Di Tengah Hiruk Pikuk Pilkada Justru Sibuk Mengurus Rakyat (Posmetro 3 Agus 2015)
Di Tengah Hiruk Pikuk Pilkada, Justru Sibuk Mengurus Rakyat
Di tengah hiruk pikuk politik, padDi Tengah Hiruk Pikuk Pilkada, Justru Sibuk Mengurus Rakyata pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2015, para calon kepala daerah tengah sibuk menggalang kekuatan berbagai kelompok masyarakat untuk mensosialisasikan diri dan meraih dukungan. Namun, tidak demikian halnya dengan Irwan Prayitno. Sebagai Gubernur Sumbar, di sisa-sisa pengabdian jelang masa jabatannya habis, Irwan Prayitno justru semakin sibuk mengurus rakyatnya, masyarakat Sumbar.
SWARI ARFAN—PADANG
Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumbar tinggal hitungan bulan. Namun, ada yang beda dilakukan Irwan Prayitno. Dirinya justru fokus dan sibuk memenuhi agenda dan jadwal kegiatannya sebagai Gubernur Sumbar.
POSMETRO berkesempatan mewawancarai, Sabtu (1/8) di Pantai Padang. Saat ditemui, tidak ada raut wajah letih di wajahnya. Meskipun, garis hitam terlihat jelas di bawah kelopak matanya. Menandakan dirinya kurang tidur. Senyum sumringah selalu terlihat di sela-sela percakapan. POSMETRO sudah membayangkan akan ada pembicaraan soal peta politik jelang pilgub nanti dalam pertemuan malam itu. Namun, kenyataan berbeda, bukan soal politik yang dibicarakannya. Justru tentang agendanya mengurus masyarakat Sumbar yang begitu padat.
Irwan Prayitno mengaku, masih tetap rutin menelusuri daerah-daerah pelosok dengan motor trail. Irwan Prayitno menilai, dengan menggunakan motor trail, dirinya dapat melihat langsung kondisi real pembangunan di tengah masyarakat yang tidak terjangkau alat transportasi. Dengan informasi yang diperolehnya dengan bertemu langsung dengan masyarakat di lapangan, menjadi masukan bagi Irwan Prayitno untuk melaksanakan berbagai program pembangunan.
Selain itu, pria dengan ciri khas berkacamata ini juga rutin memberikan tausyiah kepada masyarakat di mana pun berada, memberikan motivasi kepada masyarakat, untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Irwan Prayitno juga giat menyampaikan dakwah agama dengan cara yang berbeda, yakni bermain band dan menyanyikan tembang Islami karyanya sendiri, pada ivent tertentu. Irwan Prayitno juga semangat untuk menghadiri berbagai program dan kegiatan pembangunan di daerah. Seminar dan rapat dengan SKPD dan pemerintah pusat membahas evaluasi berbagai program pembangunan, meninjau hasil pembangunan di lapangan, dilakukan Irwan Prayitno tanpa kenal lelah.
“Hari ini cukup banyak agenda kegiatan yang saya lakukan. Baru saja saya membuka Pariaman Expo dan Pameran Pembangunan Kota Pariaman,” ungkap Irwan Prayitno dengan wajah begitu semangat.
Bagi Irwan Prayitno, Pariaman Expo dan Pameran Pembangunan Kota Pariaman merupakan hal yang sangat penting. Karena melalui Pariaman Expo dan Pameran Pembangunan Kota Pariaman diharapkan dapat memajukan ekonomi masyarakat. Selain itu, juga dapat memajukan dunia pariwisata Sumbar.
Tidak terhenti saja bicara Pariaman Expo. Irwan Prayitno justru menyambung ceritanya, dengan agenda kegiatannya yang lain, siang itu. Irwan Prayitno bercerita, tentang kegiatannya memberikan taushiyah pendidik dan tenaga kependidikan Kota Padang di Mesjid Raya Sumbar. Tausyiah tersebut dianggap penting, untuk memotivasi tenaga pendidik, agar tetap semangat memberikan ilmu kepada generasi muda, demi terciptanya masyarakat Sumbar yang cerdas.
Lagi dan lagi. Irwan Prayitno dengan kekuatan fisiknya, tidak pernah berhenti bekerja mengurus masyarakat. Dirinya, terus bergerak menuntaskan jadwal yang telah ditetapkan. Irwan Prayitno kemudian bersilaturahim dengan PWRI dan Pamong Senior. Hadir Prof. Fahri Achmad (Mantan Wagub), para mantan Sekda seperti Rusdi Lubis dan tokoh lainnya. Pertemuan ini sangat penting, terutama menerima masukan, kritik dan saran terhadap hasil pembangunan Sumbar yang telah dilaksanakan selama kepemimpinannya.
Irwan Prayitno terus saja bercerita tentang kegiatannya hari itu. “Saya tadi juga menghadiri kegiatan sosialisasi pemberdayaan masyarakat,” terang Irwan Prayitno.
Melalui salah satu media elektronik, Irwan Prayitno menyebutkan, dirinya mensosialisasikan pentingnya pemberdayaan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan mengatasi kemiskinan serta pengangguran. “Pemberdayaan tepat untuk Sumbar karena rakyat Sumbar punya potensi untuk mandiri dan independen di bidang ekonomi,” terang Irwan Prayitno.
Apakah berhenti sampai di situ. Tidak. Irwan Prayitno melanjutkan kerjanya. Dirinya menghadiri diskusi tentang bagaimana upaya pemerintah membantu petani dengan menempatkan tanaman yang sesuai dengan kondisi tanah. Dalam diskusi tersebut, Prof Dr Ir Zulman H U. MP, Rektor Universitas Taman Siswa memberikan buku kepada Irwan Prayitno yang menjelaskan budidaya padi pada lahan marjinal. Irwan Prayitno menilai, buku tersebut sangat bermanfaat untuk dituangkan dalam program kerja Pemprov Sumbar untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
POSMETRO berpikir, dengan kegiatannya yang begitu padat siang hari. Irwan Prayitno tentu akan menggunakan waktu malamnya untuk beristirahat di rumah. Ternyata tidak demikian kenyataannya. Irwan Prayitno mengatakan, kerjanya bahkan tidak mengenal waktu. Hingga malam hari, dirinya masih bekerja.
Irwan Prayitno mencontohkan, dirinya, Jumat malam (31/8), menghadiri kegiatan napak tilas perjuangan Bagindo Aziz Chan. Irwan Prayitno memberikan arahan dan melepas peserta napak tilas Perjuangan Pahlawan Nasional Bagindo Aziz Chan di halaman Kantor Gubernur. Turut hadir Wali Kota Padang dan keluarga Almarhum Bagindo Aziz Chan malam itu.
Ketika ditanya berapa agenda kegiatannya dalam satu hari. Irwan Prayitno justru menjawab dengan tertawa lebar. “Kalau ditanya berapa, tidak terhitung. Karena cukup banyak,” terang Irwan Prayitno.
Bagaimana dengan hari libur, seperti Minggu. Irwan Prayitno ternyata masih bekerja mengurus rakyat. “Seperti, Minggu (2/8), saya berkesempatan melepas atlet olimpiade olahraga siswa nasional (OSN) Sumbar untuk bertarung mewakili utusan Sumbar di Makasar,” terang Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno juga menghadiri silahturahim masyarakat Solok Saiyo Sakato Cabang Belimbing, dan silahturahmi dengan warga Agam Nagari Gadut dan Koto Tangah.
Berbagai agenda dan kegiatan tanpa mengenal lelah siang dan malam, terus dilakukan Irwan Prayitno setiap hari. Irwan Prayitno mengaku, kerja keras yang dilakukannya selama ini demi masyarakat dan untuk pembangunan Sumbar. Semua tidak terlepas dari rasa tanggungjawabnya sebagai Gubernur Sumbar yang diberi amanah untuk membangun Sumbar yang lebih baik.
“Hingga akhir jabatan saya, saya akan tetap melaksanakan amanah tersebut. Alhamdulillah, selama lima tahun bekerja, saya selalu dalam keadaan sehat. Ini merupakan rahmat Allah SWT, saya diberi kenikmatan kesehatan. Kuncinya keikhlasan,” terang Irwan Prayitno mengakhiri percakapan malam itu. (**)
Posmetro Padang 3 Agustus 2015
Semua Anak Kuliah di PTN (Posmetro 4 Agus 2015)
Semua Anak Kuliah di PTN
“Saya teringat nasehat salah seorang tokoh masyarakat Minang. Dia berkata, di tengah kesibukan sebagai kepala daerah, jangan pernah melupakan anak. Jangan sampai karena semua kesibukan mengurus negara dan pemerintah, justru anak kita menjauh”
SWARI ARFAN—Padang
Sepenggal kalimat itu, diungkapkan Irwan Prayitno, saat dihubungi POSMETRO, Senin (3/8). Nasehat dari salah seorang tokoh Minang itu tidak akan pernah dilupakannya. Irwan Prayitno menyadari, anak adalah segala-galanya. Karena itu, Irwan Prayitno, sekuat tenaga selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Irwan Prayitno bersama istrinya Nevi Zuairina, dikarunia 10 anak. Masing-masing, Jundi Fadhlillah, Waviatul Ahdi, Dhiya’u Syahidah, Anwar Jundi, Atika, Ibrahim, Shohwatul Islah, Farhana, Laili Tanzila dan Taqiya Mafaza.
Kebahagiaan Irwan Prayitno terasa lengkap. Karena selain 10 anak, Irwan Prayitno juga dikarunia tiga cucu, yakni Hawnan Aulia, Hasna Labiqa Raisya, Syakira Aulia.
Sebuah keluarga besar memang. Sebagai kepala keluarga, Irwan Prayitno memiliki tanggungjawab besar membesarkan dan mendidik 10 anak-anaknya, khususnya pendidikan dan membimbing menjadi anak yang sholeh.
Tidak dipungkirinya, dirinya harus bekerja ekstra keras, membagi waktu melaksanakan tanggungjawabnya sebagai kepala daerah dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan Sumbar, di sisi lain dirinya harus mencurahkan perhatian untuk anak-anaknya.
Namun, pria kelahiran 20 Desember 1963 itu berhasil melaksanakan amanah itu dengan memberikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. Anak-anaknya mampu kuliah di perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia dan luar negeri. Anak pertama Irwan Prayitno, Jundi Fadhlillah yang telah menikah Aisyah Ramadhani, berhasil menamatkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Jurusan Manajemen dan Southern New Hampshire University, Amerika Serikat.
Berikutnya, anak kedua Irwan Prayitno, Waviatul Ahdi yang menikah dengan Irfan Aulia Saiful menamatkan kuliah di FKG Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Dhiya’u Syahidah yang menikah dengan Fallery, menamatkan kuliah di SBM ITB dan Westminster University. Anwar Jundi, kuliah di Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB dan Atika saat ini kuliah di FE UI, Ibrahim (kuliah di Jurusan Teknik Kimia UI).
Sementara, Shohwatul Islah, sekolah di SMA 1 Padang, Farhana (SMA 1 Padang, Laili Tanzila (SDIT Adzkia) dan si bungsu Taqiya Mafaza (SDIT Adzkia). Bagaimana bisa seorang Irwan Prayitno bersama Istri Nevi Zuairina berhasil memberikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya.
Kepada POSMETRO, Irwan Prayitno menuturkan, rahasianya, selalu membangun komunikasi. Irwan Prayitno mengakui, dirinya selalu memantau perkembangan 10 anaknya. “Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, saya selalu memantau perkembangan anak-anak saya,” terang Irwan Prayitno.
Bagaimana bisa. Bukannya seluruh waktu Irwan Prayitno selalu dihabiskan untuk bekerja dengan jadwal yang cukup padat. Mengunjungi satu daerah ke daerah lain. Bahkan tidak jarang Irwan Prayitno harus pulang balik ke pemerintah pusat untuk kepentingan pembangunan Sumbar.
Pria yang pernah menjadi Guru Besar Bidang HRD Universitas Muhammadiyah Jakarta itu menilai, jarak bukanlah sebuah masalah dalam membangun komunikasi dengan anak. Irwan Prayitno mengatakan, peran tekhnologi informasi sangat membantu dalam membangun komunikasi dengan anak. Irwan Prayitno menyadari, dengan kesibukannya, dirinya tidak ingin anak-anaknya dekat dengan ibunya saja. Tetapi juga dengan dirinya. Karena itu, dirinya tidak ingin, komunikasi dengan anak-anaknya terputus. Bahkan, untuk menjaga komunikasi tidak terputus, Irwan Prayitno kadang membelikan pulsa untuk anaknya. “Komunikasi saya lakukan melalui sms, telepon, chating lewat facebook, WhatsApp, dan tekhnologi lainnya. Dalam berkomunikasi saya selalu memantau perkembangan anak-anak,” terang Irwan Prayitno.
Pria dengan ciri khas berkacamata itu menuturkan, pendidikan bagi anak-anak merupakan hal penting dalam menentukan masa depan anak. Irwan Prayitno selalu memberikan masukan dan saran pilihan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. “Untuk pendidikan anak-anak, saya selalu memberikan masukan pilihan ilmu dan pendidikan yang sesuai dengan potensi anak. Saya juga rela mengantarkan anak saat mendaftar ke sekolah barunya,” terang Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno juga mengaku dalam berkomunikasi, dirinya selalu rutin menanyakan bagaimana perkembangan sekolah anak-anaknya. Tugas itu rutin dilakukannya bergantian bersama istri tercintanya. Bahkan tidak jarang, Irwan Prayitno rela mendatangi sekolah tempat anaknya menuntut ilmu. Menanyakan kepada guru-gurunya, bagaimana perkembangan anak-anaknya di sekolah. “Saya pernah ke sekolah langsung menanyakan bagaimana anak-anak saya di sekolah,” tegasnya.
Tidak hanya pendidikan formal. Irwan Prayitno juga selalu memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya. Nilai-nilai agama ditanamkan melalui pendidikan dasar dengan menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren dan sekolah agama. Irwan Prayitno juga selalu rutin menanykan kepada anak-anaknya apa sudah sholat atau belum. Irwan Prayitno juga mengajak keluarganya selalu rutin berjamaah sholat Magrib dan Subuh. Selain itu, juga rutin iftikaf bersama keluarga di akhir ramadhan.
Untuk menjalin kebersamaan, Irwan Prayitno mengaku, dirinya juga selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk berkumpul bersama keluarga. “Waktu berkumpul yang sering itu, seperti makan malam bersama keluarga. Terasa indah rasanya,” terang Irwan Prayitno. (*)
Posmetro Padang 4 Agustus 2015
Rutinitas Padat. (Posmetro 5 Agus 2015)
Rutinitas Padat, Ibadah Jalan Terus
Langit terlihat mulai gelap. Siang akan berganti malam. Seketika saja, iring-iringan mobil rombongan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, yang berada di Danau di Ateh Alahan Panjang Kabupaten Solok, dalam perjalanan menuju Kabupaten Solok Selatan (Solsel), berhenti di sebuah kedai makanan, Senin (3/8).
SWARI ARFAN—Padang
Suara adzan magrib menggema di seluruh mesjid. Irwan Prayitno yang duduk santai di kedai itu, sebelum menunaikan shalat magrib, menengadahkan tangan membaca doa. Kemudian langsung minum air putih dan memesan semangkuk soto kepada pemilik kedai. Hari itu, Irwan Prayitno berbuka puasa, setelah selesai menunaikan ibadah puasa Senin dan Kamis.
Ibadah puasa Senin dan Kamis tidak pernah ditinggalkan pria yang pernah mengikuti Kursus Singkat Angkatan (KSA) XIII, Lemhannas RI itu. Puasa tersebut sudah menjadi kebiasaannya, sehingga semuanya dijalaninya dengan baik.
Tidak dipungkiri, saat menjalankan ibadah puasa Senin dan Kamis, dirinya juga sering menjalani tantangan yang sama seperti di Solok. Irwan Prayitno menceritakan, bagaimana beratnya perjalanannya ke Kabupaten Kepulauan Mentawai membuka pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Dengan goncangan gelombang yang kuat, melintasi lautan lebih dari tiga jam di tengah laut, dirinya tetap menjalankan ibadah puasa.
Tantangan lainnya, saat dirinya harus menerima tamu pemerintahan, atau menjamu tamu Pemprov Sumbar pada makan siang. Namun, Irwan Prayitno tetap melaksanakan ibadah puasa sunat tersebut, sehingga tamu pun maklum. “Kalau kita niat ibadah ikhlas, pasti akan dilancarkan Allah SWT, karena saya meniatkannya puasa itu karena Allah SWT. Jadi walau ada orang makan di depan kita, memberikan sambutan dalam acara yang panasnya terik, Insya Allah puasa tetap jalan,” ujarnya.
POSMETRO begitu penasaran. Selain puasa Senin dan Kamis. Apa saja ibadah sunat lain yang dilakukan suami Hj. Nevi Zuairina itu. Irwan Prayitno menyebutkan, di pagi hari, setelah melaksanakan sholat subuh, dirinya memulai aktivitas dengan zikir ma’tsurat. Zikir setelah shalat subuh tersebut, tidak pernah ditinggalkannya.
“Dengan mengamalkan zikir tersebut, saya mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Zikir ini juga dapat menjauhkan kita dari niat buruk orang terhadap kita,” sebut pria yang pernah menjadi Dosen Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Jakarta (MM UMJ) itu.
Tidak hanya zikir ma’tsurat. Masih banyak ibadah lainnya. Salah satunya shalat dhuha. Di tengah kesibukannya melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan Sumbar. Irwan Prayitno tidak pernah melalaikan kewajibannya menunaikan shalat dhuha, demi mendekatkan diri pada Allah SWT. Meski tidak jarang kadang mencuri waktu di sela agenda kerjanya mengurus masyarakat Sumbar yang sangat padat.
Shalat dhuha dilaksanakannya ketika aktivitasnya telah dimulai di pagi hari. Terkadang, ketika ada perjalanan ke luar daerah, Irwan Prayitno meminta sopirnya berhenti di jalan guna menunaikan shalat dhuha. Sehingga ibadahnya yang satu itu tetap dapat dijalankannya. “Kalau shalat dhuha saya juga selalu laksanakan. Bahkan sering saya minta sopir untuk singgah di jalan agar saya dapat menjalankan ibadah dhuha,”sebut pria tamatan S-3 Universiti Putra Malaysia, PhD Pendidikan Bidang Training Management itu.
Irwan Prayitno juga rutin menggelar shalat malam (tahajud). Shalat tahajud menjadi media baginya mengadu pada Allah SWT. Pada keheningan malam, semakin mendekatkannya dengan Allah SWT. Setelah melewati rutinitas siang yang padat, hiruk pikuk kehidupan siang Irwan Prayitno selalu menyediakan waktu untuk shalat malam sebelum istirahat, untuk memulai aktivitas di esok hari.
Irwan Prayitno juga selalu meluangkan waktu membaca Al Quran. Membaca Al Quran disiasatinya dengan meluangkan waktu dijeda pekerjaan. Selain itu, juga pada kegiatan-kegiatan memberikan ceramah agama pada masyarakat.
Sebenarnya kegiatan ibadahnya Irwan Prayitno sudah dijalaninya sejak lama. Tidak hanya ketika telah menjabat Gubernur Sumbar, keinginan itu lahir dalam dirinya untuk membentuk hidup lebih baik. Panutannya beribadah hanya satu, Rasullullah Muhammad SAW. “Saya memang sudah berniat ibadahnya saya tidak terabaikan dengan rutinitas yang begitu padat. Meski melayani masyarakat juga ibadah. Namun ibadah saya langsung dengan Allah SWT tetap utama,” ungkap Irwan Prayitno.
Diakui Irwan Prayitno, selama lima tahun menjadi gubernur, begitu besar manfaat yang diperolehnya. Ibadah yang dilakukannya selama ini, membuat dirinya mampu mengendalikan diri. “Dengan ibadah yang saya lakukan, saya mengontrol emosi. Bathin saya terasa tenang dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam bekerja,” terangnya.(**)
Posmetro Padang 5 Agustus 2015
Dirikan Adzkia dengan Modal Rp15 Ribu (Posmetro 6 Agus 2015)
Dirikan Adzkia dengan Modal Rp15 Ribu
Antrian kendaraan terlihat ramai, Rabu (5/8) sekitar pukul 16.00 WIB di Taratak Paneh, Kecamatan Kuranji. Antrian mulai dari gerbang utama sebuah komplek sekolah—yang berada di tengah bangunan cukup besar dan pekarangannya cukup luas—hingga jalur keluar komplek tersebut. Serentak saja, ratusan anak-anak yang memakai seragam berbeda, bertuliskan TKIT dan SDIT serta SMPIT, keluar dari ruangan kelas sekolah itu. Mereka mendatangi orang tua mereka yang sabar menanti menjemput mereka pulang dengan kendaraan masing-masing.
SWARI ARFAN—Padang
Suasana tersebut rutin terlihat sore hari di Komplek Yayasan Pendidikan Adzkia di Taratak Paneh. Yayasan Pendidikan Adzkia mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi salah satu lembaga pendidikan swasta favorit di Sumbar. Namun, siapa sangka, yayasan dengan aset mencapai Rp70 miliar saat ini, didirikan oleh Irwan Prayitno hanya dengan bermodalkan Rp15 ribu. Kenapa bisa?
POSMETRO berkesempatan mewawancarai Irwan Prayitno untuk mengorek cerita perjuangannya membesarkan Yayasan Pendidikan Adzkia. Kepada POSMETRO, Irwan Prayitno mengungkapkan, berawal setelah tamat kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) tahun 1988, dirinya pulang kampung ke Padang. Di Padang Irwan Prayitno mulai menanamkan niat untuk dapat berbuat lebih banyak untuk mencerdaskan masyarakat di kampung halamannya.
Irwan Prayino memilih jalan yang berbeda dari mereka yang lebih memilih mulai berjuang mencari kerja setelah tamat kuliah. Hal ini dibuktikannya dengan menolak tawaran kerja sebagai karyawan di PT Semen Padang. “Semen Padang waktu itu membutuhkan tenaga psikologi. Karena tamatan psikologi langka waktu itu. Saya menolak,” terang Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno justru memilih mendirikan bimbingan belajar. Walaupun dengan hanya Rp15 ribu. Cukup nekad dan berani memang. Namun, Irwan Prayitno justru melihat sebuah peluang besar dari kenekatannya itu. “Di Kota Padang, saat itu tidak banyak bimbingan belajar berdiri. Kecenderungan masyarakat masih menempuh pendidikan formal. Saya melihat peluang itu,” terang Irwan Prayitno.
Dengan modal pas-pasan Rp15 ribu yang dimilikinya, Irwan Prayitno mulai mencetak brosur, yang memuat pengumuman penerimaan siswa baru untuk bimbingan belajar. “Brosur tersebut saya cetak satu rim. Kemudian saya pergi ke sekolah-sekolah. Di depan gerbang sekolah saya bagikan satu per satu kepada siswa yang lewat,” terang Irwan Prayitno.
Untuk menjalankan rencananya mendirikan lembaga bimbingan belajar tersebut, Irwan Prayitno mengajak kawan-kawannya yang dapat bekerjasama. Semangatnya bersama teman-teman, lalu akhirnya terdorong untuk membangun lembaga pendidikan Adzkia (yang artinya kecerdasan) untuk dakwah pendidikan, serta Yayasan Al-Madani untuk mengurusi dakwah sosial.
Brosur telah disebar ke sekolah-sekolah di Kota Padang, Irwan Prayitno berhasil mendapatkan murid dua lokal. Sebanyak 80 siswa yang mengikuti bimbingan belajar Adzkia. Tidak memiliki gedung sendiri, Adzkia menyewa gedung PGAI, dengan syarat uang sewanya dibayarkan bulan berikutnya setelah siswa didapatkan. “Awalnya cuma empat jurusan, setelah itu terus berkembang, banyak peminat, saya memilih untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak,” ujarnya.
Langkah itu berjalan lancar, siswa didapat, sewa gedung juga sudah dibayarkan. Ada empat jurusan yang dibuka, Fisika, Matematika, Biologi dan Kimia. Sementara tenaga pengajarnya juga hanya empat orang, diantaranya, Prof Syukri Arief. Mereka umumnya berasal dari perguruan tinggi ternama seperti, IPB, UGM, Unand dan dirinya dari UI.
Perjuangan untuk membuat Adzkia tetap eksis cukup berat. Bahkan tidak jarang, tempat belajar juga menjadi berpindah-pindah. Pertama, di PGAI pindah ke Jalan Raden Saleh, kemudian ke Jalan Diponegoro. Selanjutnya pindah lagi ke Jalan Belakang Olo, Simpang Damar.
Setelah sering berpindah-pindah, Irwan Prayitno akhirnya mendapatkan tanah wakaf dari ibunya di Taratak Paneh, Kecamatan Kuranji. Secara perlahan gedung sekolah mulai dibangun. Kemudian membeli tanah di sekitarnya untuk mendirikan sekolah lainnya.
Secara perlahan tapi pasti, Yayasan Pendidikan Islam Adzkia terus tumbuh seiring tingginya kesadaran masyarakat di Kota Padang pentingnya pendidikan. Tahun 1990 Adzkia membuka Taman Kanak-Kanak Adzkia yang sampai sekarang berkembang menjadi tujuh cabang yang tersebar di Kota Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Kemudian Yayasan Adzkia mendirikan SDIT, SMPIT, SMAIT dan SMK. Kemudian juga melanjutkan dengan mendirikan perguruan tinggi. “Sekarang kita juga sudah membuka di Medan, Sumatera Utara,” sebutnya.
Melihat kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan guru TK yang profesional, maka YPIC Adzkia pada tahun 1994 membuka Program Diploma I PGTK Adzkia. Kemudian berkembang menjadi program Diploma 2 PGTK/RA dan PGSD/MI di bawah Naungan Akademi Kependidikan Islam Adzkia (AKIA). Tahun 2003 status Akademi berubah kearah yang lebih positif yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah yang dinaungi oleh Departemen Agama RI (sekarang Kemenag RI).
Sudah sangat banyak lulusan yang telah dihasilkan oleh AKIA/STIT Adzkia. Lulusan STIT Adzkia bahkan sudah banyak yang diterima sebagai PNS baik di Provinsi Sumbar, maupun di luar provinsi. Bahkan keberadaan para alumni AKIA/STIT Adzkia ini tidak hanya menduduki jabatan sebagai guru, melainkan juga sebagai kepala sekolah terutama lulusan jurusan PGTK Adzkia.
Tahun 2005, Program Diploma II tidak diizinkan lagi untuk dibuka. Sehingga, tahun 2007-2008 perguruan tinggi Adzkia mengalami kekosongan. Tahun 2009, Adzkia diberikan izin penyelenggaraan STKIP Adzkia program S1 PG-PAUD dan PGSD di bawah Kementerian Pendidikan Nasional dengan Nomor Izin 111/D/O/2009.
Kini, Adzkia telah bertransformasi menjadi salah satu lembaga pendidikan yang berkualitas, elit dan terbesar di Kota Padang dan Sumbar umumnya. Dengan Adzkia Irwan Prayitno telah menyumbangkan sebuah perjuangan membangun pendidikan di Sumbar. “Bagi saya, Adzkia diharapkan dapat berperan aktif membangun manusia perpendidikan dan berkarakter di Sumbar,” ujarnya. (**)
Posmetro Padang, 6 Agustus 2015
Berkarya Lahirkan 500 Artikel dan 34 Buku (Posmetro 7 Agus 2015)
Berkarya Lahirkan 500 Artikel dan 34 Buku
Berangkat dari hobinya yang suka menulis sejak SMA, Irwan Prayitno mampu menghasilkan sekitar 500 lebih karya artikel. Hampir seluruh karya artikelnya telah dimuat di berbagai media cetak. Tidak hanya artikel, Irwan Prayitno juga telah menghasilkan karya 34 buku. Seperti apa Irwan Prayitno menggeluti hobinya yang satu ini?
SWARI ARFAN—Padang
POSMETRO menyambangi Rumah Dinas Irwan Prayitno di Jalan Sudirman, Kamis (6/8) pukul 13.00 WIB. Kedatangan POSMETRO untuk mengungkap sisi lain kehidupan Irwan Prayitno sebagai seorang penulis.
Di dalam rumah dinas tersebut, terlihat Irwan Prayitno dengan berpakaian safari hitam sedang duduk di kursi belakang meja kerjanya. Mengetahui kehadiran POSMETRO, Irwan Prayitno mempersilahkan duduk di kursi tamu depan mejanya. “Sebentar ya. Saya lagi baca artikel,” ucap Irwan Prayitno.
Sekitar 10 menit Irwan Prayitno terlihat serius membaca beberapa lembar kertas di tangannya. Sesekali keningnya mengernyit. “Sudah oke” ungkap Irwan Prayitno spontan. POSMETRO mencoba mengintip judul besar di bagian atas tulisan yang di ketik di atas kertas itu. Terlihat kalimat berjudul “Karakter dan Model Investasi di Sumbar” .
Penulis bertanya “Artikel siapa itu Pak? Irwan Prayitno sambil tersenyum menjawab “Ini artikel saya. Rencananya saya mau kirim ke media cetak di Sumbar untuk dimuat,” terang Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno mengatakan, artikel tersebut baru saja dibuatnya setengah jam lalu. Menurutnya, artikel tersebut sangat penting disampaikan ke masyarakat luas, melalui media, karena merupakan gambaran secara utuh dunia investasi di Sumbar dari hasil pengamatannya selama ini. Diakuinya, selama menjabat sebagai Gubernur Sumbar, dalam satu bulan dirinya berhasil melahirkan dua hingga tiga karya artikel.
Sulit bagi POSMETRO untuk mengerti. Di tengah kesibukannya sebagai kepala daerah, Irwan Prayitno mampu menyelesaikan sebuah artikel dengan membutuhkan waktu hanya setengah jam. Irwan Prayitno mengatakan, walau pun sedang banyak menghadiri kegiatan, di sela-sela kegiatan dirinya menyempatkan mengetik artikel melalui handphone miliknya. “Kadang ketika di sela-sela acara itu, muncul sebuah ide pemikiran. Saya tuangkan saja ide itu dengan mengetik di handphone saya,” terangnya.
Setelah ketikan selesai, Irwan Prayitno meminta sekretaris pribadinya untuk menuangkan ketikan ke atas kertas. “Ya, hasilnya seperti kertas artikel ini. Saya baca lagi, saya edit. Kemudian saya minta anggota saya mengirim ke media,” ungkapnya.
Diungkapkan Irwan Prayitno, kebiasaannya menulis sudah dilakoninya sejak duduk di bangku SMA 3 Padang. Waktu masih SMA, dirinya sering menulis apapun tentang kehidupan yang dijalaninya sehari-hari. Termasuk hal-hal baru yang ditemukannya. “Seperti saat saya pulang jalan-jalan waktu SMA, saya tulis apa saja pengalaman saya waktu jalan-jalan. Kadang-kadang karya tulisan yang dibuat saya tempel di majalah dinding sekolah,” terang Irwan Prayitno.
Kebiasaan tersebut, menurutnya berlanjut hingga sekarang. Tidak hanya menulis artikel, dirinya juga membuat berbagai karya buku. Irwan Prayitno mengakui, ada kepuasan bathin yang dirasakannya setelah menulis. Kepuasan bathin tersebut memunculkan sebuah perasaan bahagia dalam dirinya. “Bathin saya puas setelah menulis. Ada kebahagiaan yang muncul dalam diri, ketika melihat hasil karya saya,” terang Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno mengungkapkan, dirinya pertama kali menulis buku, saat menyelesaikan kuliah S-1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1982-1988). Buku karya pertamanya berjudul “Anakku, Penyejuk Hatiku”. Buku tersebut memuat tentang ilmu bagaimana mendidik anak dari perspektif ilmu psikologi. Ide lahirnya buku itu berangkat dari pengalaman Irwan Prayitno yang sudah memiliki anak.
Selain itu, juga memuat tentang bagaimana pendidikan anak di PAUD. Buku karya pertamanya tersebut, setebal 700 halaman. Irwan Prayitno tidak menyangka, buku karya pertamanya yang dicetak tahun 1990 tersebut, laris manis. Bahkan, sudah lima kali cetakan, sudah habis terjual.
Selain buku berjudul Anakku, Penyejuk Hatiku, ada beberapa judul buku psikologi anak lainnya yang ditulis Irwan Prayitno, yakni buku berjudul “ Ajaklah Anak Bicara”, “ Ketika Anak Marah”, ” 24 Jam Bersama Anak”, “Membangun Potensi Anak” dan “Tips Bergaul dengan Anak”. Tidak hanya menulis buku tentang psikologi anak, Irwan Prayitno juga menulis beberapa buku tentang pendidikan Islam, pendidikan masyarakat dan management SDM.
Ada yang beda dari penulisan buku Irwan Prayitno dibandingkan tokoh-tokoh penulis lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada gaya bahasanya yang sangat sederhana, mudah dimengerti dan mengandung nilai-nilai normatif. Irwan Prayitno mengungkapkan, dalam menulis buku, tidak pernah menggunakan bahasa mengkritik dan menyinggung perasaan orang lain. Namun, lebih kepada kritik kepada kondisi lingkungan yang dialaminya dengan bahasa yang santun.
Selain itu, bahasa yang digunakan lebih aplikatif, membumi dan tidak teoritis. Hal ini dikarenakan tulisannya lebih berdasarkan pada realita sebenarnya yang dilihat, dirasakan dan dialami oleh Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno mengungkapkan, dirinya menulis buku, sesuai dengan apa saja kegiatan dan lingkungan yang dihadapinya. Dia mencontohkan, saat dirinya melaksanakan kegiatan sosial dan dakwah, maka dirinya membuat buku tentang dakwah dan pendidikan Islam. Saat dirinya sedang mengikuti pendidikan untuk meraih gelar doctor bidang SDM, maka dirinya membuat buku tentang SDM. Begitu juga ketika dirinya mulai memasuki dunia politik, maka dirinya akan membuat buku tentang politik.
Namun, diakui Irwan Prayitno, selama dirinya menjabat sebagai Gubernur Sumbar, belum satupun karya buku yang dilahirkannya. Kondisi ini terjadi karena dirinya cukup sibuk dengan pekerjaan melaksanakan program dan kegiatan pembangunan Sumbar. Irwan Prayitno berniat suatu saat nanti akan membuat sebuah buku tentang pengalamannya menjadi Gubernur Sumbar. “Mungkin nanti. Saya akan menulis buku tentang pengalaman saya menjadi Gubernur Sumbar,” harapnya. (*)
Posmetro Padang, 7 Agustus 2015
Sang Profesor itu Tuntaskan S3 dengan Prediket Cumlaude (Posmetro 10 Agus 2015)
Sang Profesor itu Tuntaskan S3 dengan Prediket Cumlaude
Prof DR Irwan Prayitno, Psi, Msc, memiliki kemampuan kecerdasan di atas rata-rata. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilannya menyelesaikan pendidikannya hingga S3 di Universiti Putra Malaysia (UPM) dengan waktu lebih cepat dari masa normal, dan nilainya di atas rata-rata. Gelar PhD Pendidikan Bidang Training Management, berhasil diraihnya dengan prediket Cumlaude dan IPK 3,97.
SWARI ARFAN—Padang
Irwan Prayitno merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya bernama Djamrul Djamal yang berasal dari Simabua Kabupaten Tanahdatar. Ibunya Sudarni berasal dari Pauh IX, Kecamatan Kuranji Kota Padang.
Dalam literature yang POSMETRO baca melalui Wikipedia.org, terungkap kedua orangtua Irwan Prayitno, lulusan PTAIN Yogyakarta dan berprofesi sebagai dosen IAIN Imam Bonjol. Sebelum tinggal di Padang, keluarga Djamrul Djamal menetap di Semarang, hingga Irwan Prayitno berusia tiga tahun. Kemudian pindah ke Cirebon saat Irwan Prayitno memasuki usia sekolah dasar.
Tahun 1970 hingga 1976, Irwan Prayitno menjalani pendidikan sekolah dasar di SDN 4, Kebon Baru, Cirebon. Setelah tamat sekolah dasar, Irwan Prayitno pulang ke Padang dan menjalani pendidikan di SMP 1 Padang, tahun 1976 – 1979.
Setelah tamat SMP, Irwan Prayitno melanjutkan sekolahnya ke SMA 3 Padang. Selama belajar di SMA 3 Padang inilah, Irwan Prayitno mulai aktif dalam kegiatan organisasi sekolah. Irwan Prayitno menjalani dua kali kepengurusan OSIS.
Selain aktif di organisasi sekolah. Irwan Prayitno juga termasuk salah seorang siswa yang cerdas. Pada tahun kedua dan ketiga, dirinya berhasil meraih juara pertama di kelasnya. Jiwa dan bakat kepemimpinan yang terdapat dalam dirinya sudah terlihat sejak sekolah. Dirinya selalu dipercaya oleh teman-teman sekelasnya untuk menjadi ketua kelas.
Setelah tamat SMA pada tahun 1982, Irwan Prayitno melanjutkan pendidikan kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). Selama kuliah Irwan Prayitno mulai melakukan pengembangan potensi diri dengan aktif dalam diskusi-diskusi, dakwah dan berbagai kegiatan kemahasiswaan.
Dirinya bergabung dan aktif dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta “Semua aktivitas saya ikuti, demi ingin mengembangan diri saya. Saya aktif dalam kegiatan diskusi, dakwah dan ikut bergabung dalam organisasi HMI,” terang Irwan Prayitno kepada POSMETRO, Minggu (9/8).
Bahkan pada pada 1984, Irwan Prayitno diangkat menjadi Ketua HMI Komisariat Fakultas Psikologi UI. Irwan Prayitno juga aktif dalam pergerakan Islam, beralih ke masjid di kampus-kampus lewat kelompok-kelompok tarbiah yang lebih berorientasi pada pembinaan aqidah dan akhlaq. Aktivitas tarbiah berpusat di masjid-masjid kampus.
Saat masih kuliah, di usianya yang ke- 22 tahun, Irwan Prayitno menikah dengan Nevi Zuairina, mahasiswi UI yang ditemuinya saat menjalani kuliah semester tiga. Selama menjadi mahasiswa, Irwan Prayitno bahkan sudah dikarunia dua orang anak, hasil pernikahannya denganNevi Zuairina.
Cukup berat perjuangan Irwan Prayitno untuk dapat menyelesaikan kuliahnya. Selain aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan dakwah. Irwan Prayitno harus bakureh dengan mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor di bimbingan belajar Nurul Fikri. Kerja kerasnya mencari nafkah dilakukan untuk dapat membiayai uang kuliah, menghidupi dirinya bersama istri dan dua anaknya.
Meskipun cukup berat perjuangan yang dilaluinya. Namun, Irwan Prayitno berhasil menamatkan kuliahnya. Meskipun dirinya cukup lama menyelesaikan kuliahnya, yakni enam tahun dan dengan IPK rendah 2,02. Tamat kuliah, aktivitas dakwah Irwan Prayitno berlanjut dengan mengembangkan kegiatan dakwah di kampus Universitas Andalas dan IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang).
Karena IPK rendah, Irwan Prayitno memutuskan pulang ke Padang untuk berdakwah dan melanjutkan mengajar kursus. Dirinya lalu merintis yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Irwan mendirikan kursus bimbingan belajar Adzkia. Kemudian membentuk Yayasan Pendidikan Adzkia yang mewadahi pendidikan taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.Secara bertahap sejak 1994, Adzkia berkembang cukup pesat membuka jenjang perguruan tinggi, selain taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah kejuruan.
Seiring berkembangnya Yayasan Pendidikan Adzkia, kehidupan Irwan Prayitno mulai mapan. Namun, kesuksesan dirinya mengembangkan Yayasan Pendidikan Adzkia, tidak membuat dirinya lupa akan arti penting ilmu pengetahuan. Dirinya melanjutkan pendidikan dengan mengambil program S-2 di Universiti Putra Malaysia, Selangor. Irwan Prayitno mengambil program Pendidikan Bidang Human Resource Development
Untuk mengambil kuliah S2 di Negeri Jiran itu bukan tanpa cobaan. Irwan Prayitno yang membawa serta istri dan anaknya ke Malaysia. Namun, karena IPK rendah, lamarannya untuk mengambil S2 sempat beberapa kali ditolak. Irwan Prayitno kemudian bertemu dengan Pembantu Rektor UPM. Kepada Prof. Hasyim Hamzah. Irwan Prayitno menyatakan kesanggupan menyelesaikan studi dalam tiga semester. Irwan Prayitno berhasil membuktikan janjinya. Dirinya tamat satu setengah tahun lebih awal dari waktu normal, tiga tahun pada 1996.
Tidak puas hanya menyelesaikan S2, Irwan Prayitno melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang sama.
Selama di Selangor, selain kuliah, Irwan Prayitno harus bekerja keras mengurus keluarga. Saat itu, ia telah memiliki lima anak. Dirinya hanya mengalokasikan sekitar 10 sampal 20 persen untuk kuliah. Kegiatan dakwahnya tetap berlanjut. Bahkan, ia menunaikan dakwah sampai ke Eropa dan harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dalam perjalanan di dalam mobil, pesawat, atau kereta api.
Di tengah kesibukannya tersebut, Irwan Prayitno kemudian terjun ke dunia politik. Dirinya dicalonkan oleh Partai Keadilan sebagai anggota legislatif DPR. Padahal saat itu Irwan Prayitno tengah mempersiapkan ujian akhir S-3. Dirinya dapat merampungkan kuliahnya untuk gelar PhD dengan IPK cumlaude 3,97 pada tahun 2000.
Dirinya kemudian kembali ke Indonesia, ia berbagi tugas di legislative sebagai anggota DPR-RI dan kegiatannya di bidang akademisi. Sejak tahun 2003, ia mengajar program pasca-sarjana di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan dikukuhkan sebagai guru besar pada 1 September 2008.
Dari seluruh perjuangan dan perjalanan hidup yang dilaluinya, baik itu melalui pendidikan, dakwah, aktif dalam kegiatan social kemasyarakatan dan politik, Irwan Prayitno mengungkapkan semuanya demi keinginannya membawa perubahan yang lebih baik bagi masyarakat. “Jika saya jadi PNS maka saya tidak akan bisa berbuat untuk perubahan. Namun, dengan pilihan hidup yang saya jalani saat ini, saya hanya ingin berbuat untuk perubahan agar masyarakat kita lebih baik,” terang Irwan prayitno singkat.(**)
Posmetro Padang, 10 Agustus 2015
Alhamdulillah Lima Tahun Tidak Pernah Sakit (Posmetro 11 Agus 2015)
Alhamdulillah, Lima Tahun Tidak Pernah Sakit
Satu hal kecil yang luput dari sisi lain seorang Irwan Prayitno. Tanpa di sadari, belum pernah kita mendengar informasi, Rang Kuranji itu menderita sakit, selama lima tahun memimpin Sumbar. Dengan rutinitas yang padat sebagai Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno diberi rahmat kesehatan oleh Allah SWT.
SWARI ARFAN—Padang
Tidak dipungkiri, tugas seorang kepala daerah cukup berat. Apalagi sebagai seorang Gubernur Sumbar. Hampir seluruh waktunya diluangkan untuk mengurus masyarakat. Seorang Gubernur Sumbar juga harus siap tempur. Mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk membangun Sumbar.
Gubernur dalam melaksanakan tugasnya siang dan malam, harus bepergian dari satu daerah ke daerah lain. Bertemu dan melihat kondisi masyarakatnya, meninjau, melaksanakan dan mengevaluasi berbagai program pembangunan di daerah. Gubernur juga harus siap sedia menghadiri undangan acara dan kegiatan berbagai elemen masyarakat.
Tidak jarang, seorang gubernur juga harus pulang balik ke pemerintah pusat, melobi dan menjemput berbagai program pembangunan pemerintah pusat, untuk dapat direalisasikan di daerah.
Dengan tugas yang cukup berat tersebut, kepala daerah rentan menderita kelelahan dan bahkan sampai sakit. Namun, tidak demikian halnya yang dialami Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. POSMETRO menelusuri dan mengorek informasi pengakuan orang-orang terdekat Irwan Prayitno. Dan ternyata benar, Irwan Prayitno tidak pernah menderita sakit, selama lima tahun memimpin Sumbar.
Yongky Salmeno, salah seorang teman akrab Irwan Prayitno yang juga pernah membuat sebuah artikelnya berjudul “Tak Tahu Maka Tak Kenal” dan dimuat di media lokal mengakui, selama lima tahun dirinya setiap hari mendampingi Irwan Prayitno, belum pernah mendengar temannya itu mengeluh capek dan ingin istirahat atau libur.
Dirinya menilai pola kerja Irwan Prayitno seperti bola salju. Makin lama makin cepat, makin besar dan sulit dihentikan. Ada dua sopir dan dua ajudan yang secara aplusan mendampingi Irwan Prayitno sehari-hari. Tak ada ada yang sanggup mendampingi dan mengikuti perjalanan Irwan Prayitno full seminggu penuh.
Selama lima tahun belakangan, meski beraktivitas rutin dari subuh hingga larut malam, tidak pernah sekalipun dirinya melihat Irwan Prayitno pulang ke rumah untuk istirahat tidur siang. Juga, Alhamdulillah belum pernah satu haripun istirahat karena sakit. Sementara kami yang mendampingi, meski dengan sistem aplusan, sudah bergiliran sakit dan terpaksa beristirahat total (bed rest),” terangnya.
Tidak percaya begitu saja, POSMETRO mengkonfirmasi informasi tersebut dengan menghubungi Irwan Prayitno, Senin (10/8). Irwan Prayitno mengatakan, Alhamdulillah dirinya belum pernah sakit selama lima tahun ini. Bagaimana bisa seorang Irwan Prayitno bisa menjaga kesehatannya hingga tidak pernah sakit, dengan aktivitasnya yang super sibuk?
Pendiri Lembaga Pendidikan Adzkia itu menjawab singkat, kuncinya cuma satu, yakni ikhlas. Dengan keikhlasan, dirinya justru merasa enjoy (santai-red) menjalani semua tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala daerah. “Dengan ikhlas, saya tidak pernah menganggap semuanya jadi beban,” terang Irwan Prayitno.
Dirinya juga tidak memungkiri, ada kiat-kiat khusus untuk menjaga kesehatannya, agar tidak kelelahan dan menderita sakit. Pria yang pernah menyandang gelar guru besar pada tahun 2008 di Universitas Muhammadiyah Jakarta itu mengungkapkan, dalam menjalankan aktivitas sebagai kepala daerah, dirinya memanfaatkan tidur di rumah, hanya pada malam hari. Lamanya kurang lebih empat jam, mulai dari pukul 24.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB.
Sementara, kalau siang hari, dirinya sama sekali tidak pernah menggunakan waktu untuk tidur di rumah. Waktu untuk istirahat siang hanya digunakan sewaktu dalam perjalanan ke daerah tertentu atau ke pemerintah pusat.
Suami dari Nevi Zuairina itu mencontohkan, saat dirinya bepergian dengan pesawat ke pemerintah pusat di Jakarta. Dirinya, menggunakan waktu di atas pesawat untuk istirahat tidur. Begitu juga saat dirinya berkunjung ke daerah. Seperti hendak bepergian ke Bukittinggi, dirinya kadang tidur istirahat sejenak di atas mobil, sebelum sampai ke Bukittinggi.
Tidak hanya menjaga waktu tidur. Irwan Prayitno juga menjaga kesehatannya dengan makan yang cukup. Tidak dipungkirinya, jika tiba waktu makan, dirinya makan cukup banyak dan lahap. Namun, anehnya, Irwan Prayitno tidak pernah sedikit pun memperhatikan menu makanan yang dimakannya, apakah berdampak baik atau buruk bagi kesehatannya. “Makan memang mesti teratur. Apo yang lamak, dilahap. Tidak ada pantangan sama sekali,” ungkap Irwan Prayitno sambil tertawa.
Selain makan teratur, Irwan Prayitno juga rajin berolahraga. Olahraga yang rutin digelutinya, karate, tarabas, badminton dan jogging. Untuk olahraga karate, rutin dilakukannya Selasa dan Rabu, pukul 06.00 WIB. Sementara, tarabas, khusus olahraga yang menantang adrenaline yang satu ini, dilakukannya kadang tiga bulan sekali. “Tergantung ada yang ngajak. Trabas saya lakukan untuk menunjang kerja, menelusuri daerah-daerah yang terisolir dan tidak memiliki akses transportasi,” terangnya.
Sementara, olahraga badminton dilakukannya pada malam hari. Biasanya satu kali dalam seminggu. Sedangkan jogging dilakukannya pada pagi hari rutin Sabtu dan Minggu.
Selain rutin berolahraga, Irwan Prayitno mengakui dirinya juga sering melakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter, satu kali dalam enam bulan. “Check up (pemeriksaan kesehatan) juga rutin saya lakukan satu kali enam bulan,” terang Irwan Prayitno.(**)
Posmetro Padang, 11 Agustus 2015
Man Jadda Wajada (Posmetro 12 Agus 2015)
“Manjada Wa Jadda”. Kalimat berbahasa Arab itu mengandung makna “Barang Siapa Bersungguh-sungguh, Maka Pasti akan Dapat”. Kalimat tersebut tidak akan pernah dilupakan Irwan Prayitno dalam menjalani kehidupannya mulai dari kecil hingga sekarang ini. Betapa tidak, kalimat itu merupakan pesan langsung dari Almarhumah Ibundanya Sudarni Sayuti, saat dirinya masih kecil.
SWARI ARFAN—Padang
“Almarhumah waktu saya kecil berpesan, apo se nan di karajoan harus basungguah-sungguah. Kato Nabi jo di dalam Al Quran, kalau basungguah-sungguah, pasti dapek hasilnyo,” ungkap Irwan Prayitno, mengenang pesan Almarhumah Ibundanya Sudarni Sayuti, kepada POSMETRO, Selasa (11/8).
Pesan tersebut, diakui Irwan Prayitno membentuk karakter dalam dirinya dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Diakui Irwan Prayitno, cukup banyak hasil yang didapatnya, kalau melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Irwan Prayitno mencontohkan dari pengalamannya yang sangat sederhana. Saat dirinya ingin berdakwah melalui seni. Dirinya bisa membuat album lagu religi, bernyanyi dan main drumd. Berkat kesungguhan, dirinya bias mewujudkan mimpi itu.
Begitu juga saat dirinya ingin menerobos daerah terisolir di Sumbar dengan menggunakan motor. Berkat kesungguhan dirinya bisa melacak motor trail menempuh medan berat di daerah terisolir. Begitu juga dirinya ingin menguasai beladiri. Alhamdulillah dirinya bisa bela diri karate. “Dari keinginan yang kecil jika dengan kesungguhan, maka pasti akan didapat hasilnya,” terang Irwan Prayitno.
Di dunia pendidikan. Begitu banyak hasil yang didapat dari kesungguhannya. Irwan Prayitno mencontohkan, saat dirinya ingin menyelesaikan pendidikan hingga S3. Alhamdulillah, berkat kesungguhan, dirinya dapat mewujudkan keinginannya itu.
Bahkan, dirinya berhasil menamatkan S3 di Universiti Putra Malaysia (UPM) dengan waktu lebih cepat dari masa normal, dan nilainya di atas rata-rata. Gelar PhD Pendidikan Bidang Training Management, berhasil diraihnya dengan prediket Cumlaude dan IPK 3,97.
Begitu juga keinginannya untuk mendirikan lembaga pendidikan. Berkat kesungguhan dirinya berhasil mengembangkan Yayasan Pendidikan Adzkia menjadi besar seperti saat ini.
Keberhasilan Irwan Prayitno juga merambah di dunia politik. Dirinya menjadi anggota DPR-RI. Dirinya menjadi lima tahun sejak 2010 menjadi Gubernur Sumbar. Semua keberhasilan dalam hidup yang dilaluinya menurut pengakuan Irwan Prayitno tidak terlepas dari kesungguh-sungguhan.
Bagaimana dengan kesungguhan Irwan Prayitno mengurus rakyatnya masyarakat Sumbar. Diakui Irwan Prayitno, sebagai Gubernur Sumbar, dirinya membuktikan kesungguhan menjaga amanah rakyat, dengan rela mengorbankan seluruh waktunya untuk bekerja untuk masyarakat.
Dirinya banyak melakukan hal-hal yang di luar batas kemampuan fisiknya. Seperti, mengadakan rapat tidak hanya siang hari. Tetapi juga setiap malam mulai pukul 20.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB.
Rapat yang dilakukan malam hari ini, bertujuan untuk mengevaluasi seluruh program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan. Rapat, menurutnya juga dilakukan pada Sabtu dan Minggu. Bahkan dirinya, dalam satu hari siang dan malam juga harus pulang balik ke Jakarta, untuk menjemput program pemerintah pusat agar dapat direalisasikan di Sumbar.
Kesungguhan Irwan Prayitno dalam mengurus masyarakat Sumbar juga dibuktikan dengan menginstruksikan seluruh jajaran SKPD di lingkungan Pemprov Sumbar agar mengaktifkan handphonenya, tujuh hari 24 jam.
Perintah ini dilakukannya, karena Irwan Prayitno ingin, apapun informasi keluhan, pengaduan yang diperolehnya melalui masyarakat terkait pembangunan dan pelayanan publik, baik siang dan malam, langsung ditindaklanjuti oleh SKPD terkait secepatnya.
Tidak hanya itu, Irwan Prayitno juga komitmen jangan ada surat-surat tertumpuk di meja kerjanya. Apapun urusan surat-menyurat dan administrasi yang membutuhkan persetujuan dan tandatangannya, hanya boleh terletak di mejanya, cukup dalam waktu semalam saja.
Bagi Irwan Prayitno tidak ada istilah hari libur. Dalam satu hari saja, dirinya menghabiskan waktu bahkan sampai 15 kegiatan. Dirinya, juga rutin berkunjung ke kabupaten kota, ke nagari-nagari menelusuri daerah-daerah pelosok. Melihat langsung kondisi pembangunan di tengah masyarakatnya.
Data yang berhasil dihimpun POSMETRO, dalam satu tahun saja Irwan Prayitno sebanyak 150 kali mengunjungi kabupaten kota. Selama lima tahun menjabat sebagai Gubernur Sumbar dirinya telah berhasil mengunjungi seluruh nagari di Sumbar. Apa yang dilakukan Irwan Prayitno, diakuinya karena ingin bersungguh-sungguh melaksanakan amanah yang diberikan masyarakat kepadanya.
Kesungguhan Irwan Prayitno dalam bekerja sebagai Gubernur Sumbar ternyata membuahkan hasil dalam lima tahun ini. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan Pemprov Sumbar meriah 200 penghargaan dan prestasi nasional dan internasional. Selain itu, dalam pengelolaan keuangan daerah, Pemprov Sumbar yang dulunya hanya meraih opini disclaimer sekarang berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Irwan Prayitno sukses dalam melaksanakan program-programnya meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Contohnya, Irwan Prayitno mencetus program Gerakan Pensejahteraan Petani. (GPP). Tujuan dilaksanakannya program ini, meningkatkan jam kerja efektif petani. Dari yang biasanya hanya bekerja 3,5 jam per hari menjadi 8 jam per hari dengan minimal tiga jenis usaha.
Sasaran pemberdayaan 37.200 rumah tangga petani (RTP) dengan melibatkan 1.860 kelompok tani dan 930 nagari/kelurahan/desa ( seluruh nagari). Program ini cukup berhasil dilaksanakan. Data Bappeda Sumbar mencatat, realisasi sampai tahun 2014 adalah 248 nagari, 496 kelompok tani dan 9.992 RTP.
Selain GPP, Irwan Prayitno juga mencetus program Pensejahteraan Ekonomi Masyarakat Pesisir (GEPEMP). Program ini bertujuan meningkatkan usaha kelautan perikanan dan pengembangan mata pencaharian alternatif di luar bidang kelautan dan perikanan. Sasaran GEPEMP pemberdayaan 5.680 KK masyarakat pesisir/nelayan miskin yang tersebar pada tujuh kabupaten kota, 42 kecamatan dan 89 nagari/desa/ kelurahan.
Program ini juga sukses dilaksanakan dan berdampak terhadap peningkatan ekonomi nelayan. Realisasi GEPEMP sampai 2014 berhasil menyentuh sebanyak 4.405 KK di tujuh kabupaten kota. Tujuh kabupaten kota itu meliputi Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Agam, Mentawai, Pasaman Barat, Padangpariaman, Pariaman.
Kemudian juga ada program Gerakan Pensejahteraan UMKM (GPUMKM). Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan pelaku UMKM dalam pengelolaan usaha akses ke lembaga keuangan, pemasaran dan peningkatan peranan koperasi. Sasarannya adalah peningkatan kemampuan kelompok pelaku UMKM. Realisasi KUR Rp4,1 triliun untuk 226 ribu nasabah (penduduk Sumbar 4,9 juta dan BUMD Jamkrida).
Program lainnya, yakni program Gerakan Pensejahteraan Fakir Miskin (GPFAKIN). Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sasaran GPFAKIN melalui kegiatan program bantuan usaha ekonomi produktif (KUBE), program PNPM Mandiri (pedesaan/perkotaan), Penyaluran hibah bansos bagi keluarga miskin, bantuan beasiswa miskin, jaminan kesehatan masyarakat, jaminan kesehatan daerah, pengadaan beras raskin dan bantuan untuk panti asuhan swasta.
Contoh kesungguhan Irwan Prayitno tersebut dalam bekerja, akhirnya diikuti oleh jajaran SKPD di lingkungan Pemprov Sumbar. Kepala Dinas Sosial Abdul Gafar mengakui, dirinya menyadari Irwan Prayitno sebagai Gubernur Sumbar memberikan pelajaran yang berarti bagi dirinya, tentang apa artinya sebuah kesungguhan dalam mengurus masyarakat. Abdul Gafar mencontohkan, setiap meninjau daerah terisolir, dirinya bersama SKPD lainnya wajib hadir bersama gubernur. Melalui hasil peninjauan di lapangan tersebut, gubernur menurutnya langsung menindaklanjuti kepada seluruh SKPD yang hadir, dengan menggelar rapat koordinasi dan evaluasi.
Rapat tersebut bertujuan untuk melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang dibutuhkan untuk pembangunan di daerah yang dikunjunginya itu. “Tidak hanya sekedar rapat. Hasilnya terus dievaluasi per hari bahkan per minggu. Bagi SKPD yang tidak bekerja dan programnya tidak jalan bahkan diberi peringatan keras,” terang Abdul Gafar.
Dari program dan kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut, juga hasilnya dievaluasi oleh Irwan Prayitno. Abdul Gafar mengungkapkan, kesungguhan yang dilakukan dalam bekerja juga membuahkan hasil. Abdul Gafar mencontohkan, dengan program lintas SKPD yang dilakukan, ternyata berdampak angka kemiskinan berkurang setiap tahun. Jika dulunya angka kemiskinan di Sumbar mencapai 10,7 persen, sekarang hanya menjadi 6,96 persen.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Dinas PSDA Sumbar Ali Musri. Diakuinya, dalam bekerja dirinya sering diikutkan gubernur ke daerah-daerah pelosok. Dirinya langsung diminta langsung oleh gubernur untuk segera menindaklanjuti temuan di lapangan. Ali Musri mencontohkan, saat ada temuan irigasi yang ruysak dan butuh diperbaiki. Dirinya langsung mendapat perintah untuk segera memperbaiki.
Apa yang diperintahkan oleh gubernur kepada dirinya diakui Ali Musri, terus dievaluasi, siang dan malam. Bahkan tak jarang dirinya kerap mendapat sms malam hari, untuk memerintahkan dirinya agar segera menindaklanjuti informasi apapun keluhan dari masyarakat.
Ali Musri menilai, nilai yang bisa diperoleh dari kesungguhan yang dilakukan seorang Irwan prayitno adalah, keikhlasan. “Gubernur Irwan Prayitno tidak pernah menilai apa yang dilakukannya sebuah beban. Dia benar-benar ikhlas,” terang Ali Musri. (*)
Posmetro Padang, 12 Agustus 2015
Berceramah Tidak Mau Dibayar (Posmetro 13 Agus 2015)
Tidak hanya sebagai Gubernur Sumbar yang sibuk mengurus urusan pemerintahan, pembangunan dan mengurus masyarakat. Irwan Prayitno juga dikenal sebagai salah seorang ustad yang handal berdakwah memberikan ceramah agama. Tidak terhitung banyaknya lokasi dan acara yang dikunjunginya untuk berceramah agama.
SWARI ARFAN—Padang
Pengetahuan Irwan Prayitno tentang agama melebihi syarat sebagai seorang dai. Banyak ayat-ayat yang mampu dihafalnya di luar kepala sebagai referensi untuk menjelaskan masalah-masalah agama dan kehidupan sehari-hari saat berdakwah. Analisa dan ceramahnya tentang masalah agama dan kehidupan sehari-hari sederhana, masuk di akal dan menyejukkan.
Kebiasaan Suami Nevi Zuairina membaca Al Quran telah dimulai sejak kecil. Dulu, alumni SMA 3 Padang ini bahkan tidak bisa tidur kalau belum membaca atau dibacakan Al Quran. Kebiasaan itu tak berubah hingga kini.
Namun, kecintaan Irwan Prayitno terhadap dunia dakwah tersebut bukan tanpa cobaan. Irwan Prayitno tidak memungkiri, banyak yang menuding dirinya banyak menerima amplop dari bayaran berceramah di setiap undangan acara yang dihadirinya. Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia ini menegaskan, dirinya sama sekali tidak dibayar untuk berceramah. Semua ceramah yang dilakukannya gratis.
Diakuinya, selama menjadi Gubernur Sumbar, hampir seluruh mesjid dan surau di pelosok Sumbar sudah dikunjunginya untuk memberikan ceramah agama. Mulai dari mesjid terbesar di Sumbar, yakni Mesjid Raya Sumbar, hingga ke surau-surau di nagari terpencil hingga daerah perbatasan Sumbar.
