Rasulullah SAW membiarkan seorang anak mempermainkan cincin. Para sahabat mencontoh Nabi Muhammad SAW dalam bermain dengan anaknya seperti Umar bin Khathab bersenda gurau dengan anaknya, Muawiyah yang punggung dan dadanya digelayuti seorang anak laki dan anak perempuan.

 

Box

Anak yang  saleh merupakan tumbuhan wangi yang tumbuh di surga (Hadits riwayat Al-Daylami 4/431 h.n 7254).

 

Umar bin Khathab menyuruh pergi seorang wali (orang tua) yang masuk ke dalam rumahnya, yang ketika itu Umar sedang bersenda gurau dengan anak-anaknya. Orang tersebut mencela perbuatan khalifah tersebut. Kemudian Sayidina Umar bertanya kepadanya: “Bagaimana sikapmu kepada keluargamu?” Dia menjawab: “Apabila aku masuk (rumah), tidak akan ada seorangpun yang berbicara (semuanya terdiam)”. Lalu Umar berkata kepadanya: “Sungguh berbeda amal kita. Kamu tidak dapat berbuat ramah kepada keluarga dan anak-anakmu, maka bagaimana bisa kamu berlaku baik (bersikap lemah lembut/sopan) kepada umat Nabi Muhammad SAW”.

 

Dari Abu Sufyan Al-Qutby, ia berkata: Saya datang ke rumah Muawiyah ketika ia sedang bersandar, sedangkan punggung dan dadanya digelayuti seorang anak laki-laki atau anak perempuan. Saya berkata: “Singkirkanlah anak ini dari dirimu, wahai Amirul Mukminin!” Ia menjawab: “Saya mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia berlaku seperti kanak-kanak dengannya ” (HR Ibnu Asakir, di dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak dikenal).

 

Dari Ummu Khalid, putri Khalid bin Said, ia berkata: “Saya datang kepada Rasulullah SAW bersama ayahku dan aku mengenakan jubah berwarna kuning, lalu Rasulullah SAW berkata: “Sanah, sanah! (Nabi berkata dalam bahasa Habsyi). “Abdullah berkata: “Kata itu bahasa Habsyi, bahasa Arabnya berarti hasanah (bagus)”. Ummu Khalid berkata: “Lalu saya mempermainkan cincin Nabi SAW, tetapi bapakku melarang, lalu Rasulullah SAW bersabda: “Biarkanlah dia…” (HR Bukhari 3/1117 h.n 2906).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Anak adalah bunga yang harum dan bunga kesenanganku adalah Hasan dan Husain” (HR Dailami 4/431 h.n 7253).

 

9.1. Memilih Alat Permainan Anak

Permainan termasuk sarana pendidikan bagi anak-anak. Melalui mainan, anak-anak dapat membangun potensinya. Mainan merupakan aktivitas anak-anak dan dunianya anak. Oleh karena itu orang tua harus menjadikan mainan sebagai tempat belajar anak. Islam menganjurkan orang tua bermain bersama anaknya, bahkan Rasulullah selalu bersenda gurau dengan putrinya Fatimah. Mainan dalam Islam merupakan sedekah orang tua kepada anaknya. Rasulullah menyuruh setiap orang tua memberikan mainan kepada anaknya dan membaginya kepada masing-masing anak. Beberapa contoh permainan anak adalah bersenda gurau, menunggang kuda, berenang, memanah dan berlari-lari. Ketika bermain dengan anak perlu juga diperhatikan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini turut menentukan alat bantu atau mainan apa yang perlu disiapkan.

 

Di zaman Rasulullah SAW, semenjak kanak-kanak lelaki sudah diajarkan permainan memanah, bahkan sering diadakan lomba memanah. Permainan ini selain membina fisik sang anak, lebih jauh membentuk jiwa kesatria dan pemberani.

 

Menunggang kuda adalah jenis permainan yang banyak diajarkan kepada anak-anak di zaman Rasulullah karena selain penting bagi keperluan diri mereka sendiri, juga membantu tumbuhnya kegagahan dan kejantanan.

 

Box

Dari Abu Sufyan Al-Qutby, ia berkata: Saya datang ke rumah Muawiyah ketika ia sedang bersandar, sedangkan punggung dan dadanya digelayuti seorang anak laki-laki atau anak perempuan. Saya berkata: “Singkirkanlah anak ini dari dirimu, wahai Amirul Mukminin!” Ia menjawab: “Saya mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia berlaku seperti kanak-kanak dengannya” (HR Ibnu Asakir, di dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak dikenal).

 

Dari Ummu Khalid, putri Khalid bin Said, ia berkata: “Saya datang kepada Rasulullah SAW bersama ayahku dan aku mengenakan jubah berwarna kuning, lalu Rasulullah SAW berkata: “Sanah, sanah! (Nabi berkata dalam bahasa Habsyi). “Abdullah berkata: “Kata itu bahasa Habsyi, bahasa Arabnya berarti hasanah (bagus)”. Ummu Khalid berkata: “Lalu saya mempermainkan cincin Nabi SAW, tetapi bapakku melarang, lalu Rasulullah SAW bersabda: “Biarkanlah dia…” (HR Bukhari 3/1117 h.n 2906).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Anak adalah bunga yang harum dan bunga kesenanganku adalah Hasan dan Husain” (HR Dailami 4/431 h.n 7253).

 

Tabrani meriwayatkan sabda Rasulullah SAW, “Segala sesuatu yang tidak menyebut asma Allah, maka ia adalah senda gurau belaka kecuali empat perkara; berjalannya seseorang antara dua tujuan (untuk memanah), latihan dalam menunggang kuda, bermain dengan keluarganya dan belajar renangnya” (HR Tabrani fil Awsath 8/119 h.n 8147).

 

Tabrani juga meriwayatkan sabda beliau, “Hendaklah kamu bermain panah karena itu adalah sebaik-baik permainanmu” (HR Bazzar 3/346 h.n 1146 Isnadnya jayyid).

 

Dalam shahih Bukhari pun diterangkan suatu kali Rasulullah lewat di lapangan dimana para sahabat sedang bermain panah. Beliau memberi semangat seraya bersabda, “Panahlah wahai keturunan Nabi Ismail sesungguhnya moyangmu dulu merupakan seorang pemanah! Panahlah sesungguhnya saya bersama bani fulan, sebahagian sahabat kemudian menahan diri mereka dari memanah, Rasulullah kemudian bertanya: Kenapa kalian berhenti, mereka menjawab: Bagaimana kami akan memanah sedangkan engkau bersama bani fulan. Rasulullah berkata: Panahlah.  Sesungguhnya aku bersama kamu sekalian” (HR Bukhari 3/1292 h.n 3316).

 

Dari Abu Hurairah RA berkata Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kamu menodongkan senjata kepada saudaranya, karena kamu tidak mengetahui bahwa boleh jadi syaitan itu bergerak mengarahkan tangannya, maka terjerumuslah ia ke dalam jurang neraka” (HR Bukhari 6/2592 h.n 6661 dan Muslim 4/2020 h.n 2617).

 

Rasulullah SAW bersabda: ”Barang siapa yang mengarahkan senjata tajam kepada saudaranya maka malaikat akan melaknatnya walaupun saudara seibu ataupun seayah” (HR Muslim 4/2020 h.n 2615).

 

Aisyah berkata: Ketika datang utusan Habasyah (Ethiopia) kepada Rasulullah SAW, mereka kemudian bermain lembing di masjid dan Rasulullah menutupiku dengan selendangnya sementara saya melihat mereka, seakan-akan saya anak kecil yang suka dengan permainan (HR Ibnu Hibban 13/186 h.n 5876).

 

9.2. Permainan Fisik

Salah satu permainan yang diutamakan adalah permainan fisik. Hal ini dapat menguatkan fisik dan menambah ketangkasan serta keterampilan. Rasulullah SAW mengutamakan orang mukmin yang kuat dibanding yang tidak kuat. Beberapa jenis permainan fisik di zaman Nabi SAW adalah bermain lembing, memanah dan berkuda.

 

Bagi anak di bawah usia dua tahun permainan fisik dapat berupa bermain kereta, meniti jejak, berjalan di titian dan melempar bola. Adapun mainan yang dianjurkan adalah mainan yang ringan, lembut dan tidak mengandung racun.

 

Box

Ketahuilah bahwa kekuatan itu memanah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu memanah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu memanah (HR Muslim 3/1522 h.n 1917).

 

“Banyak negeri-negeri yang akan dibukakan untukmu dan cukuplah Allah sebagai pelindung. Dan janganlah seorang di antara kamu merasa lemah untuk bermain-main dengan panah-panahnya” (HR Muslim 3/1552 h.n 1918).

 

Umar Ibnu Khattab ketika menjadi khalifah pernah mengirim surat kepada penduduk Syam. Ia berkata kepada mereka di dalam surat itu, “Ajarkanlah memanah, berenang dan menunggang kuda kepada anak-anakmu”.

 

Tidak ada perlombaan (pertaruhan) selain di tapak kaki unta, tapak kaki kuda, dan pemanah (HR Ibn Hibban 10/544 h.n 4690).

 

Aisyah berkata: Saya berlomba lari dengan Nabi SAW dan saya mendahului beliau. Dan ketika berat badan saya sudah bertambah gemuk, Rasulullah berhasil mendahului saya dan beliau berkata: Ini merupakan balasan kekalahan yang dulu (HR Ibnu Hibban 10/544 h.n 4691).

 

Rasulullah menganjurkan untuk bermain lembing, seperti pernah beliau izinkan Aisyah melihat orang bermain lembing di masjid (lihat HR Bukhari 1/173 h.n 443).

 

Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada orang mukmin yang lemah (HR Muslim 4/2052 h.n 2664).

 

9.3. Bermain dengan Pekerjaan

Dalam Islam, “mempekerjakan” anak dengan menjadikan tempat “bekerjanya”  sebagai lahan “bermain” baginya tidaklah dilarang. Rasulullah SAW sendiri sudah terbiasa menggembala kambing semenjak kecil. Bagi orang lain pekerjaan ini adalah pekerjaan yang teramat berat dan menyiksa. Tetapi bagi Muhammad SAW sudah terbiasa sejak kecilnya bekerja seperti itu ketika bersama keluarga Halimah Sadiyah.  Pekerjaan menggembala dirasakan sebagai hal yang ringan. Dalam melakukannyapun, Nabi Muhammad SAW tidak kehilangan kesempatan untuk tetap bisa bermain dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Itu sebabnya pekerjaan yang menurut orang lain berat ini ternyata tidak menimbulkan dampak negatif bagi dirinya, bahkan ia memperoleh kedewasaan melalui “permainannya” ini.

 

Karena pekerjaan seperti ini, Nabi Muhammad SAW memperoleh pengetahuan tentang berbagai tantangan kehidupan, yang pada akhirnya justru cepat menumbuhkan kedewasaannya dalam berpikir dan bersikap. Kedewasaan itupun meningkatkan daya tahannya terhadap ketegangan dan stres yang menghadang. Iapun tumbuh menjadi sosok yang ulet dan mandiri dibanding teman seusianya.

 

Apa yang terjadi terhadap Muhammad SAW sangat tepat diterapkan dalam pendidikan keluarga saat ini. Anak-anak sebaiknya dilibatkan dalam pekerjaan sejak dini. Misalnya mengajak anak merapikan mainan, membuang sampah, meletakkan pakaian kotor, dan beberapa pekerjaan yang tidak membahayakan. Bahkan mengenalkan pekerjaan orang tua sejak dini kepada anak merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan. Anak-anak yang sudah terbiasa dilibatkan dalam pekerjaan akan mengasah kepekaan anak, tanggung jawab dan kreativitas.

 

Tips Memilihkan Mainan untuk Anak

  • Mainan harus membantu anak mengembangkan kemampuan mereka. Anak memang membutuhkan sesuatu untuk dihisap dan digigit. Anak kecil memang membutuhkan sesuatu untuk digenggam agar keterampilan tangannya berkembang. Anak yang lebih tua akan belajar dari permainan yang memerlukan konsentrasi, seperti bongkar pasang.
  • Mainan harus aman. Mainan harus tahan api dengan ujung yang tidak tajam atau bagian kecil yang dapat membahayakan.
  • Mainan harus tahan lama sehingga anak tidak akan menghilangkan bagian-bagian yang terpisah. Mainan yang tahan lama juga akan menghemat uang.
  • Mainan harus membuat anak kreatif, seperti bermain dengan balok, lilin atau benda-benda seni yang akan membangun kreativitas anak.
  • Mainan harus sesuai dengan usia anak, kemampuan dan perkembangan anak. Anak kecil biasanya menyukai permainan balok-balok sedangkan anak yang lebih tua lebih menyukai mainan yang berbentuk agar permainannya lebih hidup.

 

Box

Barangsiapa pergi ke pasar dan membeli mainan untuk anak-anaknya di rumah, maka mainan itu ibarat sedekah yang diberikan kepada orang-orang yang terlantar yang sangat membutuhkan pertolongan. Bagilah mainan tersebut mulai kepada anak perempuan, baru kemudian kepada yang laki-laki (Hadits Syarif).

 

  1. Membimbing Anak Memilih Teman

Ali bin Abu Thalib pernah berkata: bila kamu ingin melihat akhlak seseorang maka lihatlah siapa temannya. Begitu besarnya pengaruh teman dalam kehidupan kita. Karena itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk membimbing anak memilih teman yang baik sejak dini.

Saat ini untuk memilih tempat tinggal yang baik lingkungan pergaulannya, bukan hal yang mudah. Pergaulan di masyarakat semakin hari kian permisif. Agar anak terhindar dari teman-teman yang tidak baik maka perlu penanaman nilai yang kuat di keluarga. Suasana keluarga yang komunikatif, penuh rasa sayang dan cinta akan melahirkan kepribadian yang kuat. Dari rumah inilah pondasi dasar pergaulan dibentuk. Anak dikenalkan dengan aturan, dipahamkan tentang perbedaan, dibentuk konsep diri yang kuat dan diasah rasa kepedulian dan cintanya. Insya Allah dengan penanaman nilai yang kuat, anak tidak mudah terpengaruh oleh teman. Bahkan diharapkan anak-anak dapat menjadi agen perubah.

 

Anak punya tipe yang tidak sama. Ada anak yang mudah bergaul dan dalam pergaulan itu cenderung menjadi pionir. Bila anak kita termasuk tipe ini sebaiknya ia diberi kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengenal karakter orang lebih banyak. Akan tetapi ada juga anak yang enggan bergaul tapi sekali bergaul ia mudah terpengaruh. Tipe anak semacam ini sebaiknya ditempatkan pada lingkungan yang cenderung homogen. Dalam melihat tipe anak ini, orang tua dan guru di sekolah adalah dua komponen yang paling berpengaruh. Bekerjasama dengan guru dalam mendidik anak adalah langkah yang mulia. Sehingga kita tahu cara menempatkan anak yang tepat dalam pergaulan.

 

Box

Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang yang beriman. Dan janganlah makananmu dimakan kecuali oleh orang yang bertakwa (HR Abu Daud 4/259 h.n 4832).

 

10.1. Jauhi Media dan Teman yang Merusak Anak

Menghibur diri dibolehkan tetapi dilarang berlebihan. Media dapat berperan merusak anak apabila media tersebut tidak memperhatikan nilai-nilai Islam. Media dan teman merupakan lingkungan yang dapat mempengaruhi anak. Oleh karena itu, orang tua perlu berhati-hati memilih media dan teman bagi anaknya. Keadaan saat ini, akan berbahaya bagi anak yang tidak memperoleh lingkungan yang baik. Anak yang berteman dengan anak pemalas maka ia bisa terpengaruh menjadi pemalas. Teman yang buruk, jahat lagi bejat, juga akan merusak anak.