Menurutnya, dirinya datang berkunjung ke mesjid dan surau berceramah, jika diundang oleh masyarakat. Undangan berceramah tersebut sangat banyak datang kepada dirinya, saat peringatan hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ dan Mira’, Idul Fitri, Idul Adha dan peringatan Tahun Baru Islam. Namun yang rutin dilakukannya dalam tiap Minggu, yakni ceramah saat menjadi Khatib Sholat Jumat. “Jika diundang berceramah, InsyaAllah saya datang,” jelas Rang Kuranji Padang itu, kepada POSMETRO, Rabu (12/8).
Selain bertujuan ingin menyampaikan dakwah agama, dengan berceramah ke mesjid dan surau, dirinya dapat bertemu langsung dan mengetahui kondisi masyarakatnya serta pembangunan yang dilaksanakan di seluruh pelosok Sumbar.
Tidak hanya ke mesjid dan surau berceramah, Irwan Prayitno bahkan mengaku dirinya, juga banyak diundang oleh instansi pemerintah, swasta dan perbankan untuk memberikan ceramah dan tausiah. Irwan Prayitno sangat menghargai undangan tersebut. Karena itu dirinya tidak bisa menolak. “Semuanya demi dakwah dan syiarnya Agama Islam,” ungkapnya.
Ditanya sudah berapa kali ceramah, Irwan Prayitno mengaku tidak bisa ingat lagi, karena begitu banyaknya. Namun, dalam seminggu, Irwan prayitno mengaku dirinya dua hingga tiga kali berceramah. Irwan Prayitno mengaku, dirinya sudah membuat CD album rekamannya berceramah di berbagai acara. Sudah ada 200 judul ceramah dengan rekaman 8 volume.
Aktivitas berceramah menurutnya, sudah dilakoninya sejak masih menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi di UI. Aktivitas tersebut semakin meningkat sejak dirinya bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dirinya, sewaktu kuliah, beralih ke masjid di kampus-kampus lewat kelompok-kelompok tarbiah yang lebih berorientasi pada pembinaan aqidah dan akhlaq. Aktivitas tarbiah berpusat di masjid-masjid kampus.
Kebiasaannya berceramah dan berdakwah berlanjut hingga Irwan Prayitno mengambil kuliah S-2 dan S-3 di Universitas Putra Malaysia (UPM), Selangor. Bahkan waktu kuliah di Malaysia, Irwan Prayitno pergi menunaikan dakwah hingga sampai ke London, Inggris.
Tidak hanya saat diundang khusus saja berceramah. Irwan Prayitno mengaku, selama menjadi Gubernur Sumbar, saat menghadiri dan membuka berbagai kegiatan undangan lainnya, dirinya juga berkesempatan menyelipkan sedikit pesan-pesan yang terkandung dalam ayat-ayat Al Quran dan Hadist. Dalam rapatnya dengan jajaran Pemprov Sumbar pun, Irwan Prayitno mengaku dirinya juga menyelipkan pesan agama kepada peserta rapat yang hadir waktu itu. “Pokoknya di manapun berada dakwah perlu disampaikan,” terang Irwan Prayitno.(**)
Posmetro Padang, 13 Agustus 2015
Tidak hanya sebagai Gubernur Sumbar yang sibuk mengurus urusan pemerintahan, pembangunan dan mengurus masyarakat. Irwan Prayitno juga dikenal sebagai salah seorang ustad yang handal berdakwah memberikan ceramah agama. Tidak terhitung banyaknya lokasi dan acara yang dikunjunginya untuk berceramah agama.
SWARI ARFAN—Padang
Pengetahuan Irwan Prayitno tentang agama melebihi syarat sebagai seorang dai. Banyak ayat-ayat yang mampu dihafalnya di luar kepala sebagai referensi untuk menjelaskan masalah-masalah agama dan kehidupan sehari-hari saat berdakwah. Analisa dan ceramahnya tentang masalah agama dan kehidupan sehari-hari sederhana, masuk di akal dan menyejukkan.
Kebiasaan Suami Nevi Zuairina membaca Al Quran telah dimulai sejak kecil. Dulu, alumni SMA 3 Padang ini bahkan tidak bisa tidur kalau belum membaca atau dibacakan Al Quran. Kebiasaan itu tak berubah hingga kini.
Namun, kecintaan Irwan Prayitno terhadap dunia dakwah tersebut bukan tanpa cobaan. Irwan Prayitno tidak memungkiri, banyak yang menuding dirinya banyak menerima amplop dari bayaran berceramah di setiap undangan acara yang dihadirinya. Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia ini menegaskan, dirinya sama sekali tidak dibayar untuk berceramah. Semua ceramah yang dilakukannya gratis.
Diakuinya, selama menjadi Gubernur Sumbar, hampir seluruh mesjid dan surau di pelosok Sumbar sudah dikunjunginya untuk memberikan ceramah agama. Mulai dari mesjid terbesar di Sumbar, yakni Mesjid Raya Sumbar, hingga ke surau-surau di nagari terpencil hingga daerah perbatasan Sumbar.
Menurutnya, dirinya datang berkunjung ke mesjid dan surau berceramah, jika diundang oleh masyarakat. Undangan berceramah tersebut sangat banyak datang kepada dirinya, saat peringatan hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ dan Mira’, Idul Fitri, Idul Adha dan peringatan Tahun Baru Islam. Namun yang rutin dilakukannya dalam tiap Minggu, yakni ceramah saat menjadi Khatib Sholat Jumat. “Jika diundang berceramah, InsyaAllah saya datang,” jelas Rang Kuranji Padang itu, kepada POSMETRO, Rabu (12/8).
Selain bertujuan ingin menyampaikan dakwah agama, dengan berceramah ke mesjid dan surau, dirinya dapat bertemu langsung dan mengetahui kondisi masyarakatnya serta pembangunan yang dilaksanakan di seluruh pelosok Sumbar.
Tidak hanya ke mesjid dan surau berceramah, Irwan Prayitno bahkan mengaku dirinya, juga banyak diundang oleh instansi pemerintah, swasta dan perbankan untuk memberikan ceramah dan tausiah. Irwan Prayitno sangat menghargai undangan tersebut. Karena itu dirinya tidak bisa menolak. “Semuanya demi dakwah dan syiarnya Agama Islam,” ungkapnya.
Ditanya sudah berapa kali ceramah, Irwan Prayitno mengaku tidak bisa ingat lagi, karena begitu banyaknya. Namun, dalam seminggu, Irwan prayitno mengaku dirinya dua hingga tiga kali berceramah. Irwan Prayitno mengaku, dirinya sudah membuat CD album rekamannya berceramah di berbagai acara. Sudah ada 200 judul ceramah dengan rekaman 8 volume.
Aktivitas berceramah menurutnya, sudah dilakoninya sejak masih menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi di UI. Aktivitas tersebut semakin meningkat sejak dirinya bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Dirinya, sewaktu kuliah, beralih ke masjid di kampus-kampus lewat kelompok-kelompok tarbiah yang lebih berorientasi pada pembinaan aqidah dan akhlaq. Aktivitas tarbiah berpusat di masjid-masjid kampus.
Kebiasaannya berceramah dan berdakwah berlanjut hingga Irwan Prayitno mengambil kuliah S-2 dan S-3 di Universitas Putra Malaysia (UPM), Selangor. Bahkan waktu kuliah di Malaysia, Irwan Prayitno pergi menunaikan dakwah hingga sampai ke London, Inggris.
Tidak hanya saat diundang khusus saja berceramah. Irwan Prayitno mengaku, selama menjadi Gubernur Sumbar, saat menghadiri dan membuka berbagai kegiatan undangan lainnya, dirinya juga berkesempatan menyelipkan sedikit pesan-pesan yang terkandung dalam ayat-ayat Al Quran dan Hadist. Dalam rapatnya dengan jajaran Pemprov Sumbar pun, Irwan Prayitno mengaku dirinya juga menyelipkan pesan agama kepada peserta rapat yang hadir waktu itu. “Pokoknya di manapun berada dakwah perlu disampaikan,” terang Irwan Prayitno.(**)
Posmetro Padang, 13 Agustus 2015
Sudah Biasa dengan Hidup Sederhana (Posmetro 14 Agus 2015)
Sudah Biasa dengan Hidup Sederhana
Sebagai seorang yang diberi amanah memimpin Sumbar, Irwan Prayitno diberikan peluang menggunakan fasilitas negara sepuas-puasnya untuk menunjang aktivitasnya sehari-hari. Mulai dari rumah dinas, mobil dinas, fasilitas tiket pesawat kelas eksekutif. Namun, bagi seorang Irwan Prayitno sangat takut menggunakan fasilitas tersebut.
Swari Arfan—Padang
Irwan Prayitno lebih memilih berhemat menggunakannya. Sikap hemat tersebut dilakukan, karena Irwan Prayitno menyadari seluruh fasilitas tersebut dibiayai APBD yang berasal dari uang rakyat. Sikap hemat tersebut sebenarnya sudah lama menjadi gaya hidup Irwan Prayitno sejak dulu, sebelum dirinya menjabat sebagai Gubernur Sumbar. Satu kebiasaan Irwan Prayitno saat bepergian melaksanakan aktivitas, lebih suka memilih naik bus angkutan umum.
Bahkan tak jarang dirinya berdiri bergelantungan di atas bus, karena tidak mendapat kursi duduk. Kebiasaan ini sudah dilakukannya sejak dulu, sewaktu muda, hingga sekarang.
Diakuinya, selama sering naik bus, banyak yang tidak mengetahui dirinya seorang Gubernur Sumbar. Dalam situasi yang berdesak-desakan, Irwan Prayitno tidak pernah minder dan selalu rileks bergelantungan dalam sebuah bus.
Kesederhanaan Irwan Prayitno juga terlihat dengan lebih memilih penerbangan kelas ekonomi ke manapun pergi. Pengalaman Irwan Prayitno yang menarik saat berangkat dengan penerbangan kelas ekonomi Garuda GA 162 tujuan Padang-Jakarta. Dirinya, saat itu bertemu dengan sastrawan dan budayawan Taufik Ismail.
“Saya benar-benar tak percaya. Mungkin bagi orang lain tidak, namun menurut saya ada gubernur yang duduk di kelas ekonomi dalam sebuah penerbangan, ini adalah istimewa. Sangat istimewa,” ujar Taufik Ismail menuturkan kisahnya pada pertemuan tak sengaja dengan Irwan Prayitno dikutip dari laman http:// pks-jakarta.or.id/ kesaksian-taufik-isma il-tentang-gubernur- sumbar-irwan-prayitn o/ dan laman http://www.portalsumut.com/ 2014/05/ beredar-foto-gubernur -sumbar-irwan.html.
Diceritakan Taufik, ketidakpercayaannya itu bermula ketika ia melihat Irwan Prayitno melangkah ke ruang di kelas ekonomi penerbangan itu. Ruang di mana rakyat badarai memilih tempat duduk, sesuai kemampuan keuangan masing-masing. Sebagai seorang gubernur, tentu tidak satu penumpangpun yang akan berkecil hati, jika Irwan Prayitno duduk di eksekutif atau business class yang nyaman.
“Saya sudah lama juga hidup, sering naik pesawat bersama banyak orang, mulai dari pejabat tinggi hingga orang biasa. Bagi saya, ada gubernur rendah hati seperti ini, adalah obat. Ia tak berjarak dengan rakyat. Ia tampil apa adanya. Bagi saya, ini adalah sebuah keteladanan,” katanya.
Irwan Prayitno tidak mau terlalu jauh membahas soal seringnya dirinya berangkat dengan penerbangan di kelas ekonomi. Karena memang tidak ada maksud apapun, tetapi hanya karena sudah terbiasa saja. “Duduk di pesawat itu bukan karena duduk di kelas ekonomi atau eksekutif. Tetapi nikmatnya naik pesawat itu adalah saat take off tertidur dan ketika landing terbangun,” ujarnya sambil tertawa.
Sikap hidup hemat lainnya Irwan Prayitno dengan tidak pernah menggunakan mobil dinas baru selama empat tahun menjabat sebagai Gubernur Sumbar. Dirinya justru lebih memilih menggunakan mobil dinas yang lama dan sudah bekas. “Jika ada mobil dinas yang lama yang masih bagus dan bisa digunakan, kenapa harus gunakan mobil baru, yang dibeli dengan menggunakan uang rakyat,” terangnya.
Irwan Prayitno juga lebih banyak menggunakan mobil pribadinya untuk bepergian melaksanakan tugas sebagai gubernur. Begitu juga saat dalam perjalanan kunjungan ke daerah. Irwan Prayitno tidak terlalu patuh dengan aturan protokoler saat menentukan rumah makan yang layak untuknya istirahat. Irwan bahkan lebih sering singgah ke warung biasa, saat istirahat untuk makan dan shalat. (*)
Posmetro Padang, 14 Agustus 2015
Tampil di Pentas Internasional di Usia Muda (Posmetro 18 Agus 2015)
Tampil di Pentas Internasional di Usia Muda
Irwan Prayitno salah seorang tokoh politik muda yang cukup disegani di skala nasional dan internasional. Sewaktu menduduki jabatan Ketua Komisi VIII Bidang Energi, Sumber Daya Mineral, Riset, Tekhnologi dan Lingkungan Hidup DPR-RI selama lima tahun, sejak tahun 1999, dirinya sudah melanglang buana ke beberapa negara. Rang Kuranji itu diundang sebagai pembicara terkait energi pertambangan dalam berbagai forum internasional. Padahal usianya waktu itu baru 36 tahun.
SWARI ARFAN—Padang
Menduduki Ketua Komisi VIII DPR-RI selama lima tahun, merupakan sebuah prestasi yang membanggakan Irwan Prayitno sebagai putra Minang. Apalagi waktu itu, usianya tergolong masih muda. Ini membuktikan, bahwa sebagai politisi asal Minang, dirinya cukup disegani di parlemen pusat.
Selama menduduki Ketua Komisi VIII DPR-RI waktu itu, Irwan Prayitno sangat menguasai ilmu tentang energi dan pertambangan. Berkat kemampuannya itu, dirinya diundang sebagai narasumber tentang pertambangan dan energi di berbagai pentas internasional.
Tidak terhitung banyaknya. Hingga puluhan kali. Negara yang mengundangnya sebagai pembicara juga tidak tanggung-tanggung. Semuanya negara maju. Seperti, Amerika, Inggris, Jepang, Australia dan Jerman.
Kepada POSMETRO, Senin (17/8) Irwan Prayitno mengatakan, dirinya pernah tampil sebagai narasumber pada kegiatan seminar Houston Energy Dialogue, Houston, tahun 2001 silam. Saat itu, Irwan Prayitno tampil sebagai pembicara menyampaikan makalah berbahasa Inggris yang berjudul, Legislative Role of the Indonsian House of Representatives in Indonesia’s Legal Reform.
Irwan Prayitno juga tampil sebagai pembicara, pada seminar yang berlangsung 4 Mei 2001 di Singapura. Saat itu, Irwan Prayitno menyampaikan makalah berjudul Visions for Indonesian Future, Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Irwan Prayitno juga pernah menjadi utusan anggota delegasi Indonesia saat 117th OPEC Konference, Vienna Austria, 26 September 2001.
Selain Amerika Serikat dan Singapura, Irwan Prayitno juga tampil sebagai pembicara pada seminar internasional di kota-kota besar Negara maju lainnya, seperti Fukushima Jepang, New Zealand, Inggris dan Jerman.
Di hadapan pemerintah negara-negara maju dan investor Irwan Prayitno bicara tentang pemanfaatan potensi energi panas bumi sebagai upaya kemandirian penyediaan energy. Terutama melalui pembangkit listrik.
Dengan pengalamannya bicara dan tampil di forum internasional, selama menjadi Gubernur Sumbar, 15 Agustus 2010 hingga 15 Agustus 2015, Irwan Prayitno menjemput bola, menarik kembali investor-investor di negara-negara maju tersebut untuk dapat datang ke Sumbar.
Selama menjadi Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno menjajaki kerjasama di bidang energi dan pertambangan dengan beberapa investor dari beberapa negara, yakni Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Turki dan beberapa negara di Benua Eropa lainnya. Irwan Prayitno menyadari, Provinsi Sumbar merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi energi panas bumi yang cukup besar, namun belum tergarap optimal.
Perjuangan Irwan Prayitno tersebut membuahkan hasil. Selama menjabat sebagai Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno berhasil merealisasikan berbagai investasi potensi panas bumi di Sumbar. Sebanyak lima titik potensi panas bumi di Kabupaten Solok Selatan sudah digarap oleh investor Supreme Energy dan Hitay Energy. “Sudah banyak yang terealsiasi. Tahun 2018 sudah mulai produksi,” terangnya.
Di Sumbar terdapat 20 titik potensi panas bumi. Selain di Solok Selatan potensi lainnya terdapat di Kabupaten Pasaman. Sebanyak lima negara, yakni Hungaria, Bulgaria, Qatar, Slovakia dan Finlandia juga tertarik dan antri untuk berinvestasi untuk menggarap energi panas bumi di Sumbar.
Dengan pengalaman dan kelihaian Irwan Prayitno berkomunikasi di dunia internasional, suami dari Nevi Zuairina itu, telah membuka mata dunia, terhadap potensi yang ada Sumbar. Provinsi yang sejak dulunya termasuk dinilai miskin SDM kini menjadi sorotan beberapa negara maju di dunia.
Karena Irwan Prayitno berhasil mengungkap sebuah potensi yang cukup besar di miliki Sumbar. Bahwa Sumbar termasuk salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi energi panas bumi yang cukup besar. (*)
Posmetro Padang, 18 Agustus 2015
Wakafkan Diri untuk Sumbar (Posmetro 19 Agus 2015)
Nama Irwan Prayitno cukup berpengaruh di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Karena dirinya tidak hanya menjabat sebagai Ketua MPP PKS tetapi juga sebagai Majelis Dewan Syuro PKS. Namun, selama lima tahun menjabat sebagai Gubernur Sumbar, jabatan Irwan Prayitno justru dicopot sebagai Ketua MPP PKS. Dirinya sama sekali tidak lagi mengurus partai. Setiap detik, menit, jam dan hari-hari yang dilaluinya sebagai gubernur, lebih banyak dihabiskan untuk melaksanakan program pembangunan Sumbar.
SWARI ARFAN—Padang
“Seluruh wartawan di Kantor Gubernur selalu rutin mengikuti aktifitas saya sebagai Gubernur Sumbar. Bahkan, aktifitas selama ini saya posting ke facebook. Kapan waktu yang saya jalani pernah saya manfaatkan untuk mengurus partai. Saya tegaskan tidak pernah,” ungkap Irwan Prayitno, kepada wartawan, Selasa (18/8).
Apa yang diungkapkan pria kelahiran 20 Desember 1963 itu, meluruskan berbagai tudingan miring terhadap dirinya selama ini. Informasi yang berkembang itu, dirinya selama menjabat sebagai Gubernur Sumbar lebih banyak menghabiskan waktunya mengurus partai.
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi VIII DPR-RI selama lima tahun itu menegaskan, salah seorang kader PKS yang juga merupakan Majelis Dewan Syuro Hilmi Aminuddi pernah menyatakan, PKS siap mewakafkan kepada masyarakat, siapa pun kadernya yang menjadi kepala daerah atau menteri.
Karena itu, setiap kader PKS yang menjadi kepala daerah, jangan lagi waktunya digunakan untuk mengurus partai, tetapi dirinya harus fokus untuk melaksanakan program pembangunan dan mengurus kepentingan masyarakat.
Apa yang disampaikan Majelis Dewan Syuro PKS itu, menurut Irwan Prayitno dilaksanakan seluruh kader PKS di seluruh Indonesia. Termasuk dirinya. Irwan Prayitno mencontohkan, Hidayat Nur Wahid, saat menjabat Ketua MPR langsung mengundurkan diri sebagai Presiden PKS.
Begitu juga, Presiden PKS lainnya, Tifatul Sembiring. Saat itu, Tifatul Sembiring menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, di era pemerintahan SBY, juga harus meninggalkan jabatannya sebagai Presiden PKS waktu itu. Juga ada kader PKS Ahmad Heryawan yang telah menjadi Gubernur Jawa Barat (Jabar), tidak lagi menjabat sebagai Ketua DPW PKS Jabar.
Sebagai orang yang berasal kader PKS, apakah Irwan Prayitno juga memanfaatkan jabatannya sebagai Gubernur Sumbar, mendudukan kader-kader atau orang-orang dekat PKS pada jabatan strategis tertentu di lingkungan Pemprov Sumbar?.
Suami Nevi Zuairina itu mengakui, dirinya memang pernah mendengar tudingan tersebut. Namun, Irwan Prayitno menegaskan, dirinya sama sekali tidak pernah mengganti beberapa SKPD di Pemprov Sumbar dengan orang-orang kader-kader PKS atau dekat dengan PKS. “Silahkan sebutkan, siapa saja nama Kepala SKPD yang saya isi dengan kader PKS. Tidak ada sama sekali,” tegas Irwan Prayitno.
Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia itu menegaskan, dirinya hanya menempatkan orang-orang yang betul-betul bekerja dengan optimal di pemerintahan yang dipimpinnya. Semuanya diukur berdasarkan kinerja. Sebagai orang yang pakar dalam ilmu psikologi dan SDM, Irwan Prayitno tahu benar siapa yang pantas ditempatkan pada posisinya sebagai pejabat, berdasarkan potensi SDM yang dimilikinya.
Bahkan, selama lima tahun menjabat sebagai Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno justru mempertahankan pejabat-pejabat yang menjabat di era kepemimpinan gubernur sebelumnya. Hal ini dilakukan demi sebuah kekompakan dan semangat kebersamaan dalam bekerja melaksanakan program dan kegiatan pembangunan.
Begitu juga dalam melaksanakan berbagai program dan kegiatan pembangunan. Banyak yang menuding dirinya, hanya melaksanakan program dan kegiatan untuk kepentingan PKS saja. Lagi lagi, Irwan Prayitno menantang, siapapun untuk silahkan melihat ke lapangan. “Apakah pernah program-program pembangunan yang dilaksanakannya hanya diperuntukan untuk kader-kader PKS. Silahkan buktikan. Sampai sekarang tudingan itu belum terbukti,” terangnya.
Meskipun banyak tudingan negative terhadap dirinya, Irwan Prayitno justru menjadi seorang yang pemaaf dan nyaris tidak pernah marah. Tidak dipungkirinya, sebagai Gubernur Sumbar banyak sekali ujian dan hambatan. Banyak hal-hal dan kejadian yang sebenarnya memancing emosi. Namun beliau tetap tenang. “Marah bukanlah solusi, apakah dengan marah-marah persoalan jadi selesai, apa bukan sebaliknya?” ungkap Ayah 10 anak dan Kakek tiga cucu itu.(**)
Posmetro Padang, 19 Agustus 2015
Irwan Prayitno Sosok Gubernur Teladan (Posmetro 19 April 2015)
Irwan Prayitno, Sosok Gubernur Teladan
Prof. Dr. Irwan Prayitno, Psi, MSc lahir 20 Desember 1963 adalah seorang akademisi pendidikan dan politisi Indonesia. Ia memulai jabatan sebagai Gubernur Sumatera Barat pada 15 Agustus 2010. Sebelumnya, ia duduk di Dewan Perwakilan Rakyat tiga periode sejak 1999 dari Partai Keadilan Sejahtera. Irwan dikenal sebagai pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia, tetap mengajar dan menunaikan dakwah sepanjang karirnya.
Datang dari keluarga Minangkabau, Irwan menjalani pendidikan menengah di Padang. Ia mengenal tarbiyah dan terjun sebagai aktivis dakwah saat berkampus di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada 1982. Setelah meninggalkan status mahasiswa pada 1988, ia kembali ke Padang mendirikan Yayasan Pendidikan Adzkia. Sebelum mengambil kuliah di Universiti Putra Malaysia pada 1995, ia mengambil pekerjaan paruh waktu di bagian HRD (Human Resource Development) berbagai perusahaan pemerintah dan dosen psikologi industri. Seiring pengukuhan Partai Keadilan pada 20 Juli 1998, Irwan membentuk dan mengetuai perwakilan PK di Malaysia. PK Mengantar Irwan duduk di Parlemen hasil pemilihan umum 1999; Irwan terus terpilih untuk dua periode berikutnya. Setelah menyelesaikan pendidikan doktor, ia berbagi tugas sebagai guru besar bidang pengembangan SDM dan tetap berdakwah.
Sosok Irwan Prayitno Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) sejak dulu terkenal dengan kesederhanaan. Dengan kesederhanaannya itu, sosok Irwan menjadi fenomenal serta layak lebih diapresiasi dan dibanggakan masyarakat Sumbar.
Selaku kepala daerah, ia mendapat sejumlah penghargaan dari negara. Empat tahun kepemimpinan Irwan ditandai dengan sedikitnya 137 penghargaan dari pemerintah yang diraih Sumatera Barat. Selama duduk di parlemen , ia mecurahkan pandangannya dalam penyusunan sejumlah RUU, termasuk penggunaan sumber energi alternatif panas bumi. Ia dicatat karena kemampuan melobi dan pernah menolak permintaan untuk menjadi menteri.
Gaya kepemimpinannya yang khas dan meakyat sangat tepatlah menempatkan dirinya sebagai gubernur teladan. Dalam setiap kesempatan, dia meminta siapa pun untuk tidak memaksa dirinya berubah sesuai ketentuan protokoler. “Jangan paksa saya mengubah style hidup saya , karena bagi saya fasilitas jabatan apa pun adalah sunah, kewenangan justru suatu kewajiban bagi saya,” katanya.
Ketimbang menggunakan anggaran yang tersedia, Irwan mengoptimalkan penggunaan fasilitas yang telah ada. Ia menolak masukan untuk membeli mobil dinas baru dan masih menempati rumah dinas lama. Ketika disodori alasan menutup malu kepada menteri atau pejabat negara lainnya yang datang berkunjung, Irwan lebih memilih menggunakan mobil pribadinya untuk dijadikan mobil pelat merah. Saat rekonstruksi kantor pemerintahan yang rusak akibat gempa bumi 30 September 2009, sempat dianggarkan pembangunan kantor baru untuk gubernur. Namun, Irwan mengalihkan penggunaannya untuk tiga SKPD yang kantornya rusak, memilih berkantor menempati rumah dinas lama di Jalan Sudirman.
Dalam melakukan perjalanan keluar provinsi, Irwan tak pernah memilih maskapai penerbangan. Ia selalu memilih dan merasa nyaman duduk di kelas ekonomi. Penyair Taufiq Ismail, yang pernah mendapati Irwan satu pesawat di kelas ekonomi, menilainya sebagai hal istiewa dan sebuah keteladanan. Terkait penampilannya yang sederhana, tanpa atribut dan minim protokoler, Irwan mengatakan ia tak ingin ada pembatas antara dirinya dan masyarakat.
Irwan tetap menunaikan dakwah selama menjabat sebagai gubernur. Dua kali sebulan setiap jumat pagi, ia mengisi wirid mingguan yang diikuti jajaran pegawai Pemprov Sumatera Barat. Kegiatan wirid dipusatkan di Masjid Raya Sumatera Barat sejak awal tahun 2012, meskipun saat itu penggunaan masjid belum diresmikan. Selama Juni dan bulan Ramadhan 2014, ia mengisi tausiah dalam kunjungan ke instansi-instansi pemerintah.
Irwan juga memanfaatkan sisa waktunya untuk keluarga dan olahraga. Irwan adalah penyuka olahraga badminton, karate dan trabas. Waktu senggangnya kadang ia manfaatkan untuk bermain musik. Ia mengaku bisa bernyanyi sejak tahun 2012. “Karena sebagai gubernur sering ditodong untuk menyanyi, akhirnya saya belajar menyanyi. Melihat metode kepemimpinan dirinya yang telah berhasil memimpin Sumbar, sudah sepatutnya pula masyarakat Minangkabau mendaulat Irwan lagi sebagai Gubernur Sumbar. Sumbar memang masih butuh sosok Irwan untuk melanjutkan pembangunan Sumbar secara menyeluruh. (sumber: wikipedia.org)
Posmetro Padang 19 April 2015
Karakter Yang Merakyat (Posmetro 20 Agus 2015)
KARAKTER YANG MERAKYAT
Selama menjadi Gubernur Sumbar, penampilan Irwan Prayitno terlihat tidak mencolok layaknya seorang pejabat penting. Tampil apa adanya, dengan ciri khas baju kemeja lengan pendek dan celana dasar. Sangat jarang memakai jas, kemeja lengan panjang dan dasi. Kini, Irwan Prayitno tidak lagi menjadi gubernur. Penampilannya tetap sama. Menggambarkan kepribadiannya yang sederhana dan merakyat.
SWARI ARFAN—Padang
Empat hari setelah tidak lagi menjabat sebagai Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno benar-benar menikmati hidup seperti orang biasa. Rabu (19/8) siang Irwan Prayitno terlihat santai di Komplek GOR H Agus Salim Padang. Seperti biasanya, hari itu, Irwan Prayitno tampil dengan ciri khas baju kemeja lengan pendek berwarna putih dan celana dasar.
Dirinya hendak berencana pergi ke KPU Sumbar, untuk memenuhi undangan menghadiri kegiatan sosialisasi tahapan Pilkada Sumbar. Sebelum berangkat, pria berkacamata itu menyempatkan makan siang di sebuah restoran di Komplek GOR H Agus Salim.
Mantan Gubernur Sumbar itu bertahan dengan kebiasaan lamanya, makan dengan menggunakan tangan kanan. Sendok dan garpu yang disediakan karyawan restoran di atas mejanya tidak disentuh. Irwan Prayitno terlihat makan cukup lahap siang itu. Menu sambal gulai sapadeh daging, dadar dan ikan balado dengan sup sayur toge di-santuang-nya, hingga tidak bersisa.
Pria tamatan S3 di Universiti Putra Malaysia (UPM) itu makan ditemani teman akrabnya Suwirman, Rinaldi dan Datuak. Sambil makan mereka bercerita tentang kenangan keakraban yang terjalin selama ini. “Masih ingat tidak Pak Suwirman. Kita saat di Jakarta, pergi ke Jalan Rawamangun. Makan di warteg. Setiap ke Jakarta, kita sering makan di sana. Padahal wartegnya di pinggir jalan, di belakang warteg ada drainase dan ada bak sampah di sampingnya,” ungkap Irwan Prayitno, kepada Suwirman.
“Iya pak. Kita sering juga ya makan di sana. Kenapa ya kita suka makan di sana?. Waktu sudah jadi gubernur, Pak Irwan masih juga sempat makan di warteg itu,” ungkap Suwirman lagi.
“Ya karena waktu kuliah dulu saya sering mampir di warteg itu makan. Teringat masa kuliah saja,” jawab Alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu sambil tertawa.
Suwirman juga mengingatkan kembali memori Irwan Prayitno. Tidak hanya di warteg Rawamangun itu saja. Menurut Suwirman, bersama Irwan Prayitno juga sering makan di kedai nasi di bawah jembatan di Jalan Kramat Raya Jakarta, dan di dalam Pasar Benhil.
Tidak dipungkiri, salah satu kebiasaan seorang Irwan Prayitno suka makan di pinggir jalan. Tidak peduli, di kedai makanan manapun. Kebiasaan Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia itu, berlanjut hingga menjadi Gubernur Sumbar. Di Padang, Irwan Prayitno sering makan dan nongkrong di kedai makanan di Jalan Simpang Damar dan kedai-kedai makanan lainnya. Boleh dikatakan hampir seluruh kedai makanan di Kota Padang ini hampir dikunjunginya.
Selain di Padang, kebiasaan suami Nevi Zuairina itu, makan di kedai di pinggir jalan juga berlanjut saat berkunjung ke daerah, melaksanakan berbagai kegiatan dan program pemerintah. “Ya kalau lapar dan waktunya makan datang tidak bisa ditahan-tahan lagi. Di mana ada kedai nasi di pinggir jalan, ya mobil saya berhenti. Langsung singgah dan makan,” terang Irwan Prayitno.
Rinaldi yang selalu setia menemani berbagai kegiatan Irwan Prayitno saat menjadi gubernur mengungkapkan, cukup banyak pemilik kedai makanan yang disinggahi terkaget-kaget, saat Irwan Prayitno datang. “Saking tidak percayanya mereka, menanyakan, Bapak yang Gubernur itu ya? Tidak jarang juga banyak yang bersalaman, minta photo bareng,” ungkap Rinaldi.
Irwan Prayitno dengan kerendahan hatinya bersedia melayani mereka yang ingin bersalaman dan berphoto bareng. Selain kebiasaan singgah di kedai makanan di pinggir jalan. Kebiasaan Irwan Prayitno lainnya, baik sebelum dan saat menjabat sebagai Gubernur Sumbar, sering tidur di mesjid. Tidak sekedar tidur. Irwan Prayitno sering menghabiskan waktunya menunaikan iftikaf di mesjid.
Di Padang, Irwan Prayitno sering tidur di mesjid di rumah dinasnya. Bersama istri dan anaknya, melaksanakan itikaf setahun sekali waktu bulan ramadhan di mesjid itu. Selain itu, Irwan Prayitno juga sering menhabiskan malam mesjid yang berada di Taratak Paneh.
Kebiasaan Irwan Prayitno ini terus berlanjut saat dirinya melaksanakan tugas berkunjung ke daerah-daerah. Irwan Prayitno kadang lebih memilih menginap di mesjid kalau kemalaman. Dirinya pernah nginap di mesjid yang berada di Aur Birugo Bukittinggi, mesjid yang berada di Solok dan lainnya. “Ya, kalau kemalaman, tanggung rasanya nginap di hotel. Habis-habisin uang rakyat saja. Mending tidur di mesjid. Ya, saya ajak saja rombongan tidur di mesjid,” terang Irwan Prayitno.
Suwirman mengungkapkan, dirinya minimal sekali setahun sering diajak Irwan Prayitno iftikaf di mesjid. Karena sudah rutin, akhirnya jadi kebiasaan. “Kalau sudah kemalaman ikut rombongan gubernur. Kita sudah tahu rutenya. Pasti ke mesjid,” terang Suwirman.
Irwan Prayitno mengakui, kebiasaan yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari memang sudah menjadi karakter dan kepribadiannya yang tidak bisa dirubah. “Ya, bagaimana lagi. Sudah terbiasa seperti ini,” jawabnya singkat mengakhiri pembicaraan siang itu. (*)
Posmetro Padang, 20 Agustus 2015
Di SMS Warga pun Datang (Posmetro 21 Agus 2015)
DI SMS WARGA PUN DATANG
Tidak gampang bagi masyarakat saat melaksanakan kegiatan mengundang kepala daerah. Harus melalui birokrasi yang ketat dengan mengirimkan surat undangan secara resmi. Karena kehadiran seorang kepala daerah dalam suatu kegiatan masyarakat, harus disesuaikan dengan jadwal yang diatur oleh protokoler. Namun, lain halnya dengan Irwan Prayitno. Jika dirinya diundang untuk menghadiri kegiatan masyarakat, dirinya rela melabrak aturan protokoler tersebut.
SWARI ARFAN—Padang
Saat menjabat sebagai Gubernur Sumbar maupun tidak lagi menjabat sebagai gubernur, Irwan Prayitno merupakan salah satu kepala daerah yang gampang diundang untuk hadir di tengah masyarakat.
Pengalaman menarik pernah diungkapkan oleh Bakhri, salah seorang warga Jalan Parak Karakah RT02 RW07 Kubu Dalam Parak Karakah, Kecamatan Padang Timur, saat perayaan HUT ke-70 RI, 17 Agustus lalu di lingkungan tempat tinggalnya.
Sehari hari sebelum perayaan HUT RI, pada malam harinya, Bakhri bersama warga sedang berkumpul membahas persiapan acara. Salah seorang warga, At, menawarkan untuk mengundang Irwan Prayitno menghadiri acara HUT RI tersebut. Bakhri merasa tidak yakin, Irwan Prayitno hadir. Karena acara yang diadakan sangat sederhana.
Namun, At berusaha meyakinkan warga, karena kebetulan dirinya punya teman yang akses komunikasi dengan Irwan Prayitno. Malam itu, At mencoba meminta temannya, menghubungi Irwan Prayitno melalui handphone, untuk mengundang Irwan Prayitno hadir. Saat itu, Irwan Prayitno mengangkat telepon dan menjawab bersedia hadir.
Seluruh warga yang hadir malam itu kaget seakan tidak percaya. Mereka lalu bersiap menyusun rencana besok hari untuk menyambut kedatangan Irwan Prayitno. Ketidakpercayaan warga tersebut mengular besok harinya. Banyak perangkat lurah dan tokoh masyarakat Parak Karakah masih saja tidak percaya Irwan Prayitno hadir. Apalagi Irwan Prayitno baru saja habis masa jabatannya sebagai Gubernur Sumbar. Tentu dirinya sibuk dengan agenda perpisahan dengan pejabat penting. Apalagi 17 Agustus ada upacara resmi kenegaraan di Kantor Gubernur Sumbar.
Namun, keraguan warga terjawab hari itu. Tepat pukul 11.00
WIB, mobil Irwan Prayitno datang. Pria berkacamata itu hadir dan menemui warga yang ramai menanti siang itu. Acara pun berlangsung meriah. Bakhri, sebagai panitia penyelenggara HUT RI tidak menyangka acara yang dibuatnya bersama warga dihadiri Irwan Prayitno. “Kami sungguh bangga. Seorang Irwan Prayitno datang pada acara kami yang kecil. Luar biasa,” terangnya.
Apa yang dialami Bahkri dan warga Karak Karakah tersebut membuktikan, tidak sulit untuk mengundang seorang Irwan Prayitno untuk hadir di tengah-tengah warga. Cukup dengan menghubungi melalui telepon, sms, facebook, WhatApps atau media komunikasi lainnya, Irwan Prayitno Insya Allah datang.
Kepada POSMETRO, Kamis (20/8) Irwan Prayitno mengakui cukup banyak warga yang sering mengundangnya melalui sms dan telepon. Undangan acaranya pun beragam. Mulai dari undangan memberikan ceramah, menghadiri acara kesenian dan budaya, dialog, acara silahturahmi, olahraga, hingga jadi saksi pernikahan. Yang mengundang pun beragam, mulai dari sekolah, majelis taklim, pengurus mesjid, organisasi masyarakat. Dirinya bersedia menghadiri undangan tersebut.
Rinaldi, salah seorang teman dekat Irwan Prayitno yang selalu mendampingi Alumni SMA 3 Padang itu dalam berbagai kegiatan mengungkapkan, karena Irwan Prayitno sewaktu jadi gubernur sering diundang oleh masyarakat secara langsung melalui sms dan telepon, tidak jarang membuat bupati, wali kota dan perangkat pemerintahan kabupaten kota sering terkecoh, kelabakan dan kaget akan kehadiran Irwan Prayitno di daerahnya.
Rinaldi menceritakan, pernah ada pengurus mesjid suatu daerah mengundang langsung Irwan Prayitno sewaktu jadi gubernur, hadir di mesjidnya untuk memberikan ceramah. Irwan Prayitno datang. Informasi kedatangan suami Nevi Zuairina itu yang sebelumnya tidak diketahui oleh kepala daerah, akhirnya diketahui juga. “Ya kepala daerahnya kaget dan menanyakan kepada seluruh staf-nya apa ada undangan resminya. Tidak ada satupun yang tahu. Akhirnya kepala daerah itu bergegas datang ke mesjid tersebut,” ungkap Rinaldi.
Bagi Irwan Prayitno, jika dibutuhkan untuk hadir di tengah masyarakat, dirinya tidak ingin masyarakat ribet menghabiskan waktu menghadapi birokrasi yang cukup ketat. “Yang penting acara yang diselenggarakan masyarakat dapat berjalan lancar. Saya hanya ingin mempermudah masyarakat untuk dapat bertemu dengan saya. Tidak perlu harus melalui surat undangan resmi dan harus melalui protokoler. Yang penting saya tahu informasinya. Lewat sms atau telepon saja kan lebih mudah,” terang Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia itu.
Lain halnya dengan kegiatan yang sifatnya resmi dan menyangkut urusan pemerintahan, seperti surat menyurat, administrasi pemerintahan dan undangan resmi pemerintahan. Kegiatan tersebut menurutnya, memang harus melalui birokrasi yang cukup ketat.
Rang Kuranji itu mengakui, selama jadi gubernur, dirinya pernah mendapat undangan acara masyarakat tiga hingga empat kali sehari. Undangan tersebut selalu dipenuhinya. Karena bagi Irwan Prayitno dirinya memang suka berbaur dengan masyarakat. “Saya hanya ingin menyatu dengan masyarakat. Berkumpul dengan mereka, saya mendengarkan cerita mereka tentang persoalan pembangunan di daerah mereka. Sehingga menjadi catatan bagi saya untuk meneyelesaikan persoalan pembangunan yang mereka hadapi,” ungkap Irwan Prayitno. (*)
Posmetro Padang, 21 Agustus 2015
Lebih Baik Datang Duluan (Posmetro 22 Agus 2015)
Lebih Baik Datang Duluan
Tidak dipungkiri, banyak kegiatan yang menghadirkan kepala daerah atau pejabat pemerintahan sering molor. Ini terjadi karena kurang disiplin waktu orang-orang penting yang diberikan kesempatan memberikan sambutan dan membuka acara. Bagi undangan yang hadir, kondisi tersebut menjengkelkan. Waktu terbuang, karena jadwal ditunda demi menunggu satu orang yang terlambat. Namun, bagi seorang Irwan Prayitno sangat menyadari arti pentingnya disiplin waktu.
SWARI ARFAN—Padang
Selama menjadi Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno sangat jarang datang terlambat menghadiri berbagai kegiatan. Mulai dari kegiatan rapat, menghadiri kegiatan peresmian, berkunjung ke tengah masyarakat maupun undangan dari berbagai elemen masyarakat.
Selain cepat datang, Irwan Prayitno pun paling cepat meninggalkan kegiatan. Ini dilakukannya karena dirinya ingin memenuhi seluruh jadwal agendanya dalam satu hari tepat waktu. Dirinya tidak ingin membuat undangan yang hadir resah dan gelisah hanya demi menunggu dirinya seorang.
“Lebih baik datang duluan daripada terlambat. Jangan sampai masyarakat kecewa, prinsip itu yang selalu saya jaga,” tegas pria berkacamata itu, kepada POSMETRO, Jumat (21/8).
Bahkan karena gerak cepatnya datang dan pergi dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, dari daerah satu ke daerah lain, membuat banyak SKPD di lingkungan Pemprov Sumbar yang ikut kegiatan dan wartawan yang ingin meliput, kewalahan dan tidak sanggup mengiringi gerak langkahnya.
Hal tersebut diakui Mul, salah seorang wartawan media cetak yang mangkal di Kantor Gubernur Sumbar. “Tidak sanggup saya mengiringi kegiatannya. Banyak sekali. Gerakannya sangat cepat pergi dari satu kegiatan ke kegiatan lain. Kita yang rutin bekerja bertarung dengan waktu, justru sering kalah mengikuti langkah Irwan Prayitno,” terang pria yang cukup energik ini.
Kecemasan Irwan Prayitno datang terlambat bertemu masyarakat dalam berbagai kegiatan, membuat dirinya sering meminta mobil yang membawanya dengan pengawalan mobil polisi harus injak gas kencang-kencang.
Bahkan ada sejumlah kepala SKPD yang berusaha mengelak ikut iring-iringan kendaraan gubernur jika melakukan kunjungan ke daerah. Ada juga yang minta keluar dari rombongan dan minta izin berpisah di tengah perjalanan. Tidak semua SKPD siap nyali mengikuti rombongan gubernur yang nyaris selalu melaju dengan kecepatan tinggi.
Karakter Irwan Prayitno memang seperti itu. Ingin serba cepat. Segala sesuatu dilakukan secara serius dan cepat. Jika ada masalah, maka akan diselesaikan dengan cepat saat itu juga, tanpa menunda-nunda. “Jika tidak langsung diselesaikan saat itu juga, nanti akan datang lagi kegiatan baru dan seterusnya. Akhirnya menumpuk dan seluruh jadwal berantakan,” ungkap Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia itu.
Alasan kedua, rata-rata ada banyak acara yang harus dihadiri pada hari yang sama, sehari bisa tujuh sampai 10 acara. Tak jarang lokasi acara tersebut saling berjauhan. Misalnya yang satu di Bukittinggi, satunya lagi di Kabupaten Tanahdatar atau bahkan di Kabupaten Dharmasraya. Waktunya juga sangat berdekatan, sehingga harus berburu waktu.
Karena prinsip tepat waktu dan disiplin yang yang dipegang teguhnya, boleh dikata, selama menjadi Gubernur Sumbar, tak ada lagi pelosok Sumbar yang belum dikunjungi Irwan Prayitno. Sebut saja daerah-daerah jauh seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pasaman, Dharmasraya, Sijunjung atau Solok Selatan. Jika tak bisa dikunjungi dengan kendaraan roda empat, maka daerah itu ia kunjungi menggunakan sepeda motor trail. (*)
Posmetro Padang, 22 Agustus 2015
Mengenal Irwan Prayitno (Posmetro 23 Agus 2015)
Mengenal Irwan Prayitno
Selama dua minggu terakhir, media cetak di Sumbar memuat informasi tentang sisi lain kehidupan seorang Irwan Prayitno. Termasuk POSMETRO Padang, yang juga menyajikan informasi tentang sosok Mantan Gubernur Sumbar itu. Informasi tersebut digali melalui wawancara dari orang-orang terdekat di sekeliling Irwan Prayitno, mengamati aktivitas Irwan Prayitno sehari-hari dan berbagai literature tentang Irwan Prayitno.
Hadirnya informasi tentang sosok Irwan Prayitno itu, karena selama ini cukup banyak kehidupan pribadinya yang belum terungkap ke publik. Hal ini dikarenakan selama menjabat sebagai Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno selalu disibukan dengan jadwal kegiatannya yang begitu padat. Ketertarikan POSMETRO mengungkap sisi lain kehidupan Irwan Prayitno, karena Mantan Gubernur Sumbar tersebut tergolong unik. Irwan Prayitno seorang kepala daerah yang multi talenta atau serba bisa.
Di bidang seni, Irwan Prayitno memiliki skill bermain drum dan pandai bernyanyi. Irwan Prayitno juga seorang yang bernyali dengan memilih olahraga yang menantang maut mengendari motor trail. Dia juga seorang atlet karate sabuk hitam. Tidak hanya itu, seorang Irwan Prayitno saat taat beribadah, pandai berceramah dan berdakwah. Selain itu, juga sangat cerdas karena telah menyelesaikan kuliha hingga program S3 di Negeri Jiran.
Dari sekian banyak sisi lain kehidupan Irwan Prayitno yang terungkap melalui informasi Sosok IP yang disajikan setiap. Kali ini POSMETRO mengulas rangkuman perjalanan hidupnya.
Irwan Prayitno lahir 20 Desember 1963, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya bernama Djamrul Djamal yang berasal dari Simabua Kabupaten Tanahdatar. Ibunya Sudarni berasal dari Pauh IX, Kecamatan Kuranji Kota Padang. Kedua orangtua Irwan Prayitno, lulusan PTAIN Yogyakarta dan berprofesi sebagai dosen IAIN Imam Bonjol. Sebelum tinggal di Padang, keluarga Djamrul Djamal menetap di Semarang, hingga Irwan Prayitno berusia tiga tahun. Kemudian pindah ke Cirebon saat Irwan Prayitno memasuki usia sekolah dasar.
Tahun 1970 hingga 1976, Irwan Prayitno menjalani pendidikan di SDN 4, Kebon Baru, Cirebon. Setelah tamat SD, Irwan Prayitno pulang ke Padang dan menjalani pendidikan di SMP 1 Padang, tahun 1976 – 1979.Setelah tamat SMP, Irwan Prayitno melanjutkan sekolahnya ke SMA 3 Padang. Selama belajar di SMA 3 Padang inilah, Irwan Prayitno mulai aktif dalam kegiatan organisasi sekolah. Dirinya menjalani dua kali kepengurusan OSIS.
Selain aktif di organisasi sekolah. Irwan Prayitno juga termasuk salah seorang siswa yang cerdas. Pada tahun kedua dan ketiga, dirinya berhasil meraih juara pertama di kelasnya. Jiwa dan bakat kepemimpinan yang terdapat dalam dirinya sudah terlihat sejak sekolah. Dirinya selalu dipercaya oleh teman-teman sekelasnya untuk menjadi ketua kelas.
Setelah tamat SMA tahun 1982, Irwan Prayitno melanjutkan pendidikan kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI). Selama kuliah, dirinya mulai melakukan pengembangan potensi diri dengan aktif dalam diskusi-diskusi, dakwah dan berbagai kegiatan kemahasiswaan. Dirinya bergabung dan aktif dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta “Semua aktivitas saya ikuti, demi ingin mengembangan diri saya. Saya aktif dalam kegiatan diskusi, dakwah dan ikut bergabung dalam organisasi HMI,” terang Irwan Prayitno.
Bahkan pada pada 1984, Irwan Prayitno diangkat menjadi Ketua HMI Komisariat Fakultas Psikologi UI. Irwan Prayitno juga aktif dalam pergerakan Islam, beralih ke masjid di kampus-kampus lewat kelompok-kelompok tarbiah yang lebih berorientasi pada pembinaan aqidah dan akhlak. Aktivitas tarbiah berpusat di masjid-masjid kampus.
Saat masih kuliah, di usianya yang ke- 22 tahun, Irwan Prayitno menikah dengan Nevi Zuairina, mahasiswi UI yang ditemuinya saat menjalani kuliah semester tiga. Selama menjadi mahasiswa, Irwan Prayitno bahkan sudah dikarunia dua orang anak, hasil pernikahannya.
Cukup berat perjuangan Irwan Prayitno untuk dapat menyelesaikan kuliahnya. Selain aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan dakwah. Irwan Prayitno harus bakureh dengan mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor di bimbingan belajar Nurul Fikri. Kerja kerasnya mencari nafkah dilakukan untuk dapat membiayai uang kuliah, menghidupi dirinya bersama istri dan dua anaknya.
Meskipun cukup berat perjuangan yang dilaluinya. Namun, Irwan Prayitno berhasil menamatkan kuliahnya. Meskipun dirinya cukup lama menyelesaikannya, yakni enam tahun dan dengan IPK rendah 2,02. Tamat kuliah, aktivitas dakwah Irwan Prayitno berlanjut dengan mengembangkan kegiatan dakwah di kampus Universitas Andalas dan IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang).
Karena IPK rendah, Irwan Prayitno memutuskan pulang ke Padang untuk berdakwah dan melanjutkan mengajar kursus. Irwan Prayitno memilih jalan yang berbeda dari mereka yang lebih memilih mulai berjuang mencari kerja setelah tamat kuliah. Hal ini dibuktikannya dengan menolak tawaran kerja sebagai karyawan di PT Semen Padang. “Semen Padang waktu itu membutuhkan tenaga psikologi. Karena tamatan psikologi langka waktu itu. Saya menolak,” terang Irwan Prayitno.
Dirikan Yayasan Pendidikan Adzkia
Irwan Prayitno justru memilih mendirikan bimbingan belajar. Walaupun dengan hanya Rp15 ribu. Cukup nekad dan berani memang. Namun, Irwan Prayitno justru melihat sebuah peluang besar dari kenekatannya itu. “Di Kota Padang, saat itu tidak banyak bimbingan belajar berdiri. Kecenderungan masyarakat masih menempuh pendidikan formal. Saya melihat peluang itu,” terang Irwan Prayitno.
Dengan modal pas-pasan Rp15 ribu yang dimilikinya, Irwan Prayitno mulai mencetak brosur, yang memuat pengumuman penerimaan siswa baru untuk bimbingan belajar. “Brosur tersebut saya cetak satu rim. Kemudian saya pergi ke sekolah-sekolah. Di depan gerbang sekolah saya bagikan satu per satu kepada siswa yang lewat,” terang Irwan Prayitno.
Untuk menjalankan rencananya mendirikan lembaga bimbingan belajar tersebut, Irwan Prayitno mengajak kawan-kawannya yang dapat bekerjasama. Semangatnya bersama teman-teman, lalu akhirnya terdorong untuk membangun lembaga pendidikan Adzkia (yang artinya kecerdasan) untuk dakwah pendidikan, serta Yayasan Al-Madani untuk mengurusi dakwah sosial.
Brosur telah disebar ke sekolah-sekolah di Kota Padang, Irwan Prayitno berhasil mendapatkan murid dua lokal. Sebanyak 80 siswa yang mengikuti bimbingan belajar Adzkia. Tidak memiliki gedung sendiri, Adzkia menyewa gedung PGAI, dengan syarat uang sewanya dibayarkan bulan berikutnya setelah siswa didapatkan. “Awalnya cuma empat jurusan, setelah itu terus berkembang, banyak peminat, saya memilih untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak,” ujarnya.
Langkah itu berjalan lancar, siswa didapat, sewa gedung juga sudah dibayarkan. Ada empat jurusan yang dibuka, Fisika, Matematika, Biologi dan Kimia. Sementara tenaga pengajarnya juga hanya empat orang, diantaranya, Prof Syukri Arief. Mereka umumnya berasal dari perguruan tinggi ternama seperti, IPB, UGM, Unand dan dirinya dari UI.
Perjuangan untuk membuat Adzkia tetap eksis cukup berat. Bahkan tidak jarang, tempat belajar juga menjadi berpindah-pindah. Pertama, di PGAI pindah ke Jalan Raden Saleh, kemudian ke Jalan Diponegoro. Selanjutnya pindah lagi ke Jalan Belakang Olo, Simpang Damar. Setelah sering berpindah-pindah, Irwan Prayitno akhirnya mendapatkan tanah wakaf dari ibunya di Taratak Paneh, Kecamatan Kuranji. Secara perlahan gedung sekolah mulai dibangun. Kemudian membeli tanah di sekitarnya untuk mendirikan sekolah lainnya.
Secara perlahan tapi pasti, Yayasan Pendidikan Islam Adzkia terus tumbuh seiring tingginya kesadaran masyarakat di Kota Padang pentingnya pendidikan. Tahun 1990 Adzkia membuka Taman Kanak-Kanak Adzkia yang sampai sekarang berkembang menjadi tujuh cabang yang tersebar di Kota Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Kemudian Yayasan Adzkia mendirikan SDIT, SMPIT, SMAIT dan SMK. Kemudian juga melanjutkan dengan mendirikan perguruan tinggi. “Sekarang kita juga sudah membuka di Medan, Sumatera Utara,” sebutnya.
Tuntaskan Pendidikan hingga S3
Seiring berkembangnya Yayasan Pendidikan Adzkia, kehidupan Irwan Prayitno mulai mapan. Namun, kesuksesan dirinya mengembangkan Yayasan Pendidikan Adzkia, tidak membuat dirinya lupa akan arti penting ilmu pengetahuan. Dirinya melanjutkan pendidikan dengan mengambil program S-2 di Universiti Putra Malaysia, Selangor. Irwan Prayitno mengambil program Pendidikan Bidang Human Resource Development Untuk mengambil kuliah S2 di Negeri Jiran itu bukan tanpa cobaan. Irwan Prayitno yang membawa serta istri dan anaknya ke Malaysia.
Namun, karena IPK rendah, lamarannya untuk mengambil S2 sempat beberapa kali ditolak. Irwan Prayitno kemudian bertemu dengan Pembantu Rektor UPM. Kepada Prof. Hasyim Hamzah. Irwan Prayitno menyatakan kesanggupan menyelesaikan studi dalam tiga semester. Irwan Prayitno berhasil membuktikan janjinya. Dirinya tamat satu setengah tahun lebih awal dari waktu normal, tiga tahun pada 1996.
Tidak puas hanya menyelesaikan S2, Irwan Prayitno melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang sama. Selama di Selangor, selain kuliah, Irwan Prayitno harus bekerja keras mengurus keluarga. Saat itu, ia telah memiliki lima anak. Dirinya hanya mengalokasikan sekitar 10 sampal 20 persen untuk kuliah. Kegiatan dakwahnya tetap berlanjut. Bahkan, ia menunaikan dakwah sampai ke Eropa dan harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dalam perjalanan di dalam mobil, pesawat, atau kereta api.
Di tengah kesibukannya tersebut, Irwan Prayitno kemudian terjun ke dunia politik. Dirinya dicalonkan oleh Partai Keadilan sebagai anggota legislatif DPR. Padahal saat itu Irwan Prayitno tengah mempersiapkan ujian akhir S-3. Dirinya dapat merampungkan kuliahnya untuk gelar PhD dengan IPK cumlaude 3,97 pada tahun 2000. Dirinya kemudian kembali ke Indonesia, ia berbagi tugas di legislative sebagai anggota DPR-RI dan kegiatannya di bidang akademisi.
Sejak tahun 2003, ia mengajar program pasca-sarjana di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan dikukuhkan sebagai guru besar pada 1 September 2008. Pada tahun 2010, Irwan Prayitno bertarung pada pelaksanaan Pemilihan Gubernur Sumbar. Dirinya berhasil memenagkan pertarungan tersebut dan menjadi Gubernur Sumbar sejak dilantik 15 Agustus 2010 hingga 15 Agustus 2015.
Hobi Menulis
Irwan Prayitno memiliki hobi suka menulis. Dalam perjalanan hidupnya, Irwan Prayitno mampu menghasilkan sekitar 500 lebih karya artikel. Hampir seluruh karya artikelnya telah dimuat di berbagai media cetak. Tidak hanya artikel, Irwan Prayitno juga telah menghasilkan karya 34 buku.
Walau pun sedang banyak menghadiri kegiatan selama menjadi gubernur, di sela-sela kegiatan dirinya menyempatkan mengetik artikel melalui handphone miliknya. “Kadang ketika di sela-sela acara itu, muncul sebuah ide pemikiran. Saya tuangkan saja ide itu dengan mengetik di handphone saya,” terangnya.
Setelah ketikan selesai, Irwan Prayitno meminta sekretaris pribadinya untuk menuangkan ketikan ke atas kertas. “Ya, hasilnya seperti kertas artikel ini. Saya baca lagi, saya edit. Kemudian saya minta anggota saya mengirim ke media,” ungkapnya.
Diungkapkan Irwan Prayitno, kebiasaannya menulis sudah dilakoninya sejak duduk di bangku SMA 3 Padang. Waktu masih SMA, dirinya sering menulis apapun tentang kehidupan yang dijalaninya sehari-hari. Termasuk hal-hal baru yang ditemukannya. “Seperti saat saya pulang jalan-jalan waktu SMA, saya tulis apa saja pengalaman saya waktu jalan-jalan. Kadang-kadang karya tulisan yang dibuat saya tempel di majalah dinding sekolah,” terang Irwan Prayitno.
Kebiasaan tersebut, menurutnya berlanjut hingga sekarang. Tidak hanya menulis artikel, dirinya juga membuat berbagai karya buku. Irwan Prayitno mengakui, ada kepuasan bathin yang dirasakannya setelah menulis. Kepuasan bathin tersebut memunculkan sebuah perasaan bahagia dalam dirinya. “Bathin saya puas setelah menulis. Ada kebahagiaan yang muncul dalam diri, ketika melihat hasil karya saya,” terang Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno mengungkapkan, dirinya pertama kali menulis buku, saat menyelesaikan kuliah S-1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1982-1988). Buku karya pertamanya berjudul “Anakku, Penyejuk Hatiku”. Buku tersebut memuat tentang ilmu bagaimana mendidik anak dari perspektif ilmu psikologi. Ide lahirnya buku itu berangkat dari pengalaman Irwan Prayitno yang sudah memiliki anak.
Selain itu, juga memuat tentang bagaimana pendidikan anak di PAUD. Buku karya pertamanya tersebut, setebal 700 halaman. Irwan Prayitno tidak menyangka, buku karya pertamanya yang dicetak tahun 1990 tersebut, laris manis. Bahkan, sudah lima kali cetakan, sudah habis terjual.
Selain buku berjudul Anakku, Penyejuk Hatiku, ada beberapa judul buku psikologi anak lainnya yang ditulis Irwan Prayitno, yakni buku berjudul “Ajaklah Anak Bicara”, “Ketika Anak Marah”, ”24 Jam Bersama Anak”, “Membangun Potensi Anak” dan “Tips Bergaul dengan Anak”. Tidak hanya menulis buku tentang psikologi anak, Irwan Prayitno juga menulis beberapa buku tentang pendidikan Islam, pendidikan masyarakat dan management SDM.
Irwan Prayitno menulis buku, sesuai dengan apa saja kegiatan dan lingkungan yang dihadapinya. Dia mencontohkan, saat dirinya melaksanakan kegiatan sosial dan dakwah, maka dirinya membuat buku tentang dakwah dan pendidikan Islam. Saat dirinya sedang mengikuti pendidikan untuk meraih gelar doctor bidang SDM, maka dirinya membuat buku tentang SDM. Begitu juga ketika dirinya mulai memasuki dunia politik, maka dirinya akan membuat buku tentang politik.
Namun, diakui Irwan Prayitno, selama dirinya menjabat sebagai Gubernur Sumbar, belum satupun karya buku yang dilahirkannya. Kondisi ini terjadi karena dirinya cukup sibuk dengan pekerjaan melaksanakan program dan kegiatan pembangunan Sumbar. Irwan Prayitno berniat suatu saat nanti akan membuat sebuah buku tentang pengalamannya menjadi Gubernur Sumbar. “Mungkin nanti. Saya akan menulis buku tentang pengalaman saya menjadi Gubernur Sumbar,” harapnya.
Dikarunia 10 Anak
Irwan Prayitno bersama istrinya Nevi Zuairina, dikarunia 10 anak. Masing-masing, Jundi Fadhlillah, Waviatul Ahdi, Dhiya’u Syahidah, Anwar Jundi, Atika, Ibrahim, Shohwatul Islah, Farhana, Laili Tanzila dan Taqiya Mafaza. Kebahagiaan Irwan Prayitno terasa lengkap. Karena selain 10 anak, Irwan Prayitno juga dikarunia tiga cucu, yakni Hawnan Aulia, Hasna Labiqa Raisya, Syakira Aulia.
Sebuah keluarga besar memang. Sebagai kepala keluarga, Irwan Prayitno memiliki tanggungjawab besar membesarkan dan mendidik 10 anak-anaknya, khususnya pendidikan dan membimbing menjadi anak yang sholeh.
Tidak dipungkirinya, dirinya harus bekerja ekstra keras, membagi waktu melaksanakan tanggungjawabnya sebagai kepala daerah dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan Sumbar, di sisi lain dirinya harus mencurahkan perhatian untuk anak-anaknya.
Namun, Irwan Prayitno berhasil melaksanakan amanah itu dengan memberikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. Anak-anaknya mampu kuliah di perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia dan luar negeri. Anak pertama Irwan Prayitno, Jundi Fadhlillah yang telah menikah Aisyah Ramadhani, berhasil menamatkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Jurusan Manajemen dan Southern New Hampshire University, Amerika Serikat.
Berikutnya, anak kedua Irwan Prayitno, Waviatul Ahdi yang menikah dengan Irfan Aulia Saiful menamatkan kuliah di FKG Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Dhiya’u Syahidah yang menikah dengan Fallery, menamatkan kuliah di SBM ITB dan Westminster University. Anwar Jundi, kuliah di Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB dan Atika saat ini kuliah di FE UI, Ibrahim (kuliah di Jurusan Teknik Kimia UI).
Sementara, Shohwatul Islah, sekolah di SMA 1 Padang, Farhana (SMA 1 Padang, Laili Tanzila (SDIT Adzkia) dan si bungsu Taqiya Mafaza (SDIT Adzkia). Bagaimana bisa seorang Irwan Prayitno bersama Istri Nevi Zuairina berhasil memberikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya.
Kepada POSMETRO, Irwan Prayitno menuturkan, rahasianya, selalu membangun komunikasi. Irwan Prayitno mengakui, dirinya selalu memantau perkembangan 10 anaknya. “Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, saya selalu memantau perkembangan anak-anak saya,” terang Irwan Prayitno.
Manjada Wa Jadda
Semua kesuksesan Irwan Prayitno baik dalam karirnya tidak terlepas dari nasehat orang tuanya. “Almarhumah waktu saya kecil berpesan, apo se nan di karajoan harus basungguah-sungguah. Kato Nabi jo di dalam Al Quran, kalau basungguah-sungguah, pasti dapek hasilnyo. Manjada Wa Jadda” ungkap Irwan Prayitno, mengenang pesan Almarhumah Ibundanya Sudarni Sayuti.
Kesungguh-sungguhan itulah kuncinya. Serta tidak lupa selalu bersyukur dan banyak beribadah. Irwan Prayitno mengungkapkan, selama ini dirinya selalu ruitn melaksanakan badah puasa Senin dan Kamis. Pria yang pernah mengikuti Kursus Singkat Angkatan (KSA) XIII, Lemhannas RI itu. Puasa tersebut sudah menjadi kebiasaannya, sehingga semuanya dijalaninya dengan baik.
Selain puasa, Irwan Prayitno menyebutkan, di pagi hari, setelah melaksanakan sholat subuh, dirinya memulai aktivitas dengan zikir ma’tsurat. Zikir setelah shalat subuh tersebut, tidak pernah ditinggalkannya. “Dengan mengamalkan zikir tersebut, saya mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. Zikir ini juga dapat menjauhkan kita dari niat buruk orang terhadap kita,” sebutnya.
Tidak hanya zikir ma’tsurat. Masih banyak ibadah lainnya. Salah satunya shalat dhuha. Di tengah kesibukannya melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan Sumbar. Irwan Prayitno tidak pernah melalaikan kewajibannya menunaikan shalat dhuha, demi mendekatkan diri pada Allah SWT. Meski tidak jarang kadang mencuri waktu di sela agenda kerjanya yang sangat padat saat jadi gubernur.
Shalat dhuha dilaksanakannya ketika aktivitasnya telah dimulai di pagi hari. Terkadang, ketika ada perjalanan ke luar daerah, Irwan Prayitno meminta sopirnya berhenti di jalan guna menunaikan shalat dhuha. Sehingga ibadahnya yang satu itu tetap dapat dijalankannya. “Kalau shalat dhuha saya juga selalu laksanakan. Bahkan sering saya minta sopir untuk singgah di jalan agar saya dapat menjalankan ibadah dhuha,”sebutnya.
Irwan Prayitno juga rutin menggelar shalat malam (tahajud). Shalat tahajud menjadi media baginya mengadu pada Allah SWT. Pada keheningan malam, semakin mendekatkannya dengan Allah SWT. Setelah melewati rutinitas siang yang padat, hiruk pikuk kehidupan siang Irwan Prayitno selalu menyediakan waktu untuk shalat malam sebelum istirahat, untuk memulai aktivitas di esok hari.
Irwan Prayitno juga selalu meluangkan waktu membaca Al Quran. Membaca Al Quran disiasatinya dengan meluangkan waktu dijeda pekerjaan. Selain itu, juga pada kegiatan-kegiatan memberikan ceramah agama pada masyarakat.
Sebenarnya kegiatan ibadahnya Irwan Prayitno sudah dijalaninya sejak lama. Tidak hanya ketika telah menjabat Gubernur Sumbar, keinginan itu lahir dalam dirinya untuk membentuk hidup lebih baik. Panutannya beribadah hanya satu, Rasullullah Muhammad SAW. “Saya memang sudah berniat ibadahnya saya tidak terabaikan dengan rutinitas yang begitu padat. Meski melayani masyarakat juga ibadah. Namun ibadah saya langsung dengan Allah SWT tetap utama,” ungkap Irwan Prayitno.
Dari seluruh perjuangan dan perjalanan hidup yang dilaluinya, baik itu melalui pendidikan, dakwah, aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan politik, Irwan Prayitno mengungkapkan semuanya demi keinginannya membawa perubahan yang lebih baik bagi masyarakat. “Jika saya jadi PNS maka saya tidak akan bisa berbuat untuk perubahan. Namun, dengan pilihan hidup yang saya jalani saat ini, saya hanya ingin berbuat untuk perubahan agar masyarakat kita lebih baik,” terang Irwan Prayitno.(*)
Posmetro Padang, 23 Agustus 2015
Tidak Biasa Melihat Orang Lain Susah (Posmetro 23 Agus 2015)
Tidak Biasa Melihat Orang Lain Susah
Rendah hati dan peduli terhadap lingkungan sosial merupakan karakter yang melekat pada diri seorang Irwan Prayitno. Meskipun dirinya telah meraih berbagai kesuksesan dalam karir dan keluarga, namun tidak membuat Rang Kuranji itu menjadi kacang lupa pada kulit. Irwan Prayitno sadar, semua yang diraih dalam hidupnya sekarang tidak terlepas dari pahit getir perjuangan hidup yang pernah dijalaninya. Karena itu, Irwan Prayitno menjadi orang yang tidak biasa melihat orang lain susah.
SWARI ARFAN—Padang
Salah satu kepedulian Irwan Prayitno terhadap lingkungan sosialnya adalah, selalu rutin mengeluarkan zakat untuk masyarakat yang kurang mampu. Irwan Prayitno juga dikenal sebagai sosok yang selalu membantu di saat temannya mengalami kesusahan.
Seperti apa kepedulian sosial suami Nevi Zuairina itu di mata teman-temannya. Rinaldi, salah seorang teman dekat Irwan Prayitno menuturkan, Irwan Prayitno pernah membantu membiayai resepsi pernikahan temannya. “Pernah ada temannya yang kekurangan biaya untuk menikah. Irwan Prayitno spontan saja membantu biayanya,” terang Rinaldi, kepada POSMETRO, Sabtu (22/8).
Rinaldi menambahkan, selain membantu membiayai pernikahan temannya. Irwan Prayitno bahkan pernah membantu temannya membiayai rumah kontrakan. Saat duduk di DPR-RI, Irwan Prayitno juga pernah membantu membiayai mahasiswa yang pernah mengadu kepadanya karena tidak memiliki biaya kuliah. Rinaldi mengaku, pernah menanyakan, kenapa Irwan Prayitno membantunya. Jawab Irwan Prayitno sederhana, karena dirinya teringat perjuangan menyelesaikan S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI).
Saat kuliah dulu, dirinya yang sudah menikah dengan Nevi Zuairina, selain berjibaku menyelesaikan kuliah, juga harus berjuang menafkahi keluarganya.
Selama menjadi Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno juga tidak pernah meninggalkan kebiasaanya, menolong mereka yang mengalami kesusahan. Tidak dipungkirinya, ibadah puasa Senin-Kamis yang rutin dilakukannya, menjadi salah satu faktor yang membentuk karakter dirinya menjadi orang yang rendah hati dan selalu menolong.“Dengan puasa Senin-Kamis, saya ikut merasakan bagaimana menahan lapar, di saat orang lain enak-enak makan,” ungkapnya.
Kepedulian terhadap lingkungan sosial masyarakatnya, membuat Irwan Prayitno saat menjadi Gubernur Sumbar lebih sering menghabiskan waktunya mengunjungi dan melihat langsung kondisi riil masyarakatnya. Seluruh nagari di Sumbar sudah dikunjunginya selama menjadi Gubernur Sumbar.Tidak jarang dirinya menggunakan motor trail menerabas daerah-darah pelosok di Sumbar, demi melihat langsung kondisi masyarakatnya di daerah terpencil.
Dengan mengetahui kondisi riil masyarakatnya, Irwan Prayitno merasakan kesulitan hidup masyarakatnya. Karena keinginan untuk membantu masyarakatnya yang dikunjunginya cukup besar, Irwan Prayitno lalu menuangkan dalam program bantuan pemerintah.
Irwan Prayitno mencontohkan program yang dilaksanakannya, yakni meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Irwan Prayitno mencetus program Gerakan Pensejahteraan Petani. (GPP). Tujuan program ini, meningkatkan jam kerja efektif petani. Dari yang biasanya hanya bekerja 3,5 jam per hari menjadi 8 jam per hari dengan minimal tiga jenis usaha.
Sasaran pemberdayaan 37.200 rumah tangga petani (RTP) dengan melibatkan 1.860 kelompok tani dan 930 nagari/kelurahan/desa ( seluruh nagari). Program ini cukup berhasil dilaksanakan. Data Bappeda Sumbar mencatat, realisasi sampai tahun 2014 adalah 248 nagari, 496 kelompok tani dan 9.992 RTP.
Selain GPP, Irwan Prayitno juga mencetus program Pensejahteraan Ekonomi Masyarakat Pesisir (GEPEMP). Program ini bertujuan meningkatkan usaha kelautan perikanan dan pengembangan mata pencaharian alternatif di luar bidang kelautan dan perikanan. Sasaran GEPEMP pemberdayaan 5.680 KK masyarakat pesisir/nelayan miskin yang tersebar pada tujuh kabupaten kota, 42 kecamatan dan 89 nagari/desa/ kelurahan.
Program ini juga sukses dilaksanakan dan berdampak terhadap peningkatan ekonomi nelayan. Realisasi GEPEMP sampai 2014 berhasil menyentuh sebanyak 4.405 KK di tujuh kabupaten kota. Tujuh kabupaten kota itu meliputi Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Agam, Mentawai, Pasaman Barat, Padangpariaman, Pariaman.
Kemudian juga ada program Gerakan Pensejahteraan UMKM (GPUMKM). Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan pelaku UMKM dalam pengelolaan usaha akses ke lembaga keuangan, pemasaran dan peningkatan peranan koperasi. Sasarannya adalah peningkatan kemampuan kelompok pelaku UMKM. Realisasi KUR Rp4,1 triliun untuk 226 ribu nasabah (penduduk Sumbar 4,9 juta dan BUMD Jamkrida).
Program lainnya, yakni program Gerakan Pensejahteraan Fakir Miskin (GPFAKIN). Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sasaran GPFAKIN melalui kegiatan program bantuan usaha ekonomi produktif (KUBE), program PNPM Mandiri (pedesaan/perkotaan), Penyaluran hibah bansos bagi keluarga miskin, bantuan beasiswa miskin, jaminan kesehatan masyarakat, jaminan kesehatan daerah, pengadaan beras raskin dan bantuan untuk panti asuhan swasta. ”Semua program bantuan tersebut lahir, tidak terlepas dari keinginan untuk berbuat terhadap mereka yang kurang mampu,” terang Irwan Prayitno. (**)
Posmetro Padang, 23 Agustus 2015
Gubernur Irwan Mengalah (Singgalang 1 Maret 2011)
Gubernur Irwan Mengalah
Gedung Megah Untuk Anak Buah
Padang-Jalan-jalanlah ke kantor gubernur Sumbar di Jalan Sudirman nomor 51, Padang. Persis di sebelah kiri bangunan utama kantor gubernur, kini sudah berdiri sebuah gedung megah berlantai dua. Gedung itu, dari awal diplot untuk ruangan kerja gubernur dan wagub Sumbar.
Gubernur Irwan Prayitno dan Wagub Muslim Kasim pun siap-siap pula pindah ke sana dari ruangan kerja sederhana yang ditempati sejak 15 Agustus 2010. Ya, ruangan darmawanita yang berada di sisi kanan bangunan kantor gubernur, disulap jadi ruangan kerja. Kendati hanya “kelas melati” baik Irwan maupun Muslim enjoy bekerja sebagai pelayan masyarakat.
“Kami berdua sepakat untuk tidak pindah dulu ke gedung mewah itu. Biarlah di sini saja. Untuk sementara waktu, gedung tersebut, dimanfaatkan oleh PNS rumah bagonjong. Lihatlah sejak gempa dahsyat 30 September 2009, mereka bekerja di aula. Bersempit-sempit. Pasti tak nyaman,” ujar Gubernur Irwan baru-baru di Padang.
Pernyataan Gubernur itu, mengejutkan hadirin yang kebanyakan CPNS. Tak disangka dan tak diduga. Mau mengalah kepada staf yang tak lain adalah anak buah sendiri. Gedung itu, juga sudah dirancang sebagai ruangan kerja gubernur dan wagub.
Sebenarnya, usai dilantik sebagai kepala daerah, mantan anggota DPR RI tiga periode ini berpikir demikian. Apa bisa bekerja nyaman dengan kondisi aula yang disulap seperti ruangan kerja. Berpadat-padat, bertumpuk-tumpuk. Ibarat sebuah pasar. Bercampur dan hiruk pikuk.
Padahal pekerjaan yang dilakoni butuh ketenangan, kenyamanan. Segala surat-surat baik dari pusat maupun dari nagari, termasuk yang urgen, semua diproses di kantor gubernur. PNS itulah yang bekerja.
”Salah seorang PNS yang bekerja di aula mendatangi saya. Dia curhat soal lingkungan kerja di aula yang penuh sesak itu. Dia menyampaikan aspirasi soal kerja di aula yang tidak nyaman dan mengganggu. PNS itu tidak bereselon, hanya staf biasa. Tapi apa yang dia aspirasikan itu memang menjadi pikiran pula bagi kami berdua. Mereka tak nyaman bekerja,” ujar Irwan.
Ditanyakan kepada pegawai lain. Juga menyatakan hal yang sama. Kondisi lingkungan yang begitu akan mengganggu kinerja. Alhasil, gubernur pun membicarakan dengan wagub perihal tersebut. Apalagi pembangunan kantor gubernur, pengganti yang rusak belum jelas kapan selesainya. Gubernur dan wagub sepakat, gedung megah yang diperuntukan bagi gubernur dan wagub dimanfaatkan oleh PNS di aula.
Langkah bijak dari gubernur pilihan rakyat itu, spontan membuat PNS yang selama ini bertumpuk-tumpuk bekerja di aula, gembira dan senang. ”Tampak benar kepemimpinan pasangan Irwan-MK. Mengalah demi anak buah. Rasanya kami berdosa kalau tak bekerja sungguh-sungguh,” ujar seorang PNS.
Kabiro Humas dan Protokol Setdaprov Surya Budhi mengaku kebijakan gubernur itu, mendapat respon luar biasa dari kalangan PNS. ”Pemimpin bijak dan arif. Tak rela staf bekerja tak nyaman. Itu terus yang diucapkan. Ini sekaligus cambuk bagi kami sebagai staf untuk bekerja lebih maksimal,” singkatnya.
Gedung megah itu nanti sebut Budhi akan ditempati oleh PNS di jajaran Biro Hukum, Biro Organisasi dan Biro Administrasi Pembangunan dan Kerjasama Rantau.
Dengan demikian di aula, tinggal dihuni oleh tiga biro lagi. Biro Perekonomian, Biro Bina Sospora dan Biro Pemerintahan dan Kependudukan. Sehingga tak bertumpuk-tumpuk lagi. Sudah bisa diatur dengan suasana lebih nyaman dan tentram.
Singgalang, 1 Maret 2011
Tak Pernah Lelah (Singgalang 5 Agus 2015)
Tak Pernah Lelah, Tetap Beribadah
PADANG – Dengan kesibukan mengemban amanah sebagai Gubernur Sumbar, Irwan Prayinto tidak pernah melalaikan kewajibannya mendekatkan diri pada Allah SWT. Ibadahnya tidak pernah abai, meski mencuri waktu disela agenda melayani masyarakat yang sangat padat.
Sebenarnya kegiatan ibadahnya Irwan sudah dijalaninya sejak lama, tidak serta merta ketika telah menjabat Gubernur Sumbar, keinginan itu lahir dalam dirinya untuk membentuk hidup lebih baik. Panutannya beribadah hanya satu, Rasullullah Muhammad SAW.
“Saya memang sudah berniat ibadahnya saya tidak terabaikan dengan rutinitas yang begitu padat, meski melayani masyarakat juga ibadah, namun ibadah saya langsung dengan Allah tetap utama,” ujar Irwan, Selasa (4/8).
Selama ini Irwan memang dikenal orang yang taat beribadah. Tidak hanya hanya menjalankan yang wajib, yang sunnah selalu dilaksanakan. Apalagi selama ini Irwan selalu memberikan ceramah agama dan tausyiah pada kegiatan-kegiatan pertemuan masyarakat. Termasuk agenda wirid rutin di Masjid Raya Sumatera Barat.
Ibadah yang selalu dijalaninya berupa, memulai hari dengan zikir matsyuroh, zikir setelah shalat subuh tersebut tidak pernah tinggal olehnya. Karena dengan mengamalkan zikir tersebut, dirinya mendapatkan perlindungan dari Allah SWT. “Zikir ini juga dapat menjauhkan kita dari niat buruk orang terhadap kita,”sebutnya.
Kemudian puasa sunat Senin dan Kamis, ibadahnya yang satu ini juga tidak pernah ditinggalkannya. Meski harus menerima tamu pemerintahan, atau menjamu tamu Pemprov Sumbar pada makan siang, Irwan tetap melaksanakan ibadah puasa sunat, tamu pun maklum. Meski berat, karena puasa sudah menjadi kebiasaannya, sehingga semuanya dijalaninya dengan baik.
“Kalau kita niat ibadah iklas, pasti akan dilancar Allah, karena saya meniatkannya puasa itu karena Allah, jadi walau ada orang makan didepan kita, memberikan sambutan dalam acara yang panasnya terik, InsyaAllah puasa tetap jalan,”ujarnya.
Setiap Senin dan Kamis, Irwan menjalani tantangan yang sama. Seperti perjalanannya ke Kepulauan Mentawai membuka pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Dengan goncangan gelombang yang kuat, melintasi lautan lebih dari tiga jam ditengah laut, dirinya tetap menjalankan ibadah puasa.
“Bahkan kemarin Senin, (3/8) saya selesai melantik penjabat Bupati Solok, langsung berangkat ke Solok Selatan, saya tetap puasa,”ujarnya.
Ibadah lainnya yang selalu dijalankan Irwan, menyempatkan shalat dhuha ketika aktifitasnya telah dimulai di pagi hari. Terkadang, ketika ada perjalanan ke luar daerah, Irwan meminta sopirnya berhenti di jalan guna menunaikan shalat dhuha. Sehingga ibadahnya yang satu itu tetap dapat dijalankannya.
“Kalau shalat dhuha saya juga selalu laksanakan, bahkan sering saya minta sopir untuk singgah di jalan agar saya dapat menjalankan ibadah dhuha,”sebutnya.
Di samping shalat lima waktu, Irwan juga rutin menggelar shalat malam (tahajud), dengan shalat tahajud menjadi media baginya mengadu pada Allah. Pada keheningan malam, semakin mendekatkannya dengan Allah. setelah melewati rutinitas siang yang padat, hiruk pikuk kehidupan siang Irwan selalu menyediakan waktu untuk shalat malam sebelum istirahat untuk memulai aktifitas diesok hari.
Begitu juga membaca Alquran, Irwan tidak alfa dengan membaca Alquran. Mebaca Alquran disiasatinya dengan meluangkan waktu dijeda pekerjaan. Selain itu juga pada kegiatan-kegiatan memberikan ceramah agama pada masyarakat.
Dengan berbagai aktivitas ibadah pribadinya itu, Irwan tetap menunaikan seambrek kegiatan pemerintahan, terutama melayani masyarakat. Contoh saja, ketika malam sudah datang di Ampalu Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan, Irwan dengan wajah tanpa lelah setelah melewati perjalanan panjang meresmikan Restoran dan Penginapan Zaytun di Ampalu Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan.
“Sampai nanti malam masih ada kegiatan dengan masyarakat,” ujar Irwan melalui pesan singkat ketika ditanya agenda kegiatannya sepanjang Selasa (4/8). Ketika itu, pagi baru menjelang. Irwan sudah bergegas dengan berbagai agenda kegiatan. Di antara agenda Irwan hari itu adalah menerima Kabiro Aset Pemprov Sumbar untuk menandatangani surat-surat dan mendiskusikan pengelolaan aset di ruang kerja gubernur yang juga sekaligus ruang tamu kediaman gubernur. Berlanjut menerima pengurus STAIPQ, menandatangani surat untuk Dubes-Dubes di Timur Tengah. Ada pertemuan dengan OJK. Belum cukup, sampai malam masih ada kegiatan melepas rombongan kesenian di Taman Budaya.
Irwan terbiasa beraktivitas dari malam ke malam. Artinya, ia sudah memulai aktivitas ketika matahari belum muncul. Dan aktivitasnya itu belum berakhir ketika matahari sudah tenggelam. Sosok yang selalu enerjik ini memang tak mengenal waktu. “Aktivitas untuk masyarakat itu tak mengenal waktu. Banyak hal yang harus dilakukan. Kita harus memastikan masyarakat mendapatkan hal yang terbaik dari pemerintah,” ujar Irwan lagi.
Sejumlah aktivitas Irwan sepanjang hari kemarin sangat berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak. Misalnya, pertemuan dengan STAIPQ. Dengan latar profesor di bidang sumber daya manusia dan merintis lembaga pendidikan berbasis Islam di Padang, Irwan memang mempunyai perhatian khusus terhadap pendidikan berbasis agama. Pendidikan adalah tulang punggung perbaikan dan kemajuan masyarakat. Irwan sangat antusias memajukan pendidikan berbasis Islam di Sumbar dengan mendorong lembaga-lembaga pendidikan tersebut menjadi lembaga-lembaga pendidikan terbaik.
Irwan juga menaruh perhatian terhadap pembangunan bidang seni dan budaya. Tak mengherankan, walau malam sudah menjelang, Irwan tetap melaksanakan agenda melepas rombongan kesenian di Taman Budaya. Darah seni memang mengalir pada dirinya. Selain pandai menabuh drum, Irwan juga pandai menyanyi dan mencipta lagu. Sudah dua album dibuatnya. Lagu-lagunya semuanya bernuasa religi, mengangkatkan tema-tema yang menggugah hati. Sebagai bentuk perhatian Irwan terhadap dunia budaya, ia pun berkomitmen membangun Taman Budaya sebagai cultural centre yang pembangunannya sudah dimulai tahun ini. 104/007
Singgalang 5 Agustus 2015
Keluarga Surga Kebahagiaan (Singgalang 6 Agus 2015)
PADANG-”Keluarga itu surga tempat kebahagiaan…” Kata-kata itu meluncur begitu saja ketika Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno diwawancarai wartawan sambil berjalan menuju kendaraan usai peringatan Hari Keluarga Nasional di Masjid Raya Sumatera Barat, Selasa (4/8). Bukan dari teks pidato yang sengaja dikarang. Kata-kata Irwan itu mengambarkan bagaimana harmonisasi hidup berkeluarga yang dijalaninya.
IP, begitu ia akrab disapa memiliki keluarga yang besar. Menikah dengan Nevi Zuairina, keduanya dikaruniai 10 anak. IP pun sudah berminantu. Kehadiran tiga cucu melengkapi kebahagiaan keluarga besar mereka. Keberhasilan karirnya di dunia politik dan memimpin Sumatera Barat tak menghilangkan keberhasilannya mendidik anak-anak. “Alhamdulillah, anak-anak saya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri,” ujar Irwan.
Di tengah kesibukkannya yang seolah tak pernah putus-putus, IP tak sedikit pun mengurangi perhatian kepada keluarga. Bagi IP, keluarga adalah segala-galanya. Kalau ada setitik surga dijatuhkan ke bumi. Surga itu terletak dalam rumah yang dinaungi harmonisasi, diisi oleh anak-anak yang penuh dengan keceriaan.
Sebagai profesor di bidang sumber daya manusia dan mendirikan lembaga pendidikan berbasis keislaman, IP paham betul bagaimana membangun keluarga yang bahagia. Keluarga sebagai surga kebahagian mestilah dibangun di atas pondasi yang kuat. Keluarga yang bahagian itu adalah yang sakinah mawadah wa rahmah. Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawadah wa rahmah perlu dibangun hablumminannas (hubungan sesama manusia yang baik) dengan taaruf (silaturrahmi, tafahum (saling memahami), taawun (tolong menolong) dan takaful (saling menjamin). Pondasi yang tak kalah penting adalah hablumminallah (hubungan dengan Allah) dengan meningkatkan ibadah.
Di tengah kegiatan memimpin daerah dan melayani masyarakat, bagaimana IP tetap bisa memberikan perhatian kepada keluarga? Menurut IP, kuncinya adalah pandai-pandai membagi waktu. Baginya, sesibuk apapun sebagai kepala daerah, soal anak-anak tak pernah dilupakannya. “Sesibuk apa pun, jangan sampai melupakan anak-anak. Jangan karena kesibukkan itu, anak-anak justru menjauh,” ujar Irwan.
Sebagai seorang gubernur, Irwan tetaplah seorang ayah. Bersama istri, ia selalu menyempatkan diri berkomunikasi dengan anak-anak. Mulai dari sekadar menanyakan kegiatan mereka sehari-hari, terutama menanyakan perkembangan mereka di sekolah. Tak jarang, Irwan datang langsung ke sekolah anaknya untuk berkomunikasi dengan guru tentang perkembangan pendidikan anak-anaknya. Untuk urusan menjemput rapor anak, IP selalu menyempatkan diri melakukannya sendiri. Dua anaknya, yang paling bungsu, Taqiya Mafaza dan Laili Tanzila masih duduk di bangku sekolah dasar. Kepada anak-anak yang termuda itu, Irwan tetap melaksanakan kebiasaan mengantarkan anak-anak ke sekolah. “Karena kesibukkan, sekraang tak selalu sering. Kalau ada kesempatan, saya selalu mengantar,” ujar Irwan.
Kebiasaan IP dengan anak-anak yang terus dilaksanakan adalah membelikan anak pulsa. Menurutnya, sebagian besar kebutuhan anak diurus sang istri. Tapi, ada beberapa kebutuhan anak yang tetap ditanganinya. Untuk urusan membeli pulsa, menurut Irwan hal itu tak hanya soal kebutuhan saja, tapi hal itu juga dijadikan kesempatan untuk berkomunikasi dengan anak. Demikian pun untuk urusan jajan, Irwan mengirimkan sendiri kepada anak-anaknya. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepercayaan kepada sang anak untuk bisa bertanggung jawab dengan kebutuhannya sendiri, sekaligus ini cara IP untuk bisa selalu memantau keadaan anak-anak dan berkomunikasi dengan mereka. “Kadang, kalau ditelpon langsung, anak-anak diam, tak tahu mau ngomong apa juga. Tapi, pas minta pulsa atau jajan, saya bisa bertanya keadaannya, sekolahnya dan lain-lain.”
Saat ini, anak-anak Irwan berada di Jakarta dan Padang. Enam di Jakarta, termasuk anaknya yang sudah bekeluarga dan empat di Padang. Kepada anak-anaknya yang sudah berkeluarga, Irwan tetaplah ayah bagi mereka seperti dahulu. Kalau dahulu mereka minta pulsa dan jajan, sekarang berbeda, minta dibelikan susu. Kalau mendengar susu untuk sang cucu, kakek mana yang tak tergerak hatinya. Semua permintaan itu menurut Irwan bukan soal kebutuhan saja, tapi itulah momentum baginya untuk selalu berkomunikasi dengan keluarga di tengah kesibukkan yang padat mengurus daerah dan masyarakat.
Setiap hari, Irwan memiliki agenda ke luar daerah, baik di luar Kota Padang maupun di luar Sumatera Barat, bahkan ke luar negeri. Setiap jauh dari keluarga itu, ia tak melupakan anak-anak. Ada kebiasaan kecil IP setiap kali berkunjung ke luar kota, ia selalu membawa buah tangan untuk orang-orang di rumah. Buah tangan itu bukanlah barang-barang berharga, tapi hanyalah makanan atau benda-benda kegemaran anak-anaknya. Misalnya, Rabu siang (5/8), Irwan dalam perjalanan menuju Jakarta. Untuk anak dan cucunya di Jakarta, ia telah membawa buah tangan. “Ini, saya bawa rendang dan sipadeh. Anak-anak suka,” ujar Irwan dari balik telpon selularnya.
Irwan paham betul makanan kesukaan anak-anaknya. Anak-anaknya yang paling kecil, seperti anak-anak kebanyakan, suka makanan yang digemari banyak orang. Karena itu, selain selalu membawakan buah tangan makanan kesukaan, Irwan sering juga mengajak anak-anak makan bersama di luar. Irwan juga tahu hobi dan kegemaran anak-anaknya. Contohnya, untuk putranya Ibrahim, Irwan membelikan gitar karena anaknya itu memiliki hobi yang sama dengan dirinya di bidang musik.
Sebagai pendiri lembaga pendidikan berbasis Islam, kehidupan religius keluarga sangat menjadi perhatian bagi Irwan. Untuk menanamkan nilai-nilai agama sejak dini, semua anak-anaknya disekolahkan di lembaga pendidikan berbasis Islam dan pesantren. Di rumah, Irwan secara rutin selalu menanyakan kepada anak-anaknya apakah sudah shalat apa belum. Irwan selalu mengajak keluarga shalat berjamaah, terutama shalat Magrib dan Subuh. Tak itu saja, ia selalu memantau apakah anak-anak ada membaca dan menghafal ayat Al-quran. Kebiasaan puasa Senin-Kamis juga ditularkan kepada anak-anak. “Ya, kita selalu sahur bersama di rumah,” ungkap Irwan.
Di bulan suci Ramadhan, Irwan bersama keluarga menyempatkan diri memperbanyak ibadah. Bersama keluarga, ia biasa mengisi 10 hari di penghujung Ramadhan dengan beritikaf. Sebelum menjadi gubernur, itikaf biasanya dilakukan di masjid dalam komplek Perguruan Islam Adzkia yang dekat dengan kediaman orang tua IP di Padang. Sejak jadi gubernur, kegiatan itu dilaksanakan di mushalla dalam komplek gubernuran Sumbar. Kalau Ramadhan-Ramadhan sebelumnya, IP membawa serta anak-anak beritikaf, kini kegiatan itu lebih berkesan, karena sesekali bisa membawa serta cucu-cucunya.
Selain komunikasi yang intens, kebersamaan bersama anak-anak dan istri juga menjadi hal penting bagi Irwan. Ketika ada waktu luang, Irwan mengaku memanfaatkannya untuk bercengkrama bersama keluarga. “Ketika dengan dengan keluarga, di sana indah terasa,” ujar Irwan sambil tersenyum. 007
Singgalang, 6 Agustus 2015
Dirikan Perguruan Islam, Cetak Generasi Berkarakter (Singgalang 7 Agus 2015)
Dirikan Perguruan Islam, Cetak Generasi Berkarakter
Padang, Singgalang
Dengan fasih, anak-anak itu melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an. Mereka membaca beberapa ayat pendek. Kalau tak terbatas waktu, di antaranya bisa membaca ayat yang lebih panjang. Bahkan, ada yang sudah hafal juz 30. Padahal, anak-anak itu baru duduk di bangku sekolah PAUD. Mereka, anak-anak PAUD/TKIT Adzkia yang diwisuda beberapa waktu lalu.
Adzkia adalah perguruan Islam yang ternama di Kota Padang. Lembaga pendidikan ini mengelola sekolah dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi. Kampus utama di kawasan Taratak Paneh Kuranji, Padang. Beberapa sekolahnya juga tersebar di sejumlah daerah di Sumbar. Prestasi lembaga pendidikan ini sudah menasional. Beberapa waktu lalu, SDIT Adzkia mendapat penghargaan Adiwiyata Mandiri dari Presiden Joko Widodo.
Besarnya Adzkia seperti saat ini tidak terjadi sertamerta. Di baliknya, ada Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno yang merintis berdirinya perguruan Islam ini. Irwan mendirikan Adzkia dengan sebuah idealisme membangun pendidikan modern berbasis Islam untuk melahirkan generasi Qur’ani yang berahklak mulia. Berbekal idealisme itu, Irwan membangun Adzkia dengan perjuangan keras tanpa kenal lelah. “Adzkia saya dirikan dengan uang Rp15 ribu, waktu itu saya dapat mencetak brosur sebanyak satu rim, kemudian dibagikan ke sekolah-sekolah yang ada di Kota Padang,”kenang Irwan mengingat perjuangannya membesarkan Adzkia.
Setelah susah-payah menamatkan kuliah di Universitas Indonesia (UI), Irwan langsung pulang kampung. Di Padang Irwan mendirikan bimbingan belajar yang kemudian menjelma menjadi Yayasan Pendidikan Islam Adzkia dengan aset Rp70 miliar saat ini. Sebenarnya, sesampai di Padang, Irwan bisa langsung masuk zona nyaman. Sebuah BUMN besar di Padang siap menerimanya memulai karir sebagai karyawan. Tapi, Irwan memilih jalan lain. Ia pejuang, merintis impiannya membangun dunia pendidikan di kampung halaman.
Jiwa pejuang itu sudah tumbuh di dalam diri Irwan sejak dini. Semasa kuliah, ia terlibat dalam banyak kegiatan. Mulai mengajar, berdakwah, berdiskusi, serta mencari nafkah untuk menghidupi keluarga yang baru dibina bersama Hj. Nevi Zuairina tahun 1985 dengan tanpa modal apa-apa. Karena seambrek kegiatan itu, Irwan mesti menamatkan pendidikan S1-nya lebih lama, yaitu enam tahun, sejak 1982 hingga 1988.
Begitu lulus sarjana psikologi UI yang terngiang di pikirannya justru ingin berdakwah. Keyakinan untuk terus berdakwah, menurutnya, bila dilandasi dengan nawaaitu demi menggapai Islam kaffah akan menjadi besar. Semangatnya bersama teman-teman lalu terdorong untuk membangun lembaga pendidikan Adzkia (yang artinya kecerdasan) untuk dakwah pendidikan, serta Yayasan Al-Madani untuk mengurusi dakwah sosial. Hidup Irwan kemudian dipenuhi warna-warni Adzkia.
Brosur telah disebar ke sekolah-sekolah di Kota Padang, Irwan berhasil mendapatkan murid dua lokal. Sebanyak 80 siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan Adzkia. Tidak memiliki gedung sendiri, Adzkia menyewa gedung PGAI, dengan syarat uang sewanya dibayarkan bulan berikutnya setelah siswa didapatkan.”Awalnya cuma empat jurusan, setelah itu terus berkembang, banyak peminat, saya memilih untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak,”ujarnya.
Langkah itu berjalan lancar, siswa didapat, sewa gedung juga sudah dibayarkan. Ada empat jurusan yang dibuka, Fisika, Matematika, Biologi dan Kimia. Sementara tenaga pengajarnya juga hanya empat orang, diantaranya, Prof Syukri Arief, Mahyeldi Ansharullah yang sekarang menjabat Walikota Padang. Mereka pada umumnya berasal dari perguruan tinggi ternama seperti, IPB, UGM, Unand dan dirinya dari UI.
Tempat belajar juga menjadi berpindah-pindah. Pertama di PGAI pindah ke jalan Raden Saleh, Jalan Diponegoro, pindah lagi ke Belakang Olo, Simpang Dhamar. Setelah itu Irwan mendapatkan tanah wakaf dari ibunya di Taratak Paneh, Kuranji. Secara perlahan gedung sekolah dibangun. Kemudian membeli tanah disekitarnya untuk mendirikan sekolah lainnya.
Secara perlahan tapi pasti, Yayasan Pendidikan Islam Adzkia terus tumbuh seiring tingginya kesadaran masyarakat di Kota Padang pentingnya akan pendidikan. Tahun 1990 Adzkia membuka Taman Kanak-Kanak Adzkia yang sampai sekarang berkembang menjadi 7 cabang yang tersebar di kota Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Kemudian Yayasan Adzkia mendirikan SD, SMP, SMA dan SMK. Kemudian juga melanjutkan dengan mendirikan perguruan tinggi.”Sekarang kita juga sudah membuka di Medan, Sumatera Utara,”sebutnya.
Melihat kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan guru TK yang profesional, maka YPIC Adzkia pada tahun 1994 membuka Program Diploma I PGTK Adzkia, yang kemudian berkembang menjadi program Diploma 2 PGTK/RA dan PGSD/MI dibawah Naungan Akademi Kependidikan Islam Adzkia (AKIA). Tahun 2003 status Akademi berubah kearah yang lebih positif yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah yang dinaungi oleh Departemen Agama Republik Indonesia.
Sudah sangat banyak lulusan yang telah dihasilkan oleh AKIA/STIT Adzkia. Lulusan STIT Adzkia bahkan sudah banyak yang diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil baik di Propinsi Sumatera Barat, maupun di luar propinsi Sumatera Barat. Bahkan keberadaan para alumni AKIA/STIT Adzkia ini tidak hanya menduduki jabatan sebagai guru melainkan juga sebagai kepala sekolah terutama lulusan jurusan PGTK Adzkia. Tahun 2005 Program Diploma 2 tidak diizinkan lagi untuk dibuka sehingga tahun 2007-2008 perguruan tinggi Adzkia fakum. Alhamdulillah tahun 2009, Adzkia diberikan izin penyelenggaraan STKIP Adzkia program S1 PG-PAUD & PGSD dibawah Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Di saat Adzkia mulai menapak maju, Irwan tahun 1995 justru terdampar ke negeri jiran, Malaysia untuk melanjutkan pendidikan S-2. Awalnya, banyak universitas yang menolak mengingat IP-nya rendah 2,02 sebelum akhirnya Universitas Putra Malaysia (UPM) di Serdang, Kuala Lumpur mau menampung dengan status percobaan satu semester. Namun, Irwan malah menantang Prof. Hasyim Hamzah, Pembantu Rektor UPM, bahwa dirinya bisa menyelesaikan studi tiga semester atau satu setengah tahun dari waktu normal enam semester atau tiga tahun. Tantangan itu terbukti dan memberinya hak menyandang gelar MSc bidang Human Resources Development. Kuliah S-3 pun di kampus sama dicapainya dengan gemilang. Irwan lulus S-2 dan S-3 bidang Training Management kali ini dengan nilai A semua, kecuali mata kuliah mengenai hukum perempuan. Itupun hanya akibat berbeda pendapat dengan dosennya.
Yang menarik, selama pergulatannya di Negeri Jiran Irwan Prayitno harus bekerja keras untuk menghidupi istri dan lima anak, saat itu, yang ikut diboyongnya. Dibutuhkan minimal 2.000 hingga 3.000 ringgit Malaysia perbulan, 10 hingga 20 persen diantaranya untuk kuliah. Sumber pendapatan tak lain dari berdakwah dan berceramah sampai ke London sekalipun. Pesawat terbang atau kereta api adalah tempat biasa untuk mengerjakan tugas-tugas perkuliahan. Itupun masih belum melepaskannya dari pekerjaan rutin di rumah mencuci pakaiannya, istri, dan anak-anak.
Kini, Adzkia telah bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang berkualitas di Kota Padang, Sumbar umumnya. Dengan Adzkia Irwan telah menyumbangkan sebuah perjuangan membangun pendidikan di Sumbar. “Bagi saya Adzkia bukanlah untuk mengejar sebuah bisnis provit, namun bagaimana dapat berperan aktif membangun manusia perpendidikan dan berkarakter di Sumbar,”ujarnya.
Pengalaman membesarkan Adzkia menginspirasi Irwan sebagai Gubernur Sumbar untuk membangun pendidikan di daerah ini. Dalam berbagai kesempatan, Irwan selalu mengatakan agar sistem pendidikan di berbagai perguruan Islam yang mentransformasikan pendidikan modern dan agama untuk membentuk generasi berkarakter dintegrasikan dalam pendidikan umum di sekolah-sekolah. Irwan pun terus mendorong tumbuhnya perguruan-perguruan Islam di Sumatera Barat. Saat ini, perguruan-perguruan Islam, mulai dari TKIT, SDIT dan SMPIT berkembang pesat di berbagai daerah di Sumbar. 104/007
Singgalang, 7 Agustus 2015
Datuak Rajo Bandaro Basa IP Di Goyang (Singgalang 7 Sep 2015)
DATUK RAJO BANDARO BASA IP DIGOYANG
Padang, Singgalang
Irwan Prayitno kembali digoyang. Setelah kasus pelantikan pejabat RSUD Pariaman, kini gelar Datuk Rajo Bandaro Basa yang disandangnya yang digugat. Sejumlah orang yang menyebut diri dari suku Tanjung Kenagarian Pauh Sambilan Kecamatan Kuranji mengaku gelar Datuk Rajo Bandaro Basa yang disandang IP hanyalah gelar pinjaman. Ini bukan gugatan yang pertama. Hal serupa pernah terjadi tahun 2010 lalu, persis pula di musim Pilkada sedang berlangsung.
Isu tak sedap ini kemudian dijawab oleh pemuka suku Tanjung Kenagarian Pauh Sambilan Kecamatan Kuranji, Padang. Zulhendri Ismed Rajo Bungsu selaku Kapalo Paruik Penghulu Suku Tanjung, kemarin menyebutkan, pengangkatan Irwan Prayitno sebagai penghulu Suku Tanjung dengan gelar Datuk Rajo Bandaro Basa merupakan kesepakatan paruik-paruik di Suku Tanjung dan disetujui nagari. Ada empat paruik di Suku Tanjung, yaitu paruik penghulu, paruik rang tuo, paruik pandito dan paruik rang basako. Dalam paruik penghulu, ada paruik manti, puti dan dubalang. “Paruik-paruik suku Tanjung sudah sepakat, sampai ke manti, puti dan dubalang. Disetujui pula oleh nagari, sehingga Datuk Rajo Bandaro Basa dilewakan,” ujar Zulhendri yang merupakan Sekretaris KAN Pauh Sambilan.
IP dilewakan sebagai datuk pada 2003. Menurut Zulhendri, sejak 1983, suku Tanjung di Kenagarian Pauh Sambilan tak memiliki penghulu. Setiap anak kemenakan suku Tanjung berhak menjadi penghulu. Upaya untuk mengangkat penghulu pernah dilakukan, tapi belum ada kesepakatan untuk mengangkat sosok yang pantas. “Saya juga diusulkan jadi penghulu. Tapi, saya masih muda, ada yang lebih pantas,” ungkap Zulhendri lagi.
Zulhendri menapik kalau gelar Datuk Rajo Bandaro Basa yang disandang IP adalah gelar pinjaman. Menurutnya, IP membawa gelarnya sendiri. IP adalah paruik suku Tanjung Kenagarian Pauh Sambilan. Ibunya Hj. Sudarni Sayuti bersuku Tanjung di Kenagarian Pauh Sambilan. Gelar Datuk Rajo Bandaro Basa pernah disandang kakeknya, Saumar yang menjadi penghulu pada tahun 1950-an.
Sejak Saumar Datuk Rajo Bandaro Basa, penghulu suku Tanjung Kenagarian Pauh Sambilan mengalami pergantian beberapa kali. Tahun 1961-an dipegang Jamar Datuk Tan Basa. Setelah itu, tahun 1983 dipegang Firdaus Dt. Rangkayo Basa. Sejak 1983, tak ada lagi penghulu suku Tanjung di Kenagarian Pauh Sambilan, hingga disepakatilah IP menjadi penghulu dan dilewakan tahun 2003. “Karena lama tak ada, maka kita sepakat untuk mengangkat pemimpin kita di nagari,” tambah Zulhendri.
Khairul Rajo Lenggang selaku paruik rang tuo suku Tanjung membenarkan silsilah suku Tanjung di Kenagarian Pauh Sambilan. Menurutnya, IP adalah paruik suku Tanjung Kenagarian Pauh Sambilan. Setiap paruik berhak jadi penghulu, tapi tentu ada aturannya. “Rajo Bandaro Basa itu sudah menjadi kesepakatan kaum dan nagari,” ujar Khairul Rajo Lenggang.
Hal senada diungkapkan Darmansyah Rajo Pangkeh selaku cadiak pandai suku Tanjung di Kenagarian Pauh Sambilan. Ia menegaskan, IP memakai gelarnya sendiri Datuk Rajo Bandaro Basa. “Gelar itu bukan jabatan. Irwan sudah dijamuan. Bajamuan itu hukum nagari. Ia jadi ninik mamak seluruh anak nagari di Pauh Sambilan,” tegas Darmansyah.
Darmansyah mengingatkan agar anak-kemenakan suku Tanjung di Kenagarian Pauh Sambilan jangan mau diadu-domba. Menurutnya, tak sekali ini saja isu tentang gelar datuk yang disandang IP ini dipersoalkan. Anehnya, hal itu dipersoalkan setiap Pilkada muncul. “Kalau ada yang hendak dibicarakan, mari duduk bersama. Tak ada kusut yang tak selesai,” tambah Darmansyah. 007
Singgalang, 7 September 2015
Duduk Di Lapau Sambil Maota (Singgalang 8 Sep 2015)
Duduk di Lapau Sambil Maota
Laporan: A.R. Rizal
Wartawan Utama
BANUHAMPU-Malam semakin larut di Padang Lua, Banuhampu. Irwan Prayitno dan anggota DPRD Sumbar, Rafdinal hendak bertakziah kepada salah seorang kerabat di sana. Kedatangan kedua tokoh Sumbar itu diketahui sekelompok pemuda setempat. Mereka mencegat. Tapi, bukan untuk macam-macam, pemuda meminta IP duduk-duduk di lapau.
Pesan pemuda sampai kepada IP. Selesai menjenguk ke rumah Pak Zal di pinggir Kota Bukittinggi, Irwan langsung bergerak ke lapau yang terletak di kaki Gunung Marapi. Jadilan Irwan duduk-duduk maota di lapau Harmen, Sabtu malam kemarin.
Ternyata, kunjungan ke lapau Harmen di Jorong Parik Lintang Kenagarian Ladang Laweh Kecamatan Banuhampu itu merupakan yang kedua kalinya bagi Irwan. Penghulu suku Tanjung di Kanagarian Pauh Sambilan itu memang sering menyempatkan diri duduk-duduk di lapau. Pertama, karena kegemarannya memesan teh susu. Selain itu, karena kebiasaannya tak putus-putus membangun silaturrahim. “Di lapau tak sekadar duduk maota. Di sana, masyarakat dari berbagai usia berkumpul, berdiskusi, berbagai informasi untuk kemajuan nagari,” ujar Irwan.
Malam itu, di lapau Harmen, Irwan memesan teh susu. Kebetulan, udara dingin begitu menusuk di kaki Gunung Marapi. Teh susu menjadi minuman yang bisa menghangatkan badan. Suasana di lapau Harmen malam itu terasa hangat, penuh keakraban. Sejumlah warga dan pemuda yang duduk-duduk di lapau itu pun tak canggung-canggung berbagi informasi.
Informasi hangat di Kanagarian Ladang Laweh saat ini adalah soal demam batu akik. Industri kerajinan batu akik sedang booming di Ladang Laweh. Sebagian warga di sini yang berprofesi sebagai pedagang mengalihkan dagangannya dengan menjual batu akik. Tak hanya menjual batu akik, orang Banuhampu yang terkenal sebagai pengrajin ulung ternyata juga mahir mengolah batu akik. “Batu akik dari sini kita jual ke mana-mana. Ke Jawa, bahkan ke negara tetangga,” ujar Uncu, salah seorang warga.
Ladang Laweh memang tak menghasilkan batu akik. Tapi, nagari ini pandai mengolah batu akik. Batu akik yang diolah di sini berasal dari daerah lain di Sumbar, seperti batu akik jenis lumuik suliki, lumuik sungai dareh dan sebagainya.
Saat ini, demam batu akik mulai meredup. Tapi, menurut Uncu hal itu lebih disebabkan karena masalah prioritas kebutuhan ekonomi masyarakat saat ini. Menurutnya, beberapa waktu lalu masyarakat lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan Lebaran dan sekarang kebutuhan pendidikan anak-anak karena sudah masuk tahun ajaran baru. “Batu akik kan bukan kebutuhan primer. Saat ini, masyarakat lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan untuk Idul Adha. Setelah lebaran kurban, pasar batu akik akan kembali cerah,” ujar Uncu lagi optimis.
Informasi tentang batu akik tersebut disimak secara antusias oleh Irwan. Ia mengungkapkan, itulah esensinya tradisi lapau di Minangkabau. Menurutnya, lapau tidak hanya tempat maota, duduk-duduk sambil menyumut kopi, tapi di lapau masyarakat berbagai informasi, sehingga bisa terlihat bagaimana kondisi ekonomi dan sosial yang dihadapi masyarakat itu sebenarnya. “Batu akik itu kan industri kreatif. Jadi, sangat dibutuhkan inovasi pengrajin untuk menghasilkan produk terbaik sekaligus memasarkannya,” ujar Irwan.
Irwan mengaku takjub dengan keberanian masyarakat untuk terjun ke industri kreatif. Menurutnya, industri kreatif inilah yang menjadi keunggulan Sumbar. Sumber daya alam daerah ini sangat terbatas, tapi masyarakatnya punya daya kreativitas yang luar biasa, sehingga bisa memanfaatkan potensi yang ada, menjadikannya produk berkualitas.
Lama Irwan duduk maota di lapau Harmen Kanagarian Ladang Laweh. Tak terasa, malam sudah berganti dini hari. Dalam dinginnya kabut di kaki Gunung Marapi, anak-anak muda Nagari Ladang Laweh menemukan kehangatan dalam kebersamaan dengan Irwan Prayitno. “Beginilah sosok pemimpin yang dirindukan masyarakat,” celutuk seorang pemuda.*
Singgalang, 8 September 2015
Berdakwah Dengan Lagu (Singgalang 10 Agus 2015)
Berdakwah dengan Lagu
PADANG-Laki-laki itu berjalan bergegas. Ia seperti tak ingin melewatkan penampilan di pentas gedung teater utama Taman Budaya Sumatera Barat. Padahal, kursi penonton masih terlihat lengang. Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno lebih dahulu datang. Lelaki itu memang mempunyai minat yang besar terhadap seni dan budaya.
Rabu malam, (5/8) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat melaksanakan acara pelepasan kontingen untuk mengikuti Festival Seni Nasional di Jakarta yang dilaksanakan Kementrian Pendidikan. Dua kontingen yang dikirim mewakili Sumbar, yaitu grup musik tradisional Sandiko dan Teater Noktah pimpinan Syuhendri. Sebelum dilepas, kedua grup itu unjuk kebolehan.
Sandiko menampilkan pergelaran berjudul “Coga”. Alunan musik, lagu, bercampur gerak pencak silat terkomposisi dengan apik. Penonton bertepuk tangan, termasuk Irwan Prayitno. Ketika menyampaikan kata sambutan, Irwan ternyata sudah hafal dengan Sandiko. “Saya sudah melihat dua kali. Bagus, tak banyak yang harus diperbaiki,” ujar Irwan.
Giliran Teater Noktah yang tampil. Syuhendri membawa anak-anak Purus menampilkan lakon yang berjudul “Lari ke Bulan”. Walaupun anak-anak pantai yang baru mengenal teater, lakon anak-anak Purus begitu memukau. Dengarkan dialog mereka: “Pantai kita dikuasai hantu. Di mana-mana dikuasai hantu. Warung dikuasai hantu, di sekolah ada hantu, hantu IPA, bahasa Inggris hantu…” Dialog itu spontan membuat penonton tergelak tawa.
Penampilan anak-anak Noktah membuat Irwan terpesona. Anak-anak yang dibesarkan dalam kehidupan pantai yang terkenal keras itu justru mampu menampilkan sisi-sisi estetis dari dalam dirinya. “Ini hal yang positif untuk anak-anak kita. Seni dan budaya memberi nilai positif bagi anak, mengisi ruang dalam diri mereka, membangun rasa, kreativitas dan menyempurnakan fungsi otak kiri dan kanan,” ujar Irwan menyambut penampilan anak-anak Noktah.
Irwan memahami betul filosofis berkesenian. Baginya, berkesenian itu untuk mencerahkan diri dan masyarakat. Karena itu, ia tak menuntut utusan kesenian Sumbar ini mesti menang di festival. “Juara bukan hal yang utama. Yang terpenting berusaha untuk membawa hasil yang maksimal demi nama baik Sumatera Barat,” pesan Irwan.
Dunia berkesenian memang tak terpisahkan dari sosok Irwan Prayitno. Darah seni mengalir kental di dalam dirinya. Irwan pandai menabuh drum. Ia punya grup band sendiri bernama IPe Band. Tak hanya itu, Irwan juga pandai bernyanyi. Sudah dua album dibuatnya.
Bagi Irwan, berkesenian bukan hanya sekadar bernyanyi atau menabuh drum. “Seni itu untuk berdakwah,” ujarnya menjelaskan filosofinya dalam berkesenian.
Irwan mengaku, dirinya adalah tipe orang yang selalu ingin melakukan perbaikan untuk masyarakat. Dari dulu ia sudah berdakwah, terutama di masa-masa menjadi mahasiswa. Untuk tujuan dakwah itu, ia mendirikan Perguruan Islam Adzkia ketika baru tamat kuliah. Pendidikan adalah dakwahnya untuk memperbaiki generasi bangsa. Irwan juga menjadi penceramah, motivator dan penulis buku sebagai bentuk dakwahnya yang lain.
Sekarang, Irwan berdakwah dengan masuk ke dunia seni. “Lagu-lagu yang saya ciptakan bertema religi. Dari sana saya menyampaikan pesan kebaikan untuk anak-anak, para istri, ayah, masyarakat semuanya,” ujar Irwan.
Irwan sudah membuat dua album religi. Album kedua di-launching pada bulan Ramadhan lalu. Album kedua itu berjudul Cinta Sesama. Cinta sesama bergenre pop religi. Lagu-lagu dalam album ini bercerita tentang banyak hal, mulai dari mengagungkan Tuhan, menyantuni fakir miskin, kehidupan dalam keluarga hingga hubungan bermasyarakat. Lihat saja judul-judul lagu dalam album Cinta Sesama ini. Ada lagu Santuni Fakir Miskin, Takdir Illahi, Kawan Sejati, Muliakan Anak, Sayangi Anak Yatim, Kau Istriku, Ayahku, Kepada-Mu, Anakku Penyejuk Hatiku dan Allah Ta’alla.
Syair-syair lagu yang diciptakan Irwan sungguh menyentuh kalbu. Kawan sejati, tempat curahan hati, kawan sejati, tempat menggapai sukses, Allah merahmati dan menyayangi, Allah menyatukan dan menguatkan… Ini kutipan lagu “Kawan Sejati”.
Hei anak kau masih kanak-kanak, kau punya banyak kelemahan, masih kecil dan belum mandiri, fisik lemah dan belum matang… Kalau ini, penggalan lagu “Muliakanlah Anak”. Lagu ini dicipta Irwan sebagai tanda kasih untuk putra-putrinya. Lagu yang memberi inspirasi bagi para orang tua, bagaimana membesarkan anak-anak. Anak adalah curahan kasih sayang, begitu Irwan berpesan dalam lagunya.
Di antara lagu-lagu Irwan, yang paling terkenal adalah “Kau Istriku”. Lagu ini jadi hits dalam album perdana yang berjudul Cinta Sejati. Dibuat sendiri oleh Irwan, lagu “Kau Istriku” adalah kata-kata romantis untuk sang istri, Hj. Nevi Zuairina. Ketika itu, sang istri sedang pergi umroh ke Tanah Suci. Galau hati Irwan ditinggal pergi. Sebagai pelipur rindu, maka dikarangnyalah lagu.
Irwan lewat lagu juga bercerita tentang kecintaan kepada ayah. Sosok sang ayah yang sangat berpengaruh kepada dirinya. Selain itu, Irwan sendiri adalah ayah dari sepuluh anak. Ia menjadi sosok terbaik untuk anak-anaknya. Kisah ini diharapkan bisa menginspirasi ayah-ayah lainya.
Irwan berkisah tentang kecintaan kepada anak-anak, kepada ibu, dan kepada sesama. Di atas semuanya, cinta kepada Allah yang paling utama. Allah Ta’alla, begitu lagu ciptaan Irwan yang mengambarkan kecintaan kepada Allah, Sang Maha Pencipta segala cinta.
Irwan menyebutkan, karya yang diciptakannya ini lahir dari keinginan untuk memanfaatkan seni musik sebagai media dakwah dalam memberikan informasi dan mengajak masyarakat untuk hidup lebih baik secara islami. Selain itu, karya-karyanya ini juga untuk memberikan inspirasi dan motivasi bagi kalangan generasi muda untuk berpikir maju dan kreatif dalam mengembangkan potensi diri. “Selagi kita berusaha dengan sungguh-sungguh semua keinginan insyaallah berhasil. Manjadda Wajadda ,” ujar Irwan.
Kecintaan Irwan terhadap dunia seni terimplementasi dalam kebijakannya memimpin Sumatera Barat. Komitmennya dalam membangun dunia seni dan budaya sangatlah besar. Hal itu salah satunya diwujudkan dengan membangun gedung pusat kebudayaan yang segera terealisasi. Irwan juga mendukung berbagai kegiatan berkesenian dan berkebudayaan. Tak sekadar mendukung, ia terlibat langsung dalam kegiatan seni dan kebudayaan itu.
Kalau ada kesempatan, Irwan pasti akan menyaksikan pergelaran seni dan budaya. Tak puas sekadar menyaksikan, Irwan siap menyumbangkan bakat seninya. Seperti, malam itu, ketika grup Sandiko dan Teater Noktah selesai dengan penampilannya. Pengunjung bercelutuk mengharapkan sang gubernur untuk menyumbangkan suara emas dengan diiringi musik gendang dan talempong. “Nanti, saya masih ada acara…” sapa Irwan. Kebetulan malam itu agendanya sangat padat. 007
Singgalang, 10 Agustus 2015
Hidup Sederhana Dahulukan Kebutuhan Warga (Singgalang 11 Agustus 2015)
Hidup Sederhana, Dahulukan Kebutuhan Warga
Padang, Singgalang
Pesawat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Sesampai di landasan parkir, penumpang turun dari dua pintu yang disediakan. Dari landasan parkir ke terminal penumpang cukup jauh. Pihak bandara menyediakan bus untuk mengantarkan penumpang. Penumpang berjubel berdiri karena bus tak menyediakan banyak tempat duduk. Di antara mereka yang berdiri itu, ada sosok Irwan Prayitno.
Gubernur Sumbar itu tak segan bergabung dengan penumpang pesawat lainnya menaiki bus bandara. Demikian pun di atas pesawat, ia membaur dengan penumbang kebanyakan, di kelas ekonomi. Padahal, sebagai pejabat negara, Irwan bisa mendapatkan fasilitas VIP. Tapi, ia tak ingin dimanjakan dengan semua itu. “Saya biasa pakai kelas ekonomi, bersama penumpang-penumpang lainnya,” ujar Irwan.
Ketika berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau, Irwan pun tak ingin diperlakukan berlebihan sebagai orang nomor satu di Sumatera Barat. Misalnya, sore itu. Hujan baru saja reda, jarum jam menunjukan pukul 16.00 WIB. Suara sirine voreijer meraung-raung menuju BIM, diikuti satu unit sedan Toyota jenis Camry. Sedan itu menepi di areal keberangkatan, seorang pria dengan tubuh kecil bergegas turun. Tanpa arahan protokel yang formal, ia membopong tas bawaannya sendiri. Kemudian berbaur dalam penumpang pesawat lainnya menuju Jakarta.
Irwan saat itu ia bergegas ke Jakarta ada urusan dengan Kementrian Kehutanan dalam proses pembebasan sejumlah lahan untuk pembangunan di Sumbar. Irwan tidak naik pesawat pada kelas bisnis, namun hanya menggunakan kelas ekonomi. Sehingga dia persis berada bersama dengan masyarakat Sumbar yang terbang Padang-Jakarta. Begitu juga dengan kendaraan yang ditumpangi tadi, ternyata bukan kendaraan baru. Hanya bekas peninggalan dari mantan Wakil Gubernur Sumbar, H. Marlis Rahman. Meski telah empat tahun memimpin Sumbar, Irwan tidak pernah meminta mobil dinas baru.
Irwan meminta siapa pun untuk tidak memaksa dirinya berubah sesuai ketentuan protokoler.”Jangan paksa saya mengubah gaya hidup saya, karena bagi saya fasilitas jabatan apa pun adalah sunnah, kewenangan justru suatu kewajiban bagi saya,” katanya.