 

Box

Hiburlah hati itu sesaat demi sesaat (HR Al-Quda’i dalam Musnad Asy-Syihab 1/393 h.n 671).

 

Ungkapan dalam taklim mualimin, “Untuk mengetahui seluk beluk seseorang jangan engkau tanyakan, cukup kau lihat dengan siapakah dia berteman. Karena sesungguhnya seseorang itu akan selalu mengikuti jejak orang yang ditemani”.

 

Ungkapan dalam taklim mualimin, “Janganlah kamu berkawan dengan orang pemalas, karena banyak terjadi orang saleh berubah menjadi rusak karena berkawan dengan orang lain yang rusak tingkah lakunya. Dan janganlah berteman dengan orang yang buruk tabiatnya lagi jahat. Ketahuilah bahwa tabiat yang buruk dan jahat memanglah banyak corak dan ragamnya. Begitu pula sifat-sifat yang berbahaya dan terkutuk pun tidaklah sedikit hitungannya”.

 

Ungkapan dalam taklim mualimin, “Maka apabila ada orang yang berakhlak bejat, hendaknya segera kau jauhi dan jika ada orang yang berakhlaq terpuji maka temanilah dia, agar kamu mendapat petunjuk”.

 

Ungkapan dalam taklim mualimin, “Janganlah kamu berkawan dengan orang pemalas, karena banyak terjadi orang saleh berubah menjadi rusak karena berkawan dengan orang lain yang rusak tingkah lakunya. Sungguh cepat menularnya kebodohan seseorang itu kepada orang cerdas, bagaikan bara api diletakkan di dalam pasir, maka matilah bara itu”.

 

10.2. Menjauhi Teman yang Tidak Baik

Teman bagi anak adalah salah satu sarana untuk mengembangkan berbagai potensi anak. Dengan bermain bersama temannya, kegiatan motorik anak dapat lebih berkembang. Begitu pula dengan kematangan sosial anak khususnya dalam memahami dan mengerti norma atau aturan yang berlaku di masyarakat.

 

Selain meningkatkan berbagai kemampuan, dengan berteman, anak dapat saling mempengaruhi dalam pembentukan karakter. Oleh karena itu, Islam melarang anak kita berteman dengan teman yang tidak baik. Rasulullah menyebutkan agar kita menghindarkan diri dari teman yang tidak baik karena seorang anak dapat dipengaruhi karakter temannya, sehingga anak perlu memilih dan memperhatikan temannya. Perumpamaan yang dibuat oleh Nabi SAW adalah tukang minyak dan tukang las. Bila tukang minyak sebagai teman maka akan memberi wangi-wangian dan tidak akan merusak diri kita, sedangkan tukang las akan menjadikan diri kita panas, sehingga dapat merusak diri kita.

 

Islam melarang kita berkawan dengan orang yang pemalas karena kita dapat terpengaruh menjadi malas. Begitu juga berkawan dengan orang bodoh akan menjadikan kita bodoh. Begitu besarnya pengaruh teman, sehingga karakter seorang anak dapat ditentukan/dilihat dari karakter temannya.

 

Box

Ungkapan dalam taklim mualimin, “Untuk mengetahui seluk beluk seseorang jangan engkau tanyakan, cukup kau lihat dengan siapakah dia berteman. Karena sesungguhnya seseorang itu akan selalu mengikuti jejak orang yang ditemani”.

 

“Janganlah kamu berkawan dengan orang pemalas, karena banyak terjadi orang saleh berubah menjadi rusak karena berkawan dengan orang lain yang rusak tingkah lakunya. Dan janganlah berteman dengan orang yang buruk tabiatnya lagi jahat. Ketahuilah bahwa tabiat yang buruk dan jahat memanglah banyak corak dan ragamnya. Begitu pula sifat-sifat yang berbahaya dan terkutuk pun tidaklah sedikit hitungannya”.

 

Ungkapan dalam taklim mualimin, “Maka apabila ada orang yang berakhlak bejat, hendaknya segera kau jauhi dan jika ada orang yang berakhlak terpuji maka temanilah dia, agar kamu mendapat petunjuk”.

 

“Janganlah kamu berkawan dengan orang pemalas, karena banyak terjadi orang saleh berubah menjadi rusak karena berkawan dengan orang lain yang rusak tingkah lakunya. Sungguh cepat menularnya kebodohan seseorang itu kepada orang cerdas, bagaikan bara api diletakkan di dalam pasir, maka matilah bara itu”.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan teman  saleh dengan teman yang jahat itu seperti tukang minyak dan tukang las. Tukang kesturi, baik ia memberi atau engkau membeli darinya maka engkau tetap akan mendapati bau harum wewangi. Sebaliknya, dengan tukang las, adakalanya akan membakar bajumu, atau setidaknya engkau mendapati bau tidak sedap darinya” (HR Abu Daud 4/259 h.n 4829).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang itu akan sama dengan orang yang dicintainya, dan baginya apa yang diusahakannya” (HR Turmudzi 4/595 h.n 2386).

 

“Seseorang itu atas dasar temannya. Oleh karena itu, hendaklah salah seorang dari kamu melihat kepada siapa yang berteman” (HR Abu Daud 4/259 h.n 4833).

 

  1. Mengajarkan Akhlak

Ketika orang tua bersama anak di rumah, manfaatkanlah untuk mengajarkan akhlak dengan contoh teladan atau mendidiknya. Rasulullah diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan akhlak, sehingga manusia dapat diterima oleh lingkungan sosialnya di dunia dan tentunya mendapatkan balasan surga di akhirat. Akhlak Islam melarang kita berbuat sombong dan angkuh, membaguskan budi pekerti, bertobat, menyucikan diri, dan memperindah tingkah laku.

 

Tanggung jawab orang tua di antaranya adalah memperbaiki akhlak anaknya. Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (bersih) kemudian lingkungannya yang akan mengotori anak tersebut. Oleh karena itu, orang tua wajib menyediakan lingkungan sosial yang baik untuk menumbuhkan akhlak Islam. Orang tua selain menjadi contoh teladan akhlak Islam juga mencarikan anak teman yang saleh dan pendidikan yang baik. Media yang menyesatkan perlu dihindari dari anak, begitu juga dengan pergaulan. Mengajarkan akhlak yang efektif kepada anak adalah dengan memberikan contoh akhlak yang baik.

 

Rasulullah menyuruh umatnya memperbaiki dan membaguskan akhlak. Adapun salah satu tujuan pendidikan adalah memperbaiki akhlak. Bahkan disebutkan dalam hadits, bahwa memperbaiki akhlak lebih bagus daripada bersedekah.

 

Box

Sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian mendidik anak-anaknya, niscaya akan lebih baik daripada setiap harta bersedekah setengah sha kepada orang miskin” (HR ­Turmudzi 4/337 h.n 1951, hadits ini dhaif).

 

“Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah budi pekertinya” (HR Ibnu Majah 2/1211 h.n 3671 dengan sanad yang dhaif).

 

Ibnu Umar pernah berkata kepada seorang lelaki: Didiklah anakmu, sesungguhnya engkau akan ditanya bagaimana engkau mendidiknya dan apa yang engkau ajarkan kepadanya dan dia akan ditanya bagaimana dia berbuat baik dan taat kepada orang tuanya.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada semaian benih orang tua kepada anak yang lebih utama daripada sopan santun yang baik” (HR Turmudzi 4/338 h.n 1952 hadits ini mursal).

 

Sesungguhnya aku diutus ke dunia ini, untuk menyempurnakan akhlak manusia (HR Ahmad 2/381 h.n 8939 hadits ini sahih).

 

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai (QS Luqman: 18-19).

 

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung (QS Al Isra: 37).

 

Rasulullah SAW berdoa: Ya Allah, Engkau telah membaguskan rupaku, maka baguskan juga budi pekertiku (HR Baihaqi dalam kitab Shu’abul Iman 6/364 h.n 8543).

 

Rasulullah SAW berdoa: Ya Allah jadikanlah aku dalam golongan orang yang bertobat dan jadikanlah aku dalam golongan orang yang menyucikan diri (HR Turmudzi 1/78 h.n 55).

 

“Tidak ada pemberian yang diberikan orang tua kepada anaknya yang lebih baik dibandingkan penanaman akhlak terpuji” (HR Turmudzi 4/338 h.n 1952 hadits ini mursal).

 

Rasulullah SAW berdoa: Sesungguhnya seseorang akan dapat mencapai derajat orang yang qiyam (salat Tahajud) dengan akhlak yang baik (HR Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad 1/107 h.n 284).

 

  1. Mengajak Anak Salat

Salat adalah ibadah yang bersifat individual. Salat tidak bisa digantikan oleh siapapun dan dengan ibadah apapun. Salat adalah ungkapan rasa syukur yang paling agung dan sebuah bukti penghambaan kepada Rabb yang agung. Oleh karena itu ibadah salat harus dikenalkan sejak dini. Adapun cara yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah sebagai berikut:

  • Lakukan salat pada tempat yang suci dan yang mudah dijangkau anak.
  • Ajaklah seluruh anggota keluarga untuk melaksanakan salat.
  • Ketika anak sudah bisa berdiri dengan baik, berikan tempat khusus untuk salat. Misalnya sajadah kecil. Bagi bayi yang belum bisa menahan BAB dan BAK sebaiknya dipakaikan popok yang tidak bocor ketika memasuki tempat salat.
  • Tidak perlu menuntut anak untuk melakukan salat secara sempurna pada awal-awal pembelajaran. Anak cukup duduk di tempat salat dengan tenang itu sudah merupakan pelajaran yang sudah berharga.
  • Ketika anak berusia tujuh tahun sudah waktunya anak salat dengan lebih rapi. Bacaan salat hendaknya diberikan sejak anak bisa berbicara. Sehingga pada saat berlatih salat ia sudah punya bekal bacaan salat.
  • Buatlah salat sebagai kegiatan yang menyenangkan. Sebaiknya salat diakukan awal waktu sehinga anak tidak merasa terburu-buru.

 

Box

Rasulullah SAW bersabda, “Perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk mengerjakan salat setelah mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika belum mengerjakan) setelah berusia sepuluh tahun” (HR Abu Daud 1/133 h.n 494).

 

Bertanggung jawablah kamu sekalian terhadap anak-anakmu terhadap salat mereka dan ajarkanlah kepada mereka kebaikan karena kebaikan itu menjadi mudah karena sudah dibiasakan (HR Baihaqi 3/84 h.n 4874).

 

  1. Mengajak ke Masjid

Mengenalkan anak dengan masjid diutamakan bagi anak laki-laki. Tapi bukan berarti anak perempuan tidak perlu. Anak laki-laki lebih diutamakan karena ia punya kewajiban salat Jumat.

 

Mengajak anak ke masjid ditujukan agar anak terbiasa dengan kegiatan ibadah yang disunahkan Nabi SAW. Masjid adalah rumah Allah SWT dimana di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan keagamaan. Salat di masjid mendapatkan banyak keutamaan seperti mendapatkan penggandaan pahala karena salat berjamaah, juga mendapat keberkahan karena berada di dalam masjid.

 

Mengajak anak ke masjid perlu mempertimbangkan keadaan masjid dan aktivitas gerakan anak. Anak yang sering ribut, rewel dan aktivitas yang berlebihan sebaiknya tidak dibawa ke masjid kecuali acara-acara tertentu yang memungkinkan. Orang tua  yang melaksanakan salat lima kali sehari di masjid dapat mengajak anaknya yang sudah memahami perintah dan nasihat orang tua, sehingga anak tidak mengganggu kegiatan ibadah di masjid. Sedangkan untuk mengajak anak salat Jumat, sebaiknya mengajak anak yang sudah mengerti tentang salat, agar tidak mengganggu yang lainnya.

 

Beberapa kiat yang bisa diterapkan agar anak suka ke masjid adalah sebagai berikut:

  • Pilih masjid yang familiar dengan anak. Ada beberapa masjid yang oleh pengurusnya tidak mengijinkan anak masuk. Alasannya takut ngompol di masjid. Bila dengan terpaksa masjid yang dekat dengan rumah adalah masjid yang punya aturan semacam itu, orang tua cukup mengajak anak main di halaman masjid. Dengan cara ini anak akan merekam semua kegiatan yang dilihatnya. Orang tua harus dapat memberikan penjelasan bila anak bertanya mengapa ia tidak boleh masuk masjid.
  • Siapkan anak untuk ke masjid. Pakaian yang bersih, sandal dan peci.
  • Ajaklah anak ke masjid beberapa saat sebelum waktu salat tiba. Hal ini dilakukan agar anak punya kesempatan untuk bermain dan mengenal medan.
  • Carilah tempat yang dekat dengan pintu. Biasanya anak mudah bosan pada saat awal pergi ke masjid.
  • Ajaklah anak ke masjid minimal tiga kali dalam seminggu.

 

Box

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (QS Al Hijr: 29).

 

Allah SWT berfirman, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al A’raf: 31).

 

  1. Mengajak Anak Beramal

Firman Allah SWT: “Beramallah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat amalmu” (QS At Taubah: 105).

 

Amal saleh ini merupakan bekal kita ketika menghadap Allah SWT. Sebaliknya manusia yang tidak beramal, akan masuk neraka, apalagi mereka yang telah berumur lebih dari empat puluh tahun. Untuk itu, maka anak-anak perlu dibiasakan melaksanakan amal ibadahnya, sehingga terbiasa dengan tingkah laku yang baik.  Mengajak anak beramal berarti mengerjakan segala perintah agama dan menjauhi segala larangan yang akan menjadi benteng bagi anak-anak dari api neraka.

 

Box

Rasulullah SAW bersabda kepada seseorang lelaki ketika menasehatinya:  Pergunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: Masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehat sebelum datang masa sakit, kaya sebelum datang kemiskinan, waktu luang sebelum datangnya kesibukan, hidupmu sebelum datang kematian (HR Hakim 4/341 h.n 7846).

 

Orang pandai ialah yang mengetahui dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati. Dan orang yang bodoh ialah yang memperturutkan kehendak nafsunya dan selalu berangan-angan kosong terhadap kemurahan Allah (HR Turmudzi 4/638 h.n 2459 hadits ini Hasan).

 

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai (QS Al A’raf: 179).

 

Dari Bakr beliau berkata, adalah Rabi’ ketika datang pagi hari akan berkata: Berbuatlah kebaikan dan berbicaralah yang baik-baik, selalulah mengerjakan yang kebaikan, jika engkau berbuat salah maka bertobatlah, dan jika berbuat baik maka selalulah menambah amal.

 

Ali Radiyallahu Anhu ketika menafsirkan ayat yang menyuruh menjaga diri dan keluarga dari api neraka, beliau berkata: Ajarkanlah kepada dirimu dan keluargamu kebaikan.

 

Bertanggung jawablah kamu sekalian terhadap anak-anakmu terhadap salat mereka dan ajarkanlah kepada mereka kebaikan karena kebaikan itu menjadi mudah karena sudah dibiasakan (HR Baihaqi 3/84 h.n 4874).

 

Abul Qasim Nasr Abazi berkata: Memperhitungkan waktu merupakan tanda kewaspadaan.

 

Ibrahim bin Syaiban berkata: Barang siapa yang ingin menjaga waktunya dengan baik maka janganlah dia sia-siakan untuk memperbuat sesuatu yang dimurkai oleh Allah SWT.

 

  1. Berdakwah

Setiap muslim bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakannya. Oleh karena itu orang tua perlu mendewasakan anak dengan berbagai praktek dan latihan beramal. Selain itu, Islam menyebutkan bahwa amal yang baik adalah berdakwah. Dengan berdakwah, umat Islam akan menjadi sebaik-baiknya umat.

 

Box

Setiap orang bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya (QS Ath Thur:  21).

 

Kamu adalah sebaik-baiknya umat yang dikeluarkan kepada manusia, kamu memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar, dan kamu percaya kepada Allah (QS Ali Imran: 110).

 

  1. Mengikuti Sunah Nabi

Firman Allah SWT: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS Al Ahzab: 21). Mengikuti keteladanan nabi berarti mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW, dan mereka yang mengikuti nabi akan mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah SWT.

 

Rasulullah menyebutkan bahwa yang mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW dan menghidupkan sunahnya maka ia telah mencintai Nabi SAW dan di surga akan bersama Nabi SAW. Tiga ajaran Nabi SAW yang baik adalah mencintai Nabi SAW, mencintai anggota keluarganya dan mencintai Al Quran. Mengikuti sunah Nabi SAW berarti membiasakan anak dengan perbuatan baik. Tanpa membiasakan hal di atas maka kebaikan sulit untuk diperoleh.

 

Beberapa sunah Nabi SAW yang bisa diajarkan dan diikuti oleh anak adalah makan dengan tangan kanan, ambil makanan yang dekat, tidak boleh makan mubazir, jangan makan kekenyangan, membaca doa sebelum dan setelah makan, menjaga kebersihan, berbuat baik khususnya kepada orang tua, mengajak anak salat, berkata baik, tidak boleh berkata buruk, dan memberi infak.

 

Tidurpun diajarkan oleh Islam. Rasulullah SAW menyuruh kita berdoa sebelum tidur dan meminta perlindunganNya dari godaan syaitan yang akan mengganggu tidur kita dengan mimpi-mimpi buruk dan memohon dijauhkan dari gangguan hewan yang berbisa. Doa yang disunahkan Nabi SAW juga meminta kita dihidupkan dan dimatikan dengan nama Allah.

 

Doa-doa sebelum tidur ini merupakan bagian dari kebiasaan Nabi SAW yang perlu diajarkan kepada anak-anak kita sehingga anak-anak kita dapat tidur dengan tenang dan dapat dilindungi oleh Allah SWT dalam tidurnya.

 

Box

Dari Anas, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadaku: “Wahai anakku, jika engkau dapat pada pagi dan sore hari tanpa ada keinginan di hatimu untuk berbuat curang kepada seseorang, lakukanlah!” Selanjutnya, beliau bersabda kepadaku: “Wahai anakku, demikian itu merupakan sunahku dan barangsiapa menghidupkan sunahku, sungguh dia telah mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di dalam surga (HR Turmudzi 5/46 h.n 2678  hadits ini Hasan).

 

Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang menghidupkan satu sunah dari sunah-sunahku yang telah hilang, maka dia akan mendapat pahala sebanyak pahala orang  yang mengerjakannya, tanpa mengurangi pahala orang-orang tersebut. Dan barangsiapa yang membuat bid’ah yang sesat yang tidak diredhai oleh Allah dan RasulNya sedikitpun, maka dia mendapat dosa sebanyak orang yang mengerjakan bid’ah tersebut tanpa mengurangi dosa-dosa orang tersebut (HR Turmudzi 5/45 h.n 2677, Hadits ini Hasan).

 

“Jagalah anak-anak kalian agar tetap mengerjakan salat kemudian biasakanlah mereka dengan kebaikan. Sesungguhnya kebaikan itu dengan pembiasaan” (HR Tabrani 9/236 h.n 9155 dalam sanadnya terdapat perawi yang lemah).

 

Dari Abdullah bin Masud, ia berkata kepada para bapak tentang bagaimana memperlakukan anak-anak mereka: “Biasakanlah mereka dengan perbuatan baik karena sesungguhnya kebaikan itu dengan membiasakannya”.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga perkara, mencintai Nabi kalian, mencintai ahli baitnya dan senang membaca Al Quran. Sebab orang-orang yang mengemban tugas Al Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari yang tidak ada perlindungan selain dari pada perlindungan-Nya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci” (HR Ibn Annajar dalam tarikhnya, Imam Al-Manawi mengatakan haditsnya dhaif).

 

Allah SWT berfirman, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya” (QS Thaha : 132).

 

Suruhlah anak-anakmu melaksanakan salat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika bandel salat ketika berusia sepuluh tahun (HR Ibn Khuzaimah 2/102 h.n 1002).

 

Dari Sulaiman bin Yasar, ia berkata: Keledai Said bin Abi Waqqash habis makanannya, lalu ia berkata kepada pelayannya yang masih kanak-kanak: “Ambilkanlah dari gandum keluargamu, lalu  tukarkanlah dengan syair dan jangan kamu mengambil kecuali dengan (ukuran harga) yang sama!” (HR Malik 2/645 h.n 1321).

 

  1. Memberi Contoh

Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Dengan contoh dari orang tuanya, anak mudah melihat tingkah laku yang akan ditiru dari orang dewasa. Nabi SAW sebagai contoh teladan bagi para sahabat dan umatnya, telah efektif membentuk kepribadian dan potensi para sahabat dan umatnya. Contoh merupakan praktek dan gambaran langsung dari perbuatan. Dengan contoh dari orang tuanya, anak dapat langsung melihat dan mengamalkannya. Orang tua yang membangun potensi anak melalui contoh akan semakin berhasil apabila orang tua tersebut memberi suatu balasan atau ganjaran.  

 

Box

(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui (QS Luqman: 16).

 

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS Al Ahzab: 21).

 

  1. Mengajak Bersyukur

Begitu besar pemberian Allah kepada kita yang patut disyukuri, sehingga kita harus memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan untuk kepentingan manusia. Adapun potensi diri manusia dan alam ini akan lebih bermakna dan berdaya apabila  kita mensyukurinya. Orang tua perlu mengajarkan kepada anak dan melatihnya rasa syukur atau rasa berterima kasih kepada Allah SWT.

 

Kecenderungan manusia adalah selalu berbuat baik kepada siapa saja yang telah berbuat baik kepadanya. Anak-anak cenderung cepat akrab dengan orang yang selalu dekat dan memberikan perhatian kepadanya. Karena itulah sebenarnya secara fitrah anak mudah diajak bersyukur kepada Rabbnya. Rasa syukur pada diri anak akan bergantung kepada ekspresi rasa syukur yang diteladani dari orang dewasa di sekitarnya. Ungkapan rasa syukur bisa bersifat verbal, yaitu dengan mengucap kalimat thayyibah alhamdulillah, bisa juga bersifat non verbal, yaitu dengan tindakan. Pada anak-anak ungkapan yang bersifat non verbal yaitu keteladanan jauh lebih efektif. Lalu bagimana cara mengajak anak bersyukur?

 

Anak Usia 0 – Dua Tahun

Pada masa ini anak-anak bersifat reseptif. Nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua direkam pada memorinya. Pada saat ini otak berkembang begitu pesat, sehingga tepat sekali untuk mengajarkan apa saja kepada anak terutama yang berkaitan dengan akidah.

 

Untuk mengajarkan rasa syukur, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Ketika anak bangun dari tidur ucapkan salam dan tahmid. Usahakan dengan ekspresi yang ceria; “Assalamu’alaikum. Alhamdulillah, anak saleh sudah bangun. Alhamdulilahilladzi ahyaana ba’dama amaatana wa ilaihin nusyur….”
  • Ketika hendak memberikan Asi atau susu, berikan dengan sedikit cerita; “Alhamdulillah, hari ini Ibu makan sayur kangkung, ayam goreng, buah semangka dan susu. Jadi Asinya enak karena gabungan dari kangkung, ayam goreng, susu dan semangka. Bismillahirramanirrahim” Atau bila anak tidak diberikan Asi ibu bisa mengubah ceritanya; ”Alhamdulillah, Allah memberikan rezeki kepada kita berupa susu yang lezat. Bismillahirraahmanirrahim…”
  • Pada saat anak rewel, letakkan di dada. Peluk dengan penuh kehangatan. Katakan padanya bahwa ibu dan ayah selalu bersamanya. Detak jantung ibu atau ayah yang dilakukan dengan penuh cinta akan memberikan ketenangan. Pada saat itu anak belajar dengan bahasa hati. Rasa syukur yang tepancar dari dekapan ibu atau ayah akan dirasakan oleh anak.

 

Usia Tiga Enam Tahun

Pada saat ini anak sudah bisa berbicara dan melakukan hal-hal baru. Kemandirian anak juga sudah mulai tampak. Tugas orang tua adalah mengenalkan nikmat Allah secara langsung yang dapat dilihat, didengar dan dipraktikkan. Adapun tahapan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

  • Bila anak menerima pemberian, baik itu berupa barang, atau perlakuan yang baik biasakan anak mengucapkan alhamdulillah dan terimakasih. “Alhamdulillah, terimakasih Kak Wafi atas susunya”. Ucapan ini dilakukan ketika menerima susu yang diberikan oleh Kak Wafi.
  • Bila anak melakukan perbuatan baik, berikan penghargaan. “Alhamdulillah, terimakasih Farhanna telah meletakkan gelas sendiri.”
  • Tanamkan kepada anak bahwa apa yang Allah berikan adalah yang terbaik. Tidak mudah melaksanakan hal ini. Tapi dengan contoh dan tekad yang kuat insya Allah bisa dilakukan. “Ini tamiya Ibrahim masih bagus. Masih bisa jalan. Tinggal mengganti baterinya. Jadi sudah perlu beli lagi atau belum?”
  • Latihlah anak untuk bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kadang anak ingin minta apa saja yang ada di sekitarnya. Ketika ada tukang balon ia akan minta. Ketika ada tukang es krim lewat ia juga akan cenderung minta. Orang tua harus bisa mengarahkan kapan anak perlu membeli dan kapan anak untuk tidak. Hindari menolak pembelian dengan ungkapan orang tua tidak punya uang. Lebih bijak dialihkan perhatian anak atau dengan mengatakan bahwa anak belum perlu membeli.

 

Usia Tujuh Dua Belas Tahun

Pada usia ini anak sudah bisa diajak komunikasi dengan baik. Anak relatif sudah bisa menghargai miliknya. Cara untuk mengajak anak bersyukur adalah sebagai berikut:

  • Tanamkan pada anak bahwa semua yang ada pada dirinya adalah dari Allah semata. Apa yang ada karena kasih sayang Allah. “Anwar, Ayah membelikan sepeda ini karena Allah memberikan rezeki kepada kita. Kalau Anwar bisa menjaga dan boleh dipinjam temannya, Ayah sangat suka. Dan Allah akan lebih sayang lagi kepada kita.”
  • Biasakan tiap minimal empat bulan sekali anak diajak untuk mensortir pakaian dan mainannya. Doronglah anak untuk memberikan kepada yang lebih memerlukan pakaian atau mainan yang sudah tidak dipakai lagi. Bisa kepada saudara atau ke teman. Bisa juga ke panti yang lebih membutuhkan.
  • Hindari kebiasaan meminjam kecuali hal-hal yang sangat perlu. Misalnya buku pelajaran. Ingatkan kepada anak untuk segera mengembalikan kepada pemiliknya bila waktunya sudah sampai.
  • Pada kasus tertentu, biarkan anak yang meminta tidak selalu orang tua yang berinisiatif. Misalnya, pakaian yang sudah kecil, atau sepatu rusak. Orang tua sebaiknya mengajak bicara anak apakah ia sudah perlu sepatu baru atau belum.
  • Berikan kebebasan anak untuk merawat miliknya sesuai dengan keinginannya. Misalnya anak akan merubah cat sepedanya. Orang tua sebaiknya memberikan fasilitas saja. Akan tetapi bila anak sudah mulai merusak yang membahayakan, tugas orang tua adalah mengingatkan. Misalnya anak mencopot rem sepeda, atau mencopot kaca spion.

 

Box

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur (QS An-Nahl: 78).

 

Box    

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (QS Al Baqarah: 30).

 

Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang zalim itu neraka (QS Al Kahfi: 29).

 

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur (QS An Nahl: 78).

 

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmatKu, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim:7).

 

  1. Membimbing Anak Mengenal Rabbnya

Salah satu tugas utama orang tua adalah mengenalkan anak kepada Rabbnya. Sejak diperdengarkan adzan dan iqamah pada saat lahir, sejak itu pula tugas orang tua dimulai. Mengenalkan anak kepada Rabbnya berarti menjaga fitrah anak.

 

Pada dasarnya anak telah diciptakan Allah sesuai dengan fitrahnya, yaitu cenderung pada kebenaran. Sebagai contoh nyata kita bisa belajar dari kebiasaan bayi. Apapun keyakinan yang dianut oleh orang tuanya, bayi itu akan selalu terbangun menjelang subuh. Betapa Allah telah menyiapkan umatnya untuk melaksanakan salah satu perintah-Nya di subuh hari. Akan tetapi, tidak banyak orang tua yang menyadari, sehingga bayi-bayi yang suci itu berusaha diubah kebiasaannya. Bayi-bayi itu diusahakan dengan sekuat tenaga untuk tidur kembali.

 

Fitrah yang lainnya, misalnya tentang kebersihan. Bayi akan menangis bila popoknya basah. Itu menandakan bahwa ia tidak nyaman dengan kotoran. Tapi sayang, para ibu lebih suka memakaikan popok sekali pakai yang dapat menampung banyak kotoran dan anak tetap merasa nyaman. Bila kebiasaan ini tidak terkontrol, tanpa disadari orang tua telah mengikis fitrah anak yang cenderung pada kebersihan.

 

Sejalan dengan perkembangan anak, ia akan bertanya siapa yang menciptakannya. Bukan itu saja ia juga akan menanyakan apa saja yang ada di sekitarnya. Pada saat itulah tugas orang tua adalah memberikan jawaban yang tepat. Yaitu jawaban yang mengarah pada mengesakan Allah.

 

Box

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah itu (QS Ar Rum: 30).

 

  1. Memuliakan Anak

Anak adalah manusia kecil yang juga mempunyai hak-hak yang sama dengan manusia dewasa. Anak memiliki hak untuk hidup, oleh karena itu Islam melarang membunuh anak semenjak dalam rahim ibunya sampai kelahiran tiba. Bahkan beberapa aktivitas orang tua yang tidak memperhatikan anakpun dilarang oleh Islam. Islam menyuruh kita memuliakan anak dan mengajarkan akhlak yang baik kepada mereka. Anak yang dimuliakan oleh orang tuanya berarti orang tua memberikan penghargaan terhadap segala tingkah laku anak dan mengembangkannya ke arah yang positif. Dengan memuliakan anak, maka anak akan menjadi perhiasan kehidupan dunia bagi orang tuanya dan sekaligus penyejuk hati. Sebaliknya, apabila orang tua menelantarkan anaknya maka anaknyapun akan menjadi masalah bagi orang tua dan menyusahkan orang tua kelak di kemudian hari.

 

Box

Harta dan anak-anak itu adalah perhiasan kehidupan dunia (QS Al Kahfi: 46).

 

Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami); dan jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertakwa” (QS Al Furqan: 74).

 

Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah akhlak mereka (HR Ibnu Majah 2/1211 h.n 3671 dengan sanad yang dhaif).

 

  1. Mengingatkan Anak

Allah telah mengingatkan bahwa orang tua dapat menjauhkan anaknya dari Islam. Selain itu Allah mengingatkan bahwa anak dan isteri bisa menjadi musuh, oleh karena itu kaum muslimin perlu berhati-hati. Orang tua juga perlu mengingatkan anaknya dengan mendidik yang baik serta dengan pendekatan yang berhati-hati, memaafkan, mengampuni, berpikir dan memperhatikan alam.