Ketimbang menggunakan anggaran yang tersedia, Irwan mengoptimalkan penggunaan fasilitas yang telah ada. Tak jarang Irwan menggunakan mobil pribadinya untuk melaksanakn tugas. Bahkan, untuk menjemput tamu Pemprov Sumbar dari Jakarta, Irwan masih menggunakan mobil pribadinya, bukan mobil dinas. Ketika disodori alasan menutup malu kepada menteri atau pejabat negara lainnya yang datang berkunjung, Irwan lebih memilih menggunakan mobil pribadinya untuk dijadikan mobil pelat merah.
Kondisi itu juga berlaku dengan sang istri Hj. Nevi Irwan Prayitno. Istrinya tidak mendapatkan mobil dinas, Hj. Nevi Irwan Prayitno hanya menggunakan mobil pribadi untuk kegiatan sebagai Ketua PKK. Hebatnya, sejak dilantik menjadi Gubernur Sumbar, Irwan menerapkan kesederhanaan bagi seluruh keluarganya. Hingga sekarang anak-anaknya tidak pernah menikmati fasilitas Pemprov Sumbar. “Karena memang anak-anak saya itu sudah terbiasa hidup mandiri,”ujarnya.
Kesederhanaan itu ternyata tidak dibuat-buat Irwan. Sikapnya itu datang sendiri dari dalam dirinya. Bukan dirinya tidak tahu cara menggunakan fasilitas, namun hanya ingin lebih hemat terhadap keuangan negara.
“Jika saya menggunakan uang pribadi saya kadang juga bisa naik Alphard, tapi jika saya gunakan uang negara saya harus berhemat. Karena itu uang rakyat, makanya untuk sekadar terbang ke Jakarta mengapa saya harus naik kelas bisnis dengan kelas ekonomi juga bisa sampai,”sebut Irwan ketika ditanyakan tabiatnya yang suka naik kelas ekonomi.
Kebiasaannya itu juga bukan hal baru dilakukannya, Irwan begitu dilantik pada Agustus 2010 lalu mendapatkan Sumbar dalam keadaan porak poranda akibat gempa bumi 2009. Rata-rata fasilitas Pemerintah Provinsi Sumbar rusak akibat gempa. Parahnya, ribuan rumah warga masyarakat Sumbar bersujud ke tanah, tak sedikit pula yang rata.
Masyarakat hidup dengan kecemasan, sebagian tinggal di tenda darurat. Sebagian lagi menumpang pada gedung-gedung yang masih bisa digunakan. Begitu juga dengan pusat perkantoran di kantor Gubernur Sumbar. Sejumlah gedung runtuh, termasuk gedung empat lantai Kantor Gubernur, meski tak runtuh namun dindingnya mengkawatirkan.
Dengan kondisi itu Irwan tidak lagi memikirkan fasilitas apa yang bisa didapatnya sebagai gubernur, namun bagaimana bisa membangun Sumbar kembali untuk bangkit. Sehingga dia menolak mengadakan mobil dinas baru, termasuk membangun kantor baru untuknya. Irwan memutuskan untuk bekerja di rumah dinas. Sampai semuanya rumah masyarakat mendapatkan rehabilitasi dan rekontruski. Termasuk perbaikan gedung pemerintah yang rusak.
“Untuk apa saya minta kantor baru, sementara rumah masyarakat saja banyak yang rusak. Saya pikir lebih baik dana itu dialokasikan untuk membantu masyarakat,”ujarnya.
Akhirnya hingga sekarang Irwan masih saja menempati rumah dinasnya untuk menyelesaikan pekerjaan. Semua dilakukan di rumah. Kondisi itu juga mempermudah dirinya untuk melayani masyarakat. Karena tanpa harus bolak-balik ke kantor, dirinya juga dapat menyelesaikan pekerjaan. “Ada baiknya juga, sebagai pelayan masyarakat, pekerjaan jadi cepat selesai,”kelakarnya.
Dalam kunjungan ke lapangan, Irwan biasa berbaur dengan masyarakat dan para staf. Ketika hendak beristirahat makan, Irwan tak memandang tempat makan itu mesti berkelas. Ia bisa makan di warung sederhana. Ketika makan, ia biasa mengajak pengawal, staf dan warga duduk semeja. Irwan pun biasa makan nasi bungkus di lapangan.
Kesederhanaan Irwan tetap terjaga dengan baik. Pernah, Penyair Taufiq Ismail, mendapati Irwan satu pesawat di kelas ekonomi, menilainya sebagai hal istimewa dan sebuah keteladanan. Terkait penampilannya yang sederhana, tanpa atribut dan minim protokoler, Irwan mengatakan ia tak ingin ada pembatas antara dirinya dan masyarakat.
Tepat Waktu
Meski dengan fasilitas yang sederhana, Irwan tetap menghargai waktu. Irwan yang ingin serba cepat dan tepat waktu. Setiap melakukan kunjungan ke daerah, rombongan gubernur nyaris melaju dengan kecepatan tinggi. Kondisi itu membuat SKPD berusaha mengelak ikut iring-iringan kendaraan gubernur karena tak siap nyali. Irwan berprinsip, lebih baik ia datang duluan daripada terlambat.
Contoh saja usai Lebaran kemarin. Irwan menghadiri acara halal bi halal masyarakat dan perantau di Nagari Kapau, Kabupaten Agam. Acara dijadwalkan pagi. Tapi, yang namanya pagi untuk urusan masyarakat di kampung bisa berarti di atas pukul 10.,00 WIB. Sementara, Irwan sudah tiba pagi-bagi sekali. Hal itu membuat masyarakat di sana terheran-heran.
Kalau ke luar kota memakai mobil pengawalan untuk mempercepat waktu, di dalam kota, Irwan menolak menggunakan mobil pengawalan, kecuali dalam keadaan mendesak. Seringkali pemilik acara masih menunggu-nunggu kedatangan gubernur dengan menyimak raungan sirene mobil pengawalan. Ternyata sirine itu tak pernah terdengar, Irwan sudah datang tepat waktu tanpa pengawalan dan malah sudah duduk bersama mereka. Menjaga agar tidak ada jarak dirinya dengan masyarakat, atribut gubernur yang biasa dipasang di dada kiri oleh gubernur atau pejabat pada umumnya nyaris tak pernah dipakainya.104/007
Singgalang, 11 Agustus 2015
Pemegang Sabuk Hitam (Singgalang 12 Agus 2015)
Pemegang Sabuk Hitam, Suka Motor Trial
PADANG-Gubernur Irwan Prayitno di antara teman dekatnya terkenal suka makan. Ia makan tak berpantangan. Di usia yang terus bertambah, orang-orang biasanya takut makan makanan tertentu, seperti gulai kambing, gajebo dan sejenisnya. Tapi, bagi IP, kalau dihidangkan gulai kambing, ia bisa makan batambuah. Melihat selera IP itu, teman-temannya kerap bertanya-tanya, kenapa sang gubernur tubuhnya tak gemuk-gemuk juga. Di sanalah rahasia bugarnya.
Asupan makanan yang banyak, sebanding dengan seambrek aktivitas yang dilakoni Irwan setiap hari. Ia mulai bekerja sebelum matahari terbit dan belum berhenti setelah matahari tenggelam. Tak ada raut lelah di wajahnya. Tubuhnya terlihat selalu bertenaga. Rahasia bugar Irwan ternyata karena kecintaannya dengan olahraga.
Irwan pemegang sabuk hitam karate dari Inkanas Sumbar. Setiap ada kesempatan, ia selalu melatih terjangan kaki dan kepalan tangannya. Kadang berlatih bersama-sama di halaman kantor gubernur, sering juga latihan yang lebih kecil di teras rumah dinasnya di gubernuran. “Saya suka olahraga karate. Selain untuk bela diri, ini sangat baik untuk kebugaran,” ujar Irwan.
Kecintaan terhadap olahraga bela diri ditularkan Irwan kepada staf. Ia pernah membawa anggota Satpol PP dan PNS di lingkungan rumah bagonjong berlatih karate. Bela diri tentu sangat penting bagi anggota Satpol PP. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi bagi Irwan, aparat penegak Perda itu mesti selalu sehat dan bugar. Tubuh sehat dengan berolahraga. Kalau sudah bugar, maka pekerjaan untuk melayani masyarakat bisa semakin maksimal ditunaikan.
Satu lagi olahraga yang sering dilakoni Irwan adalah badminton. Ia selalu bermain badminton setiap pekan. Olahraga ini sempat terhenti selama Ramadhan kemarin. Usai Ramadhan, Irwan kembali menjajal raketnya.
Sepakbola dan futsal adalah olahraga lain yang juga dilakoni Irwan. Ia sering terlibat dalam kesebelasan dan tim futsal dalam laga persahabatan. Pertandingan-pertandingan seperti ini sangat penting untuk menjalin kebersamaan dengan berbagai pihak. “Dengan olahraga, silaturrahim itu menjadi semakin cair. Ini penting dalam upaya menuntaskan pekerjaan-pekerjaan besar untuk masyarakat. Dengan tim yang solid, pekerjaan besar akan bisa terselesaikan,” ujar Irwan lagi.
Irwan memang tak sering terlihat bermain bola. Tapi, untuk urusan menunggangi motor trial, orang-orang pasti sudah mengenalnya. Warga di pedalaman Nagari Garabak Data, Kabupaten Solok, misalnya, terheran-heran ketika seorang laki-laki datang menunggangi motor trial. Entah angin apa, tiba-tiba nagari yang sulit ditempuh dengan akses jalan yang terbatas itu dijadikan arena motor trial. Tapi, keheranan warga Garabak Data terjawab dengan hati berbunga-bunga. Rupanya, lelaki yang bermotor trial adalah Gubernur Irwan Prayitno yang sengaja mengunjungi warganya di daerah pedalaman.
Irwan memang pecinta olahraga motor trial. Tapi, kecintaan itu bukan untuk ngebut-ngebutan dan gagah-gagahan di jalanan terjal. Irwan memacu motor trial-nya untuk mengunjungi daerah-daerah pedalaman yang tak bisa ditembus kendaraan. “Saya telah mengunjungi daerah-daerah pedalaman. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah provinsi dan kabupaten agar daerah-daerah terisolir ini bisa bangkit dan berkembang,” ujar Irwan menerangkan esensi dari berbagai kegiatannya menembus daerah pedalaman.
Lewat kecintaannya dengan olahraga motor trial, tak ada penghalang baginya untuk mengunjungi daerah-daerah terisolir di Sumatera Barat. Kalau mobil dinasnya tak mampu menembus hutan-belantara, Irwan siap dengan motor trial-nya.
Kecintaan terhadap olahraga tercermin dalam kebijakan yang dibuat Gubernur Irwan Prayitno dalam membangun dunia olahraga di Sumatera Barat. Ia sangat mendukung berbagai organisasi yang menaungi para atlet dan olahragawan. Atlet-atlet pun dimotivasi dan disokong untuk menggapai prestasi tertinggi demi mengharumkan nama Sumatera Barat.
Sebagai seorang profesor di bidang sumber daya manusia, Irwan paham, olahraga bukan hanya sekadar prestasi. Ada ensensi untuk membangun generasi berkualitas yang sehat secara rohani dan sehat secara jasmani. Kemajuan dunia olahraga diharapkan berdampak langsung dalam peningkatan sumber daya manusia, terutama anak-anak muda Sumatera Barat. Dengan olahraga, anak-anak itu mempunya media positif, bisa memaksimalkan kemampuan, potensi dan pengembangan diri mereka.
Komitmen Irwan membangun dunia olahraga di Sumatera Barat semakin tegas dengan peletakan batu pertama pembangunan stadion utama Sumatera Barat di kawasan Lubuk Alung, Padangpariaman. Stadion ini nantinya tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Sumbar, menjadi sarana pengembangan atlek-atlet daerah, tapi juga akan menjadi sejarah bagi Sumbar sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional. “Dengan selesainya pembangunan stadion ini, Sumbar siap menjadi tuan rumah PON,” ujar Irwan. 007
Singgalang, 12 Agustus 2015
Sibuk Tugas Pemerintahan (Singgalang 13 Agus 2015)
Sibuk Tugas Pemerintahan, Abai Kampanyekan Diri
Padang, Singgalang
Sekitar Maret 2015, pagi itu rombongan Gubernur Irwan Prayitno menuju Kabupaten Solok, rombongan diikuti sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Hari itu Irwan diagendakan untuk meresmikan empat jembatan sekaligus.
Rombongan berjalan dengan iring-iringan yang dikomandoi satu mobil voreijer. Setiba di Solok, Irwan hadir sebelum masyarakat banyak menunggu. Bahkan, Irwan sudah ada di lokasi acara sebelum acara benar-benar di mulai.
Angin darek menyapu Nagari Koto Baru, Solok dengan lembut. Tenda yang disediakan panitia mulai dipenuhi masyarakat untuk menyaksikan peresmian empat jembatan. Kehadiran masyarakat itu bentuk rasa syukur akses ke daerah mereka yang selama ini sulit ditempuh kendaraan menjadi lancar.
Proses acara dimulai, satu-satu persatu tahapan dilaksanakan. Mulai dari panitia hingga kesempatan bagi Irwan Praytino diberikan. semua mata tertuju pada dirinya, karena sebuah kesempatan langka juga bagi masyarakat mendengar langsung paparannya.
Namun, ketika salah satu tokoh masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan keinginannya, sempat menyerempet di luar agenda panitia. Disampaikannya, masyarakat memintanya untuk maju kembali menjadi calon Gubernur Sumbar. Harapan masyarakat itu juga diamini oleh sejumlah masyarakat yang hadir. Anehnya, sikap tokoh masyarakat itu tidak begitu direspon oleh Irwan Prayitno yang duduk di kursi paling depan.
Kemudian, giliran Irwan menyampaikan apa saja tujuan pembangunan di Sumbar. Bagaimana dirinya selaku Gubernur sumbar mengupayakan pembangunan merata, serta memperjuangkan anggaran ke Pemerintah Pusat untuk infrastruktur di Sumbar.
Semuanya disampaikan Irwan, disampaikannya, sekuat apapun perjuangan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan, jika tidak didukung masyarakat pembangunan akan sulit diujudkan. Untuk itu Irwan berharap segala pembangunan harus mendapatkan dukungan masyarakat.
“Saya berharap masyarakat juga ikut mendukung semua tahapan pembangunan di Sumbar,”kata Irwan.
Setelah meresmikan jembatan, Irwan justru tak menyinggung sedikitpun tentang harapan masyarakat untuk maju tadi. Irwan juga tak tertarik sedikitpun membahas rencana maju atau tidak pada pilgub Hingga pidatonya ditutup tak satu katapun keluar dari mulutnya tentang pilkada.
Mendapati kondisi seperti itu, kemudian tokoh masyarakat tadi mendekati Irwan usai acara. Kemudian menanyakan langsung pada Irwan, kenapa dirinya tidak merespon didepan umum terkait pilihan dan harapan masyarakat.
Setelah empat mata, Irwan menjelaskan dirinya tidak akan mencapur adukan antara agenda pilkada dengan kegiatan pemerintah. Untuk itu dia berharap masyarakat jangan salah tanggap dengan keaktifannya hadir di masyarakat.
“Saya hadir sebagai Gubernur Sumbar untuk masyarakat, bukan untuk tujuan pilkada atau dukung mendukung. Karena saya harus membedakan antara suksesi dengan agenda pemerintah,” ujarnya.
Meski begitu, Irwan memaklumi keinginan masyarakat Solok terhadap dirinya. Sehingga kejadian itu dianggap sebagai keingintahuan yang tinggi masyarakat terhadap Pilkada. “Masyarakat juga tidak salah, itu artinya masyarakat aktif dengan keingintahuan pilkada,” ujarnya.
Kejadian serupa tak sekali dua kali terjadi, begitu juga dengan ke Kabpaten Sijunjung, saat menyerahkan bibit bantuan dari Dinas Pertanian dan Hortikultura bagi masyaraka Sijunjung, Irwan juga mendapatkan suasa yang sama. Irwan tetap, dia tidak meresponnya. Kemudian di Pesisir Selatan, ada teriakan dari panggung meminta Irwan maju lagi. Namun putra asli Kuranji Kota Padang ini kembali tidak meresponnya.
Irwan memang konsisten dengan kapasitas kehadiran dirinya. Jika dia hadir sebagai Gubernur Sumbar, maka dia akan bicara sebagai gubernur. Begitu juga hadir sebagai pembicara pada diskusi atau penceramah di masjid dan mushalla. Dalam kesempatan itu Irwan tak akan bicara pilkada, atau dukung-mendukung.
Bahkan, karena seringnya mendapatkan kata dukung-mendukung dari masyarakat saat menghadiri kegiatan di kabupaten/kota Irwan memberikan pesan pada protokoler, agar nanti ketika acara dimulai tidak ada kata-kata tentang dukung-mendukung. “Memang bapak pernah pesan ke kami, jika ada acara di kabupaten/kota jangan sampai masyarakat bicara calon-calon, karena acara itu adalah kegiatan pemerintah, bukan kampanye,”sebutnya salah seorang petugas ptotoker kantor Gubernur Sumbar pada Singgalang.
Menjelang penetapan calon gubernur dan wakil Gubernur Sumbar periode 2015-2020 suasa politik di Sumbar sudah memanas sebelum waktunya. Hiruk pikuk politik, pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2015, para calon kepala daerah tengah sibuk menggalang kekuatan berbagai kelompok masyarakat untuk mensosialisasikan diri dan meraih dukungan.
Namun, tidak demikian halnya dengan Irwan Prayitno. Sebagai Gubernur Sumbar, di sisa-sisa pengabdian jelang masa jabatannya habis, Irwan Prayitno justru semakin sibuk mengurus rakyatnya, masyarakat Sumbar.
Hingga tiga hari akan mengakhiri masa jabatannya, Irwan Prayitno masih tetap rutin semangat untuk menghadiri berbagai program dan kegiatan pembangunan di daerah. Seminar dan rapat dengan SKPD dan pemerintah pusat membahas evaluasi berbagai program pembangunan, meninjau hasil pembangunan di lapangan, dilakukan Irwan Prayitno tanpa kenal lelah. 104/007
Singgalang, 13 Agustus 2015
Dekat dengan Ayah yang Orang Simabur (Singgalang 14 Agus 2015)
Dekat dengan Ayah yang Orang Simabur
PADANG-Mohon doa bapak dan ibu dunsanak FB (facebook) untuk kesembuhan Ayahanda. Ya Robbannas Izhibil Ba,sa Waasyfi Wa Anta Syaafi Fa Innahu La Syifaa a illa Syifaa uka. Syifaa un La Yughodiru Sakoma. Aamiin…
Dua penggal kalimat itu dituliskan Irwan Prayitno pada 8 Juni 2015 di laman akun facebooknya. Kalimat itu bukan sekadar status mengumbar kedekatannya dengan ayahanda, namun bentuk kegelisahannya ketika sang ayah harus dirawat melawan sakit di Rumah Sakit Sitirahmah, Padang.
Kontan saja status itu mendapatkan komentar yang banyak, pada umumnya ikut mendoakan sang ayah yang sedang dirawat. ” Kami berdoa sekeluarga, semoga Ayahanda cepat sembuh.. aamiin..” Komentar salah satu akun dengan nama Pepy Septriana. Kemudian status itu disukai oleh 444 netizen.
Wajar, kegundahannya akan sang ayah dirawat di posting di laman facebook. Ayahnya Djmrul Djamal baru saja dirawat. Djamrul Djamal adalah putra Simabur, Kabupaten Tanah Datar. Simabur merupakan salah satu nagari yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar.
Irwan Prayitno adalah anak pertama, memiliki tiga adik, dari orangtua yang sama-sama dosen. Lahir di Yogyakarta pada 20 Desember 1963, ia mewarisi darah Minangkabau dari ayah Djamrul Djamal dan ibu Sudarni Sayuti. Ayahnya datang dari Simabur, Tanah Datar dan ibunya adalah kelahiran Pauh IX (Sambilan), secara administratif masuk ke Kecamatan Kuranji, Padang. Mereka sama-sama lulusan PTAIN Yogyakarta dan dosen IAIN Imam Bonjol. Sebelum tinggal di Padang, keluarga ini sempat menetap di Semarang sampai Irwan berusia tiga tahun, dan pindah ke Cirebon saat Irwan memasuki usia sekolah dasar.
“Ayah saya itu urang Sangka, saya anak pisang urang Tanah Datar,”sebut Irwan pada Singgalang di Jakarta.
Anak pisang adalah hubungan kekerabatan dalam Minangkabau. Hubungan kekerabatan itu salah satu yang terdekat dalam hubungan keluarga. Sebutan itu jika dilihat dari pihak keluarga orang tua laki-lakinya. Sementara sebaliknya, bagi Irwan keluarga dari Tanah Datar adalah bako.
Istilah bako adalah hubungan kerabat anak dengan adik atau kemanakan kontan dari orang tua laki-laki. Sedangkan istilah anak pisang adalah sebutan ke anak dari saudara laki-laki ibu oleh kemenakannya, kedua hubungan tersebut disebut dengan babako baanak pisang. Hubungan ini sangat erat sekali, dan merupakan prioritas untuk pasangan perkawinan, anak mamak untuak kamanakan. Dahulunya, muda mudi di Minangkabau tidak bebas jalan dua-duaan, kecuali mereka adik beradik atau babako ba anak pisang.
Setiap anak pisang datang ke bako-nya, sang bako wajib memberikan sesuatu kepada anak pisangnya, apakah dalam bentuk uang ataupun hasil pertanian, ini dengan alasan sebagai jasa sang ayah dulu waktu udanya berjasa dalam menanam palawija di rumah bako. Kalau sudah besar, bila anak pisang sukses dalam usaha dan pekerjaan, maka bako boleh-boleh saja meminta uang atau bantuan kepada anak pisang dan sebaliknya. Secara basuku, anak berbako keseluruh orang yang memiliki suku bapaknya.
Bahkan, di Pauh Sambilan (IX), jika ada anak pisang meninggal dunia, maka sebelum bako-nya tiba menjenguk jenazah belum bisa dimandikan. Begitu benarlah kedekatan bako dengan anak pisangnya. Sekarang kata bako dan anak pisang memang sudah diperluas artinya. Bukan hanya sekadar kedua keluarga saja, jika kedua keluarganya orang tuanya berbeda daerah, maka bisa saja menyebut daerah sebagai bako dan anak pisang.
“Jadi saya ini anak pisang urang Tanah Datar,”ulasnya.
Apalagi sekarang Irwan mendapatkan kepercayaan masyarakat Suku Tanjung sebagai penghulu Nagari Pauah IX dengan menyematkan gelar Datuk Rajo Bandaro Basa pada 13 Februari 2005.
Irwan sendiri menjalani pendidikan menengah di Padang dan mulai berkecimpung di organisasi sejak SMA, menjalani dua kali kepengurusan OSIS pada tahun kedua dan ketiga di SMA Negeri 3 Padang. Selama di SMA, ia meraih juara pertama di kelasnya dan selalu dipercayakan sebagai ketua kelas.Irwan sempat berkeinginan melanjutkan kuliah ke ITB bersama dengan teman-temannya.
Namun, karena mempunyai masalah mata, ia mengalihkan pilihan ke Universitas Indonesia. Setelah tamat pada 1982, ia mendaftar ke Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selama kuliah, selain menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan, ia banyak menghabiskan waktu di luar kampus untuk berdakwah, mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor di bimbingan belajar Nurul Fikri. Ini mengakibatkan kuliahnya tidak lancar. Namun, menurutnya yang ia cari dalam pendidikan bukanlah nilai semata, tetapi pengembangan diri.
Kini Irwan menikahi Nevi Zuairina, mahasiswi UI yang ditemuinya saat menjalani kuliah semester tiga. Nevi memiliki keluarga dari Pesisir Selatan. Dengan begitu, anak-anak Irwan bisa dikatakan orang Pesisir Selatan, sesuai dengan garis keturunan Minangkabau pada ibu. Sedangkan keluarga Irwan adalah bako bagi anak-anaknya.
Irwan Prayitno bersama istrinya Nevi Zuairina, dikarunia 10 anak. Masing-masing, Jundi Fadhlillah, Waviatul Ahdi, Dhiya’u Syahidah, Anwar Jundi, Atika, Ibrahim, Shohwatul Islah, Farhana, Laili Tanzila dan Taqiya Mafaza.
Kebahagiaan Irwan Prayitno terasa lengkap. Karena selain 10 anak, Irwan Prayitno juga dikarunia tiga cucu, yakni Hawnan Aulia, Hasna Labiqa Raisya, Syakira Aulia.
Kedekatan Irwan dengan kampung sang ayah teramatlah kuat. Lihat saja, di Pasar Simabur Tanah Datar, gambar Irwan dipasang di atas baliho besar. Tentu saja ia sebagai Gubernur Sumatera Barat. Anak pisang-nya menjadi gubernur, besarlah kebanggaan orang Simabur. 104/007
Singgalang 14 Agustus 2015
Irwan Prayitno Meluruskan Isu (Singgalang 14 Agus 2015)
IRWAN PRAYITNO MELURUSKAN ISU
“Saya Tak Berjanggut”
PADANG-SINGGALANG
Dua hari menjelang masa jabatannya berakhir, Gubernur Irwan Prayitno membeberkan berbagai isu yang sengaja dibuat untuk mengepungnya. Mulai dari isu orang PKS di sekelilingnya, gila trabas ke trabas saja, bahkan ada yang menyebut ia Islam eksklu sif.
“Dibilang kalau saya jadi gubernur harus pelihara janggut (jeng got, red). Saya saja tidak berjanggut,” katanya di hadapan para wartawan dan sejumlah pejabat pemprov di Bukit Lampu, Bungus, saat memperkenalkan akan dibangun convention center di kawasan itu, Kamis (13/8).
“Sarawa indak lo senteang,” ulas wartawan dengan tawa berderai.
“Siapa pejabat yang dari PKS? Coba lihat! Bapak-bapak pejabat ini semua kan sudah bekerja sejak Gubernur Pak Zainal, Pak Gamawan, Pak Marlis. Tidak juga ada istilah like and dislike bagi saya,” kata Irwan di hadapan para pejabat itu.
Singgalang melihat di antara pejabat itu ada anak tokoh partai lain. “Jika disebut di sekeliling saya yang non PNS adalah PKS, siapa? Saya memang membawa satu staf dan itu saya gaji dengan uang pribadi, gubernur sebelumnya juga membawa staf kepercayaannya. Itu karena saya orang partai politik, sehingga tugas-tugas yang berhubungan dengan partai politik dikerjakan oleh staf itu, sehingga tidak bercampur dengan tugas kepemerintahan,” kata dia.
Isu dia mengaji ke mengaji saja, disebar pula, termasuk isu ‘Islam sesat’ segala. Irwan juga curhat soal trabas, itu mobil yang masuk semak keluar semak atau lembah. “Itupun saya diisukan,” kata dia.
Trabas itu kata Irwan pada Singgalang, gunanya untuk menemui rakyat di kawasan yang sulit dilalui kendaraan. Selain soal trabas, main band dan nyanyi juga digunjingkan. “Sudah selonggar ini saya, digunjingkan juga,” katanya terkekeh.
Gunjing soal PKS di sekeliling Irwan adalah hal yang paling sering disebut. Kepada Singgalang sebelumnya ia menyebut, tak ada orang PKS yang ia bawa. “Kalau Dirut BUMD yang disebut, sudah tidak orang PKS lagi dan mereka profesional di bidangnya. Di BUMD lain juga ada orang partai lain dan sampai sekarang masih aktif di partai dan saya tak mempermasalahkan,” katanya.
Menurut catatan Singgalang memang ada dua orang partai lain di BUMD. Menurut Irwan, jangan sorot hanya pada PKS saja dihadapkan, lihat pula bagian lain.
Pembangunan
Menurut pengakuannya, ia masuk ke Sumbar sehabis gempa. Pada Agustus 2010, ketika ia mulai jadi gubernur, belum ada dana rehab rekon bagi 280 unit rumah warga. Yang ada baru dana tanggap darurat.
“Begitu pasangan IP-MK dinyatakan menang oleh Mahkamah Konstitusi, saya langsung menemui kepala BNPB Pak Syamsul Maarif,” katanya.
Seketika itu disetujui dana rehab rekon Rp4,2 triliun. “Saya janjikan dua bulan selesai, memang selesai dibagikan kepada korban yang rumahnya direhab,” kata Irwan.
“Itu koran KJ ( Singgalang -Red) yang buat headline,” katanya sambil melihat pada Pemred Singgalang, Khairul Jasmi.
Irwan juga heran ada yang memberitakan, ia hanya akan jadi gubernur sekali. “Lama saya pikir, rupanya ada saat melantik pejabat di aula, saya bercerita soal betapa beratnya amanah, saya waktu itu tertegun, eee ditulis menangis oleh KJ, ” kata Irwan sambil tersenyum.
Ia juga meluruskan anggapan, jadi gubernur sekali saja. “Tak pernah bilang cukup sekali jadi gubernur, saya lupa media apa yang menulis, kalau ada rekamannya, perdengarkan pada saya,” kata dia.
Penghargaan
Karena cepat melakukan rehab rekon, BNPB memberikan penghargaan rehab rekon tercepat kepadanya. Dana yang masuk semuanya diberikan kepada rakyat, sementara kantor SKPD dibangun kemudian. “Kita bangun kantor Kejati, kantor Polda dan lain-lain. Sementara kantor-kantor SKPD masih berserakan, numpang sana-sini. Bahkan, kantor Dinas Peternakan di bedeng-bedeng. Kantor gubernur paling akhir karena saya harus mendahulukan rakyat,” katanya pula mengenang kejadian 2009.
Selain itu, APBD dari Rp1,7 triliun melonjak di atas Rp5 triliun.
Semua infstruktur dibangun.
“Saya janji pada Pak Gubernur sampai 2014,” kata Kepala Dinas PU Praswil Tarkim, Suprapto.
Selama itu pula diperbaiki semua jalan yang rusak akibat gempa dan akibat dipakai. “Sekarang sudah mulus semua, Padang-Solok-Dharmasraya, Padang-Painan, Padang Bukittinggi, Sincincin-Malalak, Bukittinggi-Payakumbuh dan seterusnya, beres,” kata dia.
Selama menjadi gubernur, kata Irwan ia meneruskan proyek-proyek besar yang belum selesai oleh pendahulunya. “Program saya sendiri saya abaikan,” kata dia.
Tapi program gubernur diam-diam dikerjakan juga oleh kedua SKPD PU. Antara lain stadion utama, jalan Padang-Solok, Duku-Sicincin yang sedang dikerjakan, pusat budaya Sumbar dan sebagainya.
Di kesempatan itu, Gubernur Irwan berpamitan kepada seluruh SKPD dan pers. Ia juga meminta maaf atas segala tindakan dan perbuatan yang kurang pada tempatnya. “Jika ada yang kurang mengenakkan, telepon tidak terjawab, SMS tidak terbalas akibat kesibukan, saya mohon maaf. Ketahuilah saya telah bekerja maksimal. Tidak ada istrahat. Maka setelah tanggal 15 nanti saya ingin menjadi orang normal, bisa istirahat dan bisa pula bantu istri di dapur,” katanya.
Singgalang, 14 Agustus 2015
Gubernur Duduk di Kelas Ekonomi (Singgalang 14 Desember 2010)
Gubernur Duduk di Kelas Ekonomi
Kesaksian Taufiq Ismail
Pesawat Garuda GA 162 dari Padang, mendarat mulus di Bandara Soekarno Hatta, Senin (13/12). Saya dan istri ada di pesawat yang sama. Kami yang duduk di bagian ekonomi, tak tahu persis siapa saja gerangan yang duduk di kelas eksekutif.
Perjalanan 90 menit setelah selesai, kami harus bergegas untuk urusan masing-masing. Di antara yang bergegas itu, ada Gubernur Sumbar, Prof. Irwan Prayitno.
Para penumpang kelas eksekutif dijemput dengan mobil khusus, namun karena Irwan duduk di kelas ekonomi, maka naik buslah ia bersama-sama kami. Bergelantungan. Apa adanya.
Menurut saya ada gubernur di Indonesia yang duduk di kelas ekonomi dalam sebuah penerbangan adalah istimewa. Mungkin bagi orang lain tidak. Kabarnya Gamawan Fauzi juga begitu ketika ia jadi gubernur. Pemilik Singgalang, Basril Djabar, juga begitu, meski ia sudah jadi komisaris PT Semen Padang.
Gubernur Irwan terlihat oleh istri saya melangkah ke ruang ekonomi. Di sini rakyat badarai memilih tempat duduk, sesuai kemampuan keuangan masing-masing. Tidak seorang pun di antara kami yang akan berkecil hati, jika Irwan Prayitno, duduk di eksekutif, sebab ia gubernur. Kami bangga kalau gubernur duduk di kursi yang nyaman.
Namun saya tak percaya, kenapa ia melangkah ke ruang rakyat ini. Saya dan istri duduk di kursi 5 AB, Gubernur Irwan justru lebih ke belakang lagi, 12 C. Kami berbasa-basi sejenak, lantas Irwan meluncur ke belakang, tenggelam di kursinya.
Saya sudah lama juga hidup, sering naik pesawat bersama banyak orang dari pejabat tinggi hingga orang biasa. Bagi saya ada gubernur rendah hati seperti ini, menjadi obat. Ia tak berjarak dengan rakyat. Ia tampil apa adanya.
Begitulah ketika Garuda mendarat di Cengkareng, kami tak bisa pakai pintu garbarata, sehingga harus dijemput pakai bus besar. Semua penumpang kelas ekonomi naik ke sana. Juga Gubernur Sumbar.
Bersama kami, ia berdesak-desakan dan bergelentungan. Bagi saya ini memang luar biasa, ketika para pejabat kita merasa risih duduk di kelas ekonomi. Bagi saya ini juga sebuah keteladanan, ketika di banyak bandara, ada lahan parkir khusus untuk pejabat, persis di mulut pintu kedatangan.
Naik train
Jika di Indonesia, para menteri, kepala daerah menggunakan jasa transportasi umum dapat dinilai sebagai hal yang luar biasa. Tidak demikian halnya di negara-negara maju di Eropa, seperti Belanda, Inggris dan Jerman.
Dalam keseharian, belakangan ini, pemandangan seperti itu di negara-negara yang disebutkan tadi bukanlah pemandangan yang aneh. Bahkan, mereka menggunakan transportasi umum tanpa pengawalan.
Di Eropa sana, menteri, gubernur maupun walikota sudah terbiasa naik train, bus. Sedangkan mobil dinas mereka diperlukan sewaktu-waktu untuk mengangkut dokumen-dokumen sang mentri maupun kepala daerah.
Menurut Willy Laurens, 61, pengusaha nasional Belanda, yang merupakan indo Belanda Depok, belakangan ini pemerintah setempat menganjurkan para menteri untuk menggunakan transportasi umum, hal itu dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran. Belanda tahun ini mengalami defisit anggaran untuk bidang militer. Sedangkan Jerman dan Inggris melakukan pengurangan defisit anggaran hingga 40 persen untuk periode 2010-2014, sebagai bagian dari upaya konsolidasi fiskal.
(Taufiq Ismail seperti dituturkan pada Susilo Abadi Piliang)
Singgalang, 14 Desember 2010
Menengok Gubernur di Penghujung Ramadhan (Singgalang 14 Juli 2015)
Menengok Gubernur di Penghujung Ramadhan: Itikaf, Sahur Bareng Anak Cucu di Mushalla
Suara merdu melantun di mushalla kecil di belakang rumah dinas Gubernur Sumbar di Jalan Sudirman. Suara itu milik sang Gubernur, Irwan Prayitno. Tapi, IP, panggilan akrab Irwan tidak sedang berdendang. Album keduanya sudah di-launching beberapa pekan lalu. IP sedang mengaji. Ya, itulah aktivitas rutinnya di penghujung Ramadhan.
Seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, IP menghabiskan malam-malam di penghujung bulan suci dengan beritikaf. “Ya, sejak malam ke-20 Ramadhan. Sesuai yang dianjurkan Rasulullah saw untuk mengisi malam-malam di penghujung Ramadhan dengan memperbanyak ibadah,” ujar IP.
IP tak sendiri beritikaf. Ia membawa serta anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Jadi, setiap malam aktivitas keluarga gubernur itu berpindah dari rumah dinas ke mushala kecil di sebelahnya. Kebersamaan mereka larut dalam lantunan asma-asma Allah SWT.
Kegiatan itikaf dimulai setelah salat Tarawih. Sepanjang malam, mushala kecil di rumah dinas gubernur atau yang lebih dikenal sebagai gubernuran itu penuh dengan aktivitas ibadah. Ada salat malam, zikir terutama sekali qira’ah Quran. Aktivitas ibadah di malam Ramadhan itu berakhir setelah ceramah subuh.
Dipilihnya mushala kecil di rumah dinas gubernur itu sebagai tempat itikaf tak terlepas dari alasan efektivitas. Tempat itu yang terdekat dari keluarga IP. Biasanya, sebelum jadi gubernur, IP dan keluarga beritikaf di masjid yang ada dalam lingkungan Perguruan Islam Adzkia di Taratak Paneh, Paang. Itu kalau kebetulan IP berada di Padang dekat dengan rumah orang tuanya yang bersebelahan dengan komplek Adzkia. Ketika masih menjadi anggota DPR, ia lebih banyak beraktivitas di Jakarta, termasuk menjalani ibadah Ramadhan di sana.
Itikaf adalah aktivitas yang dianjurkan di penghujung Ramadhan. Irwan sendiri berharap Ramadhan kali ini setiap kaum muslimin mendapatkan rahmat, ampunan dari Allah dan predikat takwa. “Semoga Ramadhan kali ini kita mendapatkan maghfiroh, rahmat dan berkah takwa,” ujar Irwan.
Ketika menjadi gubernur, kebiasaan IP beritikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan tetap berlanjut. Sepanjang malam dihabiskan beritikaf di mushala, besoknya IP tetap melaksanakan kegiatan sebagai gubernur seperti biasanya.
“Masih di perjalanan, sedang di Lembah Anai. Barusan dari Padangpanjang,” ujar IP suatu ketika mengabarkan keberadaannya.
Tak ada gurat lelah di wajahnya. Dalam keadaan berpuasa dan sebelumnya beritikaf semalaman, langkah IP tetap agresif. Tak ada aktivitasnya berkurang.
Dalam sehari, ia bisa melaksanakan kegiatan di banyak tempat. Tak hanya kegiatan rutin pemerintahan, IP juga rajin memenuhi undangan masyarakat. Dari undangan organisasi, pengurus masjid, hingga undangan sekolah pun dipenuhi.
“Kalau sedang mendampingi Pak IP mesti siapkan fisik yang prima,” ujar salah seorang staf yang biasa mendampingi Irwan. (*)
Singgalang 14 Juli 2015
Irwan Mampu Hentikan Tangis Warga Kasai (Singgalang 15 Des 2010)
Irwan Mampu Hentikan Tangis Warga Kasai
Pejabat Pertama yang Ikut ‘Berendam’ Bersama Warga
Kasang-Cuaca mendung, apalagi hujan lebat, adalah hal yang amat menakutkan bagi warga komplek perumahan Bumi Kasai Permai, Kanagarian Kasang, kecamatan Batang Anai, Padang pariaman.
Sebab komoplek perumahan yang dibangun tahun 1996 itu sangat rawan banjir. Air bah datang tiap bulan dan nyaris tiap minggu, terutama di musim penghujan.
Suasana yang membuat rusuh hati warga tersebut seakan berhenti total seiring terpilihnya Irwan Prayitno menjadi Gubernur Sumbar menggantikan Marlis Rahman lewat Pilkada serentak di ranah Minang.
Bahkan Irwan tercatat sebagai gubernur atau pejabat pertama yang rela ’berenang/berendam’ bersama warga membagikan ransum ketika banjir bandang melanda komplek itu, Minggu (26/9) silam.
”Pak Irwan adalah pejabat pertama yang mampu maantok-an (menghentikan) tangis warga Bumi Kasai yang sudah amat menderita akibat banjir sejak tahun 1997 silam”, ujar dua tokoh pemuda setempat, Zainal Aleks dan Edi Nur. ”Irwan tidak menebar janji seperti pejabat lainnya, tapi memberi bukti. Sayab salut dengan beliau”, tambah Endang dan Syafrizal Oyong.
Tingginya respon gubernur pilihan rakyat itu terhadap rakyat badarai, terlihat ketika warga Bumi Kasai Permai dilanda banjir bandang, Minggu, (26/9). Malam itu juga Irwan meluncur ke lokasi musibah. Kedatangannya ditunggu oleh Kapolsek Batang Anai, Walinagari Kasang, M. Tasir Koto, Camat Batang Anai, Syofrion dan Syamsawir Dauang (tokoh masyarakat) serta sejumlah tokoh pemuda.
Dengan menaiki perahu karet bersama Kabiro Humas Kantor Gubernur, Surya Budhi, gubernur berkeliling komplek, utamanya di Jln Jawa/RT 03. Kesempatan itu dimanfaatkan Irwan untuk menyerap aspirasi warga terhadap masalah banjir.
Menanggapi seabrek keluhan masyarakat, kepada Singgalang, Irwan menegaskan, ”Bagaimanapun juga, Bumi Kasai tak boleh banjir lagi. Kita akan upayakan penanggulangannya secepat mungkin, agar derita dunsanak-dunsanak kita ini cepat berakhir”, ujar Irwan di tengah hujan gerimis.
Ternyata Irwan tidak sekadar berjanji. Beberapa hari kemudian atau menjelang terbang ke Jepang, gubernur mendrop sebuah alat berat eskavator untuk melakukan pembersihan drainase dan gorong-gorong hingga ke Korong Kasai.
Kasai tak banjir lagi. Kalau pun air bandar sempat dua kali naik ke jalan, itu lebih karena ada penyumbatan polong di Korong Kasai. ”Jika masyarakat melakukan pembersihan sekaligus tidak membuang sampah ke bandar, Insya Allah warga bakal bebas dari banjir”, ujar Rasminedi, Ketua RT 03 beberapa waktu lalu.
Terima Kasih
Sementara itu, Walinagari Kasang, M. Tasir Koto yang dimintai tanggapannya soal penanganan banjir di Bumi Kasai, mengucapkan terima kasih banyak pada Gubernur Irwan. ”Atas nama warga Nagari Kasang, saya minta terima kasih kepada pak Irwan. Beliau telah mampu maantok-an tangih warga”, ujar Tasir.
Kendati demikian, tambah Tasir, agar komplek perumahan benar-benar bebas dari banjir, perlu upaya lanjutan dari Pemprov Sumbar dengan membuat pengendalian banjir yang permanen.
Singgalang 15 Desember 2010
Tak Tahu Maka Tak Kenal (Singgalang 16 Juni 2015)
Tak Tahu Maka Tak Kenal
Oleh Yongki Salmeno
Kata-kata bijak di atas sudah lama sekali kita kenal. Meski kuno, namun kata-kata bijak tersebut masih mangkus untuk menggambarkan realita dalam kehidupan sehari-hari.
Dari berbagai diskusi baik formal maupun informal, menurut pengamatan saya, hal itulah yang sedang terjadi. Sejumlah masyarakat memberikan apresiasi positif terhadap kinerja Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (IP), namun ada juga sebagian masyarakat yang memberikan apresiasi negatif.
Dulu pernah IP dicap sebagai sosok yang tidak disiplin, tidak menghargai waktu. Tuduhan yang dihembuskan itu sempat berkembang di masyarakat. Saya hanya bisa tersenyum miris ketika isu itu dihembuskan, karena tahu persis bagaimana cara IP mengelola waktu. Kenyataan sebenarnya sangat bertolak belakang, beliau justru sangat jelimet dengan urusan waktu.
Seiring dengan perjalanan waktu, tuduhan tersebut berangsur-angsur lenyap dan sirna seperti kabut pagi yang dihalau sinar mentari. Masyarakat melihat sendiri bagaimana sesungguhnya IP sangat menghargai waktu. Kini umumnya masyarakat sudah tahu jika mengundang Gubernur untuk sebuah acara jam 8 pagi misalnya, maka beliau selalu akan datang seperempat jam sebelum acara dimulai.
Pengundang atau pembuat acara sering malu karena Gubernur sudah datang, tetapi pengundang sendiri belum siap dan undangan yang lain juga belum datang. Menurut mereka pejabat biasanya datang molor dari waktu yang ditetapkan, namun Irwan Prayitno selalu datang tepat waktu, malah lebih awal. Jika ada kendala datang tidak tepat waktu, maka sedari dini beliau mengkomukasikannya dengan panitia. Beliau sangat memperhatikan masalah waktu dan sangat jelimet menyusun jadwal. Rata-rata setiap hari ada 8 sampai 15 acara dan undangan, jadwal tersebut beliau atur secara serius sehingga tidak ada yang berdempet, telat datang tanpa konfirmasi atau terlewatkan.
Baru-baru ini ada lagi dihembuskan tuduhan bahwa Irwan Prayitno kurang ambisius. Haha…., sekali lagi saya tertawa mendengar tuduhan itu. Sekali lagi tudingan itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya.
Dulu ketika melanjutkan studi S2 dan S3 di Malaysia, profesor di sana meragukan IP mampu menyelesaikan studinya. Kemampuannya diragukan karena beban kerjanya sangat berat; kuliah, mengurus rumah tangga, istri beserta 5 orang anak, sekaligus mencari nafkah untuk keluarga.
Tapi bagi penggemar olah raga trabas dan karate ini justru kesulitan itulah yang membuat adrenalinnya terpacu. Ia berhasil menyelesaikan studi S2 dan S3 tersebut tepat waktu dengan nilai cemerlang. Untuk S3 ia berhasil lulus dengan prediket cum laude dengan IPK 3,97. Itu artinya semua nilai mata kuliah adalah A, hanya satu mata kuliah dengan nilai A minus. Kuliah tuntas tepat waktu, kewajiban mengurus keluarga dan mencari nafkah tak pernah ia abaikan. Peristiwa itu sebetulnya bukan hal aneh, karena IP memang langganan juara umum saat sekolah di SMAN 3 Padang dulu.
IP berhasil menyelsaikan studi S1 di Universitas Indonesia (UI), lalu S2 dan S3 di Universiti Putra Malaysia. Padahal di tahun-tahun yang sama IP juga sedang bekerja keras bersama kawan-kawan mendirikan Partai Keadilan (PK). Ia juga bergerilya menghimpun dukungan masyarakat, menghimpun suara untuk PK, sekaligus untuk dirinya karena ia ditunjuk menjadi calon anggota DPR RI untuk Dapil Sumbar I. Saat yang sama IP bersama kawan-kawan juga sedang berjuang mendirikan Yayasan Pendidikan Adzkia. Dengan motto bekerja keras dan bersungguh-sungguh, semua upaya itu berujung sukses.
Jika dulu lembaga pendidikan favorit dan terkenal di Sumbar adalah Don Bosco atau Maria, berkat perjuangan IP, Lembaga Pendidikan Adzkia menjelma menjadi lembaga pendidikan terbaik dan favorit pertama di Sumatera Barat yang berbasis Islam, mulai dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi. Kini murid Adzkia mencapai ribuan orang, setiap tahun jumlah yang mendaftar rata-rata 5 kali lipat dari jumlah siswa yang bisa diterima.
Meski sibuk di karir politik, namun IP juga tidak melupakan tugasnya sebagai akademisi. Ia menulis lebih dari 40 buah buku, tulisan ilmiah dan berbagai riset. Atas karyanya tersebut ia dinyatakan berhak menyandang gelar guru besar pada tahun 2006 di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Gelar profesor berhak ia sandang saat berumur relatif muda, yaitu 43 tahun.
Di bidang politik, kerja kerasnya dan kawan-kawan ternyata juga membuahkan hasil, ia terpilih menjadi anggota DPR RI dalam usia 36 tahun. Meski berusia muda, cara kerja, disiplin dan pemikirannya membuat ia selalu terpilih menjadi ketua komisi. Berikutnya IP terpilih lagi menjadi Anggota DPR RI selama 3 kali berturut-turut. Pada tahun 2010, melalui persaingan yang ketat, IP dipilih menjadi Gubernur Sumatera Barat.
Keberhasilannya dan keseriusannya membina keluarga juga bisa dilihat prestasi 10 anaknya yang semua juga jadi pemuncak di sekolah masing-masing. Merka lalu melanjutkan studi di perguruan-perguruan tinggi terbaik dan favorit di Indonesia. Putra pertama Jundi Fadhlillah menyelesaikan kuliah di FE Univ. Andalas dan Jurusan Manajemen, Southern New Hampshire University, anak ke 2. Waviatul Ahdi lulus FKG UI, anak ke 3 Dhiya’u Syahidah lulusan SBM ITB dan Westminster University, UK, putra ke 4. Anwar Jundi masih kuliah di Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB 5. Atika masih kuliah di FEUI, 6. Ibrahim masih kuliah di Jurusan Teknik Kimia UI, anak ke 7 dan 8 Shohwatul Islah dan Farhana sekolah di SMA 1 Padang, 9 dan ke 10 Laili dan Taqiya Mafaza sekolah di SDIT Adzkia. Banyak orang sukses di karir, tetapi tidak sukses membina keluarga. Tapi ayah 10 anak dan tiga cucu ini, sukses membangun karir, tetapi juga sukses membina keluarga.
Irwan Prayitno dilantik menjadi Gubernur Sumatera Barat oleh Mendagri Gamawan Fauzi atas nama Presiden RI tanggal 16 Agustus 2010 di garasi kantor DPRD Sumbar. Kantor DPRD saat itu sedang mengalami rusak berat dan tidak bisa digunakan akibat gempa September 2009. Sekitar 20.000 rumah penduduk dan ratusan fasilitas umum di Sumatera Barat saat itu rusak total. Sumbar nyaris lumpuh total. Banyak masyarakat, termasuk investor eksodus, lari menyelamatkan diri ke luar Sumatera Barat.
Pemerintah Sumatera Barat di bawah pimpinan Gubernur Irwan Prayitno, Pemerintah Pusat, Pemerintah Kota dan Kabupaten, swasta, perantau, masyarakat Internasional bekerja keras bahu membahu menyelesaikan masalah ini dan berbagai dampak lain yang ditimbulkan. Tata kerja yang baik, transparan dan akutabel dalam pengelolaan bencana membuat Sumatera Barat mendapat 3 penghargaan sekaligus dari BNPB. Sumbar makin dipercaya, prestasi itu pulalah yang menyebabkan BNPB memberikan perhatian khusus dan dana makin banyak dikucurkan ke daerah ini.
Menjadi Gubernur Sumatera Barat yang dalam keadaan porak-poranda pasca gempa tahun 2009 tentulah tidak mudah. Tantangan makin bertambah akibat kondisi ekonomi global yang sedang morat-marit, kriminalitas makin meningkat, dekadensi moral dimana-mana dan masih ditambah lagi dengan gelombang euforia reformasi.
Bagi Irwan Prayitno semua tantangan tersebut tidak membuat ia mundur, tapi malah membuat adrenalinnya terpacu untuk bekerja keras dan bekerja cerdas. Sebagai profesor pakar Sumber Daya Manusia (SDM) ia segera melakukan pembenahan dan pemetaan potensi terhadap SDM yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Tim independen dari Universitas Indonesia diminta untuk menilai dan memetakan potensi SDM yang ada. Mereka yang berpotensi, memenuhi persyaratan penilaian, psikotest dan juga sesuai dengan aturan serta penilaian Baperjakat akan ditempatkan sebagai pimpinan di eselon 2, 3 maupun 4. Semua kepala SKPD wajib mengaktifkan HP 7 x 24 jam, artinya siap menerima tugas dan ditugaskan kapanpun, termasuk di hari libur. Juga baru kali ini dalam sejarah, selama Gubernur IP, rapat-rapat dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu (hari libur) agar tidak menyita jam kerja rutin.
Pemetaan potensi, menempatkan orang sesuai pada tempatnya, memberikan reward dan punishment, membuat satuan kerja di lingkungan Pemprov Sumbar makin solid dan lebih efektif. Situasi inilah yang kemudian membuat prestasi Pemprov Sumbar makin mencuat ke permukaan. Bekerja keras dan bekerja cerdas merupakan ciri Irwan Prayitno. Rata-rata setiap hari jam 4 subuh aktifitas sudah dimulainya dengan shalat tahajjud, berzikir, shalat subuh berjamaah, membaca Al Quran dan berkumpul dengan semua anggota keluarga. Setelah sarapan, kegiatan dilanjutkan dengan menerima Kepala SKPD, membahas pekerjaan, menganalisa masalah yang muncul lalu memutuskan tindakan yang harus dilakukan saat itu juga. Tak ada pekerjaan yang boleh ditunda, waktu detik demi detik dimanfaatkan secara efisien.
Selama 5 tahun setiap hari mendampingi IP, belum pernah saya mendengar beliau mengeluh capek dan ingin istirahat atau libur. Saya melihat pola kerja IP seperti bola salju yang bergulir dari puncak gunung, makin lama makin cepat, makin besar dan sulit dihentikan. Ada dua sopir dan dua ajudan yang secara aplusan mendampingi IP sehari-hari. Tak ada ada yang sanggup mendampingi dan mengikuti perjalanan beliau full seminggu penuh. Selama 5 tahun belakangan, meski beraktifitas rutin dari subuh hingga larut malam, tidak pernah sekalipun saya lihat IP pulang ke rumah untuk istirahat tidur siang. Juga alhamdulillah belum pernah satu haripun IP istirahat karena sakit, sementara kami yang mendampingi, meski dengan sistem aplusan, sudah bergiliran sakit dan terpaksa beristirahat total (bed rest).
Sistem kerja yang terstruktur dan terencana dan dikerjakan dengan bersungguh-sungguh terbukti membuahkan hasil. Banyak pekerjaan dan masalah yang bisa diselesaikan secara baik. Atas prestasi tersebut sekitar 200 penghargaan diberikan oleh Pemerintah Pusat, Lembaga Swasta dan Internasional atas prestasi yang diraih Pemprov Sumbar. Baru kali ini dalam sejarah Pemprov Sumbar meraih ratusan penghargaan.
Ada juga yang memfitnah bahwa penghargaan itu diperoleh dengan menyuap. Saya rasa tuduhan itu terlalu dipaksakan, jika yang diperoleh hanya satu atau dua penghargaan memang ada peluang diperoleh dengan proses suap. Namun jika ratusan jumlahnya, bagaimana mungkin hal itu bisa dilakukan?
Dulu saya juga berfikir bagaimana bisa IP yang usianya tak terpaut jauh dari saya karirnya bisa melejit luar biasa. Namun setelah melihat langsung bagaimana cara ia bekerja, cara ia memanfaatkan waktu, cara beribadah, cara ia bergaul, barulah saya faham. Setelah saya hitung-hitung ternyata IP bekerja 5 kali lebih keras dibanding saya, ia memanfaatkan waktunya 5 kali lebih efektif dibanding saya, beribadah, mengelola keluarga, dan sebagainya 5 kali lebih baik, saya tak lagi heran jika prestasinya melejit 5 kali lipat lebih cepat.
Jika tak melihat langsung mungkin orang tak percaya bahwa IP bisa mengikuti 10 sampai 15 acara yang topiknya berbeda-beda setiap hari dan ditempat yang berbeda-beda pula. Lalu beliau memberikan pidato atau sambutan pada acara tersebut tanpa teks, namun isi pidato tersebut tetap pas dengan tema acara. IP sangat cepat mempelajari sesuatu. Jika tak paham masalah peternakan misalnya, ia akan mengajak Kepala Dinas Peternakan ikut di mobil bersamanya dalam perjalanan menuju lokasi acara, lalu berdiskusi di mobil selama dalam perjalanan. Sesampai di lokasi acara IP sudah paham masalah peternakan dan menyampaikan pidato tentang peternakan seolah-olah ia pernah kuliah di Fakultas Peternakan. Begitu juga untuk bidang lain.
Dalam bermain musik dan menyanyi juga demikian. Hanya tiga kali belajar bermain drum ia langsung bisa, begitu juga menyanyi. Hanya berapa kali berlatih, langsung bisa. Begitu juga bersepeda motor trabas dalam rangka kunjungan kerja ke daerah-daerah terpencil. Setahu saya tak sampai sehitungan dua jari tangan beliau melakukan trabas, namun kemampuannya mendekati pembalap profesional. Jadi tak benar juga jika ada yang mengisukan gara-gara trabas dan bermain drum, IP meninggalkan pekerjaannya. Aktifitas tersebut selalu dilakukan di hari libur dan di luar jam dinas. Di bidang seni IP telah mengeluarkan 2 album lagu-lagu religi ciptaannya sendiri. Sebagai ustadz ia telah merekam lebih 150 judul ceramah agama yang dikemas ke dalam 6 album CD. Dalam waktu yang terbatas, karena dilakukan dengan bersungguh-sungguh, IP mampu melakukan banyak pekerjaan dan prestasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ambisius adalah berkeinginan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita). Mengamati perjalanan karir dan apa yang telah dikerjakan Irwan Prayitno seperti diatas apakah masih pantas kita mengatakan bahwa ia kurang ambisius dan tidak bekerja keras, tidak menghargai waktu?
Persoalannya menurut saya seperti kata-kata bijak tadi, tak tahu maka tak sayang. Masih ada sekelompok masyarakat yang tak tahu bagaimana cara kerja IP dan karakter IP sebenarnya. Sejak memulai karir sebagai wartawan Singgalang pada tahun 1987, lalu di Majalah Editor dan Kompas, saya juga banyak berinteraksi dengan pejabat dan pimpinan daerah. Masing-masing punya kelebihan dan kelemahan tersendiri. Jika kenal dengan IP lebih mendalam, jika anda jujur, bukan karena alasan persaingan politik dan kepentingan, pasti anda akan menemukan lebih banyak kelebihan yang ia miliki. Tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak cinta, tak cinta maka tak sayang. ***
Singgalang 16 Juni 2015
Tanpa Teks (Singgalang 18 Agus 2015)
Tanpa Teks, Sambutan Selalu Mengena
PADANG-Di awal-awal masa jabatannya ketika masih menjadi Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno biasa menghadiri banyak kegiatan. Di setiap kegiatan, ia selalu didaulat untuk menyampaikan kata sambutan. Pernah, ketika memberikan kata sambutan dalam peresmian penanaman padi sebatang kelompok tani di Payakumbuh, ada kejadian unik.
Irwan memberikan sambutan dalam suasana berbaur dengan para petani di sebuah dangau di tengah sawah. Saat itu, hadir Walikota Payakumbuh, Riza Palevi. Para petani sudah akrab dengan sang walikota karena memang sering melihatnya. Giliran Irwan menyampaikan kata sambutan, ia langsung berbicara tentang pertanian. Irwan sangat fasih berbicara tentang pertanian. Seluk-beluk padi dikupasnya. Tak hanya soal bagaimana meningkatkan produksi, bagaimana pertanian dikelola dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan lihai dikupasnya. Selesai menyampaikan kata sambutan, seorang petani bercelutuk. “Yang tadi kepala dinas ya?”
Celutuk petani itu didengar oleh seorang staf yang kebetulan berada di dekatnya. “Itu Pak Gubernur. Kepala dinasnya, bapak yang kurus-kurus itu,” ujar staf sambil menunjuk Ir. Djoni yang duduk dekat Irwan.
Protokol sebenarnya telah memperkenalkan Irwan sebagai gubernur. Tapi, petani tadi masih terheran-heran. Keherannya sangat beralasan. Biasanya, hal-hal yang teknis menjadi makanannya kepala dinas untuk menjelaskan. Seorang gubernur cukup mengetahui yang umum-umum saja. Irwan bukannya hendak mengambil kata sambutan kepala dinas, tapi begitulah ia selalu ingin mengetahui segala hal dengan detail.
Usai acara peresmian penanaman padi sebatang, sejumlah pejabat yang menyertai sempat pula berkelakar dengan Irwan sambil berjalan di pematang sawah. “Pak Gubernur ini sebenarnya profesornya di bidang pertanian ya?” celutuk seorang pejabat.
Dengan nada santai, Irwan menjawab. “Tidak, saya profesor di bidang sumber daya manusia,” balas Irwan.
Begitulah Irwan Prayitno. Di setiap kegiatan, ia selalu menyampaikan kata sambutan tanpa teks. Bukan karena tak ada staf untuk membuatkan teks pidato, Irwan bahkan bisa membuat teks pidatonyo sendiri dengan baik. Ia dikenal sebagai penulis handal. Irwan gemar menulis artikel yang dipublikasinya di banyak media. Selain itu, ia telah menulis puluhan buku dengan beragam tema, mulai dari pengembangan sumber daya manusia yang memang keahlian utamanya, juga tema-tema psikologi, keluarga, pendidikan, hingga tema-tema agama. Tapi, kalau menunggu membacakan teks pidato dalam sambutannya, bisa-bisa acara yang dihadiri Irwan jadi berantakan. Setiap hari, ia mesti menghadiri banyak acara. Tak cukup satu-dua, bahkan bisa belasan sehari. Bayangkan, berapa teks pidato yang harus disiapkan.
Walaupun tanpa teks, pidato Irwan tak pernah biasa-biasa saja. Ia mampu dengan baik menjelaskan segala hal terkait dengan tema di setiap acara. Kalau itu acara bidang kesehatan, ia mampu menjelaskan persoalan kesehatan dengan baik, kalau bidang pendidikan, itu memang makanannya Irwan. Demikian juga dengan bidang-bidang lainnya. Hal itu menandakan kemampuan intelektual Irwan setara dengan gelar profesor yang disandangnya, sekaligus memperlihatkan bagaimana komitmennya untuk membenahi segala persoalan terkait dengan kebutuhan masyarakat banyak. Seorang kepala daerah tentunya mesti memahami dengan baik segala persoalan, tidak hanya mengandalkan para staf atau kepala dinasnya. Dengan demikian, ia mampu membuat kebijakan yang bisa menjawab akar permasalahan yang dihadapai masyarakat banyak.
Irwan menyebutkan, tak ada keengganannya membacakan teks dalam menyampaikan kata sambutan. Tapi, karena banyaknya kegiatan yang dihadiri membuatnya tak bisa mengandalkan teks pidato. Ia pun tak punya banyak waktu untuk menyiapkan sendiri teks pidatonya. “Saya terbiasa menyampaikan segala sesuatu secara terstruktur,” terang Irwan.