 

Box

Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (QS Ar Rum: 30).

 

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah telah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka ingat (QS Ibrahim: 24-25).

 

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS At Taghabun: 14).

 

Katakanlah (hai Muhammad): “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu berdirilah karena Allah berdua-dua atau bersendiri-sendiri, kemudian berpikirlah (QS Saba: 46).

 

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS Al Kahfi: 46).

 

21.1. Menasihati Anak

Menasihati merupakan suatu kegiatan umum yang terjadi di dalam keluarga. Orang tua menasihati anaknya agar berbuat kebaikan dan melaksanakan suatu tingkah laku yang baik. Dengan menasihati, manusia akan jauh dari kerugian. Nasihat kepada kebaikan dan kesabaran merupakan suatu aktivitas yang selalu diberikan orang tua kepada anaknya.

 

Namun demikian, sejauh manakah upaya menasihati ini dapat mengubah tingkah laku anak? Efektivitas nasihat tergantung dari rasa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Rasulullah SAW telah menekankan bahwa contoh tanggung jawab orang tua mengasuh anaknya adalah membimbing anak melalui nasihat, apabila tanpa nasihat kepada anaknya maka orang tua ditolak masuk surga. Efektivitas nasihat tergantung pula kepada kejujuran orang tua dan tauladan yang baik dari orang tuanya. Setiap nasihat orang tua semestinya dipenuhi oleh orang tuanya dan ditepati nasihatnya, janganlah orang tua menasihati atau menyuruh tapi kemudian tidak dilakukan/dipenuhi. Anak akan sulit mengikuti nasihat orang tua apabila tidak jujur.

 

Box

Barangsiapa diserahi tanggung jawab dalam pemeliharaan (keluarga, kerabat atau kaum muslimin keseluruhan) tetapi lalai membimbingnya dengan nasihat, maka ia akan dihalangi untuk masuk surga (HR Baihaqi dalam kitab Shuabul Iman 6/14 h.n 7364).

 

Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW, sesungguhnya beliau bersabda: “Barangsiapa berkata kepada seorang anak kecil: “Kemarilah dan ambillah”, tetapi kemudian ternyata tak diberikannya apa-apa, maka dia telah melakukan satu kedustaan” (HR Ahmad 2/452 h.n 9835).

 

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (QS Al Asr: 1-3).

 

21.2. Mendidik Anak

Rasulullah SAW menyuruh kita bertanggung jawab atas pendidikan formal maupun non formal anak-anak. Di antara tanggung jawab pendidikan tersebut adalah mengajak anak salat, berbuat baik, menghindarkan diri dari perbuatan mungkar dan mewasiatkan kesabaran. Orang tua diwajibkan mendidik anaknya agar mampu beribadah kepada Allah melalui pendidikan.

 

Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa anak adalah amanat Allah yang  harus dididik oleh orang tuanya untuk melakukan kebaikan-kebaikan sehingga anak akan tumbuh kembang menjadi orang yang baik dan akan bahagia di dunia dan akhirat. Begitu pula Ibnu Qayim menyatakan bahwa perhatian terhadap akhlak dan budi pekerti anak akan menjauhkan anak dari tindakan yang menyeleweng, marah, keras hati, terburu-buru, memperturutkan hawa nafsu, gegabah dan tamak. Apabila anak tidak dididik dengan baik, maka ketika dewasa kelak, kebiasaan anak akan sulit diperbaiki karena telah mengakar dalam kepribadiannya.

 

Islam mengajarkan kepada kita bahwa dalam mendidik anak harus menjauhkan anak dari tempat permainan yang tidak baik, hal-hal yang batil, tempat hiburan, mendengarkan suara-suara keji dan buruk, dan pembicaraan tidak baik. Apabila anak sudah terbiasa dan kecanduan dengan yang tidak baik maka norma-norma pendidikan akan teracuni dan hal ini bisa terbawa hingga masa dewasa.

 

Mendidik anak dilakukan dengan menanamkan akhlak terpuji, mengajarkan kebaikan, memperbaiki kepribadian anak, menambah ilmu dan mengajarkan anak sejarah dan biografi. Cara mendidik anak yang baik adalah dengan cara mencontoh Rasulullah SAW melalui hadits-haditsnya.

 

Box

Bertanggung jawablah kamu sekalian terhadap anak-anakmu terhadap salat mereka dan ajarkanlah kepada mereka kebaikan karena kebaikan itu menjadi mudah karena sudah dibiasakan (HR Baihaqi 3/84 h.n 4874).

 

“Bantulah anak-anakmu dalam melaksanakan kebaikan, siapa yang ingin dia dapat menghindarkan diri dari kedurhakaan anaknya terhadapnya”. 

 

“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS Luqman: 17).

 

Abu Syaikh meriwayatkan dari Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai orang tua yang menolong anaknya untuk bisa berbakti kepadanya” (HR Abu Syaikh dalam kitab Tsawab dengan sanad yang dhaif, lihat Kashful khafa’ 1/514).

 

Ibnu Umar RA, “Didiklah anakmu secara benar, sebab engkau akan ditanya bagaimana engkau mendidik dan apa yang engkau ajarkan kepada mereka dan mereka akan ditanya tentang ketaatan mereka kepadamu”.

 

Ali bin Abi Thalib RA, “Ajari dan didiklah mereka (anak-anak)”.

 

Imam Al-Ghazali, “Anak merupakan amanat Allah bagi kedua orang tuanya. Hatinya suci laksana mutiara yang indah dan bagus. Jika ia dibiasakan serta diajari kebaikan, ia pun akan tumbuh dan berkembang menjadi orang baik dan akan bahagia di dunia dan akhirat”.

 

Ibnu Qayyim: “Kebutuhan anak yang paling mendesak untuk dipenuhi adalah perhatian terhadap akhlak dan budi pekertinya. Sebab, anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang menjadi kebiasaan (yang di­tanamkan oleh para pendidik) sejak masih kecil, dari ben­tuk penyelewengan, marah, keras (hati), terburu-buru, memperturutkan hawa nafsu, gegabah dan tamak. Sebab setelah dewasa nanti kebiasaan ini akan sulit diperbaiki, karena mengakar dalam kepribadiannya. Jika anak tidak dilindungi dan dijaga dari semua sifat yang jelek tadi, maka pasti suatu saat akan mempermalukan dirimu. Oleh karena itu engkau sering menemukan orang-orang yang akhlak­nya miring. Semua ini terjadi akibat pendidikan yang dibe­rikan kepadanya”.

 

Dalam kesempatan yang lain, beliau mengemukakan: “Anak yang masih kecil harus dijauhkan dari tempat per­mainan, kebatilan, tempat hiburan, mendengarkan suara-­suara keji dan jorok, bid’ah dan pembicaraan kotor. Sebab jika ia sudah menjadi pecandu berat dalam mendengarkan hal-hal tersebut, pada saat menginjak usia remaja (dewasa), akan sulit untuk dibebaskan dari kebiasaan tersebut. Me­rubah kebiasaan merupakan perkara yang paling sulit.

 

Dalam riwayat yang lain: “Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah budi pekertinya” (HR Ibnu Majah 2/1211 h.n 3671 dengan sanad yang dhaif).

 

“Jagalah anak-anak kalian agar tetap mengerjakan salat, kemudian biasakanlah mereka dengan kebaikan. Sesungguhnya kebaikan itu dengan pembiasaan” (HR Tabrani 9/236 h.n 9155 dalam sanadnya terdapat perawi yang lemah).

 

Ibnu Umar pernah berkata kepada seorang lelaki: Didiklah anakmu, sesungguhnya engkau akan ditanya bagaimana engkau mendidiknya dan apa yang engkau ajarkan kepadanya dan dia akan ditanya bagaimana dia berbuat baik dan taat kepada orang tuanya.

 

“Sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian mendidik anak-anaknya, niscaya akan lebih baik daripada setiap harta bersedekah setengah sha kepada orang miskin” (HR ­Turmudzi 4/337 h.n 1951, hadits ini dhaif).

 

“Tidak ada pemberian yang diberikan orang tua kepada anaknya yang lebih baik dibandingkan penanaman akhlak terpuji” (HR Turmudzi 4/338 h.n 1952 hadits ini mursal).

 

Ketika Uqbah bin Abi Sufyan menyerahkan anaknya kepada seorang pendidik (guru) dia berkata, “Sebelum engkau memperbaiki anakku, maka pertama kali kamu harus memperbaiki dirimu sendiri. Sebab matanya masih sangat terikat dengan matamu. Jadi ukuran baik menurut dia adalah apa yang baik dalam pandanganmu (menurutmu). Demikian juga sebaliknya, yang jelek dalam pandangan dia adalah yang menurutmu jelek. Setelah itu ajarilah dia sejarah hidup dan biografi pada ahli hikmah atau filsuf dan akhlak serta budi pekerti ahli adab. Dia juga perlu ditakut-takuti dengan memakai diriku. Engkau harus seperti seorang dokter, di mana dia tidak terburu-buru mengobati penyakit sebelum mengetahui betul apa penyakitnya. Engkau jangan berpegang kepada udzurku ini, sebab aku telah percaya penuh kepadamu”.

 

Allah SWT berfirman, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Ali Imran: 180).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Didiklah anak-anak kalian, dan perbaguslah sopan-santun mereka” (HR Ibnu Majah 2/1211 h.n 3671 dengan sanad yang dhaif).

 

Ali radiyallahu anhu ketika menafsirkan ayat yang menyuruh menjaga diri dan keluarga dari api neraka, beliau berkata: Ajarkanlah kepada dirimu dan keluargamu  kebaikan.

 

Tafsiran Ali RA ayat Qu anfusakum …: “Berwasiatlah kepada dirimu dan keluargamu supaya bertaqwa kepada Allah SWT dan didiklah mereka” (HR Bukhari 4/1868).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Didiklah anak-anak kalian dengan tiga perkara, mencintai Nabi kalian, mencintai ahli baitnya dan senang membaca Al Quran. Sebab orang-orang yang mengemban tugas Al Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari yang tidak ada perlindungan selain dari pada perlindungan-Nya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci” (HR Ibn Annajar dalam tarikhnya, Imam Al-Manawi mengatakan haditsnya dhaif).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada semaian benih orang tua kepada anak yang lebih utama daripada sopan santun yang baik” (HR Turmudzi 4/338 h.n 1952 hadits ini mursal).

 

Kamu semua adalah pemimpin. Kamu semua ditanya tentang kepemimpinannya.  Seorang imam adalah pemimpin, ia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya, ia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang isteri adalah pemimpin dalam rumah suaminya, ia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang pembantu adalah pemimpin terhadap harta tuannya, ia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Jadi, kamu semua adalah pemimpin, dan kamu akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya (HR Bukhari 2/848 h.n 2278 dan Muslim 3/1459 h.n 1829).

 

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (QS Al Ahzab: 21).

 

  1. Membimbing Anak untuk Suka Belajar

     Anak cenderung bertanya apa saja yang ada di sekitarnya. Pada tiga tahun pertama, rasa ingin tahunya berkembang pesat.  Saat itu jendela pemikiran anak mulai terbuka. Akan tetapi amat disayangkan, tidak semua orang tua mampu memanfaatkan masa emas itu. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan, ketidaksabaran, atau bahkan terlalu melindungi. Tidak jarang orang tua memberikan label cerewet kepada anak yang suka bertanya atau menjawab sekenanya, tidak logis dan bahkan mematikan kreativitas.

 

Misalnya anak bertanya tentang hantu. Sebagian orang tua menjawab bahwa hantu adalah makhluk yang menyeramkan yang tinggal di makam. Jawaban ini tanpa disadari telah mengantar anak  pada konsep yang salah. Sebaiknya bagi orang tua yang tidak tahu jawaban pasti tentang pertanyaan anak sebaiknya bersikap jujur.

 

“Nak, maaf Ayah tidak tahu. Bagaimana kalau kita tanya ke Pak Fulan yang tahu masalah ini.”

 

Sikap jujur itu insya Allah tidak akan mengurangi wibawa orang tua. Bahkan sikap ini secara nyata mengajarkan anak untuk mencintai ilmu dan suka belajar. Ada banyak sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh orang tua. Misalnya perpustakaan, toko buku, alam sekitar juga referensi hidup, yaitu dengan mengajak anak bertanya pada ahlinya.

 

Kesukaan anak belajar semakin berkembang bila orang-orang di sekitarnya memberikan stimulasi dan contoh. Membatasi gerak anak terlalu berlebihan, tampaknya kurang membantu anak bereksplorasi sehingga anak kurang suka belajar. Selain itu cara belajar yang cenderung memaksa juga akan mematikan semangat anak untuk belajar. Karena itulah, sebagai orang tua sudah selayaknya memperhatikan masa emas anak dan siap menjadi teman belajar yang menyenangkan.

 

Box

Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalan untuknya menuju surga (HR Muslim 4/2074 h.n 2699).

 

  1. Menggunakan Akal

Allah SWT telah memberi manusia akal untuk digunakan secara baik. Dengan akal, manusia bisa memikirkan tentang kejadian alam, kebenaran dan ayat-ayat Allah. Diharapkan, akal manusia yang digunakan akan membawa kedamaian dan kebahagiaan. Oleh karena pentingnya akal, maka sebaiknya semenjak kecil, anak sudah dilatih dan dibiasakan menggunakan akal dan pikirannya.

 

Box

Katakanlah bahwa setiap orang itu bekerja menurut bakatnya masing-masing (QS Al Isra: 84).

 

Dan sesungguhnya telah Kami sediakan neraka itu bagi kebanyakan jin dan manusia, bagi mereka ada akal tetapi tidak dapat berpikir dengannya, dan bagi mereka ada mata tetapi tidak dapat melihat dengannya dan baginya ada telinga tetapi tidak dapat mendengar dengannya, mereka itu adalah seperti hewan, bahkan lebih sesat, mereka itu adalah orang yang zalim (QS Al A’raf: 179).

 

  1. Menghormati Orang Tua

Membimbing anak berakhlak mulia antara lain juga mengajarkannya untuk menghormati orang yang lebih tua, terutama orang tua, karena merupakan perintah Allah. Anak belum banyak tahu arti menghormati. Mereka akan sayang kepada yang lebih tua, asal orang tua itu menyayangi dia. Sehingga, ia hanya akan menyayangi orang-orang yang menyayangi dia dengan bahasa hati.

 

Bagi anak yang fitrah kesuciannya masih tinggi, bahasa tubuh lebih mereka serap dibanding dengan ucapan. Oleh karena itu, untuk mengajarkan anak menghormati orang tua, adalah konsekuensi logis bila ayah ibu lebih dulu menghormati orang tua (nenek dan kakek dari anak). Apa yang dilakukan oleh ayah dan ibunya terhadap kakek dan neneknya akan menjadi pelajaran yang berarti bagi anak. Kelak ketika anak dewasa apa yang dilihatnya saat kecil akan diterapkan untuk orang tuanya.

 

Dalam kaitannya dengan masalah ini KH Arman Ar-Roisyi pernah menulis dalam bukunya berjudul 30 kisah teladan:

 

Dikisahkan seorang anak kecil mencari tempurung kelapa di selokan. Ketika itu ayah dan ibunya melihat.

“Nak, jangan main di tempat kotor. Untuk apa tempurung kelapa itu?”

“Ini untuk ayah dan ibu jika tua nanti.”

“Apa maksudmu, Nak?”

“Bukankah ayah dan ibu  juga memberikan makan kakek dan nenek yang tinggal di belakang rumah kita dengan tempurung kelapa?” kata anak itu polos.

 

Ternyata anak itu tahu bahwa dua orang tua yang tinggal di gubuk kecil belakang rumahnya  adalah orang tua dari salah satu orang tuanya.

 

Bila kita telah tua, banyak kejadian yang serupa dengan kisah ini. Banyak anak yang memilih menitipkan orang tuanya ke panti jompo karena melihat kakek atau neneknya juga dititipkan di sana. Naudzubilah.

 

Box

Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga kelompok orang yang tidak akan masuk surga: orang yang durhaka terhadap orang tuanya, orang yang merelakan keburukan terhadap keluarganya dan seseorang pemburu kaum wanita” (HR Hakim 1/144 h.n 244).

 

  1. Makan Secukupnya

Setelah Islam mengatur bagaimana cara makan dan apa saja yang boleh dimakan, maka Islam juga mengatur kita agar makan secukupnya (tidak boleh berlebihan). Sesuatu yang berlebihan dalam diri kita akan membuat diri kita rusak. Makan secukupnya perlu diajarkan juga kepada anak kita agar anak terbiasa makan makanan dengan tidak berlebihan dan tidak kekenyangan.

 

Rasulullah menyuruh kita untuk makan dan minum sekedarnya (cukup) dan hanya untuk menegakkan tulang punggungnya saja. Makan yang berlebihan jarang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun, karena pada usia ini lebih banyak ditemukan anak yang sukar makan. Namun pada anak usia pra remaja dan remaja, mulai makan yang berlebihan bahkan sebagian ada yang mengarah kepada kemubaziran. Kita sebagai orang tua harus mengarahkan kepada ketidakmubaziran.

 

Box

Ya Allah, jadikanlah rezekiku dan keluargaku secukupnya saja (HR Muslim 2/730 h.n 1055).

 

Tidaklah manusia memenuhi suatu bejana yang lebih jahat selain (memenuhi perutnya). Oleh karena itu, cukuplah manusia memakan makanan sekedar untuk menegakkan tulang punggungnya saja, kalaulah tidak memungkinkan maka sepertiga untuk makanannya 1/3 untuk minumnya dan 1/3 untuk nafasnya (HR Turmudzi 4/590 h.n 2380).

 

  1. Makan yang Baik

Islam tidak hanya mengajarkan kita beribadah tetapi juga mengatur segala kegiatan harian kita termasuk makan dan minum. Rasulullah SAW menyuruh kita menyebut nama Allah SWT sebelum makan, membasuh tangan sebelum dan sesudah makan, makan dengan tangan kanan dan mengambil makanan yang terdekat dari kita. Cara makan demikian merupakan kebiasaan Nabi SAW, agar memperoleh berkah dari Allah SWT.

 

Selain mencontohkan adab makan, Islam juga memerintahkan memakan makanan yang tayib (baik secara kesehatan) dan halal (baik secara syariat). Makanan yang dapat menyehatkan fisik (jasmani) dan juga menyehatkan psikis (ruhani). Allah akan meridhai setiap makanan yang kita makan dan memberi keberkahan di dalam setiap makanan tersebut. Makanan yang baik secara kesehatan dan syariat berarti baik pula bagi fisik dan psikis kita. Mengenai makanan yang baik tersebut  ini, telah diatur dalam Al Quran.

 

Makan dengan cara yang baik dan makan makanan yang baik harus diajarkan kepada anak sedini mungkin sehingga anak tidak rusak fisik dan psikisnya. Keberkahan yang diperoleh dari Allah didapat dari sejauhmana kita mengikuti perintah Allah SWT dan RasulNya.

 

Perkembangan janin dalam  kandungan ternyata berpengaruh pada saat dewasa. Pada saat dalam kandungan, sel, tulang, dan otak terbentuk. Ibu hamil makan untuk dirinya dan bayi yang dikandungnya. Makanan yang dimakan ibu akan berguna untuk membangun sel anak yang dikandungnya. Karena itu, ibu seharusnya hanya mengkonsumsi makanan yang halal.

 

Berkaitan dengan hal ini, seharusnya ayah bersabar dan membersihkan harta yang hendak diberikan kepada keluarga. Dengan mengkonsumsi makanan yang halal, hati ibu akan merasa tenang. Hal ini akan membantu pertumbuhan sel tubuh dan otak dengan baik.

 

Pada saat awal kehamilan, kadang ibu mengalami kesulitan dengan makanan. Bahkan ada ibu yang pada masa kehamilan tidak berselera makan. Untuk membantu suplai makanan ke  janin dengan sangat terpaksa ibu harus dibantu infus.

 

Makanan yang dikonsumsi ibu tidak hanya halal dalam cara mendapatkannya tapi juga harus baik dalam cara mengolahnya. Artinya, ibu harus bisa memilih makanan yang tidak mengandung banyak bahan pengawet, pewarna dan penyedap rasa. Makanan-makanan instan sebaiknya tidak banyak dikonsumsi karena akan berdampak kurang baik pada ibu dan janin. Ibu sebaiknya banyak minum susu, makan sayur dan buah, sehingga kebutuhan gizi anak dan ibu bisa terpenuhi dengan baik.

 

Memang pada saat hamil, kadang tidak semua makanan yang ibu suka pada saat tidak hamil bisa dimakan. Hal ini terjadi karena ada perubahan siklus hormon. Biasanya ibu hamil cenderung mengkonsumsi makanan yang enak di lidah saja. Akan tetapi harus diingat bahwa makanan itu bukan hanya untuk dirinya. Kesabaran ibu untuk memilih makanan yang halal dan baik untuk janin adalah pendidikan awal yang harus disadari oleh ayah dan ibu.

 

Dengan makanan yang halal dan baik, diharapkan anak lahir dengan berat badan yang cukup dan ibu juga tidak mengalami kesulitan pada saat persalinan.

 

Box

Dari Umar bin Abu Salamah, anak tiri Rasulullah SAW, ia berkata: Sewaktu saya dan anak-anak dulu tinggal di bawah asuhan Rasulullah SAW dan pada saat itu tanganku meraih (makanan) dalam baki besar, Rasulullah SAW bersabda kepadaku: “Wahai bocah, sebutlah nama Allah Taala, makanlah dengan tangan kananmu dan ambillah yang ada di depanmu”. Lalu selanjutnya begitulah caraku makan (HR Bukhari 5/2056 h.n 5061dan Muslim 3/1599 h.n 2021).

 

Salman Al-Farisi berkata: Saya membaca di Taurat, bahwa keberkahan makanan itu dengan berwudhu sebelum makan dan sesudahnya. Kemudian saya memberitahu Nabi hal tersebut dan beliau berkata: Keberkahan makanan itu dengan berwudhu sebelum makan dan sesudahnya (HR Turmudzi 4/281 h.n 1846 hadits ini dhaif).

 

Di antara doa Rasulullah SAW ketika selesai makan: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kita makan dan minum, serta menjadikan kita sebagai kelompok orang muslim” (HR Abu Daud 3/366 h.n 3850).

 

Makan dan minumlah tapi jangan berlebihan (QS Al-A’raf 31).

 

Makanlah dari apa-apa yang direzekikan oleh Allah makanan yang halal lagi baik (QS Al-Maidah 88).

 

  1. Mengajak Mandi dan Gosok Gigi

 

27.1. Mandi

Mandi adalah kegiatan yang menyenangkan pada saat tiga tahun pertama. Kebiasaan ini akan mengalami sedikit perubahan ketika anak mulai berusia empat tahun. Ada banyak penyebab keengganan anak untuk mandi. Di antaranya adalah air yang terlalu dingin atau waktu mandi yang berubah-ubah. Sebaiknya anak mandi dua kali sehari. Atau akan lebih baik bila orang dewasa segera memandikan anak ketika anak merasa tidak nyaman karena badan kotor setelah bermain di luar rumah.

 

Anak-anak kadang menolak untuk mandi. Ada beberapa kiat yang bisa dilaksanakan yaitu:

  1. Buatlah suasana yang nyaman ketika menjelang mandi. Ibu dan anggota keluarga lain sudah mandi dan merasakan kesegaran setelah mandi.
  2. Tempat mandi sebaiknya tertutup karena untuk mengajarkan aurat sejak dini kepada anak.
  3. Pilih tempat mandi yang lucu sehingga anak betah di dalamnya.
  4. Pilih mainan yang tahan air. Anak bisa diajak bermain air sebelum mandi untuk menghilangkan keengganan anak untuk mandi.
  5. Biarkan anak untuk memilih alat mandi dan aroma yang disukai. Hal ini selain menambah semangat untuk mandi juga untuk mengasah rasa percaya diri anak.
  6. Lakukan kegiatan ini dengan riang niscaya anak akan merasakan kenyamanan.

 

27.2. Menggosok Gigi   

Ketika gigi anak sudah tumbuh, saat itulah anak dibiasakan menggosok gigi. Menggosok gigi adalah upaya untuk mengenalkan sunah Rasulullah SAW selain untuk menjaga kebersihan gigi. Beberapa tips yang dapat diterapkan untuk melatih anak gosok gigi adalah:

  • Pilih gosok gigi yang berbulu halus dan mudah dipegang anak.
  1. Pilih pasta gigi dengan aroma yang disukai anak.
  • Ajak anak menggosok gigi bersama-sama. Bila orang dewasa sudah selesai tunjukkan gigi yang sudah bersih. “Alhamdulillah, gigi Ayah sudah bersih. Enak deh!”
  1. Siapkan gelas yang berisi air matang untuk berkumur anak. Hal ini dilakukan karena anak masih sering menelan air bekas sikat gigi.
  • Ajari anak bagaimana cara berkumur. Anak-anak akan senang sekali bisa menyemburkan air karena hal ini bisa dianggap bermain air.

 

  1. Berjalan yang Baik

Islam melarang hambanya berjalan dengan sombong. Kita disuruh berjalan sederhana dan melunakkan suara. Salah satu bentuk kesombongan adalah berjalan congkak dengan membanggakan segala hal yang dimilikinya seperti harta, kendaraan dan pakaian. Anak perlu diberi kebiasaan berjalan secara sederhana dan tidak berlebih-lebihan.

 

Box

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Maha Suci Allah yang telah menaklukkan semua ini bagi kami. Padahal, sebelumnya kami tidak sanggup menguasainya, dan sesungguhnya kepada Allah lah kami akan kembali (QS Al Zukhruf:  13-14).

 

Allah SWT berfirman, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (QS Luqman: 19).  

 

  1. Tidur yang Benar

Tidurpun diajarkan oleh Islam. Rasulullah menyuruh kita berdoa sebelum tidur dan meminta perlindunganNya dari godaan syaitan yang akan mengganggu tidur kita dengan mimpi-mimpi buruk dan memohon dijauhkan dari gangguan hewan yang berbisa. Doa yang disunahkan Nabi SAW juga meminta kita dihidupkan dan dimatikan dengan nama Allah.

 

Doa-doa sebelum tidur ini merupakan bagian dari kebiasaan Nabi SAW yang perlu diajarkan kepada anak-anak kita sehingga anak-anak dapat tidur dengan tenang dan dapat dilindungi oleh Allah SWT dalam tidurnya.

 

Box

Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari syaitan dan hewan berbisa yang jahat (Doa).

 

Dengan NamaMu ya Allah, hidupkanlah kami dan dengan NamaMu aku mati (HR Bukhari 6/2692 h.n 6959).

 

Suruhlah anak-anakmu mengerjakan salat pada usia 7 tahun, dan pukullah mereka jika pada usia 10 tahun mereka meninggalkan salat. Serta pisahkanlah mereka (anak laki-laki dari anak perempuan) ketika tidur (HR  Hakim 1/311 h.n 708).

 

BAB II PESAN MENJADI ANAK SALEH

A. KARAKTER ANAK SALEH

KARAKTER ANAK SALEH

 

  1. Akhlak Mulia

Orang yang tidak sayang kepada yang lebih muda dan hormat kepada yang lebih tua bukanlah golongan kita (HR Turmudzi 4/321 h.n 1919).

 

“Orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah, sayangilah semua makhluk yang ada di bumi, maka engkau akan disayangi oleh penduduk langit” (HR Abu Daud 4/285 h.n 4941).

 

Dari Abu Hurairah RA bahwa suatu hari Al-Aqra bin Habis melihat Rasulullah SAW sedang menciumi Al-Hasan. Kemudian Al-Aqra memberitahukan kepada Rasulullah SAW bahwa dia memiliki sepuluh anak tetapi belum pernah mencium salah seorang di antara mereka. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayangi” (HR Bukhari 5/2235 h.n 5651 dan Muslim 4/1808 h.n 2318).

 

Imran bin Hisain berkata: “Rasulullah SAW telah bersabda: “Sifat malu itu selalu mendatangkan kebaikan (HR Bukhari 5/2267 h.n 5766 dan Muslim 1/64 h.n 37).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Iman itu ada enam puluh atau tujuh puluh tingkat; yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan yang ada di jalan, dan yang paling tinggi mengucapkan: “Laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan melainkan Allah) dan yang paling rendah membuang duri dari jalan dan malu itu merupakan bagian dari iman” (HR Muslim 1/63 h.n 35).

 

Hendaklah kalian malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu. Kami (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, alhamdulillah kami juga telah malu kepada Allah!” Beliau bersabda: “Bukan itu! Tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu ialah: Hendaknya engkau memelihara kepala beserta isinya, memelihara perut beserta yang dikandungnya, mengingat mati dan keburukannya. Barangsiapa mengharapkan kehidupan akhirat maka dia tidak terpedaya oleh hiasan duniawi. Barangsiapa yang telah melaksanakan semua itu maka dia telah benar-benar merasa malu kepada Allah” (HR Turmudzi 4/637 h.n 2458).

 

Ya Tuhanku, berilah kemampuan kepadaku untuk dapat mensyukuri nikmatMu yang telah Kau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, anugerahilah aku kemampuan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, serta masukkanlah aku dengan rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang saleh.

 

Rasulullah bersabda: ”Akhlak terpuji akan melebur kesalahan sebagaimana sinar matahari akan meleburkan es dan akhlak yang buruk akan menghancurkan amal sebagaimana cuka merusak madu” (HR Tabrani fil Awsath 1/259 h.n 850 di dalam sanadnya ada perawi yang dhaif) .

 

Tidak ada yang lebih berat timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi dari keluhuran akhlaknya dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang bengis dan kejam (HR Turmudzi 4/362 h.n 2002).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Saya menjanjikan rumah di surga yang paling bawah untuk orang yang menghindari perbantahan walaupun sebenarnya dia berada di pihak yang benar dan rumah surga pertengahan untuk orang yang meninggalkan kebohongan walaupun dia dalam keadaan bergurau dan rumah di surga yang paling atas untuk orang yang baik akhlaknya” (HR Abu Daud 4/253 h.n 4800).

 

Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat tempatnya dari tempatku di hari kiamat, ialah orang-orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling aku benci dan yang paling jauh tempatnya dari tempatku di hari kiamat, ialah orang-orang yang cerewet, suka membual dan omong besar (HR Turmudzi 4/370 h.n 2018).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Manusia yang paling sempurna dan paling tinggi keimanannya adalah orang yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik terhadap isteri-isterinya” (HR Ibnu Abi Syaibah 5/210 h.n 25318).

 

Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur (QS An Nahl: 78).

 

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah (QS Asy Syura: 40).