Kemampuan Irwan berbicara di podium memang tak diragukan lagi. Ia biasanya menyampaikan ide-idenya dengan baik di hadapan khalayak. Irwan adalah seorang dosen. Ia sudah terbiasa berbicara secara terstruktur dengan dalil-dalil yang bisa dipertanggungjawabkan. Irwan juga seorang trainer, dai, penceramah, kemampuan berbicaranya di depan publik memang sudah terasah.
Dengan berjibun kegiatan setiap hari yang menuntutnya untuk selalu memberikan kata sambutan, bagaimana Irwan menyiapkan bahan untuk sambutannya? Irwan biasanya menyiapkan materi sambutannya beberapa saat kegiatan di mulai. Hal itu dilakukan di dalam mobil yang mengantarnya menuju lokasi acara. Waktu-waktu yang masif di dalam mobil itulah Irwan menyiapkan materi sambutannya.
Di dalam mobil, Irwan hanya ditemani sopir dan seorang staf yang biasa membantu keperluannya yang lain. Tak ada staf khusus bersamanya untuk menyiapkan materi pidato. Jadi, Irwan menyiapkan sendiri bahan pidatonya. Kalau ada hal-hal yang kurang dipahami dan hal-hal yang belum diketahuinya, Irwan tak segan-segan bertanya kepada staf atau kepala dinas terkait. Dengan kemampuan intelektual dan wawasannya yang luas, Irwan tak segan-segan bertanya hal-hal yang mesti diketahuinya. Begitulah kerendahan hati seorang Irwan Prayitno.
Kemampuan memahami dan menyampaikan pokok pikiran tak hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual. Irwan adalah sosok yang mau mendengarkan. Ia tak hanya menerima informasi dari kepala dinas, staf kecil pun didengarkannya. Bahkan, tak peduli informasi itu disampaikan oleh seseorang yang biasa-biasa saja, Irwan malah meminta orang untuk menjelaskan panjang
lebar. Misalnya, ketika meresmikan produk kopi asli Sumatera Barat dalam sebuah kegiatan, Irwan meminta seorang peracik kopi menjelaskan seluk-beluk kopi. “Ini kopinya tak pakai gula?” ujar Irwan bertanya.
Peracik kopi itu menjelaskan, kalau memakai gula, aroma asli kopi jadi tak terasa. Inti dari menikmati kopi adalah merasakan aromanya. “Baru tahu saya minum kopi itu tak pakai gula. Itu kan lebih sehat,” ujar Irwan lagi.
Tak hanya suka mendengarkan, Irwan juga sosok yang gigih untuk mempelajari banyak hal. Kegigihannya itu didukung oleh kebiasaannya yang suka membaca. Karena itulah, setiap yang disampaikan Irwan dalam kata sambutannya selalu mengena. 007
Singgalang, 18 Agustus 2015
Antar Anak Sekolah (Singgalang 19 Agus 2015)
Antar Anak Sekolah, Bantu Istri di Rumah
PADANG-Pagi baru menyingsing. Sesosok laki-laki sudah bersiap-siap di belakang stir yang parkir di teras rumah. Ia sedang menunggu dua perempuan belia. Setelah yang ditunggu duduk manis, mobil melaju dengan kecepatan sedang. Dari sebuah rumah di Lubuk Kilangan, Padang, mobil itu menuju pusat kota. Perjalanan laki-laki itu berhenti di sebuah sekolah negeri.
Dua hari lalu, ia masih Gubernur Sumatera Barat. Selasa pagi (18/8), Irwan Prayitno seperti warga biasa lainnya. Sebagai seorang ayah, itulah pekerjaannya pagi itu. Irwan mengantar sendiri putrinya ke sekolah. “Setelah kesibukan sebagai gubernur berakhir, saya akan kembali melakukan itu,” ujar Irwan suatu kesempatan ketika masih menjadi Gubernur Sumbar bercerita tentang kecintaannya kepada keluarga.
Kesibukkan yang sangat padat memaksa Irwan menyerahkan urusan anak-anak kepada sang istri, Nevi Zuairina. Dengan 10 orang anak, tentu bukan pekerjaan yang gampang. Tapi syukurnya, anak-anak Irwan sekarang sudah besar-besar. Di antaranya sudah berkeluarga. Dari pernikahan anak-anaknya itu, ia dikaruniai tiga cucu. Anak-anaknya itu sudah jadi orang berhasil, memiliki penghidupan yang mapan dari kerja kerasnya sendiri.
Keberhasilan anak-anak Irwan terlihat dari pencapaian pendidikan mereka. Semua anak-anaknya yang sudah dewasa, kuliah di universitas negeri ternama di Indonesia. Ada juga yang menamatkan sarjana di luar negeri dan mendapatkan pekerjaan yang baik di Jakarta. Enam anak Irwan kini berada di ibukota, empat lainnya di Padang. Keberhasilan anak-anaknya itu tak terlepas dari komitmen Irwan yang kuat sebagai kepala keluarga. Di tengah kesibukkannya, mengurus anak-anak tetap menjadi yang utama.
Irwan biasa mengantar anak-anak ke sekolah. Bahkan, untuk urusan menjemput rapor, ia sendiri yang melakukan. Bagi Irwan, kesempatan itu digunakan untuk lebih mengetahui bagaimana perkembangan anak-anaknya di sekolah. “Saya selalu bertanya kepada guru anak-anak di sekolah, bagaimana perkembangan pendidikan mereka. Sesibuk apa pun, saya selalu berkomunikasi dengan anak-anak, menanyakan kabar mereka, apakah sudah shalat dan sebagainya,” terang Irwan.
Ketika menjadi gubernur, Irwan tak punya banyak waktu untuk mengantar anak-anak ke sekolah. Paling, yang bisa dilakukan adalah melepas anak-anak di rumah untuk berangkat ke sekolah sendiri. Irwan memang sejak dini mengajarkan kemandirian kepada anak-anaknya.
Kebiasaan mengantar anak ke sekolah bukan untuk memanjakan, tapi itulah caranya agar bisa lebih dekat dan berkomunikasi dengan anak. Sambil berada di dalam mobil, anak-anak terasa semakin dekat. Dengan demikian, Irwan bisa leluasa menyelami isi hati anak-anaknya. “Kadang, kalau di telpon, anak-anak itu tak tahu mesti ngomong apa. Tapi, kalau sedang bersama-sama, mereka akan cerita apa saja. Dari sana, saya jadi tahu bagaimana kondisi anak-anak,” ungkap Irwan yang memang seorang pendidik ini.
Kini, Irwan bisa kembali mengantar anak-anak sekolah. Untuk urusan itu, ia tak menyuruh sopir. Irwan sendiri yang menyetir mobil. Ketika bertemu dengan para orang tua lainnya yang mengantar anaknya ke sekolah, Irwan mengaku tak ada rasa yang berbeda ketika ia tak lagi menjadi Gubernur Sumbar. Sebagian orang masih menyapanya sebagai Pak Gubernur. Seperti ketika sedang mengantar sang putri ke sekolah, di jalan yang macet memasuki gerbang SMAN 1 Padang, Irwan diteriaki oleh para orang tua siswa. “Saya diteriaki Pak Gub, Pak Gub! Eh, ternyata satpam sekolah juga mengenal saya…” ujar Irwan menceritakan kejadian unik yang dialaminya.
Sehari setelah tak lagi menjadi gubernur, aktivitas Irwan sebenarnya tak banyak berkurang. Misalnya kemarin, pas Hari Kemerdekaan, Irwan punya seambrek kegiatan bersama masyarakat. Mulai dari menghadiri perayaan 17 Agustusan bersama warga Padang Timur, Irwan juga menyempatkan diri melayat ke rumah warga yang tertimpa musibah. Sepanjang hari, Irwan juga melayani dialog dan memberikan tausiah di sejumlah stasiun radio, seperti di Radio Pronews dan Arbes FM. Silaturrahim dan bertemu dengan masyarakat juga tetap padat. Bahkan, agendanya tak berhenti hingga malam menjelang. Aktivitas Irwan untuk masyarakat memang tak pernah berhenti.
Walau kegiatannya tetap banyak, tapi sekarang waktu Irwan sedikit lebih longgar. Hal itu dimanfaatkannya untuk keluarga. “Biasa, kalau di rumah, beres-beres bantu istri,” celutuk Irwan.
Pekerjaan rumah tangga tak tabu bagi Irwan. Lihat saja, ketika meninggalkan rumah dinas di gubernuran, Irwan tak sungkan mengepak barang-barang pribadinya. Kardus-kardus di angkat sendiri ke mobil box yang sengaja disewa. Apalagi kalau sedang bersama sang cucu, Irwan tak segan membelikan susu.
Kepada anak-anaknya yang sudah berkeluarga, Irwan tetaplah sebagai ayah yang tak luput perhatiannya. Tapi, perhatian itu sedikit terbagi untuk sang cucu. “Anak-anak sering juga nelpon minta dibelikan susu. Ya, dikasih. Namanya juga untuk cucu,” ujar Irwan tersenyum lebar.
Singgalang, 19 Agustus 2015
Sepenuhnya Mengurus Sumatera Barat (Singgalang 20 Agus 2015)
SEPENUHNYA MENGURUS SUMATERA BARAT
PADANG-“Ketika jadi gubernur, saya sudah wakafkan diri untuk Sumatera Barat.”
Kata-kata itu diucapkan Irwan Prayitno lima tahun yang lalu. Rentang waktu tersebut, ia membuktikan ucapannya. Dua periode duduk di DPR-RI, menjadi Ketua Komisi, karir politik Irwan mengkilap di pentas nasional, bahkan internasional. Ia menjadi anak muda Minang yang disegani di jagad politik. Panggilan dari kampung halaman menjadikan Irwan gubernur. Ia pun meninggalkan semua jabatan dan aktivitas politiknya. Ia sibuk mengurus Sumatera Barat.
Di awal-awal jabatannya sebagai gubernur, Irwan dihadapi tantangan yang teramat berat. Tantangan itu disebabkan bencana gempa yang melanda Sumbar tahun 2009. Tak hanya menelan seribu lebih korban jiwa, gempa menghancurkan infrastruktur daerah, membuat ribuan orang kehilangan rumah. Irwan berpacu dengan waktu. Tanggap darurat berjalan dengan baik. Penanganan dampak bencana menjadi prioritasnya. “Kita mendahulan membangun rumah masyarakat yang hancur. Alhamdulillah, semua terlaksana dengan baik. Barulah sekarang kita memperbaiki kantor pemerintahan. Memperbaiki kantor gubernur, biarlah belakangan,” ujar Irwan menekankan komitmennya dalam membangun Sumbar.
Fasilitas yang terbatas karena bencana tak menghalangi tugas Irwan dalam mengurus masyarakat. Ia memilih berkantor di rumah dinas. Ketika escape bulding di kantor gubernur selesai dibangun, ia justru menyerahkan gedung yang representatif itu sebagai kantor para pegawai di sekretariat provinsi. Merekalah ujung tombak pelayanan masyarakat. Karena itu Irwan memberikan tempat kerja yang lebih baik kepada mereka, sementara ia memilih tetap berkantor di rumah dinas.
Hari-hari sebagai gubernur dihabiskan untuk mengurus masyarakat. Irwan dikenal sosok pekerja keras. Selain pekerja keras, Irwan adalah sosok yang efisien. Selesai satu pekerjaan, ia langsung beralih ke pekerjaan yang lain. Kadang, langkah sigap Irwan ini membuat para staf dan kepala-kepala SKPD yang menyertainya keteteran. Contoh sederhana, ketika menghadiri kegiatan di luar kota, sejumlah staf dan kepala SKPD yang mesti menyertai selalu meminta untuk tidak ikut iringan kendaraan Irwan. Mereka memilih datang lebih dahulu atau belakangan. Kalau ikut iringan kendaraan gubernur, bisa-bisa ketinggalan karena lajunya sangat kencang sekali.
Irwan punya alasan mengapa mesti melaju kencang. Ia mesti menyelesaikan banyak pekerjaan setiap hari. Apalagi, itu terkait dengan menghadiri kegiatan yang dihelat masyarakat, Irwan ingin datang lebih awal dan tak mengecewakan orang-orang yang telah menantinya. “Sehari itu bisa 15 kegiatan. Harus mengejar waktu, dari satu tempat mesti segera ke tempat lain,” ujar Irwan.
Setiap hari, ia memulai kerja ketika matahari belum muncul. Pekerjaannya mengurus masyarakat belum juga berhenti ketika mentari sudah duduk di peraduannya. Kesibukkan mengurus daerah itu memaksa Irwan mesti mengorbankan kebersamaan dengan keluarga. Tapi, Irwan sudah terbiasa pandai membagi waktu dan kebersamaan dengan keluarga. Perhatian terhadap anak-anaknya tak berkurang. Komunikasi dibangun dengan baik, sehingga ia selalu dekat dengan anak-anak. Kebersamaan itu membuat 10 anak-anaknya berhasil dalam karir, pendidikan dan menjadi anak-anak yang memiliki karakter kuat. Untuk urusan membangun karakter anak-anaknya, Irwan selalu menanamkan nilai-nilai keislaman.
Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada manusia lain. Prinsip itu yang mendorong Irwan bekerja tanpa lelah untuk masyarakat. “Lima tahun saya jadi gubernur, saya sibuk mengurus masyarakat. Tak ada mengurus yang lain, tak pernah mengurus partai,” ujar Irwan beberapa waktu lalu.
Banyak pekerjaan mengurus masyarakat yang dilakukan Irwan setiap hari, pekerjaan yang tanpa henti. Banyak pula kegiatan yang dihadirinya setiap hari, tak juga henti-henti. Sabtu atau Minggu, ia pun masih menghadiri berbagai kegiatan yang dilaksanakan masyarakat. Tak ada waktu libur baginya.
Irwan selalu menyampaikan berbagai kegiatannya setiap hari melalui media sosial yang dimilikinya. Apa saja kegiatannya permenit itu terlihat dengan jelas. “Siapa saja bisa melihat kegiatan saya di media sosial. Banyak kegiatan, banyak acara setiap hari. Coba lihat, berapa banyak kegiatan itu berhubungan dengan partai?” ujar Irwan dengan nada bertanya. 007
Singgalang, 20 Agustus 2015
Selalu Jaga Silaturahim (Singgalang 21 Agus 2015)
SELALU JAGA SILATURAHIM
PADANG-Kalau tak lagi berkuasa, seorang pejabat biasanya ditinggalkan. Yang dekat mengambil jarak, yang berjarak menjauh, yang menjauh mulai menghilang. Tidak dengan Irwan Prayitno. Tak lagi menjadi Gubernur Sumbar, orang-orang yang bertamu kepadanya tak bekurang. Tiap sebentar orang datang. Mereka di antaranya karena memang ada suatu keperluan, tapi banyak juga yang sekadar bertegur sapa, memanfaatkan kesempatan emas untuk berjumpa. Maklum, ketika masih menjadi gubernur, dengan kegiatan yang sangat padat, tak gampang bisa berjumpa dengan Irwan.
Kemarin, pagi menjelang siang, Irwan kedatangan tamu dari lain benua. Ia dikunjungi tokoh Minang asal Pariaman yang berdomisili di Washington, Amerika Serikat. Dalam suasana cair, mereka berbincang-bincang tentang bagaimana memaksimal peran perantau membantu anak-kemenakan di Ranah Minang. Ini bukan tamu satu-satunya Irwan pada Kamis (20/8). Masih banyak yang lain. Irwan tak kan berhenti berjumpa dengan banyak orang hingga malam menjelang.
Sehari sebelumnya, Rabu (19/8), Irwan bertemu dengan pedagang pasar di kediamannya di Kuranji. Sebelumnya, ia bersilaturrahmi dengan panitia seribu sapu lidi yang mengadakan gerakan kebersihan di Pantai Padang. Dua hari setelah melepaskan jabatan gubernur, Irwan berkunjung ke Komplek Perguruan Islam Adzkia yang didirikannya di Taratak Paneh. Di sana, ia seperti kembali ke habitat aslinya sebagai pendidik.
Di Komplek Perguruan Islam Adzkia, Irwan sempat shalat Zuhur berjamaah. Uniknya, usai shalat, ia diserbu ratusan siswa yang hendak bersalaman. Irwan dengan senang hati membalas setiap jabatan tangan anak-anak itu. Giliran anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar hendak bersalaman, mereka tak hanya menjulurkan tangan, tapi juga menyodorkan buku catatan dan pena. Ya, mereka minta tanda tangan.
Lama Irwan melayani permintaan tanda tangan. Pengajar di Adzkia mencoba melerai anak-anak yang hendak meminta tanda tangan, karena pada waktu bersamaan Irwan ditunggu oleh sejumlah tamu, seperti perwakilan guru daerah terpencil dan pemuda Lubuk Begalung yang hendak mempersiapkan kegiatan perayaan 17 Agustusan. Ketika sedang berbincang-bincang santai dengan para tamunya di dangau yang ada di Komplek Perguruan Islam Adzkia, sejumlah anak terus menantinya dengan buku catatan dan pena. Melihat gelagat anak-anak itu yang terus mencuri padang, Irwan memanggil agar mendekat. Buku catatan disodorkan, tanda tangan pun dibubuhi. Dengan berkelakar, Irwan bertanya kepada anak-anak itu. “Ini tanda tangannya untuk apa sih?”
Dengan percaya diri, seorang anak menjawab: “Buat kenang-kenangan…” Rupa-rupanya, anak-anak itu tetaplah mengenal Irwan sebagai gubernur. Kesempatan langka bertemu dengan gubernur tak ingin mereka sia-siakan.
Anak-anak tetap mengenal Irwan, walaupun tak lagi menjadi gubernur. Hal itu karena kedekatan. Kedekatan itu karena pribadi Irwan yang selalu menjaga silaturrahmi. Ketika ditanya tentang apa saja kegiatannya setelah tak lagi menjadi gubernur, Irwan menjawab: “Bertemu dengan tokoh-tokoh, terima tamu, bertemu dengan masyarakat, lebih banyak silaturrahmi,” ujar Irwan.
Ketika masih menjadi gubernur, Irwan sangat menjaga silaturrahmi. Baru saja dilantik, ia langsung mengunjungi sejumlah mantan gubernur Sumbar. Irwan menjenguk almarhum mantan gubernur Zainal Bakar yang ketika itu sedang terbaring sakit. Mantan gubernur Sumbar yang berdomisili di Pulau Jawa juga dikunjungi. Irwan juga rutin bersilaturrahmi dengan tokoh-tokoh masyarakat Minang, baik di kampung halaman maupun di rantau. Yang tak terlewatkannya adalah bersilaturrahmi dengan masyarakat Sumbar. Hampir seluruh nagari-nagari terpencil di daerah ini dikunjungi Irwan. Soal bersiltarrahmi dengan masyarakat ini, Irwan berprinsip tak ingin mengecewakan.
Sederhana saja bagi masyarakat untuk mengundang Irwan. Cukup SMS saja, ia akan datang. Tak mengherankan, setiap hari itu Irwan memiliki seambrek kegiatan bertemu dengan masyarakat. “Dari satu tempat, terus ke tempat lain. Saya bukan orang yang tergesa-gesa, tapi memang banyak yang mesti dikunjungi. Saya selalu ingin datang lebih cepat agar masyarakat tak lama-lama menunggu,” ungkap Irwan yang tak ingin mengecewakan masyarakat yang telah mengundangnya.
Silaturrahim itu memperpanjang umur, memperluas rezki, meningkatkan iman. Tak mengherankan, ketika dipersandingkan dengan Nasrul Abit dalam Pilgub mendatang, Irwan langsung menyusun agenda kegiatan bersama, agenda utamanya yaitu bersilaturrahmi. Irwan menapik, agenda silaturrahmi itu hanya untuk berbasa-basi, apalagi ada maksud lain. “Saya bersama Pak Nasrul Abit sudah menyusun agenda silaturrahmi. Tapi, tak ada soal dukung-mendukung,” tegas Irwan. 007
Singgalang, 21 Agustus 2015
Kau Istriku (Singgalang 22 Agustus 2013)
Kau Istriku, Lagu karya Gubernur Sumbar Sudah Bisa Dinikmati di Youtube
Padang, Singgalang
Setelah ditakdirkan dalam hidupku
Setelah menjadi penyejuk hatiku
Kau hangatkan di setiap malam bagiku
Kau istriku engkau istriku
Kau diciptakan untukku
Kau adalah pendamping hidupku
Kau ibu anakku
Kau diciptakan untukku
Kau adalah pendamping hidupku
Wahai engkau istriku
Lirik di atas merupakan lagu gubahan Gubernur Irwan Prayitno dengan judul ‘Kau Istriku’. Lagu dengan genre religius itu diciptakannya kala ditinggal pergi istrinya menjalani umrah ke tanah suci.
Lagu ini dapat dilihat di situ Youtube. Di sana akan terlihat video klip sederhana dengan latar gubernuran. Irwan bernyanyi sembari bermain gitar, di sebelahnya ada Hj. Nevi. Istrinya sendiri selaku bintang video klip. Hj. Nevi juga tidak banyak bergerak, hanya mengayunkan badannya ke kiri ke kanan dibumbui sedikit senyum.
“Ini adalah penghargaan pada istri saya, dan begitu pula hendaknya bagi para suami. Selama ini lagu-lagu dari segi cinta, janda dan selingkuhan lebih banyak. Makanya, saya khusus menciptakan lagu untuk istri saya,” sebut Irwan di sela-sela mendaftarkan hak cipta lagunya di Kanwil Menkumham Sumbar, Senin (19/8).
Irwan selama ini memang dikenal lebih serius dalam penampilan. Kurang senyum dan lebih banyak bicara pas-pasan. Kecuali di atas sedang menjadi narasumber atau memberi tausiyah, tak pernah habis yang akan dikatakannya. Selain posisinya sebagai pengurus partai politik PKS, juga lebih banyak menonjolkan dirinya yang religius.
Namun sebenarnya, putra Kalumbuk, Kota Padang ini juga memiliki hobi layaknya manusia lain. Rasa seni dan olahraga yang memacu adrenalin juga meletup-letup dalam dirinya. Tak jarang di sela-sela waktunya mengurus Sumbar, Irwan mengembara dengan motor trail. Di lain waktu, dia juga seperti orang ‘kesurupan’ menabuh drum.
Menunggangi trail dilakukannya di Lubuk Minturun, Koto Tangah. Sedangkan main gitar dan menabuh dram di gubernuran ada. Tak jarang juga dia tampil di sejumlah stasiun televisi lokal.
“Saya hanya ingin menampilkan rasa seni saya, jangan katakan saya jadi gubernur kerjanya hanya menyanyi saja,” sebut Irwan.
Kedua hobinya itu memang paling sering digeluti sejak masih duduk di bangku SMA 3 Padang. Bahkan, pernah pula dia menggeber motor hingga mengeluarkan suara bising di sekolah. Itu masa lalu.
Namun ketika dirinya sibuk kuliah dan meniti karir politik hingga duduk di DPR RI, kedua hobinya kurang tersalur maksimal. Sekarangpun sebenarnya juga kurang waktu baginya. Karena sudah berada di kampung halaman sendiri, dia masih bisa menyempatkan diri untuk menggelutinya.
Tak jarang sore selesai melaksanakan tugas sebagai pelayan masyarakat, Irwan menabuh dram di gubernuran. Dan bermain gitar. Akhirnya dia melahirkan dua lagu, pertama dengan judul ‘Kau Istriku” dibuat pada hari ke sembilan Ramadhan.
Kemudian lagu ‘KepadaMu’. Lagu ini justru lahir ketika dirinya serasa mendapat ilham usai shalat Subuh di awal Ramadhan. Dengan niat bagaimana doa itu tersosialisasi, makanya dia menggubahnya menjadi lagu. Kini kedua lagu sudah dapat dinikmati melalui situs Youtube. “Bagi yang berminat silahkan nikmati,” ujarnya yang tidak berniat rekaman.
Hak Cipta
Dengan lahirnya dua lagu tersebut, Irwan juga memberikan pemahaman hukum pada masyarakat. Bagi yang memiliki karya harus didaftarkan pada Kementerian Hukum dan HAM. Agar karya tersebut diakui dan dilindungi secara hukum formal.
“Sekarang banyak masyarakat memiliki karya, namun dibiarkan saja, kemudian diambil orang lain menuntut. Jika sudah didaftarkan sebagai hak cipta, maka jika ada yang memanfaatkan bisa dituntut,” ujarnya.
Irwan sendiri sudah mendaftarkan kedua lagunya sebagai hak ciptanya sendiri di Kanwil Kemenkum HAM Sumbar. Selain itu, katanya, pendaftaran itu juga sebagai bagian dari sosialisasi agar masyarakat jangan menggunakan lagu bajakan.
Hal yang sama dikatakan Ketua DPD (PAPPRI) persatuan artis penyanyi, pencipta lagu, dan penata musik rekaman Indonesia, Novrial Anas. Novrial yang ikut mendampingi Irwan mendaftarkan hak ciptanya mengaku, penegak hukum harus ikut membantu seniman untuk melindungi haknya.
Apalagi belakangan ini banyak sekali kaset bajakan yang beredar dibandingkan dengan kopian asli. Sehingga kondisi itu merugikan para seniman dan pencipta lagu. “Nilai lagu itu tidak mahal, buktinya di Sumbar ini ada 80 persen penyanyi dan pencipta lagu hidup berada di bawah garis kemiskinan,” ujarnya.
Kepala Kanwil Kemenkumham Sumbar, H. Sudirman D. Hury mendukung langkah Gubernur Irwan Prayitno dalam mendaftarkan hakciptanya. Karena itu bagian dari sosialisasi hukum pada masyarakat, sehingga masyarakat tahu dengan haknya sendiri. ‘Dengan begini, masyarakat akan mau dan paham akan haknya di hadapan hukum,” ujarnya.
Singgalang 22 Agustus 2013
Tak Lelah Urus Masyarakat Sumbar (Padek 4 Agus 2015)
Tak Lelah Urus Masyarakat Sumbar
Ketika bakal calon (balon) kepala daerah lain kian gencar menggalang kekuatan menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember mendatang, namun tak begitu bagi Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang juga menjadi balon gubernur Sumbar. Dia malah bertambah sibuk mengurus masyarakat Sumbar.
Saat ditemui di Pantai Padang akhir, pekan lalu, senyum sumringah selalu terlihat di wajah rang Kuranji Padang itu. Ketika beliau ditanyai soal persiapan Pilgub Sumbar, Irwan malah tertarik membahas bagaimana aktivitas dirinya mengurus rakyat yang belakangan makin padat saja.
Selaku gubernur, dirinya mengaku masih tetap rutin menelusuri daerah-daerah pelosok dengan motor trail. Menggunakan trail, dirinya bisa lebih gampang melihat kondisi riil pembangunan yang tidak terjangkau alat transportasi. Masukan masyarakat yang diterimanya di lapangan, menjadi acuan baginya untuk membuat program pembangunan.
Pria berkaca mata ini, juga rutin memberikan tausyiah kepada masyarakat di mana pun berada, memberikan motivasi kepada masyarakat, untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Irwan juga giat menyampaikan dakwah agama dengan cara berbeda, yakni bermain band dan menyanyikan tembang Islami karyanya sendiri pada iven tertentu. Dia juga bersemangat menghadiri berbagai program dan kegiatan pembangunan di daerah. Seminar dan rapat dengan SKPD dan pemerintah pusat membahas evaluasi berbagai program pembangunan, meninjau hasil pembangunan di lapangan, tetap dilakukan Irwan tanpa kenal lelah.
Salah kegiatan yang baru saja dibukanya adalah Pariaman Expo dan Pameran Pembangunan Kota Pariaman. Bagi Irwan, Pariaman Expo dan Pameran Pembangunan Kota Pariaman merupakan hal yang sangat penting. Melalui iven ini, diharapkan dapat memajukan ekonomi masyarakat. Selain itu, juga dapat memajukan dunia pariwisata Sumbar.
Tidak terhenti saja bicara soal Pariaman Expo, Irwan bercerita soal agenda kegiatannya yang lain di hari itu. Irwan bercerita soal kegiatan memberikan taushiyah pendidik dan tenaga kependidikan Kota Padang di Masjid Raya Sumbar. Tausyiah tersebut dianggap penting, untuk memotivasi tenaga pendidik, agar tetap bersemangat memberikan ilmu kepada generasi muda, demi terciptanya masyarakat Sumbar cerdas.
Selepas itu, Irwan dengan kekuatan fisiknya, tidak pernah berhenti bekerja mengurus masyarakat. Dirinya, terus bergerak menuntaskan jadwal yang telah ditetapkan. Irwan kemudian bersilaturahim dengan PWRI dan pamong senior. Hadir Prof Fachri Achmad (mantan Wagub), para mantan Sekprov seperti Rusdi Lubis dan tokoh lainnya. Pertemuan ini sangat penting, terutama menerima masukan, kritik dan saran terhadap hasil pembangunan Sumbar yang telah dilaksanakan selama kepemimpinannya. “Saya tadi juga menghadiri kegiatan sosialisasi pemberdayaan masyarakat,” terang Irwan.
Melalui salah satu media elektronik, Irwan menyebutkan, dirinya mensosialisasikan pentingnya pemberdayaan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan mengatasi kemiskinan, serta pengangguran. “Pemberdayaan tepat untuk Sumbar, karena rakyat Sumbar punya potensi untuk mandiri dan independen di bidang ekonomi,” terang Irwan.
Apakah berhenti sampai di situ? Tidak. Irwan melanjutkan kerjanya. Dia menghadiri diskusi bagaimana upaya pemerintah membantu petani dengan menempatkan tanaman yang sesuai kondisi tanah. Dalam diskusi tersebut, Prof Dr Ir Zulman H U MP, Rektor Universitas Taman Siswa memberikan buku kepada Irwan Prayitno yang menjelaskan budidaya padi pada lahan marjinal. Irwan menilai, buku tersebut sangat bermanfaat untuk dituangkan dalam program kerja Pemprov Sumbar untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Kendati dijejali kegiatan begitu padat siang hari, bukan berarti kegiatan malam hari tak ada. Irwan mengatakan, kerjanya bahkan tidak mengenal waktu. Hingga malam hari, dirinya masih bekerja. Dia mencontohnya aktivitas pada Jumat malam (31/8). Dia menghadiri napak tilas perjuangan Bagindo Aziz Chan. Irwan memberikan arahan dan melepas peserta napak tilas Perjuangan Pahlawan Nasional Bagindo Aziz Chan di halaman Kantor Gubernur. Turut hadir wali kota Padang dan keluarga almarhum Bagindo Aziz Chan malam itu
Ketika ditanya berapa agenda kegiatannya dalam satu hari. Irwan justru menjawab dengan tertawa lebar. “Kalau ditanya berapa, tidak terhitung. Karena cukup banyak,” terang Irwan.
Bagaimana dengan hari libur, seperti Minggu. Irwan Prayitno ternyata masih bekerja mengurus rakyat. “Seperti, Minggu (2/8), saya berkesempatan meepas atlet olimpiade olahraga siswa nasional (OSN) Sumbar untuk bertarung mewakili utusan Sumbar di Makassar,” terang Irwa
Irwan juga menghadiri silahturahim masyarakat Solok Saiyo Sakato Cabang Belimbing, dan silaturahmi dengan warga Agam Nagari Gadut dan Kototangah.
Berbagai agenda dan kegiatan tanpa mengenal lelah siang dan malam, terus dilakukan Irwan Prayitno setiap hari. Irwan mengaku, kerja keras yang dilakukannya selama ini demi masyarakat dan untuk pembangunan Sumbar. Semua tidak terlepas dari rasa tanggung jawabnya sebagai gubernur Sumbar yang diberi amanah untuk membangun Sumbar yang lebih baik.
“Hingga akhir jabatan saya, saya akan tetap melaksanakan amanah tersebut. Alhamdulillah, selama lima tahun bekerja, saya selalu dalam keadaan sehat. Ini merupakan rahmat Allah SWT, saya diberi kenikmatan kesehatan. Kuncinya keikhlasan,” aku Irwan. (*)
Padang Ekspres, 4 Agustus 2015
Tidur Pukul 24 (Padek 5 Agus 2015)
Tidur Pukul 24.00, Bangun 04.00
Seusai dilantik menjadi gubernur Sumbar pada 15 Agustus 2010 lalu, Irwan Prayitno pun langsung berkomitmen “mewakafkan” dirinya untuk kepentingan masyarakat Sumbar. Baginya amanah menjadi pemimpin bukanlah sebuah kegembiraan. Namun, menjadi tanggung jawab yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, serta kepada Allah SWT.
Tak sekadar berkomitmen, Irwan mewujudkannya dalam perbuatan. Salah satu yang sudah dibiasakannya dan juga sudah menjadi semacam standar operasional prosedur (SOP) baginya, yakni tidur pukul 24.00 dan bangun pukul 04.00. Di luar jam itu, energi putra Kuranji Padang ini seakan tak habis-habisnya.
Ritme kerja Irwan seakan seperti bola yang bergulir, terus bergerak makin lama makin cepat. Beliau terus menjaga gerakan itu terus makin cepat dan makin cepat, tak boleh berhenti. Sesuai teori kelembaman, jika benda bergerak berhenti, maka dia akan sulit untuk mulai bergerak lagi.
“Bagi saya, tidur sekitar empat jam sehari, sudah terasa cukup. Alhamdulillah, itu berjalan sampai sekarang,” sebut Irwan ketika dihubungi Padang Ekspres, kemarin (4/8). Baginya, tidur tak perlu lama-lama. Asal pulas dan nyenyak, sudah cukup baginya.
Selepas itu, dia pun kembali menjalankan aktivitas yang padat.
Sebetulnya, bukanlah sekarang saja Irwan menjalankan kebiasaan satu ini. Namun, jauh sebelum dia menjadi gubernur, kebiasaan ini sudah dijalaninya. Terlebih lagi, setelah dia memutuskan menikahi Nevi Zuairina pada usia 22 tahun pada 1985. Waktu itu, dia baru semester V di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, sedangkan Nevi juga mahasiswa UI semester III.
Sejak saat itu, pria kelahiran 20 Desember 1963 itu, berazam dengan ibundanya hidup mandiri setelah nikah. Selain atas pertimbangan adanya tanggung jawab terhadap keluarga baru dan keluarga besarnya, dia juga ingin beribadah untuk meraih surga. Tepatnya, menuju hidup sukses paripurna, sukses dunia dan akhirat.
Mulai sejak itu, Irwan bersama istrinya harus pandai-pandai membagi waktu antara kuliah, mencari nafkah, serta terpenting berdakwah, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyaratan. Mulai sejak itulah Irwan sudah terbiasa tidur larut malam sekitar pukul 00.00 dan bangun pukul 04.00. Setelah menjadi gubernur, kebiasaannya tidak berubah sampai sekarang.
Yongki Salmeno yang juga teman karibnya, melihat sendiri bagaimana jam tidur alumni SMAN 3 Padang ini. “Sebelum pukul 00.00, kalau masih ada pekerjaan, pastilah diselesaikan. Baginya, tak ada surat yang “menginap” semalam untuk ditandatangani. Begitu pula rapat atau pertemuan lainnya. Bila masih ada waktu, semalam-malam hari tetap dilaksanakan,” sebut Yongki.
Setiap ada hambatan yang tak mampu beliau selesaikan, menurut Yongki, pastilah beliau akan menyerahkannya pada Tuhan. Tuhan akan memberikan jalan-jalan keluar (subula) bagi orang yang bertakwa. “Beliau sangat yakin itu dan telah banyak buktinya,” aku Yongki yang sering mengikuti aktivitas Irwan.
Surat Wal Ashr dan Asy Syarh juga menginspirasi beliau tentang cara memanfaatkan waktu dan cara bekerja. Jika engkau telah selesai mengerjakan sesuatu, maka tetaplah bekerja untuk urusan yang lain. “Selagi bisa diselesaikan hari ini, kenapa harus ditunda sampai besok,” sebut Irwan perihal komitmennya menjaga waktu.
Seiring banyaknya waktu beraktivitas beliau, mulai pukul 04.00 sampai 00.00 (20 jam, red), membuat Irwan leluasa menjalankan kegiatannya. Rata-rata sehari bisa 7 sampai 10 acara yang diikutinya. Tak jarang lokasi acara tersebut saling berjauhan, yang satu di Bukittinggi, satunya lagi di Batusangkar atau bahkan di Dharmasraya, atau waktunya sangat berdekatan, sehingga harus berburu waktu. Soal ini, dia berprinsip lebih baik datang duluan daripada terlambat. Jangan sampai masyarakat kecewa, prinsip itu yang selalu ia jaga.
Boleh dikata, tak ada lagi pelosok Sumbar yang belum dikunjungi Irwan. Sebut saja daerah-daerah terisolir seperti Mentawai, Pasaman, Dharmasraya, Sijunjung atau Solok Selatan. Jika tak bisa dikunjungi dengan kendaraan roda empat, maka daerah itu ia kunjungi menggunakan sepeda motor trail.
Lantas bagaimana Irwan menjaga kondisi fisiknya? Nah untuk satu ini, Irwan punya trik sendiri. Pertama, dia biasanya makan/sarapan teratur, baik pagi, siang dan malam. Bila tak puasa, setiap berkunjung ke daerah, pastilah dia berhenti untuk makan bila waktunya sudah tiba. “Terpenting, makan berimbang dan teratur, sehingga fisik tetap terjaga,” katanya.
Di samping itu, Irwan juga biasa berolahraga minimal sekali seminggu. Tak kalah pentingnya, dia juga mencuri waktu untuk tidur selama perjalanan bila mengunjungi daerah. “Selama saya mendampingi beliau, beliau memang kerap “mencuri” waktu tidur selama dalam perjalanan,” ucap Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Tata Permukiman Sumbar, Suprapto.
Namun dari semua itu, keikhlasan menjadi faktor terpenting bagi Irwan. “Bila kita ikhlas menjalankan apa pun kegiatan, pastilah hati ini terasa lapang. Kelelahan pun seakan tak terasa,” sebut Irwan. (*)
Padang Ekspres, 5 Agustus 2015
Gubernur Irwan jadi Petugas Pajak (padek 5 Nov 2012)
Gubernur Irwan jadi Petugas Pajak
KETIKA ada undangan kepada sejumlah/100 pembayar pajak terbesar dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Barat dan Jambi Muhamad Ismiransyah M Zain—yang baru diangkat/dilantik oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada jabatannya sejak Agustus 2012 lalu, Cucu Magek Dirih mengusahakan diri untuk hadir—lagi pula undangan dengan menyebutkan nama/ada kesan supaya jangan diwakilkan. Juga, ikut hadir dalam acara itu Gubernur Sumatera Barat Prof. Dr. H. Irwan Prayitno Dt. Rajo Bandaro Basa Psi. M.Sc. Di antara sesama pembayar pajak di Padang, Cucu Magek Dirih mengenal sejumlah hadirin, khususnya dunsanak pengusaha dari kawasan Pondok (sebutan populer untuk China Town/pecinaan untuk kota Padang Sumatera Barat)—salah dari satu berkah yang dirasakan Cucu Magek Dirih menghadiri acara.
Yang sangat menarik, selain Cucu Magek Dirih juga berkenalan dengan Kepala Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi yang baru—yang rupanya adalah orang Padang, adalah penampilan Gubernur Irwan Prayitno yang seakan sekaligus menyampaikan sosialisasi perpajakan kepada hadirin. Sungguh luar biasa, Gubernur Irwan tidak hanya menekankan penting/strategis pengetahuan tentang peranan pajak dalam kehidupan pemerintahan dan pembangunan, apalagi kesadaran untuk membayar pajak. Baik pajak pusat maupun pajak daerah. Terlebih lagi, walaupun berbicara tanpa teks, Gubernur Irwan ternyata menguasai materi yang disampaikannya prihal perpajakan tersebut. Panjang lebar Gubernur Irwan bicara, sudah mengambilalih materi presentasi/sosialisasi yang sebelumnya sudah disiapkan Kepala Kanwil DJP Muhamad Ismiransyah M Zain.
Gubernur Irwan Payitno, menguraikan besaran target penerimaan pajak pusat dan pajak daerah tahun 2012 dan rencana penerimaan tahun 2013 berikut angka-angkanya secara mendetail—secara skala nasional dan wilayah Provinsi Sumatera Barat. Yang bagi Cucu Magek Dirih amat menarik, gaya/cara dan pembahasaan penyampaian sosialisasi pengetahuan tentang keberadaan/peranan penerimaan perpajakan membiayai pembangunan dan kesadaran wajib pajak dalam membayar kewajiban pajaknya. Lunak, lembut, tapi, tegas. Lunak dan lembut karena bagian dari upaya mengajak/membangun kesadaran, dan tegas karena penting/strategis penerimaan pajak membiayai kegiatan pemerintahan dan program pembangunan dengan menyebut sejumlah contoh—yang dikemukakannya adalah pembangunan di Provinsi Sumatera Barat sendiri.
Secara bergurau—sebetulnya justru serius, Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi/M Ismiransyah M Zain sendiri sebagai kepala Kanwil, justru menurut Cucu Magek Dirih lebih baik ”bukan orang pajak” semata yang menyampaikan sosialisasi, yang membagi informasi/pengetahuan tentang keberadaan/peranan perpajakan dalam pembangunan, dan membangun kesadaran membayar pajak/mengajak para pembayar pajak memenuhi kewajiban membayar pajak—termasuk mengetuk kesadaran pembayar pajak/calon pembayar pajak membayar pajak dengan jujur. Justru bilamana pihak DJP/Kanwil DJP mampu melibatkan prominent figures/tokoh populer yang terpandang dan dihormati untuk ikut melakukan misi yang sama, hasilnya kemungkinan lebih efektif/berhasil? Sebagaimana halnya Gubernur Irwan Prayitno melakukan/menjadi petugas pajak malam itu.
MEMANG, paling tidak dalam pemahaman/perspektif Cucu Magek Dirih, tingkat kesadaran dan kepatuhan pembayar pajak—juga calon pembayar pajak—barulah sampai sebatas ”kewajiban” (tanda petik untuk memberikan aksentuasi), dan belum dalam perspektif ”kesadaran” tentang keberadaan/peran penerimaan pajak dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan/pembangunan!? Artinya, penyampaian informasi/pengetahuan tentang pajak masih belum maksimal/belum efektif/mungkin belum sepenuh tepat—sebagaimana yang sudah diupayakan/diusahakan Kanwil dan cabang DJP sejauh ini. Setidaknya belum lagi maksimal dalam melibatkan local prominent figures dalam/ikut berperan menyampaikan informasi/pengetahuan tentang keberadaan/peranan penerimaan pajak dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan.
Saat berbicara langsung dengan Kepala Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi M Ismiransyah M Zain/jajaran, Cucu Magek Dirih memperjelas keberadaan/peranan, cara/pendekatan, dan langkah Gubernur Irwan membagi informasi/pengetahuan tentang pajak/penerimaan pajak. Yaitu dalam analogi mengaitkan besar nilai pajak yang diterima cabang/Kanwil DJP dengan nilai anggaran pembangunan—sungguh amat cerdas dan menyentak. Memang, realisasi pencapaian target penerimaan pajak DJP Sumatera Barat Jambi pada posisi 17 dari 31 DJP—itu sudah termasuk tertinggi secara nasional. Target penerimaan pajak PPN dan PPh Kanwil DJP Sumatera Barat Jambi Rp 5,362 triliun. Sumatera Barat Rp 2,78 triliun dan Jambi Rp 2,58 triliun. Realisasi pencapaian penerimaan pajak Sumatera Barat Jambi 2010 dan 2011, 97 persen, dan untuk tahun 2012 diharapkan 100 persen. Sampai September 73 persen dari taget p 5,362 triliun. Tahun 2013, target DJP Sumatera Barat Jambi naik 22 persen, menjadi Rp 6,542 triliun.
Secara nasional, sampai 15 Oktober 2012, realisasi penerimaan pajak tahun 2012 baru 70,52 persen, atau baru Rp 624,164 triliun dari target. Realisasi penghasilan dari minyak/gas Rp 66,43 triliun dari target Rp 67,91 triliun. Realisasi dari penerimaan pajak penghasilan nonmigas mencapai 68,82 pesen dari target Rp 445,733 triliun. Dan realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan barang mewah sedikit lebih baik dibanding penerimaan PPh nonmigas. Penerimaan PPN dan PPn BM sebesar Rp 241,04 triliun atau 71,73 persen dari target PBNP 2012, Rp 336,05 triliun. Perkembangan kinerja penerimaan pajak tahun 2012 tersebut cukup membuat gamang Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Walau realisasi tahun 2012 demikian, taget tahun 2013 pula, justru naik signifikan.
Menurut Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013, pemerintah menargetkan pendapatan negara Rp 1.529,67 triliun naik 12,6 persen dari APBNP 2012. Belanja tahun 2013 naik 8,7 persen menjadi Rp 1.683,01 triliun. Peningkatan sumber pendapatan dan pengeluaran negara menyebabkan ada defisit anggaran 2013 Rp 153,34 triliun (1,65 persen) dari product domestic bruto (PDB) dibandingkan (2,23 persen) dari PDB pada APBNP 2012. Dari nilai APBN 2013, target pendapatan pajak Rp 1.193 triliun atau naik 17,4 persen dibandingkan penerimaan pajak tahun 2012, Rp 1.016,2 triliun. Pendapatan PPh ditargetkan Rp 548,8 triliun, naik 13,9 pesen dibanding tahun 2012. Dalam kondisi dan perkembangan global, khusus krisis keuangan di Eropa, dan kinerja perkembangan penerimaan tahun 2012, target penerimaan Indonesia dalam APBN 2013 itu relatif berat.
Untuk Provinsi Sumatera Barat sendiri, penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (PKB-BBNKB), untuk tahun 2012 ditargetkan Rp 661,2 miliar, dan sampai akhir Agustus 2012 realisasi tercapai Rp 395,2 miliar, atau baru 59 persen—seharusnya sampai Juli sudah 66 persen. Sebetulnya sampai Agustus 2012 ditargetkan 19.954 unit pajak kendaraan bermotor baru yang terealisasi hanya 10.576 unit. Potensi penerimaan ditargetkan Rp 6,55 miliar yang terealisasi hanya Rp 4,17 miliar atau 63,63 persen. Dan, BBNKB kendaraan baru ditargetkan 19.954 unit, yang terealisasi 10.576 unit kendaraan. Realisasi penerimaan Rp 27,6 miliar dari target Rp 41,4 miliar. Jika dilihat target Januari-Agustus 2012 dari dua jenis penerimaan, senilai Rp 520,5 miliar yang terealisasi sebesar Rp 290,2 miliar, 55,75 persen.
KARENA itu, apa disampaikan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno Dt Rajo Bandaro Basa ketika berbicara pada pertemuan dan ramah-tamah 100 pembayar pajak terbesar di Hotel Pangeran Padang lalu, sama hal kegamangan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, kemungkinan berangkat dari concern beliau tehadap kinerja penerimaan pajak daerah Sumatera Barat sendiri. Kelihatannya, Gubernur Irwan amat bersungguh-sungguh untuk mengajak semua pihak di sini menyadari keterkaitan langsung antara wajib pajak dan penerimaan pajak serta penyelenggaraan pemerintahan/program pembangunan. Bahkan tak hanya masalah penerimaan pajak daerah, juga penerimaan pajak pusat. Sebab, Sumatera Barat termasuk provinsi—bersama 19 kabupaten/kota, menerima dana APBN yang lebih besar daripada nilai pajak yang diberikan sebagai penerimaan APBN.
Karena itu pula, ketika berbicara dengan Kepala Kanwil DJP Sumatera Barat Jambi M Ismiransyah M Zain, Cucu Magek Dirih menyampaikan kemungkinan kalaborasi Kanwil DJP Sumatera Barat Jambi dengan pemda provinsi dan pemda kabupaten/kota se-Provinsi Sumatera Barat semakin diperjelas formulanya. Misalnya, pihak Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi mem-break down target penerimaan pajak tidak hanya menurut skala provinsi, tapi, juga skala kabupaten/kota—bahkan skala kecamatan. Berapa nilai semua pendapatan pajak satu kecamatan dan atau tiap kabupaten/kota, misalnya, dan pemerintah daerah dapat membuat analogi berapa pula nilai dari anggaran pembangunan periode tahun berjalan yang sama untuk kecamatan dan atau untuk kabupaten/kota yang berangkutan: apa lebih besar pendapatan pajak atau lebih besar dana pembangunan?
Dalam perspektif/rencana strategis demikian, Kanwil DJP dan juga Badan Pengelola Keuangan Daerah provinsi dan kabupaten/kota se-Provinsi Sumatera Barat bekerja sama dengan mengajak pula sejumlah potensi ketokohan di tingkat bawah (kecamatan dan nagari/kelurahan): seperti alim-ulama/ninik-mamak/cadiak-pandai/bundolanduang dan potensi prominent figures lainnya untuk membagi informasi/pengetahuan tentang pajak, posisi/peranan penerimaan pajak dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dan dalam membangun kesadaran tentang membayar pajak. Dalam keberadaan posisi/peranan penerimaan pajak dalam APBN dan juga APBD provinsi/kabupaten/kota, maka kondisi maksimal demikian mutlak dibangun/dikondisikan/dilaksanakan. Dalam hal demikian, menurut Cucu Magek Dirih, Gubernur Irwan Prayitno menjadi pioneer! (*)
- Sutan Zaili Asril
Wartawan Senior
Padang Ekspres 5 November 2012
Demi Pendidikan (Padek 6 Agus 2015)
Demi Pendidikan, Irwan Langsung Daftarkan Anak
Kesuksesan seorang pemimpin, pastilah tercermin dari keluarganya. Agaknya ungkapan itu pantas dilekatkan pada sosok Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno. Keberhasilannya memimpin Sumbar sejak lima tahun terakhir, juga tercermin dari kepiawaiannya dalam memenej keluarganya bersama Nevi Zuairina Irwan Prayitno, sang istri. Keduanya bahu-membahu memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya.
Pagi itu, aktivitas penerimaan siswa baru SMAN 1 Padang, tiba-tiba dikejutkan dengah kehadiran orang nomor satu di Sumbar. Guru, karyawan, siswa dan lainnya, termasuk orangtua siswa yang hadir waktu itu, terkejut bukan kepalang. Terlebih lagi, kedatangan rang Kuranji Padang itu tanpa pemberitahuan sebelumnya. Bahkan, pihak sekolah mengaku tak pernah melayangkan undangan untuk menghadirkan bapak 10 anak itu.
Namun setelah diselidik, barulah diketahui bahwa kedatangan pria kelahiran 20 Desember 1963 itu, tak lain untuk mendaftarkan anak ketujuhnya Shohwatul Islah (sekarang kelas II, red), ke salah satu sekolah terbaik di Sumbar itu. Seakan tak mau diistimewakan, Irwan pun mengikuti segala proses pendaftaran seperti orangtua lainnya.
Biarpun begitu, kehadiran tamu spesial tanpa pengawalan itu, tetap saja membuat buncah aktivitas di SMA 1 Padang saat itu. Beberapa guru, karyawan, orangtua serta siswa, berlarian mendekati Irwan, sekadar bersalaman, selfie atau lainnya. Seakan tak mau membuat masyarakatnya kecewa, Irwan pun melayani setiap permintaan yang diutarakan kepadanya.
Beberapa orangtua yang ditemui koran ini, terkagum-kagum melihat Irwan langsung mendaftarkan anaknya. Memang tak ada yang aneh, namun yang membuat orang takjub, orang nomor satu di Sumbar itu turun langsung mendaftarkan anaknya. Tak seperti orangtua lainnya, cenderung lebih suka melepaskan tanggung jawab pendidikan anaknya pada guru atau pihak lainnya.
“Bagi saya, sesibuk apa pun saya, namanya keluarga tetap menjadi nomor satu. Termasuk, memperhatikan pendidikan bagi anak-anak. Kendati saya di sini, namun saya tahu sedang apa dan bagaimana aktivitas anak-anak saya sekarang ini,” ujar alumni SMA 3 Padang itu yang juga mantan ketua Komisi X DPR.
Irwan menuturkan bahwa pendidikan bagi anak-anak merupakan hal penting dalam menentukan masa depan anak. Itulah sebabnya, dia selalu memberikan masukan dan saran pilihan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya. “Untuk pendidikan anak-anak, saya selalu memberikan masukan pilihan ilmu dan pendidikan yang sesuai potensi anak,” jelas Irwan.
Pria berkaca mata ini juga mengaku dalam berkomunikasi, dirinya selalu rutin menanyakan bagaimana perkembangan sekolah anak-anaknya. Tugas itu rutin dilakukannya bergantian bersama istri tercintanya. Bahkan tidak jarang, Irwan rela mendatangi sekolah tempat anaknya menuntut ilmu. Menanyakan kepada guru-gurunya, bagaimana perkembangan anak-anaknya di sekolah. “Saya pernah ke sekolah langsung menanyakan bagaimana anak-anak saya di sekolah,” ujarnya.
Tidak hanya pendidikan formal, Irwan juga selalu memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya. Nilai-nilai agama ditanamkan melalui pendidikan dasar dengan menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren dan sekolah agama. Irwan juga selalu rutin menanyakan kepada anak-anaknya apa sudah shalat atau belum. Juga, mengajak keluarganya selalu rutin berjamaah shalat Maghrib dan Subuh. Selain itu, juga rutin itikaf bersama keluarga di akhir Ramadhan.
Khusus itikaf ini, memang sudah dibiasa Irwan setiap 10 hari akhir Ramadhan. Seluruh anak-anaknya, termasuk menantu dan cucunya, sudah terbiasa ikut itikaf di mushala di Kompleks Gubernuran. Bahkan, Irwan yang biasanya memiliki jadwal padat waktu itu, tetap menghadiri itikaf tersebut.
Salah seorang rekan Irwan, Rinaldi mengamini kebiasaan Irwan ini. “Biarpun beliau banyak mengisi kegiatan di 10 hari terakhir Ramadhan, beliau tetap ikut itikaf bersama keluarga besarnya. Kebersamaan dan kehangatan sangat terlihat dalam keluarga ini,” sebut Rinaldi.
Lebih mengherankan Rinaldi, selama beraktivitas bersama Irwan, dia tak pernah melihat anak-anak Irwan bertengkar. “Saya kan hampir setiap hari bersama beliau, tak pernah saya dengar anaknya bertengkar. Mungkin inilah keberkahan yang diberikan tuhan kepada beliau,” ujar Rinaldi yang tak habis pikir kenapa itu terjadi.
Berkat keikhlasannya dan kerja keras mendidik anak, Irwan bersama istrinya, berhasil membuat anak-anaknya mendapat pendidikan terbaik. Anak-anaknya mampu kuliah di perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia dan luar negeri. Anak pertama Irwan Prayitno, Jundi Fadhlillah yang telah menikah Aisyah Ramadhani, berhasil menamatkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Jurusan Manajemen dan Southern New Hampshire University, Amerika Serikat.
Berikutnya, anak kedua Irwan Prayitno, Waviatul Ahdi yang menikah dengan Irfan Aulia Saiful menamatkan kuliah di FKG Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Dhiya’u Syahidah yang menikah dengan Fallery, menamatkan kuliah di SBM ITB dan Westminster University. Anwar Jundi, kuliah di Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB dan Atika saat ini kuliah di FE UI, Ibrahim (kuliah di Jurusan Teknik Kimia UI).
Sementara, Shohwatul Islah, sekolah di SMA 1 Padang, Farhana (SMA 1 Padang, Laili Tanzila (SDIT Adzkia) dan si bungsu Taqiya Mafaza (SDIT Adzkia). Bagaimana bisa seorang Irwan Prayitno bersama Istri Nevi Zuairina berhasil memberikan pendidikan yang terbaik buat anak-anaknya.
Tak hanya pendidikan, Irwan juga berusaha semaksimal mungkin membuat anak-anaknya nyaman. Bahkan untuk urusan pulsa saja, Irwan setiap waktu menyuplainya. Kondisi ini sudah berlangsung sejak lama. “Ketika pulsa mereka habis, pastilah mereka mengasih tahu kepada saya,” ujar Irwan yang setiap waktu memantau aktivitas anak-anaknya. (*)
Padang Ekspres, 6 Agustus 2015
Ketika Gubernur Berkunjung ke Mentawai (Padek 6 Des 2012)
Ketika Gubernur Berkunjung ke Mentawai
Pakai Sandal Jepit, Sulit Dikenali Warga
Padang Ekspres • Selasa, 06/12/2011 14:42 WIB • Iswanto Ja — Mentawai •
Poom…poom…poom. Suara bel KM Ambu-Ambu yang membawa rombongan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno itu langsung disambut pagar betis dari tim gabungan keamanan Polres dan Kodim Mentawai. Kedatangan orang nomor satu di Sumbar itu sudah pasti membawa misi untuk melantik orang nomor satu di Bumi Sikerei.
Sekitar pukul 06.00 WIB, KM Ambu-Ambu mendarat di Dermaga Tuapejat Mentawai, Senin (5/12). Perlahan, pintu kapal dibuka dan langsung berhamburan keluar penumpang kapal yang sesak padat.
Sementara itu, panitia pelantikan sudah siap menyambut gubernur. Namun, sosok Irwan Prayitno sulit dikenali begitu keluar dari pintu kapal. Sebab, penampilan mantan anggota DPR itu tak ubahnya penumpang kapal lainnya.
Celana jins hitam dengan kaos oblong abu-abu dengan jaket kulit hitamnya, membuat warga Bumi Sikerei dan jajaran SKPD tidak mengenal gubernurnya. Keluar dari kapal, Irwan Prayitno bersama istri berjalan santai sambil senyum ramah di belakang seorang pekerja angkat barang kapal.
“Mana pak gubernur, kok tukang angkat karung yang keluar,” tanya seorang warga yang berdiri persis di samping Padang Ekspres karena tidak sabar melihat gubernurnya.
Bukan hanya warga, beberapa PNS dan polisi yang menjaga keamanan sepanjang jalan di Dermaga Tuapejat juga hampir tidak mengenal sosok gubenur. Sampai di loket tiket kapal, baru Irwan Prayitno bersama istri masuk ke dalam mobil yang dikawal mobil patroli dari Polres Mentawai.
“Lho, pak gubernur sudah naik mobil, kok tidak kelihatan keluar dari kapal ya,” kata seorang warga yang belum sempat melihat gubernurnya datang. Maklum, kedatangan Irwan Prayitno di dermaga tidak disambut dengan berbagai tarian adat atau kalung kerangka bunga layaknya kebiasaan kedatangan pejabat tinggi.
Di kedai lontong, seorang polisi yang sedang sarapan pun menceritakan kecemasannya terhadap keamanan gubernur Sumbar. Sebab protap standar VVIP yang sudah disusun justru kurang maksimal dalam menyambut Irwan Prayitno.
“Biasanya pejabat itu pakai baju safari atau batik dan diberi jalan khusus. Tapi ini tidak, pakaian gubernur seperti gaya cover boy, dan berjalan sama dengan kerumunan penumpang lainnya. Tentu tidak kelihatan dengan petugas keamanan. Padahal, Irwan Prayitno itu di samping gubernur juga ustad, tapi penampilannya sangat berbeda jauh,” katanya dengan cemas sambil terus melahap sarapan lontongnya.
Di sebelah kiri depan kantor bupati, masyarakat pendukung Yudas-Rijel sudah duduk rapi menghadap TV LCD berukuran 32 inchi. Sementara panas matahari mulai mengusik konsentrasi. Namun, masyarakat tidak menghiraukan dan tetap menunggu hasil keputusan surat sakti dari Mendagri yang akan dibacakan gubernur itu.
Setelah SK dibacakan, tepuk tangan meriah pun bergemuruh. Hebohnya lagi, ketika Yudas-Rijel selesai dilantik, suara teriakan dukungan dari massanya pun terdengar lantang. “Maju terus moncong putih. Bangkit perjuangan,” kata pendukung Yudas. (***)
Padang Ekspres, 6 December , 2011
Gunakan Motor Trabas (Padek 7 Agus 2015)
Gunakan Motor Trabas, Tembus Daerah Terisolir
Bagi sebagian orang melakoni olahraga ekstrem semisal trabas, jelas bukanlah sebuah pilihan yang menarik. Di samping harus bernyali besar, namun juga harus siap-siap dihadapkan pada risiko besar. Namun tak begitu bagi seorang Irwan Prayitno, gubernur Sumbar. Baginya olahraga satu ini bukanlah sekadar hobi, namun menjadi sarana menjangkau daerah pinggiran yang sulit ditembus kendaraan roda empat.
Berpakaian bak seorang pebalap motocross, rombongan tim Sumbar I dan Motrap plus tim trabas Solok mulai memanaskan mesinnya di halaman Kantor Camat Tigonagari, Kecamatan Solok. Hanya dalam hitungan menit, rombongan yang dipimpin Irwan Prayitno ini pun mulai menyusuri jalan guna menerobos Nagari Garabakdata, satu-satunya nagari terisolir di Kabupaten Solok.
Awalnya (dua jam pertama, red) rombongan begitu menikmati pemandangan alam yang tersaji di hadapan. Namun, memasuki bagian dalam kawasan tersebut kondisi ruas jalan semakin berat. Jalan berlumpur dan kubangan terpampang di hadapan. Belum lagi tantangan licinnya jalan, dan samping kiri-kanannya terhampar jurang menganga. Kondisi ini kian memacu andrenalin rombongan.
Bahkan, mobil patrol polisi milik Polres Solok yang bertugas mengawal Wakil Bupati Solok Desra Ediwan yang turut mengawal rombongan, terjebak lumpur. Upaya mengeluarkan mobil menggunakan winch, tak berhasil. Winch putus. Namun, berkat kerja sama melibatkan rombongan pengawal lainnya, akhirnya mobil berhasil dikeluarkan.