 

Tidaklah anak Adam (umat manusia) memenuhi suatu wadah yang lebih jelek daripada perutnya. Hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kekuatan tubuhnya saja dia makan. Apabila merasa harus makan banyak, maka hendaklah dibagi isi perutnya, yaitu: sepertiga untuk menyimpan makanannya, sepertiga untuk menyimpan minumnya, dan sepertiga lagi untuk pernafasannya (HR Turmudzi 4/590 h.n 2380).

 

Siapa yang salatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dekat dari Allah, melainkan lebih jauh (HR Tabrani fil Kabir 11/54 h.n 11025).

 

  1. Akhlak Rasulullah

Dari Husein bin Ali, katanya: “Aku bertanya pada ayahku tentang perangai Rasulullah SAW dengan para sahabatnya. Maka, jawabnya, “Rasulullah SAW selalu tampak riang gembira, murah hati, lemah lembut, tidak keras dan kaku, tidak suka bicara keras dan kasar, tidak suka mencaci maki dan berpura-pura, dan melupakan apa-apa yang tidak berkenan di hatinya. Tidak pernah mengecewakan harapan orang dan melepaskannya dengan ringan”.

 

Jabir bin Abdullah berkata, “Tidak seorangpun yang datang minta sesuatu kepada Rasulullah SAW yang dijawab dengan kata tidak” (HR Bukhari 5/2244 h.n 5687 dan Muslim 4/1805 h.n 2311).

 

Dari Jarir bin Abdullah RA katanya, “Sejak saya masuk Islam, saya melihat Rasulullah SAW selalu tertawa” (HR Muslim 4/1925 h.n 2474).

 

Dari Abu Hurairah RA katanya, “Mereka bertanya: “Ya Rasulullah baginda bergurau dengan kami?” Rasulullah SAW menjawab “Ya, tapi aku tidak berbicara, melainkan dengan sebenarnya” (HR Ahmad 2/360 h.n 8708).

 

Dari Aisyah RA katanya, “Pada suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang makan bersama enam orang sahabatnya, datang seorang badui dan ikut makan sebanyak dua suapan. Rasulullah berkata, orang itu tentu mengucapkan Basmallah, sehingga ia merasa puas. Oleh karena itu, jika kalian akan mulai makan, hendaklah mengucapkan Basmallah” (HR Ibnu Majah 2/1086 h.n 3264).

 

Dari Ummu Kultsum dari Aisyah RA katanya, “Apabila kalian lupa menyebutkan nama Allah Taala pada waktu makan, maka ucapkanlah bismillahi fil awali wal akhiri (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)” (HR Turmudzi 4/288 h.n 1858).

 

Dari Abi Amamah katanya, “Rasulullah SAW bila selesai makan mengatakan: “Alhamdulillah, semoga menjadi makanan yang lezat dan berkah” (HR Bukhari 5/2078 h.n 5142).

 

Diceritakan oleh Muhammad bin Jafar, katanya, “Aku melihat Rasulullah SAW minum sambil berdiri dan sambil duduk” (HR Turmudzi 4/301 h.n 1883).

 

Dari Anas bin Malik RA, katanya, “Sebenarnya Rasulullah bernapas setelah minum tiga teguk (tidak sekaligus), seraya berkata: “Yang demikian itu lebih lezat dan memuaskan” (HR Turmudzi 4/302 h.n 1884).

 

Dari Anas RA, ia berkata: “Nabi SAW bila mengucapkan suatu kalimat, beliau mengulanginya sampai tiga kali, sehingga pendengarnya memahaminya. Apabila beliau datang kepada suatu kaum, beliau memberi salam kepada mereka tiga kali” (HR Bukhari 1/48 h.n 95).

 

Dari Hudzaifah, katanya, “Biasanya Nabi SAW jika pergi tidur mengucapkan: “Ya, Allah! Dengan namaMu aku mati dan hidup. Bila bangun tidur mengucapkan: “Alhamdulillah, yang telah menghidupkan kami, sesudah mematikan kami, dan kepadaNya kami dikumpulkan” (HR Bukhari 6/2692 h.n 6959).

 

Dari Umar bin Khattab RA, katanya, “Saya melihat Hasan dan Husain berada di pundak Nabi SAW. Saya kemudian berkata kepada kedua anak itu, “Sungguh! Kuda terbaik yang kalian tunggangi itu”. Rasulullah kemudian menjawab, “Sungguh, keduanya adalah penunggang kuda terbaik” (HR Bazzar 1/418 h.n 293 dengan sanad yang dhaif).

 

Rasulullah SAW pernah diminta untuk mengutuk musuh-musuhnya. Ia menjawab, “Aku tidak didatangkan untuk menjadi tukang kutuk, tapi menjadi rahmat” (HR Muslim 4/2006 h.n 2599).

 

Rasulullah SAW bersabda: Orang-orang yang suka melaknat tidak akan menjadi saksi pada hari kiamat dan tidak juga pemberi syafaat (HR Muslim 4/2006 h.n 2598).

 

Siapa yang menzalimi orang-orang yang terikat pada suatu perjanjian, atau membebaninya melebihi kemampuannya, maka saya akan menjadi lawannya di hari kiamat kelak (HR Abu Daud 3/170 h.n 3052 dan Baihaqi 9/205 h.n 18511).

 

Pada suatu hari, ada seorang lelaki berjalan di terik matahari. Dia merasa haus sekali. Tiba-tiba ia menemukan sebuah sumur. Ia lalu turun dan minum sepuasnya. Setelah puas ia keluar kembali. Di luar ia melihat seekor anjing sedang kehausan. Karena hausnya, anjing itu sampai memakan tanah. Orang itu berpikir, “Nampaknya anjing ini sedang kehausan seperti saya tadi”. Ia lalu kembali turun ke sumur tadi dan mengambil air untuk si anjing itu. Anjing itu diberi air sepuasnya. Ternyata Allah sangat berterima kasih kepada orang itu. Allah berkenan mengampuni dosanya (HR Muslim 4/1761 h.n 2244).

 

Telah dimasukkan ke dalam neraka seorang perempuan karena ia mengikat seekor kucing. Dia tidak memberinya makan dan tidak membiarkannya mencari makanannya (HR Bukhari 3/1205 h.n 3140 dan Muslim 4/2110 h.n 2619).

 

  1. Belajar Rajin

Rasulullah SAW bersabda: Seorang alim lebih berbahaya bagi syaitan daripada seribu ahli ibadah (HR Ibnu Majah 1/81 h.n 222).

 

Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalan untuknya menuju surga (HR Muslim 4/2074 h.n 2699).

 

Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan jalan untuknya menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan kedua sayapnya untuk menuntut ilmu, disebabkan ridha Allah kepadanya, dan orang yang alim akan dimintakan ampun oleh semua yang berada di langit dan di bumi, bahkan ikan di lautanpun akan memintakan ampun untuknya. Dan kelebihan seorang alim terhadap seorang abid seperti kelebihan bulan atas semua bintang (HR Turmudzi 5/48 h.n 2682).

 

Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin dan ilmu yang tidak diletakkan kepada orang yang bukan ahlinya seperti mengikat babi dengan emas permata (HR Ibnu Majah 1/81 h.n 224).

 

Carilah ilmu, sejak dari buaian sampai liang lahat (perkataan ini dinisbahkan kepada Nabi sebagai suatu hadits, namun tidak ditemukan ulama yang meriwayatkannya. Dan biasanya perkataan ini disampaikan dengan istilah yang menunjukkan kelemahannya dalam ilmu hadits).

 

Rasulullah SAW bersabda: Seorang alim lebih berbahaya bagi syaitan daripada seribu ahli ibadah (HR Ibnu Majah 1/81 h.n 222).

 

  1. Berbuat Baik kepada Ibu Bapak

Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah ibuku, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka telah memeliharaku di waktu kecil (Doa).

 

Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah: “Siapakah manusia yang paling berhak mendapat perlakuan baik dariku?” Beliau menjawab: “Ibumu”. Dia bertanya: “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu”. Dia bertanya: “Lalu siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu”. Dia bertanya lagi: “Lalu siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ayahmu” (HR Bukhari 5/2227 h.n 5626 dan Muslim 4/1974 h.n 2547).

 

  1. Perkataan yang Baik

Tidak dikatakan orang yang beriman, orang yang suka mencela, melaknat, berperangai buruk dan berbicara kotor (HR Ibnu Hibban 1/421 h.n 192).

 

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam (HR Bukhari 5/2240 h.n 5672 dan Muslim 1/68 h.n 47).

 

  1. Bersabar

Sungguh mengagumkan keadaan orang mukmin ini. Sesungguhnya setiap keadaan yang dihadapi semuanya baik. Dan hal itu tidak akan dimiliki oleh seseorang kecuali orang mukmin saja. Jika mendapati keadaan yang menggembirakan maka dia bersyukur, dan hal itu adalah baik baginya. Sedangkan jika dia mendapati penderitaan maka dia bersabar, dan hal itu juga baik baginya (HR Muslim 4/2295 h.n 2999).

 

Sahabat Abdullah bin Masud RA berkata, “Rasulullah SAW telah bersabda, “Bukan termasuk golonganku orang yang memukul-mukul pipinya, merobek-robek sakunya, serta berdoa dengan cara-cara jahiliyah” (HR Bukhari 1/436 h.n 1235 dan Muslim 1/99 h.n 103).

 

  1. Bersikap Jujur

Ya Ali, Tetaplah pada sifat jujur, walaupun memberi mudharat kepadamu dalam waktu yang dekat dan memberi manfaat dalam waktu yang jauh. (Hadits ini disebutkan oleh Al-‘Ajaluni, diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya tanpa menyebutkan sanad dan kedudukan haditsnya).

 

Hendaklah kalian menghias diri dengan kejujuran, karena kejujuran itu membimbing orang pada kebaikan, dan kebaikan itu mengawal orang ke surga, dan selama orang itu senantiasa bersikap jujur, sehingga Allah menetapkannya sebagai orang yang shiddiqan (jujur). Dan hendaklah kalian menjauhkan diri dari kebohongan, karena kebohongan itu menggiring orang pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu menjerumuskan orang ke api neraka. Dan orang yang selalu berbohong, Allah menetapkannya sebagai kadz-dzaaban (pembohong) (HR Bukhari 5/2261 h.n 5743 dan Muslim 4/2012 h.n 2607).

 

  1. Halus Budi Pekerti

Muliakanlah anak-anakmu, dan tingkatkan kehalusan budi pekertinya (HR Ibnu Majah 2/1211 h.n 3671).

 

  1. Hati Terbuka

Sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasad dan rupa kalian, akan tetapi Dia melihat pada hati kalian (HR Muslim 4/1986 h.n 2564).

 

Ya Allah lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah segala pekerjaanku (urusanku) dan lancarkanlah lidahku agar mereka paham pembicaraanku (QS Thaha: 25-28).

 

  1. Memberi Maaf

Dan hendaklah mereka memberikan maaf dan berlapang dada. Apakah kalian tidak menginginkan bahwa Allah mengampuni kalian? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (QS An Nur: 22).

 

Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan (QS Asy Syura: 43).

 

Apabila orang-orang jahil mengganggu mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan (QS Al Furqan: 63).

 

Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS An Nur: 22).

 

Maukah aku beritahukan kepada kalian hal-hal yang dapat memuliakan bangunanmu dan meninggikan derajat di sisi Allah? Mereka menjawab: “Mau, ya, Rasulullah!” Rasulullah bersabda: “Memaafkan orang yang menzalimimu, bersedekah pada orang yang tidak pernah memberi kepadamu, dan menyambung silaturahim dengan orang yang telah memutuskan hubungan dengan kamu” (HR Tabrani fil Awsath5/364 h.n  5567).

 

  1. Mempunyai Rasa Malu

Imran bin Hisain berkata: “Rasulullah SAW telah bersabda: “Sifat malu itu selalu mendatangkan kebaikan” (HR Bukhari 5/2267 h.n 5766 dan Muslim 1/64 h.n 37).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Iman itu ada enam puluh atau tujuh puluh tingkat; yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan yang ada di jalan, dan yang paling tinggi mengucapkan: “Laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan melainkan Allah) dan yang paling rendah membuang duri dari jalan dan malu itu merupakan bagian dari iman” (HR Muslim 1/63 h.n 35).

 

Hendaklah kalian malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu. Kami (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, alhamdulillah kami juga telah malu kepada Allah!” Beliau bersabda: “Bukan itu! Tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu ialah: Hendaknya engkau memelihara kepala beserta isinya, memelihara perut beserta yang dikandungnya, mengingat mati dan keburukannya. Barangsiapa mengharapkan kehidupan akhirat maka dia tidak terpedaya oleh hiasan duniawi. Barangsiapa yang telah melaksanakan semua itu maka dia telah benar-benar merasa malu kepada Allah” (HR Turmudzi 4/637 h.n 2458).

 

  1. Menambah Kepandaian

Ya Allah, kami mohon kepadamu kepandaian agama, tambahnya ilmu, cukupnya rezeki dan kesehatan atau sehat badan, mohon diterimanya taubat sebelum mati, rahmat ketika mati, pengampunan sesudah mati, selamat dari neraka, pengampunan di akhirat (hisab) dan lezatnya melihat Zat Mu yang sangat mulia, wahai Zat yang paling pengasih dari segala yang pengasih (Doa).

 

  1. Menahan Kesusahan

Tuhan yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku (QS Asy Syuara’: 78-80).

 

Ya Allah, hanya kepadaMu aku mengadukan kelemahan kekuatanku, sedikitnya daya upayaku, dan kehinaanku atas manusia, wahai Zat Yang Paling Penyayang. Kepada siapakah Engkau serahkan aku, kepada musuh yang hendak menyerangku, atau kepada kerabat yang Engkau jadikan mengurusi urusanku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli. Hanya keselamatan dariMu sungguh lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya ZatMu yang mulia, yang menyinari seluruh langit dan bumi dan menerangi kegelapan, dan menjadi baik pula karenanya seluruh urusan dunia dan akhirat, semoga Engkau hentikan marah dan murkaMu padaku, milikMu segala keridhaan, sehingga Engkau meridhaiku. Dan tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Engkau (Doa ini disebutkan oleh Haytsami dan beliau mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh Tabrani, Hadits ini sahih).

 

  1. Mencari Teman Baik

Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang yang beriman. Dan janganlah makan makananmu kecuali orang yang bertakwa  (HR Abu Daud 4/259 h.n 4832).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang itu akan sama dengan orang yang dicintainya, dan baginya apa yang diusahakannya” (HR Turmudzi 4/595 h.n 2386).

 

  1. Menjauhkan Perbuatan Maksiat

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon taubat yang abadi padaMu. Dan kami berlindung padaMu dari segala perbuatan maksiat dan sebab-sebabnya. Dan ingatkanlah kami dengan perasaan takut kepadaMu sebelum diserang oleh keinginan untuk melakukan perbuatan itu. Selamatkanlah kami dari padanya, dan dari pemikiran untuk menempuh jalan-jalannya. Dan hilangkanlah dari hati kami kelezatan sesuatu yang kami lakukan dari padanya, dan gantilah ia dengan kebencian terhadapnya dan  ketamakan untuk melakukan yang sebaliknya (Doa).

 

  1. Menolong Sesama

Seorang mukmin atas mukmin yang lain adalah ibarat sebuah bangunan, bagian-bagiannya saling menguatkan satu sama lain (HR Bukhari 1/182 h.n 467 dan Muslim 4/1999 h.n 2585).

 

Dan tolong menolonglah kalian dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (QS Al Maidah: 2).

 

Barangsiapa yang membuat kelapangan atas kesempitan manusia di dunia, maka Allah akan memberikan kelapangan kepadanya dari kesempitan suasana di hari kiamat. Barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib orang muslim di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada seorang hamba, sepanjang hamba tersebut mau memberikan pertolongan kepada saudaranya (HR Muslim 4/2074 h.n 2699).

 

  1. Tidak Bersedih

Sesungguhnya aku berserah diri kepada Yang Maha Hidup, yang takkan pernah mati. Tiada daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

 

  1. Tidak Berselisih

Janganlah kamu sekalian saling berselisih berebut-rebutan, bila kamu berbuat demikian akan menjadi umat yang lemah, sehingga hilanglah kekuatanmu. Sabarlah, sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar (QS Al Anfal: 46).

 

  1. Tidak Dengki

Ya Tuhan kami, berilah kami ampunan dan juga saudara-saudara kami yang telah beriman dahulu dari kami. Dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang (QS Al-Hasyr: 10).

 

  1. Tidak Hasad

Dua ekor serigala yang lapar berhasil memasuki kandang sekelompok kambing, tidak lebih jahat dari sifat rakus pada harta dan dengki (HR Turmudzi 4/588 2376).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jauhkanlah dirimu dari sifat dengki. Sesungguhnya sifat dengki itu akan melahap kebaikan laksana api melahap kayu bakar (rumput kering)” (HR Abu Daud 4/276 h.n 4903).

 

2i. Tidak Mengikuti Hawa Nafsu

Sesungguhnya orang-orang yang senang makan kenyang di dunia, mereka akan menderita lapar di akhirat kelak (HR Hakim 4/135 h.n 7140 hadits ini dhaif).

 

Allah SWT berfirman, “Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia” (QS Thaha: 81).

 

Makan dan minumlah, berpakaianlah serta bersedekahlah kalian, selama tidak disertai dengan penghamburan dan pemborosan (HR Bukhari 5/2181 h.n 5445).

 

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela (QS Al Mukminun: 5-6).

 

Rasulullah SAW bersabda: Terimalah dariku enam perkara, maka saya akan menjanjikan untukmu surga: Jika engkau berkata janganlah bohong, jika berjanji janganlah dusta, jika diberi amanah janganlah khianat, tundukkanlah pandanganmu, peliharalah tanganmu dan peliharalah kemaluanmu (HR Baihaqi fis Syuab 4/78 h.n 4356).

 

Ketenangan itu dari Allah dan terburu nafsu itu dari syaitan (HR Baihaqi 10/104 h.n 20057).

 

  1. Tidak Pemarah

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menahan diri dari marah dan dapat mengendalikan emosi, niscaya Allah SWT akan memanggilnya pada hari kiamat lebih dulu daripada makhluk lain sehingga diberitahukan-Nya untuk memilih bidadari mana saja yang dikehendakinya” (HR Abu Daud 4/248 h.n 4777).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Siapakah orang yang kalian anggap paling berani di antara kalian?” Mereka menjawab, “Yaitu orang yang tidak diperangi oleh orang lain (tidak dikalahkan oleh orang lain)“. Nabi Bersabda, “Bukan, tetapi orang yang dapat menahan dirinya ketika marah” (HR Bukhari 5/2267 h.n 5764 dan Muslim 4/2014 h.n 2607).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kamu marah dalam keadaan berdiri, maka sebaiknya duduklah sehingga marahnya akan reda. Jika tidak, hendaknya tidur berbaring” (HR Abu Daud 4/249 h.n 4782).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Marah itu dari syaitan. Sesungguhnya syaitan itu diciptakan dari api. Api dapat dipadamkan dengan air. Oleh karena itu, jika salah seorang kamu marah, maka hendaknya segera berwudhu” (HR Abu Daud 4/249 h.n 4784).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang kamu sedang marah, maka hendaknya berdiam diri” (HR Ahmad 1/239 h.n 2136).

 

Marah dapat merusakkan iman sebagaimana tumbuhan pahit yang merusakkan manisnya madu (HR Tabrani 19/417 h.n 1007).

 

Dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf  (QS Asy Syura: 37).

 

  1. Tidak Sombong

Aku lebih baik dari dia. Engkau jadikan aku dari api dan engkau jadikan dia dari tanah (QS Al A’raf: 12).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang mempunyai kesombongan dalam dirinya walaupun sebiji zarah” (HR Muslim 1/93 h.n 91).

 

Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku, hendaklah kalian sering merendahkan diri sehingga tiada seseorang berlaku aniaya terhadap seseorang yang lain, dan janganlah seseorang bersikap sombong terhadap seseorang yang lain  (HR Muslim 4/2198 h.n 2865).

 

  1. Tingkah Laku Terpuji

Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat. Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku. Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada terjadinya hisab (hari kiamat) (QS Ibrahim: 40-41).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang dari kamu makan dan minum, makan dan minumlah dengan tangan kanan. Sebab, sesungguhnya syaitan makan dan minum dengan tangan kirinya (HR Muslim 3/1598 h.n 2019).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya tidak makan sambil berbaring” (HR Bukhari 5/2062 h.n 5083).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tiada suatu tempat (wadah) yang jelek jika dipenuhi oleh manusia selain perutnya sendiri. Cukuplah bagi dia beberapa suapan yang sekiranya bisa menguatkan tulang punggung. Jika masih kurang maka sepertiga makanan, sepertiga minum dan sepertiga untuk nafas” (HR Turmudzi 4/590 h.n 2380).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian minum seperti minumnya hewan. Tetapi minumlah kalian dengan dua atau tiga kali, dan jika kalian minum sebutlah (nama Allah) kemudian pujilah Dia ketika kalian mengangkatnya” (HR Turmudzi 4/302 h.n 1885).

 

Aisyah berkata: “Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW tertawa sehingga kelihatan gerahamnya, akan tetapi beliau hanya tersenyum” (HR Bukhari 4/1827 h.n 4551).

 

Jabir berkata: Rasulullah SAW dalam berbicaranya ada jeda (tidak cepat) (HR Abu Daud 4/260 h.n 4838).

 

Dalam riwayat yang lain, “Pembicaraan Rasulullah SAW seperti ada pembatas, sehingga orang yang mendengarkannya bisa mengerti” (HR Abu Daud 4/261 h.n 4839).

 

Aisyah RA ketika ditanya tentang salatnya Rasulullah SAW berkata, “Beliau tidur di awal malam dan bangun di akhir malam kemudian beliau salat dan kembali ke pembaringannya” (HR Bukhari 1/385 h.n 1095).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Syaitan mengikat tengkuk keturunan Adam dengan tiga ikatan ketika dia sedang tidur, sambil mengatakan untukmu malam yang panjang maka tidurlah. Jika hamba itu bangun dan mengingat Allah maka terbukalah satu ikatan, jika dia berwudhu terbukalah ikatan yang kedua dan jika dia salat maka terbukalah ikatan yang ketiga. Sehingga dia akan merasa segar dan tenang kalau tidak dia akan merasa malas dan gundah gulana (HR Bukhari 1/383 h.n 1091).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jika kamu mendatangi tempat tidurmu (hendak tidur) maka berwudhulah terlebih dahulu seperti wudhu untuk mengerjakan salat” (HR Al Jamaah: Bukhari 1/97 h.n 244  dan Muslim 4/2081 h.n 2710).

 

Dalam riwayat lain,”…..kemudian berbaringlah pada bagian tubuh yang kanan……” (HR Al Jamaah: Bukhari 1/97 h.n 244  dan Muslim 4/2081 h.n 2710).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang itu tergantung dari agama temannya. Maka hendaklah salah seorang kalian meneliti siapa yang akan menjadi temannya” (HR Abu Daud 4/259 h.n 4833).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga kelompok orang yang tidak akan masuk surga: Orang yang durhaka terhadap orang tuanya, orang yang merelakan keburukan terhadap keluarganya dan seseorang pemburu kaum wanita” (HR Hakim 1/144 h.n 244).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Jauhkanlah dirimu dari sifat dengki. Sesungguhnya sifat dengki itu akan melahap kebaikan laksana api melahap kayu bakar (rumput kering)” (HR Abu Daud 4/276 h.n 4903).

 

Dari Abu Hurairah RA berkata Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kamu menodongkan senjata kepada saudaranya, karena kamu tidak mengetahui bahwa boleh jadi syaitan itu bergerak mengarahkan tangannya, maka terjerumuslah ia ke dalam jurang neraka” (HR Bukhari 6/2592 h.n 6661 dan Muslim 4/2020 h.n 2617).

 

Rasulullah SAW bersabda: ”Barang siapa yang mengarahkan senjata tajam kepada saudaranya maka malaikat akan melaknatnya walaupun saudara seibu ataupun seayah (HR Muslim 4/2020 h.n 2615).

 

Anas berkata: “Saya tidak pernah melihat seseorang yang sangat sayang kepada keluarganya melebihi Rasulullah SAW” (HR Muslim 4/1808 h.n 2316).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik akhlak dan sesempurnanya iman orang mukmin itu adalah yang paling lemah lembut terhadap keluarganya, dan saya merupakan orang yang paling lembut terhadap keluargaku” (HR Turmudzi 5/709 h.n 3895).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah beriman seseorang yang tetangganya tidak selamat dari keburukannya” (HR Tabrani fil Kabir 8/334 h.n 8250).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara dia tahu bahwa tetangga sebelahnya dalam keadaan lapar” (HR Tabrani fil Kabir 12/154 h.n 12741).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Pergunakanlah olehmu lima sebelum datang yang lima; hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu” (HR Baihaqi fis Shu’ab 7/263 h.n 10248 dan Hakim 4/341 h.n 7846).

 

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap sesuatu yang bukan termasuk dzikrullah adalah permainan kecuali empat perkara, berjalannya seseorang di antara dua sasaran atau tujuan (untuk melempar), melatih kuda, bercanda dengan isteri dan ketika mengajar berenang” (HR Tabrani fil Awsath 8/119 h.n 8147).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Semoga Allah merahmati seseorang yang selalu memperbaiki lisannya” (HR Quda’i 5/338 h.n 580).

 

Rasulullah SAW bersabda 3 kali: ”Semoga Allah merahmati seseorang ketika berbicara mendapatkan keuntungan dan ketika dia diam maka dia selamat” (HR Quda’i 1/339 582).

 

Hasan bin Ali berkata: Semoga Allah merahmati seseorang yang mengevaluasi dirinya dan kemudian menangisi dosa-dosanya.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibandingkan dengan mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Berambisilah apa yang dapat memberikan manfaat kepadamu, dan mintalah pertolongan kepada Allah, serta janganlah kamu lemah. Jika kamu ditimpa suatu musibah janganlah kamu mengatakan, “kalaulah semula aku berbuat begini dan begitu tentunya akan menjadi begini. Tetapi tetapkanlah, “Allah telah menakdirkan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan. Sebab kata “kalau” membuka perbuatan syaitan” (HR Muslim 4/2052 h.n 2664).

 

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah telah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka ingat (QS Ibrahim: 24-25).

 

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu) (QS Al Ahzab: 34).

 

Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Al Hikmah (As Sunnah) (QS Al Baqarah: 231).

 

Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui (QS An Nisa: 113).

 

Dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (kenabian dan kitab Zabur) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendakiNya (QS Al Baqarah: 251).

 

Dan setelah Musa cukup usia dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan (QS Al Qashash: 14).

 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (QS An Nahl: 125).

 

Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak (QS Maryam: 12).

 

Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu (QS Yusuf: 22).

 

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada kedengkian kecuali dalam dua hal; seorang yang diberi harta oleh Allah, lalu dia diberikan kemampuan untuk menafkahkannya di jalan kebenaran, dan seorang yang diberi hikmah oleh Allah, lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya” (HR Bukhari 1/39 h.n 73 dan Muslim 1/558 h.n 815).

 

Maukah aku beritahukan kepada kalian hal-hal yang dapat memuliakan bangunanmu dan meninggikan derajat di sisi Allah? Mereka menjawab: “Mau, ya, Rasulullah!” Rasulullah bersabda: “Memaafkan orang yang menzalimimu, bersedekah pada orang yang tidak pernah memberi kepadamu, dan menyambung silaturahim dengan orang yang telah memutuskan hubungan dengan kamu” (HR Tabrani fil Awsath5/364 h.n  5567).

 

Ibnu Masud RA berkata: “Saya membaiat Rasulullah SAW untuk memberi nasihat kepada setiap muslim” (HR Muslim 1/74 h.n 56).

 

Ibnu Masud RA berkata: “Orang yang bahagia adalah dia yang dapat mengambil nasihat dari orang lain”.

 

Berbahagialah orang yang rendah hati dalam keadaan tidak kekurangan, yang merendah diri bukan dalam kemiskinan, menafkahkan harta yang dia kumpulkan tidak dengan maksiat, bergaul dengan ahli fikih dan hikmah dan mengasihi orang-orang yang rendah dan miskin. Berbahagialah bagi orang yang rendah diri dan baik pekerjaannya, bagus jiwanya, mulia perilakunya serta menghilangkan kejahatannya terhadap manusia. Berbahagialah orang yang mengamalkan ilmunya, menafkahkan kelebihan dari hartanya dan mencegah berlebih-lebihan dalam bicara (HR Tabrani fil Kabir 5/71 h.n 4615).

B. PESAN LUQMAN TENTANG ANAK SALEH

PESAN LUQMAN TENTANG ANAK SALEH

 

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah” (QS Luqman: 12).

 

Imam Ahmad meriwayatkan, dari Auf bin Abdillah, dia berkata: “Luqman berkata kepada putranya: “Wahai putraku, jika kamu mendatangi tempat pertemuan suatu kaum, lemparlah mereka dengan anak panah Islam yakni, ucapan salam. Kemudian duduklah di antara mereka dan janganlah kamu berbicara sehingga kamu menyaksikan mereka berbicara. Maka apabila mereka berbicara panjang lebar tentang dzikir Allah SWT, segerakanlah anak panahmu. Dan apabila mereka berbicara panjang lebar tentang selain itu, maka berpalinglah kepada selain mereka”.

 

Diriwayatkan dari Muhammad bin Wasi, berkata: “Luqman pernah berkata kepada putranya: “Wahai putraku, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu pamer (riya) terhadap manusia, bahwa kamu takut kepada Allah, agar mereka memuliakan kamu dengan hal itu, sedangkan hatimu penuh dengan dosa”.

 

Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, dia berkata: “Luqman berkata kepada putranya: ”Wahai putraku, jadikanlah ketaatan kepada Allah sebagai perniagaan, niscaya akan datang kepadamu keuntungan yang banyak tanpa dengan sesuatu barangpun”.

 

Diriwayatkan dari Al Jad Abu Utsman, dia berkata: “Luqman berkata kepada putranya: “Janganlah kamu suka membantah ucapan orang bodoh, sehingga dia mengira kamu menyukai kelakuannya. Dan janganlah kamu memandang remeh kebencian orang bijak, karena kebenciannya itu akan menjauhkan dia dari kamu”.

 

Dan Luqman berkata: “Wahai putraku, kalau kamu tidak mampu berbicara, maka janganlah kamu tidak mampu untuk diam. Dan hendaklah kamu lebih menyukai untuk mendengarkan daripada kamu berbicara. Sesungguhnya aku terus menerus menyesali berbicara, dan sekalipun tidak pernah aku menyesali atas diam”.

 

Dan Luqman berkata kepada putranya: “Apabila orang-orang bangga dengan indahnya perkataan, maka berbanggalah kamu dengan indahnya diam”.

 

Dan Luqman berkata: “Wahai putraku, bersikaplah lemah lembut, senang akan kebaikan, banyak berpikir, sedikit berbicara kecuali dalam hal kebenaran, banyak menangis dan sedikit bersenang-senang. Janganlah kamu banyak bercanda, berteriak dan mencela. Apabila kamu diam, maka diamlah dalam berpikir, dan apabila kamu berbicara, maka berbicaralah dengan hikmah”.