Ya, begitulah tantangan yang harus dilewati Irwan dan rombongan guna mendatangi nagari berpenduduk 963 Kepala Keluarga (KK) atau 2.556 jiwa itu. Tak ada penerangan listrik atau pun sinyal handphone. Bahkan, kuda beban masih menjadi sarana angkutan primadona masyarakat setempat membawa hasil pertanian atau pun barang belanjaan.
Setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam, barulah Irwan dan rombongan sampai di lokasi. Sambutan penuh keharuan dan keramahan masyarakat terhadap orang nomor satu di Sumbar itu, membuat Irwan dan rombongan ikut terenyuh. Masyarakat setempat berharap kedatangan rang Kuranji Padang bersama pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD), bisa membawa perubahan terhadap kampungnya.
Setelah menghimpun aspirasi masyarakat, Irwan pun menyerahkan bantuan kepada masyarakat setempat, termasuk berjanji memperbaiki jalan menuju nagari tersebut. “Kita tak ingin masyarakat Garabakdata merasa terpinggirkan dan terisolasi lagi,” ujar Irwan. Dia pun berjanji merealisasikan harapan masyarakat setempat.
Bagi Irwan menggunakan motor trabas bukanlah untuk sekadar gagah-gagahan. Namun banyak hal yang didapatnya bila menggunakan motor trabas ini. “Ambo maraso do trabas iko ambo bisa manyapo dan manjapuik aspirasi masyarakaik langsung ka tampeknyo. Ambo pun bisa marasoan denyut pembangun dan keinginan langsung dari masyarakaik,” kata suami Nevi Zuarina itu.
Itulah sebabnya, sudah berulang kali Irwan blusukan menggunakan motor trabas ini. Sebut saja menelusuri Kapur IX Limapuluh Kota, Sungai Lolo Pasaman, Nagari Ampiang Parak, Jorong Gadang Pesisir Selatan, termasuk melintasi kawasan pinggiran di Solok Selatan.
Bagi Irwan, ada kepuasan tersendiri yang dirasakannya ketika bertemu langsung dengan masyarakatnya. Terlebih, masyarakat yang belum tersentuh pembangunan. “Kita bisa mengetahui bahwa masih banyak daerah di Sumbar belum memiliki jalan yang baik. Ini terlihat pada daerah terisolir,” ujarnya.
Sebetulnya, menunggangi motor trabas merupakan hobi Irwan sejak SMA dulu. Dia biasa berlatih di belakang rumahnya orangtuanya di Taratakpaneh Kuranji Padang. “Dulu di belakangan rumah itu ada tanah lapang milik keluarga, di sanalah saya memulai menekuni motor trabas ini sampai sekarang,” ujar bapak 10 anak ini.
Nah kepiawaiannya menunggangi motor trabas ini, kini dia manfaatkannya menjadi sarana mendatangi masyarakat di daerah terisolir. Kendati menguras tenaga ekstra plus keberanian dan keahlian, namun tak membuat nyali Irwan ciut. Malahan, dia semakin tertantangan untuk mengunjungi seluruh daerah terisolir di Sumbar.
Yang membuat banyak orang takjub, energi Irwan seakan tak habis-habisnya. Ambil contoh ketika menembus Garabakdata. Kendati memakan waktu delapan jam pulang-pergi, tapi semangatnya seakan tak pernah redup. “Entah apa yang membuat beliau seperti itu. Yang pasti, beliau selalu bersemangat dan seakan tak pernah sakitnya,” ujar wartawan Padang Ekspres Revdi Iwan Syahputra yang turut mendampingi Irwan ke Garabakdata.
Irwan boleh dikata sosok spesial yang berbeda dari kebiasaan pemimpin daerah lainnya. Sosok penuh dedikasi dan dihormati warga Sumbar ini. Menelusuri jalan terjal, tikungan tajam, dan penurunan sempit, sudah menjadi hal biasa baginya. Padahal, bahaya bisa mengancam dirinya kapan saja. Namun itulah Irwan, pemimpin yang ingin selalu dekat dengan masyarakatnya. (*)
Padang Ekspres, 7 Agustus 2015
Menyanyi atau Main Band (Padek 10 Agus 2015)
Menyanyi atau Main Band, Semuanya jadi Sarana Dakwah
SAMBIL memetik gitar, pria berkacamata itu terlihat enjoy melantunkan lagu bergenre religius. Sesekali tatapan matanya tertuju pada sosok perempuan berkerudung biru di sampingnya. Senyum mengembang, tak mau lepas di wajah perempuan berjilbab itu.
Ya, itulah cuplikan video klip “Kau Istriku” yang diciptakan sekaligus dinyanyikan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno melibatkan istrinya, Hj Nevi. Lagu “Kau Istriku” memang khusus diciptakan Irwan buat sang istri, sebagai luapan kerinduannya terhadap sang istri yang tengah umrah ke Mekkah pertengahan tahun 2013 lalu.
Di awal-awal kemunculan klip lagu itu, sempat mencuri perhatian masyarakat Sumbar. Kendati begitu sederhana, namun di situlah orang tahu bahwa orang nomor satu di Sumbar itu memiliki jiwa seni. Bukan sekadar menyanyikan lagu orang lain, namun lagu ciptaan sendiri.
“Klip lagu itu memang tak digarap secara serius. Serba mendadak. Idenya muncul selepas santap sahur Ramadhan 2013 lalu,” papar pria yang sudah menulis 40-an judul buku itu.
Awalnya, klip video yang direkam menggunakan video kamera digital biasa itu, hanya untuk konsumsi terbatas. Namun atas berbagai pertimbangan, klip lagu itu di-upload ke Youtube. Hanya melalui informasi mulut ke mulut, lagu itu banyak diklik berbagai kalangan. Sejak di-upload, tercatat sudah 22.157 orang mengklik lagu itu.
“Ini (lagu Kau Istriku, red) adalah penghargaan pada istri saya, dan begitu pula hendaknya bagi para suami. Selama ini lagu-lagu dari segi cinta, janda dan selingkuhan lebih banyak. Makanya, saya khusus menciptakan lagu untuk istri saya,” kata Irwan.
Lagu “Kau Istriku” bukanlah lagu pertama dan terakhir yang diciptakan bapak 10 orang anak itu. Ternyata, Irwan sudah banyak menciptakan lagu. Tercatat, sudah buah album dihasilkan putra Kuranji Padang itu. Selain album “Kau Istriku”, baru-baru ini Irwan juga me-launching album “Cinta Sesama”.
Peluncuran album lagu-lagu religi karya cipta Irwan Prayitno tersebut, dilaksanakan di Theater Terbuka Taman Budaya Padang, Sabtu (27/6). Lagu religi ini mengandung pesan mendalam. Yakni, setiap manusia harus bisa saling mencintai sesama manusia.
Karya ini lahir, menurut Irwan, berawal dari keinginannya untuk memanfaatkan media seni musik sebagai media dakwah dalam memberikan informasi dan mengajak masyarakat untuk hidup lebih baik secara Islami. Selain itu, juga memberikan inspirasi dan motivasi bagi kalangan generasi muda untuk maju dan kreatif dalam mengembangkan potensi diri.
Ada 10 lagu dalam album religi tersebut, yakni “Santuni Fakir Miskin”, “Takdir Illahi”, “Kawan Sejati”, “Memuliakan Anak”, “Sayangi Anak Yatim”, “Kau Istriku”. Lalu, “Ayahku”, “Kepada-Mu”, “Anakku Penyejuk Hatiku”, dan terakhir berjudul “Allah Ta’alla”.
Sebetulnya, tak ada darah seni mengalir dalam diri pria kelahiran 20 Desember 1963 ini, baik dari sang bapak maupun ibunya. “Saya menyukai musik sejak tahun 2012. Setelah menjadi gubernur. Karena, setiap acara gubernur sering diminta untuk nyanyi . Akhirnya, saya pun belajar nyanyi dan juga belajar main drum,” tutur penyuka olahraga ekstrem itu.
Sudah menjadi karakternya, profesor satu ini tak mau setengah-setengah menggeluti sesuatu. Bila sesuatu sudah diputuskannya, sosok Irwan bersungguh-sungguh mencapai keinginannya itu. “Sampai pukul 00.00 pun, pastilah akan saya pelajari. Alhamdulillah, akhirnya bisa,” kata Irwan menjelaskan perjuangannya sampai bisa bermain musik dan melagu.
Rinaldi, salah seorang sahabat dekat Irwan, mengakui seperti itulah (bersungguh-sungguh, red) seorang Irwan. “Beliau tak akan pernah berhenti, bila keinginannya belum tercapai. Begitu juga dalam belajar nyanyi atau main drum. Selepas seluruh pekerjaannya selesai, dia terus belajar sampai berhasil,” aku Rinaldi.
Nah, berkat kerja kerasnya belajar menyanyi dan bermain musik, kini Irwan bertambah percaya diri. Bahkan, pada penutupan Teknologi Tepat Guna di GOR H Agus Salim 2014 lalu, Irwan berkolaborasi dengan grup band Gigi menyanyikan lagu “Akhirnya”. Lalu, pada sebuah orkestra di Institut Seni Indonesia Padangpanjang (ISI).
Namun soal hobi menyanyi atau main band ini, bukanlah ditujukan Irwan sebagai ajang gagah-gagahan atau mencari popularitas. Lebih daripada itu, Irwan ingin memanfaatkannya guna menjadi sarana berdakwah. Itulah sebabnya, masyarakat bisa memperolehnya secara cuma-cuma.
Padang Ekspres, 10 Agustus 2015
Ciptakan Enam Lagu (padek 10 Feb 2014)
Ciptakan Enam Lagu, Tahu Detail Aktivitas Anak
Sisi Lain Kehidupan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno
“Terbenam” dalam urusan protokoler, seakan nyaris membuat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno kehilangan sisi humornya. Namun siapa sangka, putra Kuranji Kota Padang itu, ternyata pandai “mencuri” waktu guna menikmati hidup sebagai orang kebanyakan.
Sambil memetik gitar, pria berkacamata itu terlihat enjoy melantunkan lagu bergenre religius. Sesekali tatapan matanya tertuju pada sesosok perempuan berkerudung biru di sampingnya. Senyum mengembang, tak mau lepas di wajah perempuan berjilbab itu.
Tak ada yang menonjol dalam video klip yang diupload di Youtube pertengahan tahun lalu itu.
Selain sangat sederhana, suasana romantis yang harusnya bisa dijual dalam klip itu, nyaris tak terlihat. Malah terkesan kaku, dan terlalu dipaksakan.
Namun, bukan itu sebetulnya yang menjadi nilai jual video klip berlatar gedung Gubernuran Sumbar itu. Tapi, kedua sosok yang tampil dalam video klip tersebut. Keduanya bukan orang biasa. Bukan artis, bukan pula penyanyi berkelas.
Ya, itulah Gubernur Sumbar Irwan Prayitno bersama istrinya, Hj Nevi. Lagu “Kau Istriku” memang secara khusus diciptakan Irwan buat sang istri. Itulah luapan kerinduan Irwan ketika dibunuh sepi, ditinggalkan istrinya ketika menjalani ibadah umrah ke Mekkah pertengahan tahun lalu.
Di awal – awal kemunculan klip lagu itu, sempat mencuri perhatian masyarakat Sumbar. Kendati begitu sederhana, namun di situlah orang tahu bahwa orang nomor satu di sumbar itu, memiliki jiwa seni. Bukan sekadar menyanyikan lagu orang lain, namun lagu ciptaan sendiri.
“Klip lagu itu memang tak digarap secara serius. Serba mendadak. Idenya muncul selepas santap sahur Ramadhan tahun lalu. Waktu itu, Aris (eksekutif produser padang TV) mengusulkan bagus juga dibikin klip lagu “Kau Istriku”. Tanpa banyak pertimbangan, ya muncullah klip itu,” papar pria yang sudah menulis 40-an judul buku itu.
Awalnya, klip video yang direkam menggunakan video kamera digital biasa itu, hanya untuk konsumsi terbatas. Namun atas inisiatif Aris, klip lagu itu di upload ke youtube. Hanya melalui informasi mulut ke mulut, lagu itu banyak diklik berbagai kalangan. Sejak diupload, tercatat sudah 11 ribu-an orang mengklik lagu itu.
“Ini (lagu Kau Istriku,red) adalah penghargaan pada istri saya, dan begitu pula hendaknya bagi para suami. Selama ini lagu-lagu dari segi cinta, janda dan selingkuhan lebih banyak. Makanya, saya khusus menciptakan lagu untuk istri saya,” kata Irwan.
Lagu Kau Istriku bukanlah lagu pertama dan terakhir yang diciptakan bapak 10 orang anak itu. Paling kurang sudah enam lagu berhasil diciptakannya. Selain Kau Istriku, suami Nevi Zuairina juga menciptakan lagu Kepada Mu, Anakku Penyejuk Hatiku, Ayahku, Allah Taala, dan Rasul Teladanku.
“Semuanya bergenre lagu religi,” aku Irwan yang di tengah kesibukannya masih menyempatkan diri berbagi ilmu dengan mengajar di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta. Setiap semester (enam bulan, red), Irwan mengajar 12 kali, biasanya setiap Sabtu.
Sebetulnya, tak ada darah seni mengalir dalam diri pria kelahiran 20 Desember 1963 ini, baik dari sang bapak maupun ibunya. Boleh dibilang, Irwan “terpaksa” bersentuhan dengan dunia seni. Bila boleh dibilang, sebuah “kecelakaan”.
Ya, semua itu terjadi sejak Irwan menjadi gubernur. Boleh jadi Irwan “terperangkap” dalam ungkapan “belum bisa menjadi pejabat, bila tak bisa menyanyi”. Biasanya, setiap ada acara, pastilah Irwan diminta membawakan lagu.
“Saya menyukai musik sejak tahun 2012. Setelah menjadi gubernur. Karena, setiap acara, gubernur sering diminta untuk nyanyi. Akhirnya (terpaksa) belajar nyanyi dan juga belajar main drum,” tutur penyuka olahraga ekstrim itu.
Sudah menjadi karakternya, professor ini tak mau setengah-setengah menggeluti sesuatu. Bila sesuatu sudah diputuskannya, sosok Irwan bersungguh-sungguh mencapai keinginan itu. “Sampai pukul 00.00 pun, pastilah akan saya pelajari. Alhamdulillah, akhirnya bisa,” kata Irwan menjelaskan perjuangannya sampai bisa bermain musik dan melagu.
Rinaldi, salah seorang sahabat dekat Irwan, mengakui seperti itulah (bersungguh-sungguh,red) seorang Irwan. “Beliau tak akan pernah berhenti, bila keinginannya belum tercapai. Begitu juga dalam belajar nyanyi atau main drum. Selepas seluruh pekerjaannya selesai, dia terus belajar sampai berhasil,” aku Rinaldi.
Nah, berkat kerja kerasnya belajar menyanyi dan bemain music, kini Irwan bertambah percaya diri. Bahkan, pada penutupan Pameran Teknologi Tepat Guna di GOR H agus Salim, Irwan berkolaborasi dengan grup band GiGi menyanyikan lagu “Akhirnya”. Jumat (7/2) lalu, Irwan disaksikan seribu pasang mata tampil membawakan lagu “kau Istriku” diiringi orchestra di Institut Seni Indonesia Padang Panjang (ISI).
Karate, Badminton, Trabas
Bermain musik, ternyata bukanlah satu – satunya hobi pria asal Taratakpaneh, Kuranji itu. Ketika Padang Ekspres menyambangi rumah dinas Gubernur, Selasa (11/2) petang, si tuan rumah sedang bersiap bermain badminton ba’da Maghrib. Paginya (Rabu, 12/2) berlatih karate.
Ya, berbeda dengan musik, Irwan memang penyuka badminton dan karate. Untuk badminton, tak sepenuhnya terencana. Bila ada waktu lowong selepas menunaikan pekerjaan selaku kepala pemerintahan, Irwan biasanya menggunakan pesan singkat atau Blackberry messenger (BBM) janjian bermain badminton.
“Seperti inilah, selepas pekerjaan selesai kita saling ber SMS dan BBM-an janjian main badminton. Ya, sekadar mengeluarkan peluh,” kata pria bergelar Datuk Rajo Bandaro Basa itu. Selama melakoni badminton, Irwan mengaku jarang kalah.
“Saya tak tahu juga, bila bermain ganda, biasanya salah satu lawan kurang hebat. Jadi, jarang pulalah saya kalah. Atau paling kurang rubber set,” kata pria yang rutin puasa Senin – Kamis. Satu –satunya yang membuat dirinya “terpaksa” berbuka, bila menjamu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Khusus karate, siapa pun kudu berhati – hati. Dia bukanlah orang “kemarin sore” dalam bela diri ini. Irwan tercatat memgang DAN IV. Biasanya, seseorang pemegang DAN IV ini boleh dibilang sudah “putuih kaji”.
Khusus trabas, Irwan sudah menunjukkan kehebatannya. Saking maniaknya, Irwan membuat race semipermanen di halaman belakang Gubernuran.
Yongki Salmeno, salah seorang sahabat dekatnya, mengakui kemahiran Irwan menunggangi kuda besi itu. “Jatuh dari motor sudah biasa ketika trabas,” terang Yongki.
Sayang Keluarga
Sesibuk apapun, namanya keluarga tetap tak luput dari pikirannya. Suwirman, sahabat dekat Irwan, merasakan sendiri bagaimana perhatian Irwan pada keluarganya. Bahkan, Irwan tak segan langsung mendaftarkan anaknya masuk sekolah. “Menyangkut pendidikan anak, beliau tak segan turun tangan. Mendaftarkan sekolah, atau mengambil rapor anak,” sebut Komisaris Utama Askrida itu.
Sampai hal – hal kecil seperti membeli pensil pun, tambah Suwirman, Irwan mengetahuinya. Begitu pula ketika si sulung Jundi Fadhlillah, yang tengah berkuliah di Southern New Hampshire University, Amerika, terbentur persoalan visa. “Beliau langsung menghubungi Kedubes setempat. Hanya butuh waktu singkat, visa abnk selesai,” sebut Suwirman.
Rinaldi juga memiliki pengalaman sendiri pada sosok satu ini. “Biasanya, sesibuk apa pun beliau, selalu Shalat Maghrib berjamaah kalau sedang di rumah,” kata Rinaldi yang juga ketua PPNSI Sumbar itu.
Irwan mengakui sendiri betapa kuatnya dukungan keluarga dalam karirnya. Itulah sebabnya, Irwan benar – benar senantiasa menjaga keharmonisan keluarganya. Termasuk, berkomunikasi dengan istri dan anaknya.
“Paling kurang sekali 4-5 jam, pastilah saya atau istri saling menelpon. Ya, sekadar mengetahui keberadaan dan kabarnya. Begitu juga dengan anak-anak, biasanya kita menggunakan grup BBM berbagi komunikasi. Bila kangen betul, kita biasanya menggunakan Skype berbincang dengan anak-anak yang berada di luar negeri,” aku Irwan.
Bila komunikasi harmonis, Irwan mengaku lebih lapang dalam bekerja.
Padang Ekspres, 10 Februari 2014
Bangun Camp Nou Nya Sumbar (Padek 11 Agus 2015)
Bangun “Camp Nou”-nya Sumbar
Bagaimana bila stadion sekaliber Camp Nou, Catalan, Spanyol, Old Trafford, Manchester, Inggris, atau Santiago Bernabéu, Madrid, Spanyol, berdiri di Ranah Minang ini. Jelas membuat opini publik daerah ini terbelah, ada yang mencibir, geleng-geleng kepala, atau malah menyebut pencentus ide kurang waras.
Namun tak begitu bagi seorang Irwan Prayitno, Gubernur Sumbar. Pria yang memiliki perhatian serius dalam pengembangan olahraga di Sumbar ini, jauh-jauh hari juga mengidamkan berdirinya stadion megah berkapasitas besar berdiri di daerah ini.
Kendati sudah tercetus di awal-awal dirinya dilantik tepatnya 15 Agustus 2010 lalu, namun Irwan harus memendam mimpi besarnya tersebut. Irwan tahu benar, bukanlah saatnya merealisasi keinginan waktu itu. Apalagi kalau bukan, saat itu Sumbar masih berduka pasca-dihoyak gempa 30 September 2009 lalu.
Lindu itu bukan hanya merobohkan ribuan rumah rakyat, namun fasilitas publik seperti kantor pemerintahan dan lainnya, tak terkecuali kantor Gubernur Sumbar sendiri. Bisa saja saat itu dirinya ngotot mengapungkan gagasan besar itu, namun Irwan tak ingin membuat hati rakyat terluka.
Terlebih lagi, persoalannya juga tak semudah dibayangkan. Waktu itu, alokasi APBD Sumbar banyak tersedot pada proyek multiyears (tahun jamak, red) dari gubernur terdahulu. Mau tak mau, Irwan pun harus bersabar sampai masa berlakunya proyek multiyears tuntas.
“Bisa saja saya memaksakan pembangunan stadion megah berstandar internasional itu dibangun di awal-awal pemerintahan. Namun, hati kecil saya terenyuh menyaksikan masih banyak fasilitas publik yang perlu dibangun. Jadinya, ide besar itu saya pendam dulu sampai momennya pas,” ujar putra Kuranji Padang itu.
Nah, Kamis (6/8) momen bersejarah di dunia olahraga Sumbar mulai memperlihatkan titik terang. Ya, hari inilah impian masyarakat Sumbar memiliki megah dan berstandar internasional dimulai. Ini seiring dilakukannya ground breaking (peletakan batu pertama, red) pembangunan stadion yang diimpi-impikan tersebut.
Ya, stadion utama Sumbar berlokasi di Sikabu, Kabupaten Padangpariaman, bakal berdiri di atas tanah seluas 38,5 hektare dari 50 hektare yang ditargetkan. Segala hal teknis menyangkut pembangunan, menurut bapak 10 anak ini, sudah tidak ada masalah lagi. Soalnya, sudah ditentukan pemenang tendernya.
Seiring berdirinya stadion ini nantinya, kian melapangkan jalan menjadikan Sumbar menjadi tuan rumah pekan olahraga nasional (PON) 2024 mendatang. Untuk persoalan ini, pemerintah sudah menyiapkannya sejak tahun 2013 lalu. Bahkan Irwan pun sudah meneken MoU dengan bupati/wali kota se-Sumbar guna mempersiapkan venue-nya nantinya. “Stadion Sikabu, jadi stadion utama nantinya,” jelas Irwan.
Sekadar diketahui, pria satu ini tak asing lagi dengan dunia olahraga. Irwan termasuk kepala daerah yang rutin menggeluti dunia olahraga, sebut saja karate, trabas, badminton, dan lainnya. Semua itu dilakukannya bukan hanya sekadar menjalankan hobi, namun Irwan melihat bila olahraga Sumbar maju, pastilah bakal mengangkat harga diri dan kebanggaan Sumbar di pentas nasional maupun internasional.
Khusus karate, siapa pun kudu berhati-hati. Dia bukanlah orang “kemarin sore” dalam bela diri ini. Irwan tercatat memegang DAN IV. Biasanya, seseorang pemegang DAN IV ini boleh dibilang sudah “putuih kaji”.
Khusus trabas, Irwan sudah menunjukkan kehebatannya. Saking maniaknya, Irwan membuat race semipermanen di halaman belakang Gubernuran. Yongki Salmeno, salah seorang sahabat dekatnya, mengakui kemahiran Irwan menunggangi kuda besi itu. “Jatuh dari motor sudah biasa ketika trabas,” terang Yongki.
Lalu bagaimana dengan badminton, tak sepenuhnya terencana. Bila ada waktu lowong selepas menunaikan pekerjaan selaku kepala pemerintahan, Irwan biasanya menggunakan pesan singkat atau BlackBerry Messenger (BBM) janjian bermain badminton.
“Seperti inilah, selepas pekerjaan selesai kita saling ber-SMS dan BBM-an janjian main badminton. Ya, sekadar mengeluarkan peluh,” kata pria bergelar Datuk Rajo Bandaro Basa itu.
Selama melakoni badminton, Irwan mengaku jarang kalah. “Saya tak tahu juga, bila bermain ganda, bisanya salah satu lawan kurang hebat. Jadi, jarang pulalah saya kalah. Atau paling kurang rubber set,” kata Irwan.
Padang Ekspres, 11 Agustus 2015
Pantang Menolak Permintaan Tulisan (Padek 12 Agus 2015)
Pantang Menolak Permintaan Tulisan
Menjadi kepala daerah (gubernur, bupati/wali kota, red), pastilah bakal dihadapkan pada aktivitas nan padat. Itu pulalah yang dirasakan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Mulai pukul 04.00 sampai 00.00, bapak 10 anak ini sudah dijejali agenda berjubel. Menariknya sesibuk apa pun liau, rang Kuranji Padang ini pantang menolak permintaan tulisan untuk diterbitkan di media massa. Bagaimana bisa?
Jelang berakhirnya Ramadhan 1436 Hijriah lalu, Padang Ekspres meng-order menulis tulisan di kolom Teras Utama. Saat itu, waktunya memang sangat mepet akibat redaksi ditargetkan cetak cepat. Paling lambat tulisan masuk pukul 16.30, sedangkan saat itu jam sudah menunjukkan pukul 14.30. Sebetulnya memang riskan pula meminta beliau menulis dalam waktu mepet itu, terlebih lagi agenda beliau padat pula hari itu.
Dengan sedikit keberanian takut beliau menolak, Padang Ekspres pun menghubungi suami dari Nevi Irwan Prayitno itu lewat ponselnya. Tak lama, beliau pun mengangkat ponselnya. Setelah mengutarakan tujuan menghubungi beliau, ternyata gubernur yang sudah menulis lebih 40 buah buku itu, memberi jawaban yang melegakan.
“Sebetulnya agenda saya memang padat sekarang ini. Ini bersama Kapolda Sumbar Brigjen Pol Bambang Sri Herwanto mau meninjau aktivitas arus mudik di Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Tapi karena Padang Ekspres meminta, saya pun tentu tak bisa menolaknya. Nanti saya kirimkan setelah peninjauan ini,” sahut Irwan di balik ponselnya.
Sempat ketar-ketir, namun mendekati deadline Irwan pun kembali menghubungi guna mengabarkan bahwa tulisan tadi sudah selesai. “Sesuai permintaan, tulisan bertema peranan perantau membangun kampung sudah selesai. Sebentar saya emailkan dulu,” ucap pria pendiri Yayasan Pendidikan Islam Adzkia Padang itu.
Ya, begitulah sosok Irwan Prayitno. Sesibuk apa pun dirinya, bila ada permintaan untuk menulis tulisan di media massa, pastilah dia pantang menolak. Baginya, selama tulisan itu memuat pesan untuk kebaikan bagi masyarakat Sumbar, Irwan bakal meluangkan waktunya. Ini pulalah salah satu kelebihan Irwan selaku gubernur, bisa menulis biarpun waktunya serba mepet.
Menariknya, tulisan yang dihasilkannya itu menggunakan bahwa sederhana yang mudah dimengerti. Bahkan, isi tulisan itu nyaris tak ada mengkritik atau menyinggung perasaan orang lain. Kalau tetap mengkritik, biasanya hanya mengkritik kondisi lingkungan yang dialaminya dengan bahasa yang santun dan tidak menghakimi.
Selain itu, bahasa yang digunakan lebih aplikatif, membumi dan tidak teoritis. Semua ini tak terlepas dari ide penulisan itu lebih banyak berdasarkan pada realita sebenarnya yang dilihat, dirasakan dan dialaminya. Jadi, jangan harap tulisan yang dihasilkannya membuat persoalan baru pula di tengah masyarakat.
Kendati banyak orang menyinggung program-programnya dalam sejumlah tulisan yang dimuat di media massa, tak membuat Irwan terpancing. Kalaupun tetap mau ditanggapi, Irwan biasanya membuat tulisan pula yang isinya lebih banyak menjelaskan bagaimana sebetulnya program tersebut, termasuk landasan dasar, manfaat, dan lainnya.
Kepiawaian Irwan menulis seperti sekarang, ternyata tak terlepas dari kegemarannya menulis sejak duduk di bangku SMA 3 Padang. Waktu masih SMA, dirinya sering menulis apa pun tentang kehidupan yang dijalaninya sehari-hari. Termasuk, hal-hal baru yang ditemukannya. “Seperti saat saya pulang jalan-jalan waktu SMA, saya tulis apa saja pengalaman saya waktu jalan-jalan. Kadang-kadang karya tulisan yang dibuat saya tempel di majalah dinding sekolah,” ujar Irwan.
Ternyata, kebiasaan tersebut berlanjut hingga sekarang. Tidak hanya menulis artikel, dirinya juga membuat berbagai karya buku. Irwan mengaku, ada kepuasan bathin yang dirasakannya setelah menulis. Kepuasan bathin tersebut memunculkan sebuah perasaan bahagia dalam dirinya. “Bathin saya puas setelah menulis. Ada kebahagiaan yang muncul dalam diri, ketika melihat hasil karya saya,” terang Irwan.
Khusus menulis buku, menurut Irwan, dirinya pertama kali menulis buku saat menyelesaikan kuliah S-1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1982-1988). Buku karya pertamanya berjudul “Anakku, Penyejuk Hatiku”. Buku tersebut memuat tentang ilmu bagaimana mendidik anak dari perspektif ilmu psikologi. Ide lahirnya buku itu berangkat dari pengalamannya sudah memiliki anak.
Lalu, memuat bagaimana pendidikan anak di PAUD. Buku karya pertamanya tersebut, setebal 700 halaman. Irwan tidak menyangka buku karya pertamanya yang dicetak tahun 1990 tersebut, laris manis. Bahkan, sudah lima kali cetakan dan habis terjual.
Selain buku Anakku, Penyejuk Hatiku, juga ada beberapa judul buku psikologi anak lainnya yang ditulis Irwan. Yakni, buku “Ajaklah Anak Bicara”, “ Ketika Anak Marah”, “ 24 Jam Bersama Anak”, “Membangun Potensi Anak” dan “Tips Bergaul dengan Anak”. Tidak hanya menulis buku psikologi anak, Irwan juga menulis beberapa buku tentang pendidikan Islam, pendidikan masyarakat dan managemen SDM.
Hingga sekarang ini, tercatat sudah 40-an buku dihasilkan Irwan. Kalau tulisan/artikel, sejauh ini sudah mencapai 500 lebih karya. Hampir seluruh karya artikelnya telah dimuat di berbagai media cetak. “Mungkin sehabis menjadi gubernur Sumbar, saya bakal menulis buku juga. Tapi, tentu bukan dalam waktu dekat,” ujarnya. (*)
Padang Ekspres, 12 Agustus 2015
Bangun Dulu Rumah Rakyat (Padek 13 Agus 2015)
Bangun Dulu Rumah Rakyat, Baru Kantor Gubernur
Bila melaju di ruas Jalan Sudirman Padang tepatnya depan kantor Gubernur Sumbar, pastilah banyak orang bertanya-tanya kenapa belum juga rumah bagonjong itu diperbaiki. Tentu orang yang paling disorot jelaslah mengarah pada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Terlebih lagi, orang nomor satu ini bakal mengakhir jabatannya selaku gubernur periode 2010-2015.
Sebetulnya, sah-sah saja orang berargumen terhadap kenyataan tersebut. Kenapa gedung itu tak juga direnovasi? Apakah gedung itu tak penting lagi? Atau, pertanyaan lainnya yang bernada negatif terhadap kinerja gubernur yang tengah menjabat.
Namun jelas sedikit orang yang tahu, kenapa itu terjadi. Ya, semuanya tak terlepas dari komitmen Irwan yang lebih mendahulukan membangun/memperbaiki rumah korban gempa dan membangun kantor yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Bila itu sudah selesai, barulah paling terakhir dibangun/diperbaiki kantor gubernur.
Bapak 10 anak ini bukannya tak menganggap penting perbaikan kantor gubernur. Namun hati kecilnya tak tega ketika dia bisa duduk di ruangan ber-AC dan berfasilitas lengkap, di sisi lain rakyatnya tinggal di tenda-tenda pengungsian. Atau, kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD)-nya tak berjalan maksimal memberikan pelayanan kepada masyarakat, akibat gedungnya tak representatif.
Itulah sebabnya, Irwan mengurungkan niatnya memperbaiki kantor Gubernur. “Kalau saya mau, bisa saja yang dibangun duluan itu kantor gubernur. Tapi, bagi saya, pembangunan rumah masyarakat dan infrastruktur publik jauh lebih urgent dibandingkan membangun kantor pemerintahan. Sehingga, banyak SKPD yang berkantor di bedeng-bedeng, di rumah-rumah, serta bertumpuk-tumpuk pada satu ruangan pascagempa tersebut,” ujar suami Nevi Irwan Prayitno itu.
Beranjak dari komitmen inilah, Irwan sampai menjelang berakhir jabatannya selaku gubernur periode 2010-2015, berkantor di rumah dinas. Itulah sebabnya, segala aktivitas pemerintahan lebih banyak dijalankan Irwan dari rumah dinasnya. Mulai urusan surat menyurat, menerima tamu, rapat-rapat dan agenda-agenda penting lainnya.
Irwan sendiri mengaku enjoy-enjoy saja berkantor di rumah dinasnya. Biarpun begitu, dia sempat tertegun pula mendengar pertanyaan anaknya yang mempertanyakan di mana sebenarnya kantor ayahnya. Soalnya, sehari-hari mulai bangun tidur, beraktivitas (bila tak ada kunjungan ke luar, red), Irwan lebih banyak di rumah dinas tersebut
“Waktu itu, dia baru saja bertemu dengan wali kota Padang di ruang kerjanya. Dia melihat, kantor sang wali kota begitu bagus termasuk asesoris di dalamnya. Sedangkan ayahnya hanya berkantor di rumah. Namun setelah saya jelaskan, barulah dia memahami,” aku pria yang sudah menghasilkan 40-an buku dari berbagai bidang itu.
Sebetulnya, Irwan bukannya tak pernah ditawari kantor baru tepatnya di escape building (samping kantor gubenur, red). Malahan, waktu itu jajarannya sudah mempersiapkan ruang kantor plus segala perlengkapannya. Namun pas dirinya akan pindah ke ruangan itu, tanpa sengaja dia masuk ke aula di belakang kantor gubernur. Waktu itulah, dia melihat pemandangan tak biasa. Di sana masih banyak biro berkantor. Akibatnya, ruangan itu tak nyaman dijadikan kantor.
“Melihat kejadian itu, saya pun terenyuh dan mengurungkan niat berkantor di escape building. Hari itu juga, saya perintahkan staf untuk merenovasi ulang ruangan yang sejatinya dijadikan ruang kerja tadi, untuk digunakan sebagai tempat biro yang berkantor di aula pindah ke sana. Itulah sebabnya, sampai sekarang saya berkantor di rumah dinas,” ujarnya.
Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Tata Permukiman (Prasjal Tarkim) Suprapto mengamini alasan atasannya itu. “Beliaulah minta untuk mendahulukan pembangunan rumah masyarakat dan infrastruktur publik terlebih dahulu. Sebetulnya bisa saja beliau minta kantor gubernur dibangun lebih dahulu, apalagi anggaran yang digelontorkan pascagempa itu memungkinkan untuk itu. Tapi, beliau tak ingin didahulukan,” sebutnya.
Kini menjelang berakhirnya masa jabatannya, barulah perbaikan kantor gubernur dimulai. Kini, gedung bersejarah itu tengah diretrofit (penguatan, red). Bila tak ada aral melintang, gubernur periode mendatang sudah bisa berkantor di rumah bagonjong tersebut. Siapa dia, tentu semuanya ditentukan masyarakat pada 9 Desember mendatang. (*)
Padang Ekspres, 13 Agustus 2015
Gubernur yang Juga Orang Biasa (Padek 14 Agus 2015)
Gubernur yang Juga Orang Biasa
Boleh jadi banyak orang kesal terhadap ulah kepala daerah yang berubah 180 derajat seusai menjadi kepala daerah. Misalnya saja dulu sebelum jadi kepala daerah “ngemis-ngemis” minta dukungan, namun sekarang seakan “haram” mengangkat telepon. Kalau ponselnya mati, atau paling banter harus berhubungan dengan ajudan terlebih dahulu.
Namun anggapan ini tidak berlaku bagi Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Seakan tak ada perubahan mencolok yang terjadi dalam diri suami Nevi Irwan Prayitno pascadilantik jadi gubernur pada 15 Agustus 2010 lalu. Malahan, sejak awal Irwan seakan sudah “memproklamirkan” antiprotokoler. Kalaupun tetap ada protokoler, biasanya bila sedang menghadiri acara resmi atau mengikuti rapat di Istana Negara.
Bagi Irwan jabatan gubernur hanyalah amanah yang nantinya harus dipertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan. Jadi, bukan menjadi penghalangnya untuk senantiasa dekat dengan masyarakat. Bukan juga membuat dirinya jauh dari orang-orang yang dikenalnya sebelum jadi gubernur. Sebaliknya, dia seakan lebih leluasa menjaga dan membina hubungan silaturahmi dengan masyarakat.
Contoh paling ringan, ketika beliau dihubungi lewat ponselnya. Bila tak diangkat, boleh jadi Irwan sedang mengikuti acara dan tidak bisa diganggu. Makanya, cukup dikirim pesan pendek saja kepada beliau. Tak lama setelah acara, biasanya dia menelepon ulang. Berbeda bila dirinya tak sibuk, pastilah dia mengangkat ponselnya.
Agaknya itulah dirasakan Arfan, wartawan Posmetro Padang. “Jarang kepala daerah yang kooperatif seperti beliau. Biasanya baru saja setelah dilantik, mulai dari situlah terlihat perubahan dalam diri seorang kepala daerah. Bila dulunya gampang dihubungi, sekarang jangan harap seperti itu. Kalau tidak ponselnya mati, atau tidak bakalan diangkat-angkatnya. Bila ngotot juga, harus berhubungan dulu dengan ajudan atau humas,” tuturnya.
Bila sama bapak 10 anak ini, Arfan mengaku sangat leluasa. Bila tak lagi sibuk, pastilah diangkat oleh orang nomor satu di Sumbar itu. Bila tidak, beberapa saat setelah itu, biasanya dihubungi lagi. “Kadang kita segan pula menghubungi beliau malam-malam, namun karena ada yang harus dikonfirmasikan kepada beliau, mau tak mau kita pun menghubunginya. Ternyata, beliau tetap antusias dan bersemangat,” ujarnya.
Menariknya, tambah Arfan, selama menjabat lima tahun terakhir, nyaris tidak ada intervensi dilakukan Irwan terhadap media. Kalaupun ada yang ingin diklarifikasinya, pastilah terlebih dahulu dikonfirmasikannya kepada pimpinan media bersangkutan. “Baginya, apa pun yang diberitakan yang menyangkut dirinya, tak jadi masalah. Cuma saja, harus didukung data yang kuat,” jelas Arfan.
Biasa Naik Pesawat Ekonomi
Dalam berpergian, Irwan sudah terbiasa naik pesawat kelas ekonomi. “Saya sebenarnya tak mau terlalu jauh membahas soal itu (penerbangan di kelas ekonomi). Karena memang tidak ada maksud apa-apa, dan saya juga sudah terbiasa seperti ini. Duduk di kelas ekonomi itulah saya. Nikmatnya naik pesawat itu adalah saat take off tertidur dan ketika landing terbangun,” akunya.
Itulah sebabnya, selama menjadi gubernur, sudah tak menghitung lagi berapa ratus kali dia naik pesawat. Dan selama itu pulalah, dirinya mencatatkan diri sebagai ‘penumpang setia’ di kelas ekonomi. Tanpa harus merasa risih dan canggung ketika berbaur dengan ratusan penumpang pesawat lainnya dari kalangan rakyat biasa.
“Walaupun sebenarnya ada jatah di kelas bisnis. Namun, bagi saya kelas ekonomi atau bisnis itu sama saja, tak ada bedanya. Justru di kelas ekonomi jauh lebih baik, karena saya bisa berkomunikasi dengan masyarakat,” ujar pria yang sudah menghasilkan ratusan artikel itu.
Hal menarik lainnya, selama menjadi gubernur sejak dilantik 2010, dirinya juga baru menikmati fasilitas berupa mobil dinas (mobnas) baru persis di tahun ke-4 kepemimpinannya. Sebelumnya, dia justru lebih sering menggunakan mobil pribadi yang disulapnya menjadi kendaraan operasional kedinasan. Kebijakan pemakaian mobil pribadi ini, juga diberlakukan untuk kepentingan istri dan anak-anaknya. “Dulu pada awal menjabat, masukan untuk pembelian mobil dinas baru, saya tolak. Karena buat apa beli yang baru, toh mobil yang lama masih bisa jalan,” ujarnya.
Dalam kesehariannya, Irwan di berbagai kesempatan juga terlihat tak pernah mengenakan atribut gubernur. “Jangan paksa saya mengubah style hidup saya. Bagi saya, tampil sederhana tanpa atribut dan minim protokoler adalah simbol kedekatan dan tidak adanya pembatas antara pemimpin dengan rakyat. Protokoler dan atribut hanya akan menjauhkan pemimpin dengan rakyatnya. Sungguh, saya tak ingin begitu, karena saya juga manusia biasa,” ujar putra Kuranji Padang itu. (*)
Padang Ekspres, 14 Agustus 2015
Jarang Pakai Benggo (Padek 18 Agus 2015)
Jarang Pakai Benggo, Abaikan Simbol-simbol
BOLEH jadi bagi sebagian kepala daerah memakai benggo menjadi sebuah kebanggaan. Saking bangganya terhadap simbol kepala daerah itu, tak sedikit kepala daerah mengubah ukuran benggo itu tak sesuai ketentuan. Atau malah selalu memakainya ke mana pun pergi, siang ataupun malam.
Namun, tak begitu bagi Irwan Prayitno selama menjadi gubernur Sumbar. Boleh dikatakan, bapak 10 anak ini teramat jarang memakai benggo tersebut. Baginya apalah arti sebuah simbol, bila semua itu malah membuat dirinya berjarak dengan masyarakat.
“Bila simbol-simbol itu membuat saya menjauh dari masyarakat yang saya pimpin, tentu lebih baik simbol-simbol itu dilepas,” sebut pria yang baru saja melepas jabatan gubernurnya itu dalam salah satu kesempatan. Kini, dia bersama keluarganya tinggal di rumah istrinya di kawasan Kotolalang, Lubukkilangan, Padang.
Bukan tanpa tantangan bagi Irwan membuat keputusan seperti itu. Beberapa kalangan yang mengagungkan simbol, kerap mengkritiknya. Ada yang menyebut Irwan tak mengerti aturan, kurang tertiblah atau lainnya. Namun begitulah Irwan, bila itu dinilainya sudah benar dan sesuai ketentuan, pastilah Irwan komit menjalankannya.
Ternyata keputusan Irwan, ternyata tidaklah salah. Putra Kuranji Padang ini terlihat lebih leluasa menjalankan tugasnya, terutama bertemu masyarakat. Tanpa disemati simbol-simbol, masyarakat pun leluasa berdekatan dengan Irwan. Tak hanya menyapa, namun tak sedikit pula berfoto-foto selfie dan lainnya.
Tak jarang dalam kunjungannya, Irwan leluasa berbincang-bincang dengan masyarakat, menggendong bayi atau lainnya. Ini pulalah yang membuatnya banyak mendapat simpati dari masyarakat. Seakan tak ada batas antara kepala daerah dengan masyarakatnya.
“Memang seperti inilah gubernur seharusnya. Tak banyak aturan dan berbaur dengan masyarakat,” sebut seorang warga dalam salah satu kunjungan Irwan ke daerah. Menanggapi itu, Irwan hanya tersenyum. “Tarimo kasih amak-amak dan apak-amak sadonyo, yo saperti ikolah ambo biasonyo (Terima kasih ibu-ibu dan bapak-bapak semuanya, ya seperti inilah saya biasanya),” sebuat Irwan.
Menariknya, dalam kunjungan ke lapangan, Irwan juga biasa berbaur dengan para staf. Ketika hendak beristirahat makan, Irwan tak memandang tempat makan itu mesti berkelas. Ia bisa makan di warung sederhana. Ketika makan, ia biasa mengajak pengawal, staf, serta warga duduk semeja. Irwan pun biasa makan nasi bungkus di lapangan.
Yongki Salmeno, teman dekat Irwan, mengakui bahwa kedekatan Irwan dengan masyarakat tidaklah dibuat-buat. Itu semua, menurut Yongki, tak terlepas dari gaya Irwan dari dulu-dulunya yang tidak mengagung-agungkan simbol. Itu jugalah yang membuat sahabat-sahabatnya dekat dengan dirinya.
“Bagi beliau persahabatan dan tali silaturahmi sesuatu yang teramat mahal, ketimbang sebuah simbol. Kepribadian seperti ini bukanlah dibuat-buatnya, tapi sudah ada jauh sebelum dirinya menjadi gubernur,” aku Yongki.
Pernah seseorang meminta Irwan mengubah gayanya, namun Irwan punya jawaban sendiri. “Jangan paksa saya mengubah gaya hidup saya, karena bagi saya fasilitas jabatan apa pun adalah sunah, kewenangan justru suatu kewajiban bagi saya,” katanya.
Tak jarang Irwan menggunakan mobil pribadinya untuk melaksanakn tugas. Bahkan, untuk menjemput tamu Pemprov Sumbar dari Jakarta, Irwan masih menggunakan mobil pribadinya, bukan mobil dinas. Kondisi itu juga berlaku dengan sang istri Nevi Irwan Prayitno.
Padang Ekspres, 18 Agustus 2015
Nikmati Peran Ayah (Padek 19 Agus 2015)
Nikmati Peran Ayah, Irwan Antar Anak ke Sekolah
Mulai kemarin (18/8), Irwan Prayitno mulai menjalankan hari-hari sebagai manusia biasa. Biarpun begitu, mantan gubernur Sumbar ini terlihat tetap menjalankan segudang aktivitas. Tentunya, bukan aktivitas seorang pejabat daerah. Namun, seorang ayah bagi anak-anaknya, suami bagi istrinya, mamak bagi kemenakannya dan lainnya.
Tak ubahnya seperti seorang ayah kebanyakan, kemarin Irwan memulai harinya dengan mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Dengan mengendarai mobil sendiri, Irwan mengantarkan kedua putrinya yang tengah menuntut ilmu di SMAN 1 Padang. Tepatnya, sekitar pukul 06.00. Terlihat keceriaan terpancar di wajah kedua putrinya tersebut.
Selama dalam perjalanan, Irwan terlihat berbincang-bincang hangat dengan kedua putrinya itu. Sesuatu pemandangan yang teramat mahal didapatkan keduanya, terutama selama ayahnya menjadi gubernur Sumbar sejak lima tahun terakhir. Seorang ayah yang mau tak mau, harus terlebih dahulu mengedepankan kepentingan rakyat ketimbangan pribadi dan keluarga.
Nah, selepas ayahnya sudah menyelesaikan amanahnya selaku orang nomor satu di Sumbar, barulah kesabaran keduanya terbayar. Ya, salah satunya mereka bisa lebih dekat dengan sang ayah. Tak hanya pergi ke sekolah, namun juga pergi jalan-jalan, bersenda gurau, atau lainnya.
Tak hanya kedua sang putrinya, Irwan pun tampak menikmati hari-harinya. Menggunakan kaos oblong berwarna putih, Irwan terlihat rileks dan santai. “Momen-momen seperti ini, jelas tak bisa secara leluasa saya lakukan sewaktu jadi gubernur. Inilah salah satu cara saya membayar kesabaran mereka selama lima tahun terakhir,” sebut putra Kuranji Padang itu.
Satu kejadian tak terduga terjadi ketika Irwan sampai di depan gerbang SMAN 1 Padang. Sewaktu Irwan menunggu kesempatan berputar haluan akibat macet, tak disangka sosoknya diketahui oleh sang satpam. Tanpa babibu, sang satpam membantu Irwan memutar haluan mobilnya. Padahal di lokasi tersebut, sebetulnya kurang diperkenankan berputar.
Merasa tak mau diistimewakan, Irwan pun menolaknya. Karena dia tahu, posisinya sekarang sama dengan orangtua siswa lainnya. Artinya, kalau tidak boleh berputar di lokasi itu, mau tak mau dia juga harus mengikuti aturan. Namun entah mengapa, sang satpam tetap ngotot. Irwan pun tak punya pilihan dan mengikuti arahan sang satpam.
Kejadian tak disangka itu, juga diketahui orangtua siswa lainnya. Beberapa orangtua pun terlihat menyapa hangat sang mantan gubernur. Tak ingin keberadaannya kian memperparah kemacetan, Irwan pun tahu diri. Setelah bertegur sapa dengan beberapa orangtua siswa, Irwan pun memilih berlalu dari lokasi. “Kalau saya berlama-lama di situ, tentu bisa merugikan orang lain,” tutur suami Nevi Irwan Prayitno itu.
Selepas itu, agenda Irwan berlanjut dengan silaturahmi bersama jajaran kepolisian. Selama menjadi gubernur, Irwan mengakui betapa pentingnya peran jajaran kepolisian ini. Selain menjaga keamanan dan ketertiban di Sumbar, juga turut memperlancar dan memudahkan dirinya dalam menjalankan tugas-tugas selaku gubernur. Terlebih lagi, salah seorang ajudannya berasal dari kepolisian.
Sesudah itu, Irwan pun melakukan sejumlah pertemuan guna mempererat silaturahmi, termasuk bersilaturahmi dengan beberapa wartawan di Sumbar. Tadi malam, Irwan pun melakukan pisah sambut dengan penjabat gubernur Sumbar Reydonnyzar Moenek di Auditorium Gubernuran Sumbar. Intinya, jadwal Irwan tetap padat kendati tak lagi menjadi gubernur Sumbar. (*)
Padang Ekspres, 19 Agustus 2015
Jadi Gubernur Langsung Mundur Dari Partai (Padek 20 Agus 2015)
JADI GUBERNUR, LANGSUNG MUNDUR DARI PARTAI
Mengemban jabatan selaku kepala daerah, jelas tak mudah. Selain dihadapkan pada beban tugas tak sedikit sehingga harus menguras tenaga, waktu dan pikiran. Namun, juga kritikan atau pun tudingan yang dilontarkan sejumlah kalangan. Mau tak mau kepala daerah harus fokus menjalankan tugasnya. Bukan malah terbelah mengurus persoalan lain, seperti menjadi pengurus partai.
Nah, tantangan ini sudah dipahami mantan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno jauh sebelum dirinya dilantik menjadi gubernur Sumbar pada 15 Agustus 2010 lalu. Itu pulalah sebab, Irwan harus melepas jabatan yang melekat pada dirinya, tak terkecuali menjadi pengurus di DPW PKS Sumbar. Dia tidak mau direcoki dengan urusan parpol selama menjadi gubernur Sumbar.
Mujurnya, keinginan Irwan ini sejalan dengan kebijakan PKS selaku partai pengusungnya. Sesuai kebijakan PKS, setiap kader terpilih menjadi pejabat publik/termasuk eksekutif, mau tak mau harus mengundurkan diri dari jabatannya di partai. Garisan partai ini berlaku mutlak bagi seluruh kader PKS di mana pun berada.
Selain Irwan yang harus mundur dari jabatannya selaku Ketua Majelis Pertimbangan DPW PKS Sumbar, juga terdapat beberapa kader PKS mundur seusai menjadi pejabat publik. Mulai dari mantan Menkominfo Tifatul Sembiring mundur dari jabatannya di DPP PKS, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail juga mundur dari jabatannya di partai, dan lainnya.
Ketua DPW PKS Sumbar Trinda Farhan Satria mengakui adanya kebijakan partai tersebut. “Itu semua sesuai dengan garisan DPP PKS dan berlaku mutlak bagi seluruh kader. Mau tak mau kader harus mengikutinya,” sebut anggota DPRD Sumbar yang kini juga mencalonkan diri jadi bakal calon wakil bupati Kabupaten Agam itu.
Nah, keputusan bapak 10 anak ini mundur dari jabatannya di DPW PKS seusai dipastikan memenangkan pemilihan gubenur (Pilgub) Sumbar tahun 2010 lalu, juga didukung mantan Ketua Majelis Syuro DPP PKS Hilmi Aminuddin. “Kita sudah mewakafkan kader terbaik kepada masyarakat Sumbar,” sebut Hilmi tak lama seusai Irwan dilantik jadi gubernur.
Boleh jadi kepala daerah lain menyayangkan adanya kebijakan ini. Soalnya, bagi mereka pengaruh partai sangat berperan bagi kelancaran dan kelanjutan jalannya roda pemerintahan. Tak jarang kepala daerah mati-matian mempertahankan jabatannya selaku ketua partai, biarpun dirinya sudah terpilih dan dilantik menjadi kepala daerah.
Namun tak begitu bagi Irwan. Dia pun mantap melepaskan jabatannya di partai. “Sejak awal, saya sudah berkomitmen ingin menjadi pemimpin bagi rakyat Sumbar, bukan partai. Salah satunya caranya, ya harus melepaskan jabatan di partai. Saya tak ingin mencampur-baurkan urusan partai dengan jabatan saya selaku gubernur Sumbar,” sebut suami Nevi Irwan Prayitno itu.
Ya, begitu lah Irwan. Bila sudah memutuskan dan semuanya sudah sesuai ketentuan, pastilah dia konsisten menjalankannya. Wajarlah kiranya selama menjadi gubernur, Irwan leluasa menjalankan tugasnya selaku gubernur Sumbar. Rata-rata sehari bisa 7 sampai 10 acara yang diikutinya. Tak jarang lokasi acara tersebut saling berjauhan, yang satu di Bukittinggi, satunya lagi di Batusangkar atau bahkan di Dharmasraya, atau waktunya sangat berdekatan, sehingga harus berburu waktu. Soal ini, dia berprinsip lebih baik datang duluan daripada terlambat. Jangan sampai masyarakat kecewa, prinsip itu yang selalu ia jaga.
Boleh dikata, tak ada lagi pelosok Sumbar yang belum dikunjungi Irwan. Sebut saja daerah-daerah terisolir seperti Mentawai, Pasaman, Dharmasraya, Sijunjung atau Solok Selatan. Jika tak bisa dikunjungi dengan kendaraan roda empat, maka daerah itu ia kunjungi menggunakan sepeda motor trail. (*)
Padang Ekspres, 20 Agustus 2015
Tanpa Teks Pidato (Padek 21 Agus 2015)
Tanpa Teks Pidato, Biasa Tampil di Pentas Dunia
Melakoni aktivitas begitu padat semasa menjadi gubernur Sumbar, bisa jadi Irwan Prayitno bakal keteteran, terutama dalam membuat pidato di setiap kegiatan. Selain pidatonya bisa monoton dan tanpa gereget, juga membuat Irwan akan kehabisan kreativitas dan inovasi dalam setiap pidatonya.
Namun, ternyata Irwan tidaklah seperti itu. Setiap pidatonya yang dikemukakannya, bernas, mengandung pesan yang kuat, dan penuh kebaruan. Amat jarang setiap Irwan berpidato, memancing kebosanan bagi orang yang mendengarnya. Seakan bapak 10 anaknya ini bisa membaca psikologis pendengarnya.
Setidaknya diakui Kadis Prasarana Jalan dan Tata Permukiman (Prasjal Tarkim) Sumbar Suprapto. Pria yang kerap mendampingi Irwan sejak lima tahun belakangan ini, terkadang dibuat terheran-heran mendengar pidato yang disampaikan mantan pimpinannya tersebut dalam berbagai kesempatan.
“Beliau bahkan mengerti sampai kepada hal-hal teknis dalam suatu proyek. Padahal, kita mengetahui bahwa beliau bukanlah berlatar berlakang ilmu keteknikan. Terkadang saya sering bertanya-tanya pula, darimana beliau bisa mengetahui semua itu,” sebut Suprapto.
Makanya, tambah Suprapto, ketika melakukan peninjauan terhadap suatu pekerjaan, dirinya pun harus menyiapkan data lebih lengkap terhadap pekerjaan itu. Sehingga ketika di lapangan, dia pun bisa menjelaskan pekerjaan itu secara lebih detail. “Kalau tidak, tentu saja saya bisa kerepotan pertanyaan beliau nantinya di lapangan,” akunya.
Padang Ekspres sudah berulang kali mengikuti kegiatan beliau, juga merasakan sendiri bagaimana seorang Irwan berpidato. Biarpun terdapat dua atau tiga kegiatan yang mengharuskannya membuka acara itu, ternyata isi pidatonya berbeda-beda. Tentu saja pesan-pesan yang disampaikannya mengena dan sesuai topic pembahasan di setiap pembahasan tersebut.
Menariknya, pidato Irwan mengalir begitu saja. Artinya, beliau tanpa dibekali dengan naskah pidato yang biasanya disiapkan staf seorang kepala daerah. “Kalau saya mengandalkan teks pidato dari staf, jelas saya akan kerepotan nantinya. Terlebih lagi, terdapat beberapa kegiatan yang hampir berdekatan dengan persoalan yang akan dibahas berbeda pula,” tutur Irwan dalam salah satu kesempatan.
Lalu bagaimana dia menyikapinya? Ternyata kepiawaiannya berpidato sudah berlangsung lama. Artinya, tidak berlangsung instan. Selain kegemarannya membaca sejak duduk di bangku sekolah dulu, Irwan termasuk pribadi yang selalu ingin mengetahui sesuatu hal.
Sewaktu dia menjadi Ketua Komisi VIII DPR RI selama lima tahun, dia pernah diundang sebagai narasumber soal pertambangan dan energi di berbagai pentas internasional. Tidak terhitung banyaknya. Hingga puluhan kali. Negara yang mengundangnya sebagai pembicara juga tidak tanggung-tanggung. Semuanya negara maju. Seperti, Amerika, Inggris, Jepang, Australia dan Jerman.
Dia pernah tampil sebagai narasumber pada kegiatan seminar Houston Energy Dialogue, Houston, tahun 2001 silam. Saat itu, Irwan tampil sebagai pembicara menyampaikan makalah berbahasa Inggris yang berjudul, Legislative Role of the Indonsian House of Representatives in Indonesia’s Legal Reform.
Irwan juga tampil sebagai pembicara, pada seminar yang berlangsung 4 Mei 2001 di Singapura. Saat itu, Irwan menyampaikan makalah berjudul Visions for Indonesian Future, Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Irwan Prayitno juga pernah menjadi utusan anggota delegasi Indonesia saat 117th OPEC Konference, Vienna Austria, 26 September 2001.
Selain Amerika Serikat dan Singapura, Irwan juga tampil sebagai pembicara pada seminar internasional di kota-kota besar negara maju lainnya, seperti Fukushima Jepang, New Zealand, Inggris dan Jerman.
Di hadapan pemerintah negara-negara maju dan investor Irwan bicara tentang pemanfaatan potensi energi panas bumi sebagai upaya kemandirian penyediaan energi. Terutama, melalui pembangkit listrik.
“Bila dia sudah ingin mengetahui sesuatu, biasanya dia langsung mempelajarinya secara otodidak, termasuk menanyakan kepada orang yang lebih mengerti terhadap persoalan tersebut. Bahkan, terkadang dia belajar sampai larut hanya untuk mengetahui hal tersebut,” sebut teman dekat Irwan, Yongki Salmeno. (*)
Padang Ekspres, 21 Agustus 2015
Tanpa Cuti Sabtu Minggu Tetap Kerja (Padek 22 Agus 2015)
Tanpa Cuti, Sabtu-Minggu Tetap Kerja
Komitmen mantan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno membangun Sumbar, jelas tak bisa ditanyakan lagi. Selama lima tahun memimpin Sumbar, hari-harinya diisi dengan banyak pekerjaan. Bapak 10 anak ini seakan tak mengenal waktu. Baginya, tak ada tanggal merah. Sabtu dan Minggu tetap kerja guna memberikan yang terbaik bagi rakyat Sumbar.
Malahan, Sabtu dan Minggu menjadi jadwal padat baginya. Di samping meninjau perkembangan pekerjaan yang didanai APBD Provinsi di daerah, Irwan juga kerap diminta menjadi saksi nikah, khotbah nikah, atau menghadiri pesta pernikahan. Namun untuk yang terakhir, dilakukan di sela-sela kegiatannya meninjau atau menghadiri acara kedaerahan.
Saking padatnya kegiatan Sabtu dan Minggu, bila kita ingin bertemu dengan beliau di kedua hari itu, mesti menghubungi beliau sebelumnya. Bila tidak, bukan tak mungkin tidak ketemu akibat Irwan sudah memiliki agenda. Apakah menghadiri acara atau melakukan kunjungan ke daerah atau kegiatan lainnya yang biasanya memakan waktu.
“Ya, bagi beliau seakan tak ada waktu libur. Setelah dihadapkan pada padatnya jadwal di hari kerja, biasanya berlanjut di hari-hari libur Sabtu dan Minggu plus tanggal merah. Bahkan bila ada kejadian yang menyita perhatian publik seperti longsor, gempa atau lainnya, biasanya kegiatan beliau lebih padat lagi,” sebut teman dekat Irwan, Rinaldi.
Keseriusan Irwan membangun daerah juga dibuktikan dengan tidak pernah mengambil cuti selama lima tahun terakhir. Keputusannya ini diamini sejumlah pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Ali Musri misalnya. Kepala Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air (PSDA) Sumbar ini, mengakui bahwa mantan atasannya itu tidak pernah mengambil cuti selama lima tahun terakhir.
“Beliau selalu energik, termasuk meninjau pengerjaan proyek-proyek infrastruktur air di daerah. Beliau seakan tak ingin proyek infrastruktur yang didanai melalui uang rakyat terbengkalai atau tak sesuai ketentuan. Setiap kali kunjungan ke lapangan, pastilah beliau mengingatkan pihak terkait bekerja sesuai ketentuan, sehingga hasil kerjanya bisa bermanfaat lebih bagi masyarakat,” sebut rang Padangpariaman ini.
Teman dekat Irwan, Yongki Salmeno menilai, pola kerja Irwan seperti bola salju. Makin lama makin cepat, makin besar dan sulit dihentikan. Ada dua sopir dan dua ajudan yang mendampingi Irwan sehari-hari. Namun, tak ada ada yang sanggup mendampingi dan mengikuti perjalanan Irwan full seminggu penuh.