 

Pesan Luqman, “Wahai putraku, tidaklah Allah disembah dengan sesuatu yang lebih utama daripada akal. Dan tidaklah sempurna akal seseorang, sehingga di dalamnya terdapat sepuluh sifat; aman dari rasa sombong, berharap petunjuk kebenaran, mencari makan di dunia dengan benar, mengeluarkan kelebihan dari hartanya, lebih senang merendah diri daripada sombong, lebih senang berhina diri daripada berbangga diri (berarti rendah hati dan kasih sayang terhadap sesama kaum muslimin), tidak bosan menuntut pemahaman sepanjang masa, tidak jemu dalam memenuhi kebutuhan dengan kemampuannya, memandang banyak kebaikan orang lain dan memandang sedikit kebaikan pada dirinya. Dan sifat yang ke sepuluh –yang dengannya, kemuliaan seseorang akan terangkat dan kedudukannya akan tinggi- yaitu menganggap semua orang lebih baik dari dirinya, dan menganggap dirinya lebih buruk dari mereka.

 

Dan adapun manusia itu terbagi menjadi dua golongan: Golongan yang lebih baik dan lebih utama darinya; serta golongan yang lebih buruk dan rendah darinya. Dan dia bersikap rendah hati (tawadhu) terhadap kedua golongan itu. Apabila dia melihat orang yang lebih baik dan mulia darinya, dia berangan-angan untuk bertemu dengan orang itu. Dan apabila dia melihat orang yang lebih buruk dan rendah darinya, dia akan berkata: “Barangkali orang ini akan selamat dan aku akan binasa. Barangkali kebaikan orang ini tersembunyi dan hal itu lebih baik baginya, dan kebaikanku tampak dan hal itu lebih buruk bagiku. Maka dengan demikian, dia telah menyempurnakan akal dan bahagia orang-orang yang hidup pada zamannya”.

 

Dan Luqman berkata: “Wahai putraku, yang pertama kali aku peringatkan kepadamu adalah jiwamu. Sesungguhnya tiap-tiap jiwa mempunyai hawa nafsu dan keinginan. Maka apabila kamu menuruti keinginannya, ia akan terus menerus dan menuntut hal lain. Sesungguhnya nafsu syahwat itu tersembunyi di dalam hati, sebagaimana tersembunyinya api di dalam batu. Apabila batu itu digesek-gesek, akan mengobarkan api, namun apabila batu dibiarkan, api itu akan tetap tersembunyi”.

 

Diriwayatkan dari Abi Said, dia berkata; Berkata Luqman kepada putranya: “Wahai putraku, janganlah sampai makan makananmu kecuali orang-orang yang bertakwa, dan mintalah pertimbangan dalam urusanmu kepada orang-orang pandai”.

 

Luqman berkata, “Wahai putraku, aku telah memanggul batu besar dan besi dan segala beban berat yang lain, tapi tidak ada yang lebih berat daripada tetangga yang buruk. Dan akupun telah merasakan segala yang pahit, tapi tidak ada yang lebih pahit daripada kefakiran. Wahai putraku, janganlah kamu mengutus utusan yang bodoh. Maka apabila kamu tidak mendapatkan seorang bijak, jadilah kamu utusan untuk dirimu. Wahai putraku, lihatlah jenazah dan jangan lihat pengantin. Karena sesungguhnya jenazah mengingatkan kamu akan akhirat, dan pengantin membuatmu senang kepada dunia. Wahai putraku, janganlah kamu (terlalu) manis sehingga kamu ditelan dan jangan pula (terlalu) pahit, kamu akan dimuntahkan”.

 

Luqman berkata, “Wahai putraku, apabila kamu hendak bersaudara dengan seseorang, maka tunggulah sampai dia marah. Bila dalam keadaan marah itu dia tetap berlaku adil terhadapmu, maka bersaudaralah dengannya. Tapi kalau tidak, maka hati-hatilah kamu terhadapnya”.

 

Dan Luqman berkata: “Wahai putraku, apabila perut itu penuh dengan makanan, maka tidurlah pikiran, bisulah hikmah, sedang anggota-anggota tubuh enggan untuk beribadah”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, aku nasihatkan kepadamu beberapa hal yang bila kamu pegang teguh, maka kamu akan tetap menjadi orang yang terhormat: Luaskanlah akhlak (santun)mu terhadap orang dekat dan jauh, tahanlah kejahilanmu terhadap orang mulia maupun orang durjana, sambunglah silaturrahim dengan kerabat-kerabatmu, jagalah saudara-saudaramu dan selamatkanlah mereka dari pengadu domba yang senantiasa berusaha untuk merusak hubunganmu dan ingin memperdayamu. Hendaklah saudara-saudaramu itu merupakan orang-orang yang bila kamu berpisah dari mereka atau mereka berpisah darimu, maka kamu tidak mencela mereka dan merekapun tidak mencela kamu”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah kamu menghilangkan kemuraman wajahmu dengan masalah. Janganlah kamu mengobati kemarahanmu dengan kekejamanmu dan tahu dirilah, itu akan bermanfaat bagi hidupmu”.

 

Dari Ibnu Abdul Bar meriwayatkan, bahwa Luqman berkata kepada putranya: “Hendaklah kamu menggauli orang-orang pintar dan dengarkanlah perkataan orang-orang bijak. Sesungguhnya Allah SWT menghidupkan hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana menghidupkan bumi dengan hujan deras. Dan jauhilah olehmu berbohong dan akhlak yang jelek. Karena sesungguhnya orang yang berdusta, hilang air mukanya (muram). Dan orang yang jelek akhlaknya akan banyak kegelisahannya. Dan memindahkan batu yang berat dari tempatnya lebih gampang daripada memahamkan orang yang tidak mau paham”.

 

Luqman berkata: “Kebakhilan, akhlak yang buruk dan banyak meminta-minta kepada orang lain merupakan di antara tanda-tanda orang bodoh/tolol”.

 

Luqman berkata: “Barangsiapa yang sabar untuk memikul beban sesama, maka dia akan memimpin mereka”.

 

Luqman berkata: “Letakkanlah urusan saudaramu pada sebaik-baiknya, sehingga (apabila kamu tidak melakukan sebaik-baiknya) akan datang kepadamu dari urusannya itu apa-apa yang dapat menguasaimu”.

 

Luqman berkata: “Jauhilah musuhmu, dan berhati-hatilah terhadap temanmu dan janganlah melakukan apa-apa yang tidak berguna bagimu”.

 

Luqman berkata: “Janganlah kamu berbicara dengan hikmah terhadap orang-orang yang tolol, karena mereka akan mendustakan kamu. Dan jangan pula (kamu berbicara) dengan kebathilan terhadap orang-orang bijak, karena mereka akan membencimu”.

 

Luqman berkata: “Barangsiapa yang berbicara kepada orang yang tidak mendengarkan pembicaraannya, maka dia ibarat orang yang menyuguhkan makanannya kepada penghuni kubur”.

 

Dan Luqman berkata: “Wahai putraku, jauhilah olehmu kemalasan dan kegelisahan. Karena apabila kamu malas, kamu tidak akan menunaikan hak dan apabila kamu gelisah, kamu tidak akan sabar atas hak”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah kamu meninggalkan temanmu yang pertama. Karena temanmu yang kedua tidak akan tenang denganmu. Wahai putraku, carilah seribu teman, karena seribu teman itu (terasa) sedikit. Janganlah kamu mencari seorang musuh, karena seorang musuh itu (terasa) banyak”.

 

Luqman berkata “Jika kamu ingin buang hajat, maka jauhilah jalanan dan hendaklah kamu memakai penghalang (tabir)”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah kamu mencela orang yang tidak mempunyai makanan di saat dia mencari makanannya. Karena sesungguhnya barangsiapa yang tiada makanannya, tiada pula akalnya”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah kamu menghina sesuatu karena kecilnya. Sesungguhnya sesuatu yang kecil, pada hari esok akan menjadi besar”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah kamu menggantungkan dirimu pada kecemasan, janganlah kamu menyibukkan hatimu dengan kesedihan. Jauhilah sifat tamak, relalah dengan qadha, dan puaslah dengan apa yang telah diberikan Allah, niscaya hidupmu akan jernih, dirimu akan senang dan terasa nikmat kehidupanmu. Jika kamu menginginkan kekayaan dunia, maka janganlah kamu tamak dengan apa yang dimiliki orang lain. Karena sesungguhnya para nabi dan orang-orang yang benar tidak akan mendapatkan apa yang telah mereka dapatkan, kecuali dengan memangkas ketamakan mereka terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, orang yang dengki mempunyai tiga tanda; dia akan mengumpat temannya apabila dia tidak ada, dia akan mencari muka jika temannya ada dan dia akan merasa gembira jika temannya berbuat maksiat”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, barangsiapa yang memikul apa yang tidak dia mampui, maka akan lemah. Barangsiapa yang merasa bangga (ujub) pada diri sendiri, maka akan hancur. Barangsiapa yang sombong terhadap orang lain, maka akan hina. Barangsiapa yang enggan bermusyawarah, maka akan menyesal. Barangsiapa yang bergaul dengan orang-orang pintar, maka akan menjadi pintar. Dan barangsiapa yang sedikit perkataannya, maka akan panjang kesehatannya”.

 

Luqman berkata, “Wahai putraku, merendah dirilah kamu untuk suatu kebaikan, niscaya kamu akan menjadi orang yang paling berakal”.

 

Luqman berkata, “Wahai putraku, barangsiapa yang lalai dalam perselisihan, maka dia akan dimusuhi. Barangsiapa yang melampaui batas di dalamnya, maka akan berdosa. Maka katakanlah yang benar walaupun pada dirimu sendiri dan janganlah beri kesempatan (bagi dirimu) untuk marah”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah sekali-kali kamu mencela orang bijak, dan jangan kamu mendebat orang yang keras kepala. Janganlah kamu menggauli orang yang zalim dan janganlah kamu berteman dengan orang yang selalu buruk sangka”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, jauhilah olehmu teman yang jahat. Karena teman jahat itu ibarat pedang yang terhunus. Bentuknya membuatmu kagum, namun bekas (luka yang disebabkannya) sangatlah buruk”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, kuasailah marahmu dengan kelembutanmu, ketergesa-gesaanmu dengan ketenanganmu, hawa nafsumu dengan takwamu, keraguanmu dengan keyakinanmu, kebatilanmu dengan kebaikanmu. Bersikaplah tenang pada saat genting, gembira di saat susah, bersyukur pada saat lapang, khusyu dalam salat dan bersegera dalam menunaikan shadaqah”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah kamu kalah cerdas dari ayam, apabila datang malam, ia mengepakkan sayapnya dan berseru Allah dengan tasbih. Janganlah kamu lalai. Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu umumkan hal itu pada orang lain. Jangan sampai orang-orang memperdayamu dengan apa yang tidak kamu ketahui dari dirimu. Janganlah kamu terpedaya dengan perkataan orang bodoh: “Sesungguhnya di tanganmu ada mutiara”, sedangkan kamu mengetahui bahwa itu adalah kotoran hewan”.

 

Abu Nuaim Al Ashfahani meriwayatkan dari Ibrahim bin Adham, dia berkata: “Luqman berkata kepada putranya: “Wahai putraku, sesungguhnya seseorang selalu banyak berbicara sehingga dia dianggap bodoh, padahal tidaklah dia bodoh. Dan sesungguhnya seseorang selalu diam sehingga dia dianggap orang sabar, padahal bukanlah dia sabar”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah kamu mempelajari ilmu karena tiga hal, dan jangan pula kamu meninggalkannya karena tiga hal: Janganlah kamu mempelajari ilmu untuk mengolok-olok (orang lain) dengan ilmu itu, tidak pula untuk kamu berbangga-bangga dengannya dan tidak pula untuk pamer (riya) dengannya. Dan janganlah kamu meninggalkan ilmu karena benci terhadapnya, tidak pula karena malu pada manusia dan tidak pula karena pasrah dengan kebodohan”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, jangan sampai ejekan seseorang mempengaruhi kamu untuk tetap taat kepada Allah”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, bersabar ketika mengalami kehancuran adalah keyakinan yang teguh. Setiap perbuatan mempunyai kesempurnaan dan tujuan. Dan kesempurnaan ibadah adalah sifat wara dan keyakinan. Puncak kemuliaan dan kedudukan yang tinggi adalah bagusnya akal. Maka, barangsiapa yang bagus akalnya, tertutup aibnya, diperbaiki keburukan-keburukannya dan dia diridhai oleh Tuhannya”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, janganlah engkau mempercayai orang yang telah membohongimu untuk mendustakan atas kamu”.

 

Luqman berkata: “Wahai putraku, kurangilah makan dan perbanyaklah hikmah”.

 

Luqman berkata kepada putranya: “Wahai putraku, janganlah kamu makan apabila kamu sudah kenyang. Kamu melemparkan makananmu kepada anjing lebih baik daripada kamu memakannya (jika kamu sudah kenyang)”.

 

Luqman berkata “Sesungguhnya berlama-lamaan duduk di saat buang hajat, akan mendebarkan hati, menyebabkan penyakit wasir dan memicu panas ke kepala. Maka duduklah dengan perlahan dan berdirilah dengan perlahan pula”.

 

Luqman berkata “Pukulan seorang bapak terhadap anak, ibarat pupuk bagi tanaman”.

 

Luqman berkata: “Tiga orang yang tidak diketahui kecuali pada tiga hal; tidak diketahui orang yang sabar kecuali pada saat marah, orang yang pemberani di saat perang dan orang yang tetap menjadi saudara di saat kamu membutuhkannya”.

 

Luqman berkata: “Apabila kamu berbicara, maka persingkatlah (pembicaraanmu). Dan apabila kamu telah mencapai hajatmu, maka janganlah kamu berbicara”.

 

Luqman berkata: “Bohongnya hati akan tampak dari kata-kata yang diucapkan atau dari pandangan mata”

 

PENUTUP

Buku Anakku, Penyejuk Hatiku menggambarkan bagaimanapun tingkah laku anak dapat diatasi dan sekaligus dapat menyejukkan hati orang tua, bahkan siapapun. Tentunya mendidik anak merupakan kewajiban bagi orang tua agar anak betul-betul dapat menyejukkan hati kita.

 

Mendidik anak ibarat mendaki gunung yang tinggi yang kita tahu puncaknya tapi kita tidak pernah tahu kapan sampai di puncak itu. Setiap keluarga menginginkan anak saleh. Itulah puncak dari pendidikan anak. Untuk mencapai tujuan anak saleh tidak mudah. Berbagai rintangan datang menyapa. Rasanya tidak cukup membaca puluhan buku pendidikan yang ditulis oleh para pakar pendidikan anak. Tidak cukup pula mengikuti berbagai forum yang mengkaji pendidikan anak. Kadang tips yang tertulis di buku atau yang diperoleh dalam seminar, tidak bisa langsung diterapkan. Ada banyak kendala karena beda anak beda penanganan, beda suasana beda pula kiat yang mesti diterapkan.

 

Buku yang sedang di tangan anda ini dapat dijadikan satu alternatif panduan mendidik anak bagi orang tua dan guru. Di dalamnya selain disentuh dengan nilai-nilai keIslaman juga nilai-nilai praktis yang dapat langsung diamalkan.

 

Semoga buku ini dapat menjadi teman dialog bagi para orang tua, guru, pendidik dan siapa saja yang peduli terhadap perkembangan anak. Semoga Allah memberikan keikhlasan dalam mendidik anak.