Meski beraktivitas rutin dari subuh hingga larut malam, tidak pernah sekali pun dirinya melihat Irwan pulang ke rumah untuk istirahat tidur siang. “Juga, belum pernah satu hari pun istirahat karena sakit. Sementara kami yang mendampingi, meski dengan sistem gantian, sudah bergiliran sakit dan terpaksa beristirahat total,” terangnya.
Lantas apa yang membuat Irwan seperti itu? Menurut suami Nevi Irwan Prayitno itu, kuncinya cuma satu, ikhlas. Dengan keikhlasan, dirinya bisa merasa enjoy (santai, red) menjalani semua tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala daerah. “Dengan ikhlas, saya tidak pernah menganggap semuanya jadi beban,” ujar rang Kuranji Padang itu.
Kini Irwan berpasangan dengan Nasrul Abit maju sebagai calon gubernur/wakil gubernur periode 2016-2021, ingin mewujudkan impian masyarakat Sumbar yang sejahtera di masa mendatang.
Sekian banyak perkampungan pelosok yang dikunjunginya, tentu belum semuanya dapat dituntaskan pembangunannya dalam waktu lima tahun. Apalagi di awal kepemimpinannya dihadapkan musibah, berkat kerja keras dan kuatnya jaringan sebagai mantan anggota parlemen tiga periode, sehingga rumah masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi tuntas dibangun, gedung-gedung pemerintahan berdiri mega lagi dan sejumlah mega proyek sudah diletakan pondasi di akhir masa jabatannya. (*)
Padang Ekspres, 22 Agustus 2015
Ratusan Karateka Lulus Ujian Kenaikan Sabut Inkanas (Padek 24 Agus 2015)
Ratusan Karateka Lulus Ujian Kenaikan Sabuk Inkanas
Baso, Padek—Sebanyak 183 karateka berhasil lulus ujian kenaikan sabuk dalam Gashuku dan Ujian Nasional Inkanas (Institut Karate-DO Nasional) Wilayah Sumatera di lapangan kampus IPDN Baso, Kabupaten Agam, kemarin (23/8). Selain dihadiri majelis tinggi dan dewan guru, kegiatan ini juga diikuti mantan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.
Para peserta yang berhasil lulus kenaikan tingkat sabuk itu, terdiri dari sabuk cokelat ke DAN I 99 orang, DAN I ke DAN II 68, dan DAN II ke DAN III 16. Uji kenaikan sabuk ini dihadiri Majelis Tinggi Apris Hamid, Rere E Soepardi. Lalu, Dewan Guru Ellong Tjandra, Syamsu Bahar, M Saleh Mallawat, AKBP Rosmawi, Indra Yurmansyah, dan Kompol Surya Malindra.
Dalam kesempatan ini, Irwan terlihat berlatih bersama peserta, majelis tinggi dan dewan guru pada Sabtu (22/8). Pria pemilik sabuk DAN IV ini terlihat memperagakan gerakan dasar, termasuk gerakan khas Inkanas lainnya. Irwan sendiri mengaku sudah mulai latihan karate ini sejak duduk di sekolah dasar.
Ketua Dewan Guru Ellong Tjandra menuturkan bahwa pihaknya memang sengaja memecah ujian kenaikan sabuk ini per regional, guna memudahkan dan menghemat biaya akomodasi peserta. Khusus ujian kali ini, menurut pria pemegang sabuk DAN VII itu, diikuti 183 karateka berasal dari 11 provinsi di Sumatera.
“Nah, salah syarat ujian kenaikan sabuk ini, harus dihadiri oleh dewan guru. Itulah sebabnya, saya bersama beberapa dewan guru termasuk majelis tinggi hadir. Namun perlu dicatat, ujian per regional ini hanya sampai kenaikan sabuk DAN III. Sedangkan kenaikan sabuk DAN III ke DAN IV dan seterusnya diadakan secara nasional,” sebut pria berasal dari Makassar itu.
Dalam ujian ini, tambahnya, para karateka diminta memperagakan kihon (gerakan dasar), kata (keindahan gerakan), serta kumite (perkelahian). Nantinya, dewan guru menilai aksi setiap karateka. Bila berhasil, tentu mereka berhak memperoleh kenaikan sabuk. Begitu pula sebaliknya, harus mengulangnya kembali.
Ellong menuturkan bahwa perkembangan ilmu beladiri Inkanas di Sumbar sangat mengembirakan. Khusus regional Sumatera ini, hanya Sumut saingan terdekat Sumbar. Bahkan dua mantan gubernurnya menyabet DAN IV. Selain Irwan Prayitno, juga Gamawan Fauzi yang juga mantan Mendagri. Merujuk pada alasan inilah, Sumbar ditunjuk menjadi lokasi ujian kenaikan tingkat regional Sumatera.
Di sisi lain, Kabid Binas Prestasi Inkanas Sumbar, Mukhtar menuturkan bahwa sebelum ini pihaknya juga sudah melaksanakan ujian kenaikan sabuk, mulai sabuk putih sampai cokelat. Dalam ujian yang dilaksanakan masing-masing pengurus cabang pada Maret 2015 itu, diikuti 1.300 karateka. Sedangkan secara keseluruhan jumlah anggota Inkanas Sumbar sekitar 3.000 karateka.
Di samping ujian kenaikan tingkat, pihaknya juga rutin menggelar kompetisi salah satunya kejuaraan daerah (kejurda) biasanya dilaksanakan awal Februari. “Beberapa kejuaraan lainnya juga kerap kita gelar,” ujar Mukhtar. Sejauh ini, terdapat 17 pengurus cabang (pengcab) Inkanas di Sumbar minus Kepulauan Mentawai dan Sawahlunto. Di kedua daerah ini, belum ada karateka menyandang sabuk DAN. (rdo)
Padek, 24 Agustus 2015
Bangun Rumah Ketimbang Kantor Gub (Raksum 4 Agus 2015)
Dahulukan Bangun Rumah Rakyat dan Kantor, Dibanding Kantor Gubernur
Tanggal 15 Agustus 2010, kurang 11 bulan setelah peristiwa gempa 30 September 2009, dilakukan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar setelah terpilih melalui Pemilukada. Saat itu, keadaan Sumbar tak jauh berubah, Sumbar masih dalam keadaan porak-poranda.
“Kami dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar ketika itu di gudang atau garase Gedung DPRD Sumbar. Peserta sidang dan tamu undangan memenuhi gudang yang secara darurat disulap menjadi gedung pertemuan, membuat suasana makin terasa sempit, sumpek, dan panas. Kantor DPRD Sumbar saat itu mengalami rusak berat sehingga untuk sementara tak bisa digunakan,” ujar Irwan Prayitno kepada Rakyat Sumbar, kemarin (3/8).
Kantor Gubernur Sumbar juga tak jauh berbeda. Kantor berlantai empat yang biasa disebut rumah bagonjong ini juga mengalami rusak berat. Ratusan karyawan terpaksa berkantor darurat di bangunan yang sebelumnya adalah gedung pertemuan (aula).
Di instansi lain, kebanyakan SKPD terpaksa membangun barak-barak darurat sebagai kantor tempat bekerja. “Saya dan Pak Wagub terpaksa berkantor secara darurat di rumah, dan bangunan bekas Kantor PKK Provinsi,” ujarnya.
Sekitar 200.000 rumah penduduk rusak, sekolah, rumah ibadah, jalan dan berbagai fasilitas umum lainnya lumpuh.
Itulah tantangan pertama yang harus dihadapi Gubernur, Wakil Gubernur dan Pemprov Sumbar di awal masa tugasnya, menata Sumatera Barat yang tengah porak-poranda. Persoalan yang dihadapi tidak hanya masalah bangunan fisik dan berbagai infrastruktur yang porak-poranda, tetapi juga masalah nonfisik.
Peristiwa dahsyat ini tidak hanya menghancurkan bangunan fisik, tetapi juga memukul mental masyarakat. Peristiwa ini menimbulkan trauma dan ketakutan yang mendalam, banyak masyarakat yang eksodus meninggalkan Sumbar Barat, termasuk pengusaha dan investor. Banyak yang meramalkan saat itu, kota-kota yang terletak di kawasan pantai akan menjadi kota mati ditinggal penduduknya untuk menghindari amukan gempa dan tsunami.
“Tugas, tetaplah tugas meski berat, ini harus dilakukan dengan serius. Siang malam, kami bersama Wakil Gubernur, unsur Forkopimda dan semua kepala SKPD bekerja keras. Dengan dukungan masyarakat Sumbar, baik yang ada di daerah apalagi yang berdomisili di rantau, pemerintah pusat maupun internasional serta media massa, bahu-membahu mengatasi masalah itu,” ungkapnya.
Pemprov Sumbar bersama Forkopimda mengadakan rapat setiap hari, rata-rata tiap malam, untuk menggerakkan, memotivasi serta mengevaluasi upaya penanggulangan pasca gempa. Sampai sekarang pun, untuk efisiensi waktu, rapat-rapat umumnya dilakukan malam hari dan hari libur.
Penanganan dilakukan secara serius, segala usaha diupayakan untuk mengatasi setiap persoalan yang timbul, tak lupa pula berdoa semoga banyak pihak digerakkan hatinya untuk membantu Sumatera Barat dan daerah ini mendapat perlindungan Allah serta dijauhkan dari bencana.
Apalagi Sumatera Barat dikenal sebagai daerah supermarket bencana. Banjir, longsor, letusan gunung merapi, abrasi pantai, galodo, gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, kemarau panjang, kabut asap pernah terjadi. Karena itu penanganan pembangunan di Sumatera Barat perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi kebencanaan tersebut.
“Alhamdulillah, kerja keras, keseriusan serta doa kita rakyat Sumbar, tidak sia-sia. Upaya serius, kerja keras dan doa tersebut membuat berbagai pihak bersimpati turun tangan membantu. Dengan dana APBD dan dana masyarakat sendiri, semua kerusakan itu tak mungkin bisa dipulihkan. Pemerintah pusat mengucurkan dana sebesar Rp2,7 triliun lebih untuk rehab rekon Sumatera Barat. Para perantau tak kurang mengucurkan pula dana untuk kampungnya, begitu juga pihak lain, negara sahabat, perusahaan, donatur dan berbagai pihak yang tak mungkin disebutkan satu per satu,” jelas Irwan Prayitno.
Kerja keras dan profesional, serta saling bahu-membahu multi stake holders ini mendapat apresiasi dari pemerintah pusat yaitu mendapat empat penghargaan sekaligus: Terbaik I Nasional dalam pelaksanaan Tanggap Darurat,Terbaik I Nasional dalam Pelaksanaan Rehab Rekon Pascabencana, Terbaik II Kategori Akuntabilitas Bidang Kebencanaan dan Terbaik III Bidang Mitigasi. Penghargaan ini diterima pada tahun 2011.
Pada tahun 2013 diperoleh lagi penghargaan Rehab Rekon Tercepat. Sumbar berhasil menyelesaikan rehab rekon sebanyak 197.636 rumah masyarakat yang menelan dana sebesar Rp 2,714 triliun dengan tepat waktu.
Saat ke Sumbar, memang berkali-kali Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan bahwa Sumatera Barat patut dijadikan contoh dalam pelaksanaan penanganan pascabencana. Syamsul Maarif juga mengatakan Pemerintah Pusat tidak ragu-ragu mengucurkan dana dalam jumlah besar ke Sumbar, karena yakin dana tersebut pasti dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan bisa dipertanggungjawabkan.
Kini pemandangan seperti 3 atau 4 tahun lalu itu tak nampak lagi, bahkan nyaris tak berbekas. Kantor-kantor yang dulu roboh telah dibangun lagi dan diganti dengan yang lebih baik dan lebih kokoh. Begitu juga rumah masyarakat dan fasilitas-fasilitas umum yang dulu luluh-lantak telah dibangun lagi dan kembali berfungsi normal. Hotel-hotel berbintang dan aktivitas ekonomi lainnya menggeliat.
Suasana mencekam, kini tak terlihat lagi bahkan nyaris terlupakan. “Saya lebih mendahulukan membangun rumah rakyat dan kantor pemerintahan, dibandingkan kantor gubernur,” tutup IP. (mul)
Rakyat Sumbar, 4 Agustus 2015
Mendirikan adzkia dengan 15 ribu rupiah (Raksum 6 Agus 2015)
Mendirikan Adzkia dengan 15 Ribu Rupiah
Didorong niat besar ikut mencerdaskan masyarakat, Irwan Prayitno menolak menjadi pegawai Semen Padang setamat kuliah, 1988 lalu. Walau ditawari posisi aman untuk seorang tamatan kuliah, Irwan memilih mendirikan bimbingan belajar (Bimbel) dengan modal Rp15 ribu.
Dengan susah payah menamatkan kuliah di Universitas Indonesia (UI), Irwan Prayitno langsung pulang kampung. Di Padang Irwan mendirikan bimbingan belajar yang kemudian menjelma menjadi Yayasan Pendidikan Islam Adzkia dengan aset Rp70 miliar saat ini.
Di Kota Padang, saat itu tidak banyak bimbingan belajar berdiri. Kecenderungan masyarakat masih menempuh pendidikan formal. Melihat peluang itu, Irwan mencari kawan-kawan yang dapat bekerjasama.
“Adzkia saya dirikan dengan uang Rp15 ribu, waktu itu saya dapat mencetak brosur sebanyak satu rim, kemudian dibagikan ke sekolah-sekolah yang ada di Kota Padang,” kenang Irwan mengingat perjuangannya membesarkan Adzkia.
Sebenarnya, untuk menamatkan kuliah bagi Irwan cukup panjang, enam tahun sejak 1982 hingga 1988. Lamanya Irwan di kampus bukan kemampuan akademiknya yang kurang. Namun tuntutannya untuk melaksanakan kegiatan di luar kampus membuatnya molor menyelesaikan kuliah.
Dia banyak menghabiskan waktu di luar kampus untuk mengajar, berdakwah, berdiskusi, serta mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Menikah dengan Nevi Zuairina tahun 1985 dengan tanpa modal apa-apa
Begitu lulus sarjana psikologi UI yang terngiang di pikirannya justru ingin berdakwah. Tawaran gaji besar dari perusahaan semen terbesar di Padang, misalnya, ditampiknya. Keyakinan untuk terus berdakwah, menurutnya, bila dilandasi nawaaitu demi menggapai Islam kaffah akan menjadi besar.
Semangatnya bersama teman-teman lalu terdorong untuk membangun lembaga pendidikan Adzkia (yang artinya kecerdasan) untuk dakwah pendidikan, serta Yayasan Al-Madani untuk mengurusi dakwah sosial. Hidup Irwan kemudian dipenuhi warna-warni Adzkia.
Brosur telah disebar ke sekolah-sekolah di Kota Padang, Irwan berhasil mendapatkan murid dua lokal. Sebanyak 80 siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan Adzkia. Tidak memiliki gedung sendiri, Adzkia menyewa gedung PGAI, dengan syarat uang sewanya dibayarkan bulan berikutnya setelah siswa didapatkan.
“Awalnya cuma empat jurusan, setelah itu terus berkembang, banyak peminat, saya memilih untuk mendirikan Taman Kanak-Kanak,” ujarnya.
Langkah itu berjalan lancar, siswa didapat, sewa gedung juga sudah dibayarkan. Ada empat jurusan yang dibuka, Fisika, Matematika, Biologi dan Kimia. Sementara tenaga pengajarnya juga hanya empat orang, di antaranya, Prof Syukri Arief, mereka pada umumnya berasal dari perguruan tinggi ternama seperti, IPB, UGM, Unand dan dirinya dari UI.
Tempat belajar juga menjadi berpindah-pindah. Pertama di PGAI pindah ke jalan Raden Saleh, Jalan Diponegoro, pindah lagi ke Belakang Olo, Simpang Damar. Setelah itu Irwan mendapatkan tanah wakaf dari ibunya di Taratak Paneh, Kuranji. Secara perlahan gedung sekolah dibangun. Kemudian membeli tanah di sekitarnya untuk mendirikan sekolah lainnya.
Secara perlahan tapi pasti, Yayasan Pendidikan Islam Adzkia terus tumbuh seiring tingginya kesadaran masyarakat di Kota Padang pentingnya akan pendidikan. Tahun 1990 Adzkia membuka Taman Kanak-Kanak Adzkia yang sampai sekarang berkembang menjadi 7 cabang yang tersebar di kota Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Kemudian Yayasan Adzkia mendirikan SD, SMP, SMA dan SMK. Kemudian juga melanjutkan dengan mendirikan perguruan tinggi. “Sekarang kita juga sudah membuka di Medan, Sumatera Utara,” sebutnya.
Melihat kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan guru TK yang profesional, maka YPIC Adzkia pada tahun 1994 membuka Program Diploma I PGTK Adzkia, yang kemudian berkembang menjadi program Diploma 2 PGTK/RA dan PGSD/MI di bawah Naungan Akademi Kependidikan Islam Adzkia (AKIA). Tahun 2003 status Akademi berubah ke arah yang lebih positif yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah yang dinaungi oleh Departemen Agama Republik Indonesia.
Sudah sangat banyak lulusan yang telah dihasilkan oleh AKIA/STIT Adzkia. Lulusan STIT Adzkia bahkan sudah banyak yang diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil baik di Propinsi Sumatera Barat, maupun di luar provinsi Sumatera Barat. Bahkan keberadaan para alumni AKIA/STIT Adzkia ini tidak hanya menduduki jabatan sebagai guru melainkan juga sebagai kepala sekolah terutama lulusan jurusan PGTK Adzkia.
Tahun 2005 Program Diploma 2 tidak diizinkan lagi untuk dibuka sehingga tahun 2007-2008 perguruan tinggi Adzkia fakum. Alhamdulillah tahun 2009, Adzkia diberikan izin penyelenggaraan STKIP Adzkia program S1 PG-PAUD & PGSD di bawah Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dengan Nomor izin 111/D/O/2009.
Lanjutkan Pendidikan
Di saat Adzkia mulai menapak maju di kota Padang, Irwan tahun 1995 justru terdampar ke negeri jiran Malaysia untuk melanjutkan pendidikan S-2. Awalnya, banyak universitas yang menolak mengingat IP-nya rendah 2,02 sebelum akhirnya Universitas Putra Malaysia (UPM) di Serdang, Kuala Lumpur mau menampung dengan status percobaan satu semester. Namun Irwan malah menantang Prof Hasyim Hamzah, Pembantu Rektor UPM dirinya bisa menyelesaikan studi tiga semester atau satu setengah tahun dari waktu normal enam semester atau tiga tahun.
Tantangan itu terbukti dan memberinya hak menyandang gelar Msc bidang Human Resources Development. Kuliah S-3 pun di kampus yang sama dicapainya dengan gemilang. Irwan lulus S-2 dan S-3 bidang Training Management kali ini dengan nilai A semua, kecuali mata kuliah mengenai hukum
perempuan. Itupun hanya akibat berbeda pendapat dengan dosennya.
Yang menarik, selama pergulatannya di Negeri Jiran Irwan Prayitno harus bekerja keras untuk menghidupi istri dan lima anak, saat itu, yang ikut diboyongnya. Dibutuhkan minimal 2.000 hingga 3.000 ringgit Malaysia per bulan, 10 hingga 20 persen di antaranya untuk kuliah. Sumber pendapatan tak lain dari berdakwah dan berceramah sampai ke London sekalipun. Pesawat terbang atau kereta api adalah tempat biasa untuk mengerjakan tugas-tugas perkuliahan. Itupun masih belum melepaskannya dari pekerjaan rutin di rumah mencuci pakaiannya, istri, dan anak-anak.
Kini, Adzkia telah bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang berkualitas di Kota Padang, Sumbar umumnya. Dengan Adzkia Irwan telah menyumbangkan sebuah perjuangan membangun pendidikan di Sumbar.
“Bagi saya Adzkia bukanlah untuk mengejar profit, namun bagaimana berperan membangun manusia berkarakter di Ranah Minang,” ujarnya. (mul)
Usai Dilantik Langsung Rapat Dengan Olahraga (Raksum 7 Agus 2015)
Usai Dilantik, Langsung Rapat dengan Orang Olahraga
‘Orang-orang olahraga’ tahu benar bahwa Gubernur Sumbar Irwan Prayitno saat pertama kali dilantik tahun 2010, rapat pertama yang dilakukannya adalah dengan pengurus KONI Sumbar.
Saat itu, Irwan Prayitno masih menggunakan baju putih yang dipakainya saat pelantikan, langsung memimpin rapat seputar pelaksanaan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2010 yang terancam tidak terlaksana karena ketidaksiapan tuan rumah; Kabupaten Agam, kala itu.
“Saat itu saya langsung menggelar rapat dengan pengurus KONI Sumbar, kita putuskan saat itu Porprov harus tetap dilaksanakan dengan membagi cabang olahraga pada beberapa kabupaten kota di Sumatra Barat,” ujar Irwan Prayitno kepada Rakyat Sumbar, Rabu (5/8).
Hingga di penghujung kepemimpinannya yang berakhir 15 Agustus 2015 nanti, Porprov yang digelar sekali dua tahun ini tak pernah terputus, mulai dari tuan rumah Agam, Limapuluh Kota, dan Dharmasraya akhir tahun lalu.
“Dalam waktu lima tahun bisa menggelar tiga kali Porprov itu sangat luar biasa, itu tidak mudah. Hal itu berkat dukungan KONI juga,” lanjut mantan anggota DPR RI itu.
Menurut Irwan, tidak terputusnya Porprov selama era kepemimpinannya bisa dijadikan bukti kepedulian pemerintah daerah terhadap dunia olahraga, baik prestasi maupun pembinaan atlet.
“Bahkan kita sangat antusias menjadikan Sumatra Barat sebagai tuan rumah PON 2024. Pemerintah daerah telah mempersiapkan diri sejak 2 tahun silam, namun untuk mewujudkan misi itu, tentu butuh dukungan semua pihak, termasuk masyarakat. Sebelumnya, saya dan bupati serta wali kota sudah komit dan menekan MoU untuk membuat venue olahraga. Sementara Kota Padang membangun stadion utama di Sikabu, Padangpariaman, dengan luas tanah 38,5 hektare dari 50 hektare yang ditargetkan,” sambungnya.
Pembangunan stadion utama yang nantinya dilengkapi beberapa venue olahraga itu ground breaking-nya dilakukan, Kamis (6/8). Segala hal teknis menyangkut pembangunan, kata Irwan, sudah tidak ada masalah lagi karena, telah ditentukan pemenang tendernya.
“Mimpi kita untuk punya stadion besar, Insya Allah terlaksana, ini langkah kita untuk mewujudkan Ranah Minang sebagai tuan rumah alek terakbar olahraga nasional,” cetus Gubernur.
Apa yang disampaikan orang nomor satu di Sumbar itu diamini Ketua KONI Sumbar, Syahrial Bakhtiar. Mantan bawahan Irwan Prayitno di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumbar itu menyebut, kapasitas Gubernur dalam perkembangan olahraga daerah sangat dirasakan terutama KONI sebagai perpanjangan tangan pemerintah.
“Kami sangat mengapresiasi peran Gubernur dalam memperhatikan olahraga daerah selama ini,” sebut Syahrial.(rif)
Rakyat Sumbar, 7 Agustus 2015
Hobi Trabas Untuk Kunjungi Masyarakat Terpencil (Raksum 10 Agustus 2015)
Hobi Trabas Untuk Kunjungi Masyarakat Terpencil
Perjuangan dengan motor trail yang dilakukan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, selalu berdampak kemajuan terhadap daerah yang dikunjungi. Sesulit apapun rute ke lokasi, tak menciutkan nyalinya, meski kata orang; nyawa taruhannya. Itu selalu dilakukan dalam menjemput aspirasi dan melihat langsung kondisi riil masyarakat.
Muharman———Padang
Ketangkasannya menggunakan motor trail, tak perlu ditanyakan lagi. Sebab olahraga memacu adrenaline ini, memang hobi sejak muda. Namun di balik itu, terselip sebuah keinginan besarnya agar dapat melihat langsung masyarakat di daerah terpencil, dan mengatur langkah, mencarikan solusi apa yang menjadi keinginan masyarakat.
“Ini hobi saya sejak muda dulu. Bukan untuk gagah-gagahan, tapi saya memang menyukai olahraga yang penuh tantangan ini. Dengan datang langsung, tentu kita dapat mengetahui apa yang menjadi harapan dari masyarakat,” ujar Irwan Prayitno, kemarin pagi.
Mungkin, tak terhitung berapa banyak daerah yang dikunjungi dengan motor trail bersama Tim Trail Sumbar I, dan terkadang menyertai SKPD terkait, dan pemerintah daerah setempat. Kehadirannya ke daerah yang tidak bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat itu, terlihat berdampak langsung dalam memfasilitasi dan memajukan pembangunan, serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
“Apa yang menjadi keinginan masyarakat itu kita himpun, kita carikan solusinya. Dengan begitu tak ada lagi cerita di atas kertas, karena kita tau kondisinya secara langsung,” ungkap Irwan Prayinto.
Seperti, Nagari Garabak Data yang berada di Kabupaten Solok yang dikunjungi pada beberapa waktu lalu. Di sana, kuda beban menjadi angkutan barang paling favorit bagi masyarakat. Sebab jalan di sana sulit ditempuh kendaraan roda empat. Tak menunggu waktu lama, setelah daerah yang kaya potensi pertanian dan hasil alam itu dikunjungi, semua SKPD terkait dikerahkannya, memacu pembangunan Garabak Data.
“Daerah itu kaya dengan potensi, tentunya bagaimana semua SKPD terkait dapat bersama-sama mengatur langkah dalam memajukan Garabak Data. Masalah kekurangan tenaga kesehatan, listrik, jaringan telekomunikasi dan berbagai masalah yang disampaikan masyarakat di sana telah kita carikan solusinya,” ujarnya.
Nagari Garabak Data yang memiliki 963 KK ini, menjadi satu-satunya nagari dari 74 nagari yang masih terisolir di Kabupaten Solok. Jika jalan keluar Garabak Data telah lancar, maka masalah di bidang kesehatan, pendidikan, dan perekonomian di daerah yang berpenduduk 2.556 jiwa dapat meningkat dengan sendirinya.
Kehadirannya ke daerah itu mendapat sambutan sangat baik dari masyarakat dan para tokoh. Betapa tidak, Ia menjadi satu-satunya kepala daerah yang mau mengunjungi daerah itu untuk melihat langsung daerah yang ditempuh berjam-jam perjalanan dari Kantor Kecamatan Tigo Lurah.
Selain Garabak Data, banyak lagi daerah yang sulit ditempuh roda empat yang telah dikunjunginya langsung. Selama lima tahun menjadi Gubernur Sumbar, banyak lagi daerah di kabupaten/kota di Sumbar yang telah didatangi. Ia dan beberapa anggota Trail Sumbar 1 yang diketuainya itu, tak hanya mendata apa yang menjadi keinginan masyarakat, tak jarang bantuan dana terhimpun melalui hobi dari Irwan Prayitno dan beberapa anggota Trail Sumbar 1.
“Tentunya kunjungan kami, tak hanya ingin menikmati kepuasan dari keindahan alam saja. Tapi bagaimana kami dapat mendorong memajukan daerah itu semakin baik lagi ke depannya, menghimpun keinginan masyarakat, dan memacu keinginan generasi muda di Sumbar untuk bersama dalam membangun Sumbar maju,” terangnya. (***)
Rakyat Sumbar, 10 Agustus 2015
Insya Allah Pemaaf dan Tak Pernah Marah (Raksum 11 Agus 2015)
Insya Allah, Pemaaf dan Tak Pernah Marah
Irwan Prayitno dikenal sebagai orang yang pemaaf dan mungkin tak pernah marah. Sejak awal menjabat Gubernur Sumbar sejak 15 Agustus 2010, tentunya telah banyak ujian dan hambatan yang dilaluinya. Namun ia tidak pernah terpancing untuk membalas apa yang telah dilakukan orang kepadanya. Ia terlihat tenang dengan setiap masalah yang terjadi, baginya marah bukanlah solusi menyelesaikan masalah.
Muharman———–Padang
Dunia politik, tentunya selalu penuh dengan persaingan. Ada-ada saja yang dilakukan untuk saling menjatuhkan. Namun bagi Irwan Prayitno, ia terlihat tenang pada setiap masalah yang terjadi. Kalaupun diminta awak media untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan masalah itu. Ia hanya senyum, seperti tak pernah ada keinginan untuk membalas pernyataan itu.
Banyak tudingan bernada miring yang ditujukan kepadanya. Bahkan itu berupa fitnah. Tentunya hal ini membuat orang yang ada disekelilingnya, kerabat dan rekan-rekannya geram. Tapi ia tetap santai, tak terfikir olehnya bagaimana untuk menyerang balik penyebar fitnah.
“Jika kejahatan dibalas kejahatan, bukannya itu berarti kita sama saja dengan mereka. Sabar, dan sabar, biarlah Allah yang membalasnya, karena Allah itu Maha Tahu dan Maha Adil,” sebutnya (10/8) kemarin.
Tanpa membalas, jika kita benar kenapa harus takut. Kebenaran itu akan muncul dengan sendirinya. Mungkin itulah yang menjadi prinsip dalam hidupnya. Hal itu jugalah yang sering disampaikan dalam tausiah-nya. “Selagi kita berada di jalan yang benar, Tuhan akan selalu tunjukan jalan,” jelasnya.
Seperti saat ini, ketika ia kembali mendapat kepercayaan sebagai salah satu calon gubernur Sumbar untuk Pilkada 9 Desember mendatang. Ada-ada saja yang berusaha agar jalannya untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat Sumbar ini gagal.
Lagi-lagi ia terlihat tenang, karena apa yang dilakukannya itu tak ada yang melanggar aturan. “Semua yang saya lakukan ini tak ada yang melanggar aturan, jadi tak perlu ditakutkan,” ujarnya yang terlihat begitu sabar. (***)
Rakyat Sumbar, 11 Agustus 2015
Tidak Ada Masalah Kecuali Ada Solusi (Raksum 12 Agustus 2015)
Tidak Ada Masalah, Kecuali Ada Solusi
Permasalahan tentunya selalu ada dalam kehidupan ini. Apalagi mengurus Sumbar dengan 19 kabupaten/kota, berpenduduk 1,5 juta jiwa lebih, tak gampang tentunya. Tapi berbagai kendala dan persoalan bisa diselesaikan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dengan mencarikan solusinya.
Muharman——– Padang
Setiap masalah itu perlu dihadapi bukan dihindari. Hal itulah yang selalu ditekankannya, sehingga berbagai kemajuan di sejumlah sektor berjalan baik. Kerja keras dilakukannya dengan meningkatkan kesungguhan semua pihak, SKPD, PNS Pemprov, para bupati dan wali kota.
“Atas izin Allah semua keberhasilan bisa diraih,” ujar Irwan Prayitno.
Sejak menjabat Gubernur Sumbar, 15 Agustus 2010 lalu, berbagai persoalan besar dihadapinya. Pada tahun pertama saja, ujian paling berat mulai dibebankan di pundaknya. Gempa besar baru saja meluluh lantakan hampir separuh Sumbar. Keadaan daerah yang porak poranda pascagempa dan suasana transisi pasca reformasi kala itu.
Mulai dari matahari pagi terbit hingga larut malam silih berganti tamu datang ke rumah dinas yang juga menjadi kantornya itu. Unsur pemerintahan dan non pemerintah datang kepadanya membawa dan menyampaikan berbagai masalah yang terjadi.
Namun dengan kepala dingin, ia berusaha mencarikan solusi kendala dan persoalan itu. Seperti mengurai benang yang kusut, satu per satu itu dapat diselesaikannya. Seiring berjalannya waktu perekonomian Sumbar kembali tumbuh, sejumlah program yang dibuatnya untuk meningkatkan kesejahteraan.
Sumbar semakin mendapat perhatian dari nasional hingga internasional. Dalam 5 tahun ini, lebih dari 200 penghargaan yang diraih Sumbar. Itu tentunya membuktikan keseriusan untuk mengurus Sumbar. Tak banyak yang bisa melakukan apa yang dilakukannya saat ini.
“Masalah pasti ada dalam kehidupan. Ibarat badai, ombak dan angin di laut yang menerpa, bagaimana kita untuk selalu bisa untuk bangkit. Ibarat jalan ada berlubang atau mendaki menurun. Semuanya ada dan perlu dihadapi bukan dihindari. Sehingga masalah itu adalah bagian dari kesuksesan. Setiap yang kita kerjakan dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan beri banyak solusi,” sebut IP, kemarin.
Ia menyatakan, dalam setiap masalah, pasti ada solusinya. Dalam setiap kesulitan, selalu ada kemudahan, begitu kata Allah. Prinsip itulah yang digunakan, dalam menyikapi berbagai persoalan yang terjadi di Sumbar. Ketenangannya menghadapi persoalan, dan dengan bijak menyiapkan solusinya.
“Alhamdulillah, tidak ada masalah yang berat, karena semua masalah kita jalani dengan ikhlas dan serahkan kepada Allah. Semuanya dapat diselesaikan. Ada keinginan pasti ada jalan dan pasti akan solusi,” pungkasnya. (***)
Rakyat Sumbar, 12 Agustus 2015
Like and dislike (Raksum 14 Agus 2015)
Like and Dislike
“Membangun daerah itu, bisa dibilang mudah, bisa juga dikatakan tidak mudah. Dibilang susah juga tidak susah. Itu tergantung kita memandang saja,” ujar Irwan Prayitno, Kamis (13/8) sore.
Muharman, Padang
Dua hari lagi, masa jabatannya sebagai Gubernur Sumbar berakhir. Irwan Prayitno sudah berpamitan dengan pegawai dan bersilaturahmi dengan Kepala SKPD serta wartawan di Padang.
“Melalui kegiatan ini silaturahmi ini, saya menyampaikan permohonan maaf atas kebijakan yang saya lakukan, selama 5 tahun menjabat, ada sikap yang dilakukan telah membuat SKPD ataupun wartawan tersinggung,” sebut Irwan Prayitno, di Mess Pemda Provinsi Sumbar, di Bukik Lampu, Bungus Teluk Kabung.
Tentunya banyak situasi penting yang telah dilewatkan bersama, bagaimana upaya yang dilakukan bersama-sama dalam kerangka membangun Sumbar.
Menurutnya, berbagai hal telah dilakukan selama 5 tahun belakangan ini, di antaranya upaya meningkatkan kesejahteraan melalui program-program yang dijalankan SKPD, di bidang kesehatan dan pendidikan, begitu juga dalam membangun infrastruktur.
“Jika hanya mengandalkan PAD yang ada pada masing-masing daerah, tentunya pembangunan Sumbar ini akan sulit, perlu dukungan APBD Provinsi dan APBN. Dengan itulah pembangunan banyak infrastruktur di Sumbar dilakukan,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pada awal ia menjabat Gubernur Sumbar, kondisi Sumbar masih porak-poranda akibat gempa yang menguncang 30 September 2009 dan itu membuat 7 kabupaten/kota rusak parah. Rumah penduduk, kantor pemerintah, swasta, dan fasilitas umum rusak parah.
“Hingga Agustus 2010, belum masuk rehab-rekon, hanya ada dana gawat darurat yang dikucurkan pemerintah. Banyak pihak yang mempertanyakan Saya waktu itu, bagaimana cara Saya bisa membangun Sumbar. Apalagi jika melihat dengan kondisi kantor SKPD yang kebanyakan berkantor darurat dan serba keterbatasan fasilitas kerja,” ungkapnya.
Menurutnya, setelah dilantik menjadi Gubernur Sumbar, ia langsung memohon Kepala BNPB Syamsul Maarif untuk turunkan dana rehab-rekon ke Sumbar. Itu harus dilakukannya.
“Tak hanya menyegerakan agar masyarakat mendapatkan tempat tinggalnya yang rusak akibat gempa. Pembenahan terhadap bangunan kantor-kantor penting dilakukan, di antaranya mendahulukan membangun gedung Kejati dan RSUP M Djamil daripada Kantor Gubernur,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam melakukan pembangunan itu didahulukan menyelesaikan mana yang sebelumnya telah dibangun. Balairung yang sebelumnya hanya tiang, kemudian dibangun. Begitu juga dengan Masjid Raya Sumbar yang saat ini telah bisa digunakan, juga dibangun secara berangsur-angsur.
“Melanjutkan pembangunan Jembatan Kelok 9 yang sebelumnya masih terbengkalai, sekarang dapat digunakan. Melakukan lobi ke banyak pihak, sehingga akhirnya pembanguan dapat selesai dan mampu digunakan dalam mengurai kemacetan Sumbar-Riau,” paparnya.
Selain itu, Jalan Sicincin Malalak juga dibangun, jembatan-jembatan yang rusak diperbaiki. Mungkin ada sekitar dari 30 jembatan yang kita bangun dalam 5 tahun ini. Begitu juga irigasi yang sangat penting dalam pengairan lahan pertanian masyarakat, itu selalu menjadi prioritasnya.
Lima tahun ini, ia bersama wakilnya Muslim Kasim, membuat berbagai program yang berpihak pada masyarakat Sumbar. Begitupula melanjutkan pekerjaan gubernur sebelumnya. Sebab semua program yang dibuat berjenjang. Artinya tidak tuntas oleh gubernur sebelumnya, maka dilanjutkan pemimpin terpilih kemudian
“Memimpin itu bisa disebut sebagai pekerjaan sulit, bisa juga susah. Tergantung seseorang menyikapinya Jika dipersusah maka jadi susah. Jika tidak, maka segalanya berjalan dengan mudah,” ungkapnya lagi.
Dalam memimpin Sumbar, ia korbankan waktu untuk urusan keluarga. Semua dilakukan untuk kemajuan Sumbar. Ketika masa jabatannya habis, maka Irwan mengaku kembali pada kehidupan normal. Meski demikian, karena diberi amanah oleh partai, dia kembali mencalonkan diri sebagai kepala daerah incumbent. Semua tidak lepas atas permintaan partai dan masyarakat.
Namun ketika nasib tidak berpihak padanya, ia akan kembali ke rutinitasnya. “Setelah ini saya akan kembali pada kehidupan normal. Mengantarkan anak-anak sekolah, kembali mengajar dan melakukan aktifitas yang dilakukannya sebelum menjadi Gubernur. Sebab selama ini waktu saya habiskan untuk urusan pemerintah,” terangnya.
Dalam pertemuan tersebut, Irwan Prayitno juga mengungkapkan kalau tidak ada orang-orang PKS yang mengelilinginya selama dia memimpin Sumbar. Itu disampaikan karena banyak informasi yang tersiar kalau dia memberi jabatan pada orang separtai dengannya.
“Lima tahun saya memimpin. Saya bekerja siang malam untuk kemajuan daerah ini. Tapi ada saja yang mengomentari kinerja saya. Saya dikatakan memakai orang-orang PKS dalam bekerja. Padahal itu tidak benar,” sebut Irwan.
Ungkapan tidak adanya orang PKS di sekitarnya, dijelaskan Irwan, dengan menyebut nama-nama kepala dinas. Sebab kebanyakan dari mereka adalah orang-orang pada zaman gubernur sebelumnya. Sebut saja, Kepala Dinas Pertanian, Fajaruddin, Kepala Bapedalda, Asrizal Asnan, Kepala Badan Arsip dan Perpusatkaan, Alwis, Kadis Kesehatan Sumbar, Rosnini Savitri dan kepala SKPD lain.
“Dalam memimpin saya tidak menggunakan istilah like and dislike tapi lebih pada kemampuan para kepala dinas. Jadi apa yang disebarkan tentang saya yang dikelilingi orang PKS jelas tidak berdasar dan tidak benar,” pungkasnya. (***)
Selalu Semangat dan Optimis (Raksum 18 Agus 2015)
Selalu Semangat dan Optimis
Meskipun tak menjabat Gubernur Sumbar, namun Irwan Prayitno terlihat tetap bersemangat disaat berada ditengah masyarakat. Sama seperti pada sebelumnya, ketika rutinitas mengunjungi masyarakat hingga ke ujung daerah terpencil dalam memajukan pembangunan Sumbar itu dilakoninya selama 5 tahun belakangan dari pagi hingga larut malam.
Muharman———–Padang
Senin (17/8) siang, Pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia itu terlihat hadir diantara kegembiraan masyarakat Parak Karakah, Kecamatan Padang Timur yang sedang mengadakan berbagai kegiatan dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 70.
Ia memang selalu tampil sederhana, jadi ia tidak terlihat canggung meskipun datang tanpa embel-embel sebagai pejabat daerah bertemu dengan masyarakat. Itu yang menyebabkan beberapa masyarakat tak menyangkal bahwa Irwan Prayitno yang menjadi Gubernur Sumbar 2010-2015 yang berakhir masa jabatannya pada 15 Agustus lalu itu, datang ke tempatnya dan berbaur dengan mereka.
“Kami tak menyangka, kalau Pak Gubernur itu akan datang kesini tadi. Tentunya daerah ini sangat perlu sosok pemimpin yang seperti itu, selalu dekat dengan masyarakat,” sebut Burhanuddin, tokoh masyarakat Parak Karakah.
Memang mengunjungi masyarakat, tentunya bukan hal baru bagi Irwan Prayitno. Walau akses sulit ditempuh dengan roda empat, tapi dengan semangatnya ia selalu berusaha datang ke masyarakat, terkadang dengan motor trail ia perlihatkan upaya dalam memajukan kesejahteraan masyarakat tersebut.
Ia merupakan sosok selalu semangat tak pernah mengenal lelah, selalu optimis dalam memajukan pembangunan Sumbar. Begitulah bagaimana ia bisa sukses dengan lebih dari 300 indikator indikator kemajuan pembangunan Sumbar dan ratusan penghargaan diraih Sumbar dari nasional hingga internasional, disejumlah bidang.
Baginya untuk menjadi pemimpin adalah mengharapkan ridha Allah dan mengabdi untuk kepentingan umat, bukan untuk berkuasa. Menerima dengan ikhlas siapapun yang diinginkan rakyat. Allah yang memutuskan apa yang terbaik buat kita semua. Pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang dicintai masyarakat.
Meskipun saat ini tak lagi menjabat Gubernur, tapi ia selalu menghargai keinginan masyarakat. Seperti momen peringatan HUT RI saat ini, padahal beberapa waktu sebelumnya ia baru saja menghadiri rangkaian upacara bendera pada peringatan HUT RI ke 70 di depan kantor Gubernur Sumbar. Namun begitulah IP untuk membahagian masyarakat, selalu bersemangat.
Pada saat mengunjungi kegiatan yang didakan masyarakat RT 02, RW 07 Kubu Dalam, Parak Karakah, Padang Timur itu, Irwan Prayitno mengatakan ulang tahun kemerdekaan ini merupakan momentun untuk menghargai perjuangan yang harus diperingati dengan kegiatan yang menggambarkan semangat nasionalisme, semangat perjuangan.
“Banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperingati HUT RI ini. Diantaranya mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat memacu nasionalisme ditengah masyarakat. Karena itu saya juga menyempatkan diri memberikan semangat kepada masyarakat disini untuk menghargai kemerdekaan, dengan menyatukan semangat untuk membangun daerah ini semakin maju,” pungkasnya (***)
Rakyat Sumbar, 18 Agustus 2015
Istri yang tangguh (Raksum 20 Agus 2015)
Istri yang Tangguh
Selama lima tahun, Nevi Zuraida berperan membantu berbagai program meningkatkan kesejahteraan perempuan di Sumbar. Itu digelutinya di sela-sela kewajiban mengurus anak-anak dan suaminya, Irwan Prayitno, yang menjadi Gubernur Sumbar sejak 15 Agustus 2010 hingga 15 Agustus 2015, dan menjalani beberapa bisnis di Jakarta.
Muharman——-Padang
Istri yang tangguh, memang. Menemani perjalanan Irwan Prayitno saat menjadi Gubernur Sumbar, Nevi Zuraida tak pelak harus berperan memimpin berbagai organisasi perempuan.
Ketangguhan istri membuat rumah tangga yang dijalani Irwan Prayitno sejak 30 tahun lalu, bertahan hingga sekarang. Tak hanya menjadi ketua beberapa organisasi perempuan di Sumbar, namun Nevi juga menjalankan beberapa bisnis. Di antaranya, bisnis properti, rumah makan, rumah kos, dan lainnya.
Irwan Prayitno menyebutkan, pada saat telah sibuk dengan berbagai kegiatan di Padang, ada beberapa bisnis yang ditutup. Namun saat ini, dari bisnis yang digeluti sang istri, dalam sebulan menghasilkan lebih seratus juta sebulan.
“Alhamdulillah, bisnis yang dijalaninya menghasilkan lebih dari seratus juta rupiah per bulan, bahkan zakat yang dikeluarkan dari bisnisnya itu Rp250 juta per bulannya,” sebut Irwan Prayitno, kemarin.
Menurutnya, bukan main ketangguhan istrinya itu, selain menjalankan tugasnya sebagai istri dalam membantu mengurus keluarga, tapi juga menjadi ketua berbagai organisasi, termasuk menjabat ketua organisasi di bidang perempuan di Sumbar.
“Itu semuanya dijalankan dengan baik, subhanallah. Ia begitu ulet dalam mengurus anak kami sepuluh, dan enam di antaranya dapat kuliah di perguruan tinggi negeri, seperti di UI, ITB, dan IPB,” ungkap pendiri Yayasan Pendidikan Adzkia tersebut.
Nevi Zuraida menyebut, selama lima tahun, ia menjabat Ketua PKK, Ketua Dekranasda, Ketua Forum PAUD, Ketua Silaturahmi Majelis Taklim, Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Ketua Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan), Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS), Ketua Pusat Pemberdayaan Terpadu Terhadap Perempuan dan Anak (P2TP2A ).
“Semua organisasi itu tentunya perannya sangat srategis dalam mendukung program yang dilakukan gubernur,” ujarnya yang ditemui di rumahnya di Lubukkilangan.
Ia menjelaskan, organisasi PKK dapat menyentuh kaum perempuan dan ibu rumah tangga. Begitu juga dengan Dekranasda, berperan memajukan kerajinan tangan kaum ibu untuk menambah pendapatan keluarga.
“Begitu juga dengan LKKS, ini menyiapkan program yang menyentuh kepada memberikan bantuan rumah layak huni, dan modal kerja bagi kaum perempuan. Termasuk juga Forikan bagaimana perempuan nelayan tak hanya menghasilkan ikan, tapi bagaimana mereka dapat mengkonsumsi ikan,” terangnya.
Saat ini, hanya Ketua PKK dan Ketua Forum PAUD yang harus dilepaskannya, yang lain masih tetap dipegang. Meskipun banyaknya kegiatan yang dilakukan itu, tapi itu bukanlah menjadi beban baginya, semuanya dijalani dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Begitu juga dengan mengurus kebutuhan harian suaminya, seperti dalam hal pakaian dan makanan.
“Bapak itu mandiri, jadi saya tidak begitu banyak direpotkan. Soal pakaian, jika saya sedang di rumah saya yang menyiapkan semuanya. Namun jika saya pergi karena ada kegiatan organisasi, bapak tinggal ngambil sendiri, soalnya pakaian itu telah tersusun rapi sesuai dengan kegiatan apa yang bapak laksanakan,” paparnya.
Begitu juga mengenai makanan, kalau makan siang dan sore jika saat suaminya itu di rumah semua makanan kesukaan Irwan Prayitno telah dihidangkannya. Untuk pagi, biasanya suaminya itu telah mengurangi makan nasi, hanya minum susu dan makan pisang saja, dan senin kamis selalu puasa sunat.
“Kalau makanan yang bapak suka itu, di antaranya asam padeh daging dan ikan, dendeng, rendang, dan tahu goreng apalagi,” ujarnya lagi.
Kesehariannya, Nevi pada saat ke Jakarta untuk melaksanakan kegiatan pribadi ia terbiasa sendiri tanpa ajudan. Termasuk saat suaminya menjadi anggota DPR RI dan menjadi Gubernur Sumbar. Jadi pada saat sekarang suaminya tak lagi menjabat Gubernur, tentunya itu bukanlah masalah baginya, sebab kesederhanaan telah menjadi ciri khas dari keluarga ini.
“Saya sudah biasa kemana-mana sendiri, saat mengurus usaha properti, rumah makan, dan rumah kos. Yang penting sehat jasmani, jadi bisa mengerjakan apa-apa,” pungkas Nevi di rumah minimalis berukuran 250 meter persegi berlantai dua, yang dibeli sejak Februari 2015. (***)
Rakyat Sumbar, 20 Agustus 2015
Irwan Menarik Dunia Ke Sumbar (Raksum 21 Agus 2015)
Irwan ’Menarik’ Dunia ke Sumbar
Sejak usia muda, Irwan Prayitno telah tampil di kancah internasional. Irwan memiliki jaringan dengan negara-negara asing, dan beberapa di antaranya menjadi investor di Sumbar, seperti dalam pengembangan energi panas bumi.
Muharman——————Padang
Tak banyak yang bisa tampil sebagai pembicara di internasional, apalagi harus mempersentasikannya dalam bahasa Inggris. Tapi begitulah, Irwan Prayitno, berkat kemampuannya, ditambah penguasaan ilmu tentang energi dan pertambangan, meskipun masih berusia muda, ia selalu diundang sebagai narasumber tentang pertambangan dan energi di berbagai pentas internasional.
“Saat saya di DPR RI, banyak yang mengundang saya sebagai pembicara internasional, di antaranya di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Australia, Jerman, dan Singapura,” sebutnya, kemarin.
Kembali sejenak mengingat memori lama masa-masa lamanya, bagaimana di saat menjadi pembicara di berbagai kancah internasional. Di antaranya, tampil sebagai narasumber pada kegiatan seminar Houston Energy Dialogue, Houston di tahun 2001.
Di tahun yang sama, di Singapura ia juga diberikan kesempatan sebagai menyampaikan makalah berjudul Visions for Indonesian Future, Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS). Irwan juga menjadi pembicara di saat menjadi utusan anggota delegasi Indonesia pada 117th OPEC Konference, Vienna Austria, 26 September 2001, dan banyak lagi seminar lainnya.
“Di Houston waktu itu, sebagai pembicara, saya menyampaikan makalah berbahasa Inggris yang berjudul, Legislative Role of the Indonsian House of Representatives in Indonesia’s Legal Reform,” ujarnya.
Begitulah, meskipun dengan penampilan sederhanya, namun kecerdasan dan kemampuannya untuk memahami suatu materi tak perlu ditanyakan lagi. Jadi tak heran, Ia selalu meraih juara umum saat sekolah di SMA 3 Padang, dan peraih prediket cumlauade saat menyelesaikan kuliah S3 di University Putra Malaysia.
Di hadapan pemerintah negara-negara maju dan investor, kemampuannya Irwan berbicara tentang pemanfaatan potensi energi panas bumi sebagai upaya kemandirian penyediaan energi itu, selalu membuat orang terkesima.
Kemampuannya itu sepertinya tak disia-siakannya. Terbukti selama menjadi Gubernur Sumbar, jaringan yang telah ia bangun dari muda itu dimanfaatkan. Negara-negara maju ditariknya untuk menjadi investor di Sumbar.
“Provinsi Sumbar ini salah satu provinsi yang memiliki banyak potensi energi panas bumi, namun belum tergarap secara optimal. Berbekal hubungan baik dengan negara-negara maju itu, Saya berusaha agar terjalinnya kerjasama antara pemprov Sumbar di bidang energi dan pertambangan dengan beberapa investor dari berbagai negara tersebut. Seperti, Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Turki dan beberapa negara di Benua Eropa lainnya,” ungkapnya.
Selama lima tahun menjadi Gubernur Sumbar, 15 Agustus 2010-2015, ia tunjukkan kemampuannya itu dengan telah terjalinnya beberapa kerjasama dalam pengembangan energi panas bumi yang ada di Sumbar. Di antaranya, lima titik potensi panas bumi di Solok Selatan sudah digarap investor Supreme Energy dan Hitay Energy.
“Di Sumbar terdapat 20 titik potensi panas bumi. Selain di Solok Selatan potensi lainnya terdapat di Pasaman. Tak hanya, Hungaria, Bulgaria, Qatar, Slovakia dan Finlandia, namun negara-negara lainnya juga tertarik berinvestasi menggarap energi panas bumi di Sumbar,” pungkasnya. (***)
Rakyat Sumbar, 21 Agustus 2015
Di Adzkia, Dicetak Pemimpin Bangsa(Metrans 12 Agus 2015)
Di Adzkia, Dicetak Pemimpin Bangsa
PADANG — Pergaulannya di kampus Universitas Indonesia di Jakarta ketika menimba ilmu psikologi lebih banyak dengan lingkungan aktivis Islam. Didikan orangtuanya yang berlatar pendidikan agama, membuat Irwan Prayitno muda cepat menyatu dengan komunitas itu di kampus UI.
UI memang bukan pendidikan tinggi yang khusus Islam, tetapi persemaian untuk komunitas Islam sangat membetot perhatian Irwan Prayitno.
Banyak mahasiswa yang kemudian menemukan hidayah ketika sudah kuliah di kampus UI, padahal mereka tidak berasal dari pendidikan dasar dan menengah yang berbasis Islam. Maka dapat dibayangkan kalau pendidikan dini sampai dasar dan menengah yang berbasis Islam dikelola dengan profesional, bukan tak mungkin kelak melahirkan ilmuan dan itelektual Islam yang handal untuk turut serta membesarkan Indonesia.
Pikiran itulah yang terus mengusik Irwan Prayitno, putra Taratak Paneh, Kuranji Padang ini.
“Jadi selepas kuliah dan mendapat gelar sarjana saya pulang ke Padang. Saya berniat mendirikan sekolah yang berbasis Islam. Saya lihat pada pengujung tahun 80an itu belum ada sekolah seperti itu di Padang. Barangkali ada di Padang Panjang seperti Dinniyah Putri atau Thawallib,” kata Irwan, yang kini bergelar Datuk Rajo Bandaro Basa ini.
Tapi harus diakuinya bahwa mendirikan sekolah seperti Dinniyah Putri dan Thawallib di Padang Panjang itu atau seperti Al Azhar di Jakarta tentu tidak sedikit modalnya. Mau mengandalkan orang tuanya yang menjadi staf pengajar di IAIN Imam Bonjol, juga tidak cukup sementara orang tua juga punya tanggung jawab yang besar untuk semua anggota keluarga mereka.
Irwan adalah tipikal yang tak gampang menyerah untuk mewujudkan impian-impiannya. “Pendidikan kan tidak berarti seperti sekolah formal SD, SMP atau SMA. Menambah atau meningkatkan kemampuan peserta didik di luar sekolah mereka adalah juga pendidikan. Namanya pendidikan luar sekolah,” kata Irwan, yang juga hobi mengendari sepeda motor trail. Kata Irwan, jalan menuju sukses itu tidak harus jalan datar, kadang berliku dan sulit. Jadi seperti menempuh perjalanan dengan motor trail, semak belukar, lumpur, bebatuan, Insya Allah bisa ditempuh.
Irwan menerjemahkan semangat seperti dengan ‘menggunakan akal’. Jika mendirikan sekolah perlu modal, maka modalnya harus dicari. Cari uang dengan uang, menurut dia adalah cara yang memungkinkan banyak orang bisa sukses. Tapi kalau cari uang dengan akal, ini baru menantang.
Agar bisa mendirikan sekolah, Irwan memilih mendirikan lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel). Inspirasinya ia peroleh ketika dari tahun ke tahun di UI dulu ia melihat banyak yunior-yuniornya masuk ke Bimbel dulu sebelum berasing mengikuti ujian masuk PTN.
“Saya mau Bimbel yang Islami juga untuk merintis jalan ke sekolah Islami,” kenang Irwan. Tahun 1988 ia mengajak beberapa temannya alumni Unand, ITB, UGM, UI dan sebagainya menjadi pengajar di Bimbel yang diberi nama Adzkia.
Gedung PGAI yang di kawasan Jati Padang yang disewa menjadi saksi bisu bagaimana Irwan dan kawan-kawannya berjumpalitan membangun Bimbel itu. Irwan dan teman-temannya mau datang ke sekolah-sekolah membagikan brosur tentang Bimbel Adzkia kepada anak-anak SMA.
Awalnya memang agak sulit, tetapi setelah terus berusaha tanpa kenal lelah akhirnya sampai juga peserta didiknya 60 orang. Tahap pertama itu cukuplah untuk melunasi sewa gedung yang memang diminta oleh yang empunya gedung setelah dua bulan.
Luar biasa, pada permulaan tahun 90an Bimbel Adzkia itu meledak siswanya setelah dalam sebuah uji coba ujian try out ternyata para siswa bisa mengukur kemampuannya melihat seberapa besar peluangnya masuk perguruan tinggi tertentu dengan cara membandingkan nilai try out dengan passing grade masing-masing jurusan di berbagai PTN.
Banjir peserta itu akhirnya mendatangkan berkah bagi Irwan dan kawan-kawan, ia mulai mendekatkan impiannya dengan kenyataan. Dari hasil Bimbel yang ia tabung, mulailah Irwan mengembangkan Adzkia mendirikan Taman Kanak-kanak. “Ini peluangnya sangat besar waktu itu, belum banyak TK yang dikelola profesional berbasis Islam.
TK Adzkia, pada permulaan tahun 1990an tiba-tiba menjadi sorotan. Promosi dari mulut ke mulut yang menyebutkan bahwa anak-anak TK Adzkia sangat berbeda dengan anak-anak TK lain karena pendekatan pengajarannya yang penuh kasih sayang serta Islami itu telah mengusik ibu-ibu untuk memasukkan anaknya ke TK Adzkia.
“Karena tak mampu belui tanah, maka saya dihibahkan tanah oleh ibu saya di Taratak Paneh, di situ saya mulai mendirikan TK Adzkia. Alhamdulillah karena doa ibu dan bimbingan ayah, semua berjalan lancar. Murid-murid makin banyak, bahkan kami harus melakukan seleksi masuk TK untuk membatasi jumlah lantaran kami kekurangan tempat dan guru,” kenang suami Ny. Nevi ini.
Padahal sepanjang 90an itu, Irwan harus pindah ke Malaysia bersama istri dan anaknya karena melanjutkan pendidikan S2 di sana. Allah memang menuntun ke arah yang baik rupanya, TK Adzkia berkembang. Dari hanya satu di Taratak Paneh, kemudian dibuka di Komplek GOR Agus Salim, di Tabing, di Bukittinggi dan Payakumbuh.
Cita-cita Irwan mendirikan sekolah dari jenjang terendah hingga yang tinggi agar asuhan keislaman tak putus di tengah jalan karena Adzkia tak menyediakan sekolah lanjutannya. Karena itu kemudian SD Islam Terpadu Adzkia didirikan di Taratak Paneh. Hingga anak-anak sampai di kelas VI, maka Yayasan Adzkia pun menyiapkan SMP Adzkia. Sementara itu, sebelumnya sudah ada SMK Elektronika Adzkia, “Sedang SMA belum kita siapkan,” katanya.
Dan kini amat mencengangkan, hamparan tanah yang luas di pinggir sungai di Taratak Paneh menjadi tempat berdirinya sekolah-sekolah Adzkia. Ada PAUD, TK, SD, SMP, SMK dan ada PGTK Adzkia, AKIA dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah. Kini Adzkia mengantungi izin penyelenggaraan STKIP Adzkia program S1 PG-PAUD dan PGSD di bawah Kementerian Pendidikan Nasional dengan Nomor Izin 111/D/O/2009. Upaya kerja keras sejak zaman Bimbel itu, kini sudah bernilai tak kurang dari Rp70 miliar.(**)
Metro Andalas, 12 Agustus 2015
Bermusiklah Bersama Mereka (Metrans 11 Agus 2015)
“Bermusiklah Bersama Mereka”
PADANG – Dekat dengan anak muda, bukan lantaran apa-apa. Tetapi anak muda adalah kelompok potensial untuk diajak serta membangun bangsa ini. Yang lain mungkin memakai approach berpetuah atau nasehat. Tapi Irwan Prayitno, sesuai dengan usianya pula, ia merasa lebih pas mengajak anak-anak muda bersamanya dengan ikut menggeluti dunia mereka.
Bermain musik, hampir rata-rata anak muda punya kemampuan itu. Dan anak muda pastilah amat dekat dengan musik. Itulah sebabnya, kemampuan yang dulu ada sejak masa remaja di SMA 3 Padang, terus diasah oleh Irwan Prayitno.
“Anak muda senang apabila dunia mereka kita hargai. Kita hadir bersama mereka, terlibat dengan berbagai aksi positif mereka. Maka semua yang kita ingin pesankan bagi pembangunan bangsa ini akan mudah mereka tangkap,” kata psikolog ini.
Itulah sebabnya, menghidupkan IPe Band, bagi Irwan Prayitno bukan lantaran hendak berkampanye. Tapi justru untuk ikut serta bersama-sama anak muda Sumatera Barat memanfaatkan waktu kosong bagi kegiatan yang positif.
“Main band sekaligus mengajarkan kepda anak muda Sumatera Barat bahwa kita perlu harmonisasi. Band itu harus mengedepankan kekompakan. Satu saja personel fals maka secara keseluruhan musik yang dimainkan akan fals juga. Dengan main band, kita mencoba untuk mengharmoniskan hubungan,” kata Irwan Prayitno yang kalau ikut main bersama IPe Band, ia akan duduk di belakang drum menabuh perkusi.
Irwan suka dengan drummer Ian Paice dari kelompok musik cadas Inggris, Deep Purple. Itulah makanya, tiap tampil Highway Star yang jadi salah satu lagu hebat milik Deep Purple selalu dimainkan oleh IP –sapaan Irwan.
“Wow,…saya kira tadi main-main saja, tahu-tahu pak Gubernur benar-benar memainkan lagu itu, dan mantap,” kata Dedy Demona, Ketua Umum Flippers Organization, sebuah komunitas anak muda di Padang Panjang. Ketika itu, menjelang puasa lalu, Flippers menggelar acara Jalan Sehat Flippers (JSF) dan IP datang meresmikan sekaligus memberi hadiah sebuah sepeda motor untuk pemenang. IP kemudian didaulat naik ke panggung menabuh drum dan beberapa teman dekat IP meminta membawakakan lagu Deep Purple itu.
Dengan keyakinan seperti itulah, IP dalam banyak kesempatan bertemu anak-anak muda sebelum bicara, ia akan ikut bergabung dengan keasyikan dan keseharian anak muda. “Anak muda itu tak bisa diindoktrinasi atau disuguhi pidato-pidato saja. Pasti tidak akan terserap. Tapi mari kita masuk lewat dunia mereka. Konsekwensinya, kita harus paham dunia mereka, tidak serta merta mencela dan menyalah-nyalahkan. Pendekatan persuasif diperlukan membina anak muda,” kata Irwan Prayitno dalam satu kesempatan latihan bersama grupnya IP Band yang dimanejeri Herry Singkuan itu.
Ketika ada yang mencela, gubernur kok main band? Maka bagi IP itu hanya ditanggapi dengan senyum saja. Bermain musik, bukanlah sebuah hal yang tercela. Menurut IP, hanya niatnya saja yang harus diluruskan. Kalau niatnya menghibur orang banyak, lalu orang banyak terhibur pula, siapa yang akan bilang itu adalah sesuatu yang tak pantas?
Irwan mengatakan musik adalah bagian dari alat komunikasi. Dengan musik maka komunikasi akan terjalin. “Lihatlah dalam berbagai resepsi, baik formal maupun informal selalu ada permintaan kepada pejabat, tokoh, pimpinan masyarakat yang hadir dalam acara itu untuk tampil bernyanyi atau memainkan musik,” kata dia.
Maka, apabila bertemu dengan anak-anak muda, para siswa SMA, IP akan bertanya ada yang suka main musik? Ia akan memberi support kepada sekolah-sekolah yang dikunjungi untuk mengembangkan grup musik sebagai salah satu bentuk ekstra-kurikuler. Musik itu adalah tempat menyatakan empati dan simpati terutama kepada anak-anak muda. Bahkan seperti telah diperankan oleh sejumlah musisi dan musikus seperti Hari Mukti, Rhoma Irama, “Kesimpulannya, dunia anak muda itu dunia meriah, sebagai orang tua kita harus paham dan memberikan support kepada kegiatan mereka. (***)
Metro Andalas, 11 Agustus 2015
Hidup Sederhana Itu Baik (Metrans 13 Agus 2015)
Hidup Sederhana Itu Baik
PADANG – Acap sekali lewat tengah malam seorang pria menyetir mobil berselinder 1300 cc berwarna hitam, keluar dari Jl Sudirman dan masuk ke kiri lewat Jl Abdul Muis. Di tape mobil sedang diputar lagu-lagu Nasyid.
Lelaki itu bernama Irwan Prayitno, ia berkendara ditemani seorang stafnya tanpa ajudan dan lainnya. “Ah, dulu juga berkendara sendiri, lalu apa bedanya kalau jadi gubernur. Kan malam hari biasa saja, agar sopir bisa istirahat untuk tugas dinas besok hari,” kata Irwan ketika satu hari ditanya soal ia menyetir sendiri tengah malam itu.
Dari cerita yang diperoleh, Irwan kemudian malancin dengan kecepatan sedang ke arah Kalumbuk. Di Kalumbuk ada seorang penjual sate langganannya. Di situlah Irwan, gubernur Sumatera Barat yang tidak terlalu risau dengan protokoler itu duduk menikmati sate malam hari.
Yang empunya warung sate karena sudah tahu siapa pelanggannya, ya biasa saja. Ia pun kadang ikut ngobrol dengan Irwan. Biasalah, Irwan pun menanyakan banyak hal dan keluhan yang dirasakan masyarakat sekitar.
Dalam banyak kejadian, para pejabat yang tidak setingkat gubernur pun kadang untuk hal seperti itu pasti sudah memanggil sopir, memanggil ajudan dan ada serombongan besar datang ke satu tempat. Seakan hak protokoler yang melekat itu harus digunakan sepenuhnya, tanpa ada yang tersisa.
Irwan menyadari juga ada yang kurang suka dengan dirinya kalau ia mengabaikan protokoler. Meskipun fasilitas di Bandara Minangkabau misalnya, seorang gubernur disediakan ruangan tunggu VIP. Tapi acap kali Irwan malah nyelonong saja ke ruang tunggu publik dan ikut antri masuk menuju ruang tunggu. “Sama saja, lagi pula kalau hanya saya sendiri ngapain pula duduk di ruang tunggu VIP itu. Lebih baiklah lah di ruang tunggu publik, bisa berinteraksi dengan masyarakat,” kata dia ketika ditanya ihwal menggunakan fasilitas di Bandara itu.
Bagi Irwan, keprotokoleran adalah sebuah kehormatan yang diberikan negara untuk pejabat negara, lantas kalau tidak sering dinikmati fasilitas itu bukankah itu tidak merupakan pelanggaran? Ia lebih melihat pada segi praktis dan kesederhanaan saja. Berbeda dengan kondisi dimana ada tamu negara atau dirinya bersama beberapa pejabat yang lain dalam satu rombongan, mungkin saja kalau masuk ke ruang tunggu publik akan merepotkan orang banyak. Karena itu ia gunakan fasilitas VIP.
Jadi kalau ia acara terlihat duduk di kabin pesawat tidak di kelas bisnis, itu bukan sok bermiskin-miskin, tapi Irwan melihat segi kesederhanaan saja. Menurut Irwan, toh akhirnya nanti kalau semua penumpang selamat sampai di tujuan, akan sama-sama turun di tangga juga dan sampainnya pada jam yang sama pula. “Iya, saya tahu aturannya adalah at cost. Tapi biarlah saya ambil posisi di kelas ekonomi saja. Tidak ada yang salah kan?” katanya.
Irwan tidak menyalah-nyalahkan pula pejabat yang memilih at cost untuk perjalanan udaranya. Menurut dia, itu hak masing-masing. Memilih at cost tidak salah, tidak memilih at cost dan memilih yang lebih bawah dari at cost itu juga tidak salah. “Jadi jangan dipersoalkan benar, yang tidak boleh itu kalau kita mengambil yang bukan hak kita,” ujar suami Ny. Nevi ini.
Jangan merepotkan orang, bahkan menurut Irwan Prayitno, staf sendiri pun jangan pernah direpotkan oleh pemimpin. Itu sebabnya pernah terjadi satu ketika karena semua sopir sedang tugas keluar, sedang Irwan punya keperluan pula keluar, maka ia mengemudikan sendiri mobil ke tempat tujuannya.
Sederhana dalam penampilan, sederhana dalam bersikap kadang membuat orang ragu-ragu: apakah ini Gubernur Sumatera Barat? Irwan sendiri kadang acap bertemu dengan orang yang mengamati dirinya cukup lama, baru kemudian menyalaminya: “Oohh…pak Gubernur ya?” begitu orang itu menyapa dengan kekagetannya lantaran tak menyangka bertemu dengan dirinya dalam ruang tunggu publik sebuah bandara dan orang itu ternyata urang awak yang juga hendak melakukan perjalanan ke Padang via Jakarta.***
Metro Andalas, 13 Agustus 2015
IP Dan Janggut (Metrans 14 Agus 2015)
IP DAN JANGGUT
“Saya tak Berjanggut, kok Dibilang Taliban?”
PADANG – Janggut (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: janggut 1/jang·gut / n 1 bulu yg tumbuh di dagu; jenggot: — nya panjang sampai ke perut; 2 dagu: sewaktu jatuh — nya berdarah;spt — pulang ke dagu, pb sudah pd tempatnya) acap orang mengasosiasikan semua kader partai PKS adalah berjanggut.
Irwan Prayitno, pria dari Taratak Paneh itu dari sejak muda memang tidak berjanggut, tapi ia PKS. Bahkan menjadi salah satu dari beberapa orang penting di tingkat DPP PKS. Sampai menikah dengan Nevi, Irwan tak memiara janggut.
“Sudah tidak berjanggut, masih saja kadang dituduh pengikut Taliban. Tapi silahkan lah apapun anggapannya, tetapi sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak berjanggut dan memelihara janggut. Tapi saya kader PKS, itu benar,” kata Irwan Prayitno, Datuk Rajo Bandaro Basa, ketika ditanya soal kenapa ia tak berkanggut sebagaimana banyak kader PKS yang lain memiara janggut.
Menurut Irwan, ini soal rasa saja. “Berjanggut itu baik saja, tapi jika saya berjanggut mungkin tidak pas untuk saya,” katanya.
Joke sekitar janggut sering muncul ketika seorang pejabat pemiara janggut akan memilih pembantunya yang berjanggut pula. Yang berkumis memilih pembantu berkumis. Yang tidak berkumis dan tak berjanggut memilih pembantu yang kelimis. Itulah sebabnya, di zaman Pak Harto, tak ada banyak pejabat berkumis. Konon jika ada pejabat di sekeliling Pak Harto berkumis tebal alamat tidak akan lama jabatannya.
Tapi Irwan balik bertanya: “Coba cari staf di sekeliling saya yang berjanggut, tidak ada kan? Kalau pun ada, pasti itu bukan orang PKS. Sebab tak mungkin saya memasukkan orang partai ke kantor gubernur,” begitu rupanya Irwan menjelaskan korelasi antara janggut dengan isu yang menuduhnya hanya mengumpulkan orang PKS di sekelilingnya.
Banyak orang menuduh dirinya hanya mementingkan orang-orang partainya saja, tapi sekali lagi Irwan membantahnya. “Yang jelas orang partai tak boleh dipakai jadi pejabat di kantor gubernur, atau persisnya PNS tidak boleh jadi anggota partai politik. Karena itu mustahil saya ‘menyimpan’ orang PKS di kantor gubernur,” kata Irwan blak-blakan soal janggut dan PKS itu kemarin tatkala bersilaturahmi dengan para pimpinan SKPD dan kalangan pers di Bungus, Padang.
Sejauh ini, Irwan hanya menggunakan orangnya, hanya untuk staf pribadi. “Sejauh ini, saya hanya pakai satu orang yang disebut ‘orang saya’ yakni Sdr. Rinaldi, itu untuk mengurusi segala keperluan pribadi saya. Saya tidak mau masalah pribadi saya diuruskan pula oleh negara dengan memakai staf pribadi yang pegawai negeri,” katanya.
Kembali ke soal janggut tadi, bagi Irwan itu hanyalah fashion. Ada orang yang memelihara janggut, ada yang tidak. Dan janggut pastilah tidak ada hubungan dengan ideologi dan aliran. “Jadi saya heran juga kalau ada yang mengatakan saya adalah Taliban. Taliban kok main band, bernyanyi lagu rock bahkan heavy metal dan menggunakan motor trail, hehehe,” katanya.
Meski ia cap diterpa isu yang mengatakan bahwa dia mementingkan partainya di kantor gubernur. Irwan hanya bereaksi dengan senyum kecil saja. “Biar saja, dan kalau perlu tanya satu persatu yang mana kepala SKPD itu yang kader PKS. Kalau ada buktinya, usut saja dan berikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Selama lima tahun menjadi gubernur, saya hanya menonjobkan pejabat eselon II paling banyak dua kali. Apakah karena dia tidak sejalan dengan saya yang orang PKS? Tidak, yang non job murni karena kesalahannya sendiri. Jadi saya tidak memiliki kesukaan mengangkat seseorang atau memberhentikan seseorang karena saya tidak suka kepadanya, tidak karena ia bukan kader saya atau kader saya, tidak karena ia membantu saya atau tidak membantu saya. Saya memiliki latar belakang keilmuan yang berhubungan dengan human resource, jadi saya paham lah soal itu. Bukankah semua pejabat yang ada di kantor gubernur sekarang adalah orang-orang yang dulu diserahterimakan dari Pak Marlis Rahman kepada saya lima tahun silam? Tidak ada yang saya bawa dari luar,” kata Irwan.(**)
Metro Andalas, 14 Agustus 2015
IP dan Benggolnya (Metrans 18 Agus 2015)
IP dan BENGGOLNYA: Tanpa Benggol, Irwan Merasa Lebih Leluasa
PADANG — Pada permulaan masa jabatannya lima tahun yang silam, banyak yang meributkan ketika sebagai gubernur, Irwan Prayitno tidak pakai benggol tanda jabatan di dadanya. Mulanya hanya pada waktu dilantik oleh Mendagri saja Irwan Prayitno mengenakan benggol tanda jabatan itu di baju PDU (Pakaian Dinas Upacara) setelah itu ia masuk kantor dan kemana-mana tanpa benggol.
Tak ayal kemudian Irwan jadi sorotan dan akhirnya termuat juga di media massa. Bahkan ada yang menuding dirinya tidak menghargai dan menghormati lambang negara, karena jabatan gubernur adalah termasuk lambang-lambang negara.
Tapi Irwan punya alasan juga. Bukan dirinya tidak menghargai tanda jabatan itu, tetapi ia bermaksud ingin tampil sederhana saja. Bahkan kalau ia datang ke satu tempat, ia lebih suka orang tidak tahu dirinya gubernur, dengan demikian Irwan merasa leluasa mendengar dan mengamati apa yang sedang dilakukan masyarakat. “Bahkan saya bisa berdialog tanpa batas dengan masyarakat tanpa masyarakat sungkan mengkritik gubernur, padahal mereka sedang bicara dengan gubernur,” kenang Irwan.
Tetapi setelah diingatkan oleh para pembantunya, Irwan akhirnya mau memakai tanda jabatan itu jika ia sedang di kantor dan atau ketika bertamu ke satu kantor untuk urusan dinas. “Ya, tentu saja tanda jabatan itu harus dipakai bila menghadiri sidang DPRD, bertamu ke kantor menteri, ke istana dan sebagainya,” kata lelaki yang berbako ke Simabur Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar ini.
Pada sebagian pejabat yang lain mengenakan emblim tanda jabatan itu mungkin punya sensasi sendiri pula. Secara psikologis mungkin akan menambah rasa percaya diri yang menggunakan dan mengenakannya. Tetapi bagi Irwan, sama saja antara menggunakan benggol dengan tidak menggunakan. Ia hanya berharap orang mengenalnya sebagai seorang Irwan Prayitno saja. “Karena kalau dikaitkan dengan jabatan, kan jabatan itu tidak abadi. Sudahlah, secara formal kan orang sudah tahu juga saya gubernur lantaran dilantik atau dimuat di media massa. Maka tanda jabatan itu, ya formalitas juga. Tapi saya menghormatinya lantaran penggunaan dan pemakaiannya ada payung hukumnya,” kata Irwan yang tidak suka memilih-milih makan, apa saja yang ada yang tersedia maka itulah rezeki, asal halal.
Tanda jabatan Kepala Daerah khususnya Gubernur itu nyaris tiada beda dengan tanda jabatan seorang Lurah atau Wali Nagari. Sama-sama merupakan lambang burung garuda. Bedanya kalau untuk Kepala Desa, Lurah atau Wali Nagari, warnanya perak. Sedangkan tanda jabatan Gubernur berwarna keemasan. Ukuran keduanya sama. Semua aturan tentang itu termaktub dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 11 tahun 2008.
Akibat acap tidak mengenakan tanda jabatannya itu, maka beberapa kali pula Irwan terpaksa terhambat oleh protokoler di tempat lain. Tapi setelah dia jelaskan bahwa dirinya adalah Gubernur Sumatera Barat yang diundang ke acara itu, ia pun dipersilahkan masuk. “Ya, tentu saja protokolnya ragu-ragu karena kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Dan wajar pula mereka bertanya karena tidak ada tanda-tanda saya seorang gubernur dari pakaian yang saya kenakan. Saya tidak kecil hati, toh mereka hanya menjalankan tugas,” kata Irwan.
Setelah beberapa bulan sejak dilantik, akhirnya orang (terutama di Sumatera Barat) menjadi terbiasa melihat Gubernur Sumbar tanpa tanda jabatan. Untuk orang yang jarang membaca koran atau menyimak TV tentu tak hafal betul wajah Gubernur Sumbar tersebut. Karena itu apabila Irwan melakukan blusukan ke berbagai daerah, acap masayarakat terkaget-kaget. “Setelah bercakap-cakap cukup lama dengan masyarakat, biasanya ada yang membisikkan bahwa yang sedang bercakap-cakap itu adalah Irwan Prayitno Gubernur Sumatera Barat. Lalu suasana berubah riuh dan yang terjadi berikutnya yang hadir pada menyorongkan tangan dan bersalam. Setelah itu berbagai keluhan mengalir dari masyarakat itu kepada Gubernur,” kata Yongki Salmeno, temannya sesama SMA.
Menurut Yongki, kebiasaan-kebiasaan itu menunjukkan kesederhanaan seorang Irwan Prayitno, bukan lantaran dia enggan pakai emblim jabatan. “Kan pada acara-acara resmi atau pada waktu di kantor, beliau tetap menggunakan emblim jabatan. Ya haruslah, kan itu adalah lambang negara yang mesti dihormati,” kata Yongki.(**)
Metro Andalas, 18 Agustus 2015
Biasa Saja Jadi Orang Biasa itu (Metrans 19 Agus 2015)
IP dan MOBILNYA: Biasa Saja Jadi Orang Biasa itu
Pajero berwarna silver metalik itu menyeruak diantara antrian di belokan SMA Negeri 1 Padang. Beberapa kendaraan di belakang ada yang membunyikan klakson seolah tak sabar kenapa ada antrian. Biasalah, antrian di belokan Belanti tak jauh dari SMA 1 Padang itu, kalau pagi hari memang begitu. Banyak orang tua mengantar anaknya ke sekolah.
Ketika pengemudi Pajero itu membuka jendela, tiba-tiba yang mengatur jalan datang. “Ohh…maaf pak, sebentar pak…” lalu ia segera menyetop kebndaraan di belakang. Maksudnya agar Pajero itu bisa maju.
“Ndak baa…. Bia se lah…..tarimokasih,” kata pengemudi Pajero, sedang yang mengatur jalan hanya geleng kepala. Padahal……
Lelaki itu, yang duduk di belakang setir Pajero bernama Irwan Prayitno. Selasa 18 Agustus 2015, ia berada dalam kabin mobilnya untuk mengantar anaknya di SMA 1 Padang. Hari itu, adalah hari kerja pertama Irwan Prayitno kembali menjadi orang biasa. Jabatannya sebagai gubernur Sumatera Barat yang diemban sejak 15 Agustus 2010 sudah diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana Undang-Undang menghendaki. Lalu oleh Mendagri, ditunjuk seorang Penjabat Gubernur, Reydonnyzar Moenek untuk menjalankan pemerintahan di Sumatera Barat sampai dilantiknya gubernur definitif hasil Pilkada 9 Desember mendatang.
Menjadi orang biasa itu bagi orang lain mungkin tidak biasa. Maklumlah selama menjabat serba dilayani. Jadinya ketika tidak lagi menjabat, kalang kabut bahkan tak sedikit yang terkena postpower syndrome. Tapi bagi Irwan menjadi orang biasa itu biasa saja. “Dari tiada menjadi ada, lalu menjadi tiada. Dulu saya tidak anggota DPR lalu jadi anggota DPR, lalu tidak jadi anggota DPR. Dulu bukan gubernur, lalu jadi gubernur, jadi yaaa… biasa saja, its nothing to lose,” kata Irwan Prayitno.
Karena itu ia merasa tak ada beban ketika harus nyetir sendiri dari rumahnya untuk mengantar Shofwatul Islah (kelas II) dan Farhana (kelas I) ke sekolah. Bahkan bagi Irwan ini sebuah sesansi sendiri, lantaran lima tahun ini ia benar-benar tak sempat mengantar anak-anaknya ke sekolah. “Hari itu saya yang minta mengantar,” ujar Irwan.
Pajero berpelat B itu sebenarnya acap juga dikemudikan Irwan tapi malam hari apabila ia sedang ingin berkeliling Kota Padang melihat-lihat atau sekedar mencari sate kesukaannya di kawasan Kalumbuk.
Berkendara sendiri atau menyetir sendiri bagi Irwan sudah hal yang tidak asing. Bertahun-tahun di Jakarta ia banyak mengemudi sendiri mobilnya termasuk waktu duduk di DPR. Ia pakai sopir bila harus buru-buru menghadiri sidang.
Maunya, ketika berdinas sebagai Gubernur ke Jakarta, ia mengemudi sendiri. Tapi lantaran ada sopir yang sudah menjemputnya dari Kantor Penghubung di Jakarta ia pun naik mobil dinas.
Itulah sebabnya ia merasa penting memperpanjang rijbewijs alias Surat Izin Mengemudi nya yang hampir habis masa berlaku. Untuk itu, ia datang sendiri ke Polresta Padang ke unit SIM di Satlantas. Padahal, banyak pejabat negara bahkan pejabat eselon II saja kalau mengurus SIM dibantu oleh stafnya, tinggal berfoto saja. “Tapi Pak Irwan mengisi sendiri blanko permohonan dan menunggu seperti juga yang lain mengantri giliran sampai namanya dipanggil,” kata Rinaldi, staf pribadi Irwan yang menemaninya satu hari ke Polresta Padang untuk memperpanjang SIM.
Begitulah, dalam kesehariannya Irwan kadang acap lepas dari perhatian protokoler yang dia sendiri berhak diberikan pelayanan protokoler. Tapi apabila bisa memilih tanpa protokoler, Irwan akan memilih yang tanpa protokoler itu. Alasanya, kendengarannya memang klise, namun sesunggunya itu adalah alasan dia apa adanya. “Dulu juga tidak dilayani, dan nanti setelah tak ada jabatan juga tidak dilayani. Mari kita coba melayani diri sendiri agar kita bisa membantu melayani orang,” ujar Irwan kemarin ketika duduk berselonjor di salah satu gazebo yang dibangun di sisi selatan kampus Adzkia sambil mamatut-matut aliran sungai Batang Kuranji.
Meskipun bukan orang Jawa, tetapi salah satu nasehat orang Jawa ojo dumeh atau ‘jangan mentang-mentang’ sangat merasukinya. Sering kepada para pembantu dekatnya ia mengatakan hal itu, “Jangan mentang-mentang kita berkuasa, kita seenaknya,” kata Irwan. Maka kata kuncinya: low profile. Kalau sudah low profile lantas masih saja orang tidak suka, ya…t e r l a l u.(**)
Metro Andalas, 19 Agustus 2015
IP dan Karate (Metrans 20 Agus 2015)
IP dan KARATE
“Saya Suka Karate dan Hormati Silat”
Banyak pertanyaan begini: “Kenapa Irwan Prayitno tidak belajar silat, kok memilih karate”. Alasan yang menanya (selain dengan sinisme) juga lantaran Irwan adalah seorang penghulu di kaumnya.
“Saya susah juga menjelaskan, tetapi mungkin media bisa menyambungkan saya dengan publik yang bertanya begitu. Intinya, jangan bilang saya tidak suka silat atau tidak memperhatikan silat. Tapi sejak SD di Cirebon, saya belajar karate dan terus menerus sampai saya SMA, lalu terhenti sebenrat ketika saya kuliah tapi kemudian latihan lagi. Jadi panjang masanya saya berlatih. Bila memang seperti yang dimaui penanya tadi seorang ninik mamak menguasai silat, saya kan baru jadi pengulu belakangan ini saja,” kata Irwan.
Tapi menurutnya, antara keduanya, karate dan silat sama-sama memiliki keluruhan filosofi. Sama-sama memiliki watak tak memulai serangan.
Di Cirebon, ia berlatih di bawah Inkai. Ia melewati masa-masa sebagai pemegang Kyu (dari Kyu 10 hingga Kyu 5). Masa itu adalah masa penempaan pisik dan mental. “Ya, kebetulan saya mengenal karate pertama kali, bukan silat. Maka akhirnya saya keterusan saja berlatih,” katanya ketika ditanya kenapa tak pilih silat sebagai bela diri. Lagi-lagi Irwan berkata: “Bukan, bukan untuk berkelahi tapi untuk kesehatan pisik dan mental. Jadi saya pentingkan olahraganya dan menjalankan filosofi-filosofi karate itu,” kata penabuh drum ini.
Hingga Kyu5 dia dan orang tuanya pindah ke Padang. Latihan karatenya dilanutkan di Inkai di sekolahnya di SMP1 dan kemudian berlanjut hingga SMA.
Tapi ketika sudah berkuliah di Universitas Indonesia di Jakarta, kegiatan itu terhenti. Barulah ketika sudah duduk di parlemen, ia kembali menyisihkan waktu untuk berlatih dan mencari dojo (sasaran tempat latihan) terdekat dengan tempat tinggalnya.
Ketika sudah jadi gubernur, Irwan bertemu beberapa teman seperguruannya. Lalu mengajaknya latihan kembali di Padang. Maka jadilah ia berlatih lagi, kali ini bersama Inkanas.
Di sekitar gubernuran pagi-pagi Anda akan melihat pria itu melatih Mae-geri, mawashi gei, choko zuki hingga mawashi zuki.Haiiit……
Bagi Irwan yang terpenting adalah semangatnya, bukan tingkatannya. Meskipun ia beroleh DanIV tetapi baginya itu adalah kehormatan.
Dengan karate yang mengandung semangat bushido sesungguhnya menurut Irwan seorang karateka yang mengedepan adalah kesabarannya bukan emosinya. Bagaimana pengendalian diri yang mengesampingkan semua sakit hati akan membuat pikiran jadi bersih dan tubuh tentu saja menjadi sehat karenanya.
“Kembali ke soal silat dan karate dimana saya seolah ditempatkan lebih memberi perhatian pada karate, tidak. Bahkan semua seni beladiri yang bertujuan luhur saya suka. Dalam keterbatasan saya sebagai manusia, tentu saja satu itu saja yang bisa saya sanggupi untuk ikut berlatih. Tak mungkin semuanya. Saya mencoba menerapkan filosofi hampir semua seni bela diri, diawali dengan memberi hormat diakhiri dengan memberi hormat. Artinya, saling menghormati menurut saya adalah sebuah filosofi luhur, itu juga ada dalam karate,” kata psikolog ini.
Kalau begitu apa yang paling menarik bagi Irwan dalam karate? Lagi-lagi ia menjawab bahwa filosofinya itu. Dalam karete diajarkan, kontrol lah dirimu sebelum mengontrol orang lain, jika kamu ceroboh maka kecelakaan akan menimpamu.
“Dan ini salah satu dari filosofi karate, jangan kamu berpikir kamu harus menang, tapi berpikirlah bahwa kamu tidak boleh kalah. Kemenangan tergantung pada keahlianmu membedakan titik-titik yang mudah diserang dan yang tidak. Pertarungan didasari oleh bagaimana kamu bergerak secara hati-hati dan tidak (bergerak menurut lawanmu),” kata dia.
Dalam beberapa kesempatan ia berlatih bersama dengan anggota Satpol PP dan anggota Brimoda Polda Sumbar.
“Sekali lagi, ini agar badan tetap sehat dan kita tetap latihan mengendalikan diri sendiri, itu saja,” katanya, hosss!. (***)
Metro Andalas, 20 Agustus 2015
IP dan Namanya (Metrans 21 Agus 2015)
IP dan NAMANYA: Menjadi Datuk itu Menjadi Penyabar
PADANG – Dalam banyak kesempatan apabila orang baru bekernalan dengannya maka orang akan bertanya: “Bapak orang Jawa?” Maka dengan senyum ia menjelaskan bahwa dirinya tulen urang awak. Nama Prayitno di belakang nama Irwan memang memancing tanya seperti itu.
Ketika ayahnya Drs H. Djamrul Djamal SH mengambil program tugas belajar sebagai pengajar ke PTAIN di Yogyakarta, ia memboyong serta istrinya Dra Hj. Sudarni Sayuti. Di Yogyakarta, Sudarni hamil dan melahirkan, “Nuansa Jawa di Yogya agaknya membuat ayah saya memilih nama itu,” kata Irwan.
Tapi tak ayal ia harus menjawab banyak pertanyaan orang setelah itu tentang nama bernuansa njawa itu. Soalnya adik-adiknya tak ada yang menggunakan huruf ‘O’ untuk nama mereka. Dan ia pun tak ambil peduli benar ketika banyak teman-teman kuliahnya dulu memanggilnya ‘Mas Irwan’.
Pun, ketika ia harus berkampanye untuk Partai PKS ketika Pemilu saat ia tampil sebagai Caleg DPR RI dari Sumbar, ia acap ditanya soal nama itu oleh konstituennya. Dan iapun menjelaskan dengan enjoy perihal nama itu. Walhasil, ia tetap dikenal sebagai urang awak tulen oleh para konstituennya. Begitu juga ketika maju sebagai Cagub lima tahun silam, iapun dimenangkan oleh pemilihnya.
“Hanya saja sedikit yang agak susah saya ubah lantaran itu kebiasaan saat kecil di lingkungan Jawa. Aksentuasi saya masih terasa njawa, namun lagi-lagi itu tidak membuat saya kesulitan untuk berkomunikasi. Biasa saja,” katanya.
Seniman Alwi Karmena yang pernah membuat film pendek berjudul Tammanih mencoba membuktikan bahwa aksentuasi Irwan bisa menjadi tidak asing bagi lafaz-lafaz Minang. “Saya tawarkan Datuk menjadi pemain utama, eh beliau mau. Saya ragu-ragu soal aksentuasi itu. Ternyata dengan berlatih sebentar saja, dialog-dialog yang sarat bahasa Minang itu bisa dilafazkan dengan tidak buruk oleh Datuk,” kata Alwi yang menyutradarai sendiri film pendeknya itu. Yang dimaksud dengan Datuk oleh Alwi adalah Datuk Rajo Bandaro Basa, gelar pusaka yang disandang Irwan Prayitno ini sebagai penghulu kaum suku Tanjung, Pauh IX, Taratak Paneh Nagari Kuranji Padang.
Nah, itu lagi soal gelar Datuk. Sejak dikukuhkan sebagai penghulu dalam kaumnya pada Maret 2005 ia serta merta harus lebih menjaga lagi pribadinya. Menyandang gelar Datuk tentu segala konsekwensinya. “Saya was-was juga harus bersikap seperti apa karena saya belum belajar ketika itu. Tapi mamak-mamak saya para tetua adat di Pauh IX banyak mengajarkan saya ihwal adat. Saya sempat juga mendapat nasehat dari ketua LKAAM Sumbar almarhum pak Datuk Simulie (HKR DT.P. Simulie-red) dan pak Ikasuma Hamid Dt. Gadang Batuah,” kata Irwan. Datuk Simulie adalah Ketua LKAAM yang menyampaikan pidato saat pengukuhan Irwan jadi Datuk yang dihadiri oleh Jusuf Kalla (ketika itu Wapres). Sedangkan Ikasuma Hamid Datuk Gadang Batuah adalah mantan Bupati Tanah Datar yang berpasangannya dengan Irwan ketika itu menjadi Cagub/Cawagub 2005.
Dari semula Irwan menyadari bahwa menjadi Datuk pasti bukan sebuah jabatan untuk gagah-gagahan. Ia menyadari bahwa menjadi penghulu kaum itu memiliki tanggung jawab yang besar. “Tak mungkin jadi Datuk hanya untuk pajangan saja, mesti benar-benar membimbing kemenakan. Selama lima tahun ini paling tidak seminggu sekali saya bersua-sua dengan kemenakan. Ada saja yang dikeluhkan, dari masalah ekonomi sampai masalah perselisihan dalam kaum. Saya akhirnya menyadari betapa luhurnya adat Minang itu. Sebab sebagai ninik mamak kita benar-benar dituntut untuk senantiasa sabar menghadapi berbagai masalah yang disampaikan oleh anak kemenakan kepada kita,” kata Irwan.
Akhlak, yang menjadi basis filosofi adat itu sangat sejalan dengan apa yang dituntunkan oleh syara’. “Beradat, berarti berakhlak. Jadi sangat aneh kalau seorang penghulu berkata kasar, mahariak mahantam tanah apalagi berkata kotor,” ujar Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa. Hari-hari lepas dari jabatannya sebagai gubernur dan legislatif di DPR, hampir tiap hari ia dapat bersua dengan anak kemenakannya kaum persukuan Tanjung.(**)
Metro Andalas, 21 Agustus 2015
Terbang dengan Kelas Ekonomi (haluan 8 Des 2010)
Terbang dengan Kelas Ekonomi
Menjabat sebagai gubernur bukan berarti harus hidup mewah. Prinsip itu setidaknya melekat pada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, terutama dalam masa perjalanan dinas dengan menggunakan pesawat udara.
Dalam sebulan, minimal ada dua agenda Irwan yang membuatnya harus terbang dari Padang-Jakarta. Namun dalam memilih pesawat, Irwan tidak terlalu fokus pada salah satu maskapai penerbangan nasional terbesar yang tergolong mahal dari penerbangan lainnya.
”Apapun pesawatnya, itu tidak masalah. Yang penting waktu penerbangannya sesuai dengan jadwal kebutuhan saya”, ujar Irwan ketika ditemui Haluan di kawasan Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Senin (6/12).
Irwan juga memilih kelas ekonomi, dan mengaku tidak pernah memesan kelas bisnis atau eksekutif selama menjabat sebagai gubernur, dengan alasan penghematan. Menurutnya, dengan kelas ekonomi, bisa menghemat APBD hingga 7 miliar pertahun.
”Kalau di kelas bisnis, setidaknya harus mengeluarkan biaya sebesar Rp2,4 juta. Tapi dengan kelas ekonomi, kita hanya mengeluarkan Rp800 ribu. Penghematannya bisa mencapai Rp7 miliar pertahun, dan uangnya dikembalikan ke APBD dan bisa dipergunakan untuk program lainnya”, ujar Irwan.
Irwan berharap, langkah ini bisa diterapkan oleh pejabat lainnya di lingkungan Pemprov Sumbar beserta jajaran. Menurutnya, saat ini baru Wagub Muslim Kasim dan beberapa pejabat lainnya yang mengikuti langkah penghematan itu. Siapakah pejabat yang akan menyusul langkah Irwan ini? (h/wan)
Haluan 8 Desember 2010
Pelanggan Kelas Ekonomi yang Anti Protokoler (Haluan 11 Agus 2015)
Pelanggan Kelas Ekonomi yang Anti Protokoler
“Sekiranya aku punya emas sebesar Gunung Uhud, niscaya aku tidak akan senang jika sampai berlalu lebih dari tiga hari, meski padaku hanya ada sedikit emas. Kecuali akan aku pakai untuk membayar hutang yang menjadi tanggunganku”. (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Laporan: RYAN SYAIR
Dalam situasi yang sedikit berdesak-desakan, laki-laki berkacamata itu tampak rileks saja ketika ia harus ikut bergelantungan dalam sebuah bus besar milik bandara Soekarno Hatta bersama puluhan penumpang Garuda GA 162 kelas ekonomi lainnya. Meski harus berbaur dan bergelincit-pincit dengan rakyat biasa, namun tak sedikitpun tergurat perasaan malu, risih dan minder di wajahnya.
Padahal, semua orang tahu, ia adalah seorang pejabat dan penyelenggara negara, sebagaimana bunyi pasal 122 Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Ya, ia adalah Gubernur Sumatera Barat, orang nomor satu di Ranah Minang. Tak ada satu penumpangpun pada penerbangan kelas ekonomi pesawat Garuda tujuan Padang-Jakarta kala itu, yang tak mengenalnya.
“Saya benar-benar tak percaya. Mungkin bagi orang lain tidak, namun menurut saya ada gubernur yang duduk di kelas ekonomi dalam sebuah penerbangan, ini adalah istimewa. Sangat istimewa,” ujar Taufik Ismail, salah seorang Sastrawan Indonesia menuturkan kisahnya pada pertemuan tak sengaja dengan Gubernur Sumbar, Prof. Dr. H. Irwan Prayitno, SPsi, MSc, dalam sebuah penerbangan kelas ekonomi Garuda GA 162 tujuan Padang-Jakarta, seperti dikutip dari laman http:// pks-jakarta.or.id/ kesaksian-taufik-isma il-tentang-gubernur- sumbar-irwan-prayitn o/ dan laman http://www.portalsumut.com/
2014/05/ beredar-foto-gubernur -sumbar-irwan.html.
Diceritakan Taufik, ketidakpercayaannya itu bermula ketika ia melihat Irwan Prayitno (IP) melangkah ke “ruang rakyat” di kelas ekonomi penerbangan itu. Ruang dimana rakyat badarai memilih tempat duduk, sesuai kemampuan keuangan masing-masing. Sebagai seorang gubernur, tentu tidak satu penumpangpun yang akan berkecil hati, jika IP duduk di eksekutif atau business class yang nyaman.
“Saya sudah lama juga hidup, sering naik pesawat bersama banyak orang, mulai dari pejabat tinggi hingga orang biasa. Bagi saya, ada gubernur rendah hati seperti ini, adalah obat. Ia tak berjarak dengan rakyat. Ia tampil apa adanya. Bagi saya, ini adalah sebuah keteladanan,” katanya.
Dari catatan Haluan, sejak masa kepemimpinannya di Sumatera Barat, IP memang dikenal terbilang jarang, bahkan nyaris tak pernah menumpangi pesawat kelas bisnis, walaupun pesawat yang ditumpanginya adalah Garuda Indonesia. IP selalu memesan kelas ekonomi, meskipun tujuan dan kapasitasnya bepergian adalah sebagai seorang gubernur, sebagai pejabat negara.
Kebiasaan ‘aneh’ IP ini pulalah yang akhirnya mengundang keingintahuan banyak orang, terutama tentang kesederhanaan sosok mantan anggota DPR RI kelahiran 20 Desember 1963 itu. Orang ingin tahu, apakah benar hal tersebut dilakukan IP. Karena memang, sejumlah fakta dan berbagai peristiwa nyata dibalik kesederhanaan dan keapaadaannya, hampir tak pernah dipublish di media-media.
Pada awal Mei 2014 lalu, salah seorang nettizen juga pernah mengunggah foto IP di media sosial facebook. Dalam foto itu, terlihat IP sedang terlibat antre pengecekan tiket pesawat Lion Air sebelum menaiki pesawat. Meski tidak ada keterangan yang jelas IP akan terbang kemana, tapi dari buramnya gambar diketahui bahwa pengambilan foto dilakukan dengan menggunakan kamera HP.
Anti Protokoler dan Atribut
IP yang dihubungi Haluan, Senin (10/8) mengaku, jika ketentuan protokoler yang mengatur seorang gubernur untuk bepergian dengan pesawat, kerap dilanggarnya. Dengan tegas, IP memang mengaku tak mau ‘terlalu patuh’ untuk mengikuti aturan protokoler tersebut. Bagi gubernur yang semenjak dilantik dan hingga kini masih berkantor di rumah dinasnya itu, segala fasilitas adalah sunah. Yang wajib adalah menjalankan kewenangan dan tanggung jawab yang melekat dari jabatan.
“Saya sebenarnya tak mau terlalu jauh membahas soal itu (penerbangan di kelas ekonomi). Karena memang tidak ada maksud apa-apa dan saya juga sudah terbiasa seperti ini. Duduk di kelas ekonomi, itulah saya. Nikmatnya naik pesawat itu adalah saat take off tertidur dan ketika landing terbangun,” ujarnya ringan.
Ketika terus didesak Haluan, IP akhirnya angkat bicara. Selama menjabat dan menjalankan tugasnya sebagai gubernur, ia mengaku sudah tak menghitung lagi berapa ratus kali ia naik pesawat. Namun diakui, selama itu pulalah dirinya mencatatkan diri sebagai ‘penumpang setia’ di kelas ekonomi. Tanpa harus merasa risih, ia terlihat tak canggung untuk berbaur dengan ratusan penumpang pesawat lainnya dari kalangan rakyat biasa.
“Alhamdulillah, sudah ratusan kali naik pesawat selama menjadi gubernur, saya selalu menumpang di kelas ekonomi. Walaupun sebenarnya ada jatah di kelas bisnis. Bagi saya, kelas ekonomi atau bisnis itu sama saja, tak ada bedanya. Justru di kelas ekonomi jauh lebih baik, karena saya bisa berkomunikasi dengan masyarakat,” tandas profesor yang telah melahirkan puluhan judul buku bertemakan anak dan keluarga, manajemen SDM, politik dan dakwah itu.
Selama menjadi gubernur sejak dilantik 2010 lalu terang IP, dirinya juga baru menikmati fasilitas berupa mobil dinas (mobnas) baru, persis di tahun ke-4 kepemimpinannya. Sebelumnya, IP justru lebih sering menggunakan mobil pribadi yang disulapnya menjadi kendaraan operasional kedinasan. Kebijakan pemakaian mobil pribadi ini, juga diberlakukan untuk kepentingan istri dan anak-anaknya.
“Dulu pada awal menjabat, masukan untuk pembelian mobil dinas baru, saya tolak. Karena buat apa beli yang baru, toh mobil yang lama masih bisa jalan. Begitupun soal fasilitas rumah dinas. Selama rumah-rumah penduduk korban gempa belum selesai dibangun, sampai sekarang saya belum mau untuk membangun (rumah dinas),” pungkas Irwan.
Selain tak mau terikat protokoler, IP yang dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan penuh kesahajaan itu, juga merupakan sosok gubernur yang tak terlalu menonjolkan antribut. Untuk kedua hal ini, IP sejak awal masa kepemimpinannya, bahkan telah mewanti-wanti dan meminta kepada siapapun untuk tidak memaksa dirinya ‘berubah’.
Dalam pelaksanaan tugas kesehariannya sebagai gubernur, di berbagai kesempatan Irwan juga terlihat tak pernah mengenakan atribut gubernur, yang sedianya dipasang di bagian dada sebelah kiri para gubernur atau kepala daerah kebanyakan.
“Jangan paksa saya mengubah style hidup saya. Bagi saya, tampil sederhana tanpa atribut dan minim protokoler, adalah simbol kedekatan dan tidak adanya pembatas antara pemimpin dengan rakyat. Protokoler dan atribut hanya akan menjauhkan pemimpin dengan rakyatnya. Sungguh, saya tak ingin begitu, karena saya juga manusia biasa,” tandas Irwan yang benar-benar meneladani kesederhanaan Rasulullah SAW sebagaimana sabda yang diriwayatkan HR Bukhari dan Muslim di awal tulisan tadi. (**)
Haluan, 11 Agustus 2015
IP Sosok Cerdas Yang Pintar (Haluan 12 Agus 2015)
IP, Sosok Cerdas yang Pintar
NILAI S3 DI MALAYSIA SEMUA A
Sukses yang diraih Irwan Prayitno (IP) saat ini tidak diperoleh dengan mudah. Tapi penuh liku dan perjuangan. Kisah hidupnya pun menarik untuk disimak. Meskipun kini bertitel sebagai Prof, Dr, SPsi dan MSc, bukan berarti studinya selalu berjalan mulus. Nilainya juga tidak melulu tinggi. Namun, kecerdasan dan kepintarannya tercermin dari kesuksesannya di berbagai dimensi. “IQ Bapak memang di atas rata-rata,” kata Nevi Zuairina, sang pendamping hidup IP.
IP wisuda S1 Sarjana Psikologi di Universitas Indonesia (UI) tahun 1987 dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) hanya 2,02. Kendati IPK rendah, bukan berarti dia tidak pintar, apalagi pemalas. Kesibukannyalah yang menjadi penyebab utama, sehingga tidak gampang olehnya membagi waktu. Apalagi tahun 1985 di usia 22 tahun, saat masih kuliah, IP sudah berumah tangga dengan menyunting Nevi Zuairina yang satu kampus di UI. Jadwal kuliahnya terbentur dengan kesibukan berorganisasi, dakwah dan bekerja.
Setelah menamatkan studi S1 di UI, IP memang tidak mencari kerja di Jakarta atau kota-kota lain di Tanah Air. Persoalan IPK menjadi salah satu kendala utama. Sulit bagi kebanyakan perusahaan atau instansi mana pun menerima pencari kerja dengan nilai IPK rendah. IP tidak patah arang. Malah kusulitan melecutnya untuk membuka peluang kerja sendiri.
Bersama-sama temannya, antara lain Mahyeldi Ansharullah (sekarang Walikota Padang), IP mendirikan lembaga pendidikan luar sekolah atau kursus Adzkia. Kini Adzkia sudah besar dan menyelenggarakan pendidikan PAUD, TK, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Adzkia masuk dalam jajaran sekolah pilihan masyarakat menengah atas di Kota Padang dan Sumbar.
Berhasil mendirikan dan membina Adzkia, tahun 1995 IP kembali berkeinginan melanjutkan studinya ke jenjang S2 atau pascasarjana. Bukan di dalam negeri, tapi di negeri jiran Malaysia pilihannya. Saat akan mendaftar masuk kuliah, dia pun kembali terbentur oleh persyaratan formal. Lagi-lagi IPK-nya menjadi persoalan.
Akhirnya melalui bantuan teman sesama aktivis dakwah di Selangor, IP dipertemukan dengan Pembantu Rektor Universitas Putra Malaysia (UPM) Prof Hasyim Hamzah. Saat itu Irwan menyatakan kesanggupannya kepada Prof Hasyim Hamzah bisa menyelesaikan kuliah S2 selama tiga semester dari enam semester ukuran normal. Alhamdulilah IP tahun 1996 bisa tamat sesuai janjinya di Jurusan Pengembangan SDM (Human Resource Development) dan langsung mengambil S3 atau doktor di kampus yang sama.
Saat menjalani studi S3, kesibukan IP dengan berbagai aktifitas terus meningkat. Dia mesti cerdas memanajemen waktu. Sehingga mengurus keluarga, berorganisasi, dakwah, kuliah dan mengendalikan Adzkia bisa berjalan sekaligus. Ketika itu dia tidak saja berdakwah di Malaysia dan Indonesia, tapi sampai ke London Inggris. Sembari itu 20 Juli 1998, IP dipercaya sebagai Ketua Perwakilan Partai Keadilan (kini PKS) di Malaysia. PK pada akhirnya mengantarkan IP menjadi anggota DPR RI melalui Pemilu Legislatif (Pileg) 1999 dari daerah pemilihan Tanah Datar, Sumatera Barat.
Waktunya untuk kuliah benar-benar hanya sekitar 10-20 persen. Sering dia mengerjakan tugas-tugas kuliah saat bepergian, seperti di mobil, kereta api dan pesawat udara. Walau begitu, IP tetap bisa menyelesaikan studi S3 tepat waktu. Bahkan dia lulus dengan IPK gemilang, yakni 3,97. Nilainya semua A.
“IQ Bapak di atas rata-rata dan ia selalu konsentrasi saat kuliah. Dan langsung merekam kuliah yang disampaikan dosen. Yang pasti Bapak selalu sungguh-sungguh ketika mengerjakan sesuatu,” kata Nevi, Selasa (11/8) malam kepada Haluan.
Sahabat IP, Yongki, juga mengatakan dulu ketika melanjutkan studi S2 dan S3 di Malaysia, profesor di sana meragukan IP mampu menyelesaikan studinya. Kemampuannya diragukan karena beban kerjanya sangat berat, kuliah, mengurus rumah tangga, istri beserta 5 orang anak, sekaligus mencari nafkah untuk keluarga.
“Tapi bagi penggemar olah raga trabas dan karate ini justru kesulitan itulah yang membuatnya terpacu. Ia berhasil menyelesaikan studi S2 dan S3 tersebut tepat waktu dengan nilai cemerlang. Untuk S3 ia berhasil lulus dengan prediket cumlaude dengan IPK 3,97. Itu artinya semua nilai mata kuliah adalah A, hanya satu mata kuliah dengan nilai A minus,” sebutnya.
Setelah satu periode diamanahkan menjadi Gubernur Sumatera Barat (2010-2015) oleh masyarakat, kini IP kembali mencalonkan diri berpasangan dengan Drs H Nasrul Abit (NA) untuk melanjutkan program-program yang belum tuntas dan membuat terobosan-terobosan baru guna memajukan Sumatera Barat.
IP tiga periode menjabat sebagai anggota DPR RI (1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2010). Selanjutnya menjadi Gubernur Sumatera Barat (2010-2015). Sedangkan calon wakilnya, NA menjabat sebagai Bupati Pesisir Selatan dua periode (2005-2010 dan 2010-2015). NA sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Pessel (2000-2005). Di tangannya Pessel berubah menjadi maju dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Pariwisata Pessel kini menjadi salah satu andalan Sumbar. Pessel pun di tahun 2014 berhasil keluar dari status daerah tertinggal.
Nevi selaku ibu dari 10 anak dan istri dari IP yang menjabat sebagai Gubernur Sumbar, menegaskan bahwa IP adalah orang yang sudah terbiasa bekerja keras. “Sejak kami menikah, pergi pagi pulang malam sampai sekarang sudah biasa,” kata Nevi menandaskan. (h/erz/dbsb)
Haluan, 12 Agustus 2015
Batalkan Puasa Sunat Karena Hormati Undangan (Haluan 12 Juli 2012)
Batalkan Puasa Sunat Karena Hormati Undangan
GUBERNUR SUMBAR IRWAN PRAYITNO
Ramadhan kali ini agaknya tidak jauh berbeda dengan Ramadhan tahun lalu bagi Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan keluarga. Kesibukannya sebagai orang nomor satu di Sumbar, tetap padat. Bahkan selama Ramadhan ada agenda khusus yang rutin dilakukannya, yaitu memimpin Tim Ramadhan Pemprov Sumbar berkunjung ke masjid/mushala di kabupaten/kota.
Namun Ramadhan selalu membawa berkah tersendiri baginya. Sebab dengan kesibukan yang luar biasa, putra Kuranji ini sering tidak punya waktu untuk kumpul dan makan bersama dengan keluarga. Justru momen Ramadhan ini, biasanya kesempatan untuk kumpul saat makan sahur, Irwan menikmati betul makan bersama saat sahur.
“Kami jarang makan bersama. Tetapi saat Ramadhan, saya selalu usahakan kumpul bersama keluarga saat makan sahur. Momen ini menjadi saat – saat yang paling saya nanti, karena saya bisa mencurahkan perhatian yang lebih banyak untuk keluarga,” kata ayah 10 putra ini.
Selain itu, pada malam hari selalu dimanfaatkannya bersama keluarga untuk melaksanakan salat malam berjamaah. Sedangkan waktu lainnya lebih banyak dihabiskan untuk menjalankan roda pemerintahan.
Berpuasa bagi Irwan sudah menjadi kebiasaan. Irwan membiasakan dirinya menjalani puasa sunat Senin dan Kamis. Kebiasaan ini sudah dimulainya sejak masih kuliah tanpa henti. Karena itu, tidak ada yang berubah atau spesial saat menjalani puasa Ramadhan yang diwajibkan bagi seluruh umat Islam.
”Saya sudah membiasakan diri berpuasa sejak masih kuliah dengan rutin puasa sunat Senin dan Kamis. Karena itu saat puasa Ramadhan, saya menjalaninya sama dengan puasa sunat, tidak ada yang spesial, termasuk menu makannya, seperti biasanya,” katanya.
Untuk menjaga kebugaran dan kesehatan selama puasa, Irwan selalu memakan makanan yang manis-manis. Selain itu perbanyak minum air putih. Yang pasti pasang niat untuk menjalani puasa dan berupaya meraih rahmat Allah yang bertebaran di bulan penuh berkah itu.
Namun sekali waktu, Irwan terpaksa membatalkan puasa sunatnya. Dia masih ingat, ketika maju sebagai calon Gubernur Sumbar yang dihelat tahun 2005 silam, beberapa kali Irwan membatalkan puasanya. Hal itu terjadi tahun 2005 silam , beberapa kali Irwan membatalkan puasanya. Hal itu terjadi saat sosialisasi di tengah-tengah masyarakat, hidangan yang disajikan dan tawaran makan tak mungkin ditolaknya.
Begitu pula ketika sudah menjadi gubernur Sumbar saat ini, beberapa kali Irwan juga terpaksa membatalkan puasa sunatnya karena menghormati undangan yang punya hajat.
Haluan, 22 Juli 2012
IP Beristeri Tangguh (Haluan 13 Agus 2015)
IP BERISTRI TANGGUH
Pepatah menyatakan “di belakang pria hebat terdapat wanita tangguh”. Maknanya adalah sukses yang diraih seorang suami tidak terlepas dari dukungan dan peran dari seorang istri. Begitu pula kiranya pada kehidupan sukses Prof Dr H Irwan Prayitno SPsi MSc. Keberhasilannya di dunia politik, akademik, bisnis dan keluarga tidak terlepas dari supporting penuh sang istri, Hj Nevi Zuairina.
Dari masa kuliah di Universitas Indonesia, Irwan Prayitno (IP) terbilang sangat sibuk. Waktunya tidak saja tersita oleh jadwal kuliah tetapi juga untuk dakwah, organisasi dan untuk menafkahi keluarga. Dibanding orang kebanyakan, IP dan Nevi membangun mahligai rumah tangga dalam usia muda. Mereka menikah di tahun 1985, IP berusia 22 tahun, sedangkan Nevi 20 tahun.
IP-Nevi pun banyak mendapatkan nikmat berupa titipan keturunan, yakni 10 anak. Putra dan putri mereka, yakini; Jundy Fadhlillah (L), Wafiatul Ahdi (P), Dhiya’u Syahidah (P), Anwar Jundy (L), Atika (P), Ibrahim (L), Shohwatul Ishlah (P), Farhana Irwan (P), Laili Tanzila (P), Taqiya Mafaza (P). Tentu bukan pekerjaan mudah bagi seorang suami dan istri bisa mendidik anak 10 orang dengan baik. Apalagi di tengah kesibukan IP yang luar biasa. Di sanalah kehebatan dan ketangguhan Nevi Zuairina, alumnus Jurusan Kimia FMIPA Universitas Indonesia.
Kesibukan IP selain mengurus dan bertanggung jawab atas keluarga dapat dibayangkan. Dia mesti menjalani kuliah S1 di Jurusan Psikologi UI, berdakwah, berorganisasi dan bekerja. Berikutnya ketika selesai kuliah tahun 1987, IP kembali ke Padang dan mendirikan Lembaga Pendidikan Adzkia. Pada tahun 1995 dia melanjutkan studi S2 dan S3 ke Universitas Putra Malaysia (UPM) dan memboyong istri dan lima anaknya. Saat itu kesibukannya makin tinggi. Kuliah, berdakwah, berorganisasi, berpartai politik, kegiatan sosial, mencari nahkah dan mengurus keluarga, semua sejalan. Ketangguhan dan kehebatan sang istri, Nevi semakin teruji.
Setelah menyelesaikan S3 di Malaysia di tahun 1999, IP terpilih menjadi anggota DPR dari Dapil Tanah Datar, Sumatera Barat dari Partai Keadilan (PK-saat ini bernama PKS). IP tiga periode menerima amanah sebagai anggota DPR RI (1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2010). Selanjutnya menjadi Gubernur Sumatera Barat (2010-2015). Kendati sangat sibuk dengan agenda kegiatan sebagai Gubernur Sumbar, pengurus partai politik, penghulu atau datuak Suku Tanjung di Nagari Puah IX, pengurus cabang olahraga karate dan seabrek aktifitas lainnya, namun perhatian IP atas anaknya tetap terjaga.
IP yang bergelar Datuk Rajo Bandaro Basa (dilewakan 13 Februari 2005), memiliki komitmen yang tinggi dengan istrinya untuk tidak menyia-nyiakan pendidikan dan masa depan putra-putrinya.
“Memang dari dulu saya sudah pesan kepada Bapak agar jangan jauh dari anak-anak. walaupun sibuk. (Jangan) nanti menyesal di kemudian hari karena anak-anak adalah harta tak ternilai harganya. Kalau kita bertemu orang kan yang ditanya anaknya berapa, sekolah di mana, kerja di mana dan lain-lain,” kata Nevi, kepada Haluan Selasa (11/8).
Menurut Nevi, orang-orang tidak bertanya berapa mobil yang dipunya keluarga IP-Nevi atau berapa mereka punya rumah. “Jadi kami memiliki visi dan misi yang sama dalam membangun rumah tangga kami. Sehingga kami berjalan seiring tidak ada saling lawan arah,” ujar Nevi.
Nevi juga mengakui, bahwa punya banyak anak, menjadi sebuah tantangan besar. Sepuluh orang anak yang dilahirkan, ia anggap sebagai anugerah sekaligus tantangan dunia-akhirat. “Ini rezeki buat kami, punya anak sepuluh. Kita harus menjalankan amanah ini dengan baik karena jumlah itu sudah ada di depan mata kita,” ujar Nevi, sebagaimana yang dikutip dari Republika.
Di tengah kesibukan suami yang menjadi orang nomor satu di Sumatra Barat, juga kesibukannya sebagai ibu pejabat, ia tak ingin kehilangan peran dalam mendidik anak. Ia ingin anak-anaknya mendapatkan pendidikan langsung darinya. Sesibuk apa pun dia dan suami berkarier di ruang publik, mereka adalah orang tua yang juga punya amanah mendidik dan membesarkan anak-anak mereka.
“Saya terus terang saja kepada Pak Gubernur, kebetulan beliau seorang psikolog. Saya bilang, dalam mendidik anak ini saya tidak mau sendiri. Karena jumlah anak ini banyak, tentu saya tak bisa sendiri,” paparnya.
Ia ingin ada kerja sama yang solid antara dia dan suami dalam mendidik anak. Apalagi pada zaman globalisasi saat ini yang membuat kenakalan remaja semakin meningkat. “Ketika masih kecil-kecil mungkin masih gampang. Tetapi ketika mereka sudah kuliah, kita mulai khawatir. Zaman sekarang dengan teknologi informasi, pergaulan muda-mudi, dan perkembangan zaman yang cepat sekali, ini tentu membuat kita khawatir,” ujarnya.
Kehadiran orang tua yang ber peran mendampingi anak- anaknya sangat penting. Ia meng aku, tanpa peran suami, ia tak akan mungkin me nangani pendidikan anak seorang diri. “Saya ingin, saya dan suami bersama-sama merawat anak. Misalkan, bapak juga ikut menyuapi anak-anak makan. Pekerjaan seperti itu, kalau dalam agama kita kan dinilai ibadah,” kisahnya.
Nevi dan suaminya mengaku, dalam mendidik anak banyak terinspirasi dari model keluarga Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sebagai seorang Nabi yang punya tanggung jawab kepada umatnya, Beliau SAW tak lantas mengabaikan pendidikan anak dalam keluarga. “Dalam hadis kan disebutkan, seorang bapak yang punya anak perempuan tiga orang saja, kemudian mendidiknya dengan baik sehingga salehah. Maka itu, semua menjadi penghalangnya dari neraka,” paparnya.
Nevi yang lahir di Jakarta, 20 Desember 1965, juga punya seabrek organisasi yang tentunya menuntut dia pandai-pandai membagi waktu. Jabatan Nevi antara lain; Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Sumbar, Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial Provinsi Sumbar, Ketua Dekranasda Provinsi Sumbar, Ketua Forum PAUD Provinsi Sumbar, Ketua P2TP2A Provinsi Sumbar, Ketua FORIKAN Provinsi Sumbar, Ketua Forum Silaturahmi Majelis Ta’lim Provinsi Sumbar, Ketua Yayasan Kanker Indonesia Cabang Provinsi Sumbar, Ketua Persatuan Istri Pemprov dan Muspida Provinsi Sumbar. (h/erz/dbsb)
Haluan, 13 Agustus 2015
IP Sosok Disiplin dan Tepat Waktu (Haluan 14 Agus 2015)
IP Sosok Disiplin dan Tepat Waktu
Masa kepemimpinan Prof Dr H Irwan Prayitno SPsi MSc sebagai Gubernur
Sumatera Barat (Sumbar) satu hari lagi berakhir. Besok Irwan Prayitno (IP)
akan serahterima jabatan dengan penjabat Gubernur Sumbar. Lima tahun
memimpin Ranah Minang, IP banyak meninggalkan kesan dan tauladan bagi
masyarakat. Di antaranya adalah sikap disiplin dan tepat waktu yang
mendarah daging pada dirinya.
Selanjutnya IP akan mencalonkan kembali menjadi Gubernur Sumbar (2016-2021)
dan berpasangan dengan Drs H Nasrul Abit (NA) yang kini menjabat sebagi
Bupati Pesisir Selatan (Pessel). Sikap disiplin dan tepat waktu yang selama
ini dipraktikan oleh IP akan menjadi salah satu modal penting untuk dapat
meraih simpati masyarakat.
IP-NA dengan segala macam prestasi dan kesuksesannya saat menjadi kepala
daerah, dinilai banyak pihak berpotensi memenangkan Pilkada. Selama menjadi
Gubernur Sumbar, IP dinilai berhasil membangun kepercayaan masyarakat. Dia
pun menjadi pemimpin yang disukai masyarakat.
Keberhasilan Irwan dalam memimpin Sumbar selama lima tahun belakangan juga
dinyatakan oleh rekannya di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Penilaian
ini salah
satunya disampaikan Ketua DPW Koordinator Dapil Sumbar 3, Rafdinal.
Rafdinal yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumbar
menyebutkan, di matanya Irwan Prayitno adalah sosok pemimpin yang disiplin,
tegas, dan taat aturan. Pada kegiatan-kegiatan yang pernah ia ikuti bersama
Irwan, ia melihat yang bersangkutan selalu datang tepat waktu.
Pada bagian lain, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Padang Muharlion mengatakan,
sikap disiplin dan tepat waktu merupakan karakter pribadi seorang IP. “Saya
belajar sikap disiplin dan tepat waktu dari beliau. Hal itu tampak dari
saya pernah mendampinginya ketika IP mencalonkan untuk DPR RI dulu. Beliau
rela naik ojek ke sana ke mari menemui masyarakat, agar selalu tepat waktu
sampai di lokasi. Untuk memenuhi harapan masyarakat sikap disiplin dan
tepat waktu harus dimiliki sejak dini,” kata Muharlion kepada *Haluan*,
Kamis (13/8) di Padang.
Ia juga mengatakan, sikap disiplin dan tepat waktu yang dimiliki IP bukan
dibuat-buat. Tapi, memang karakter pribadi yang melekat pada diri IP dan
kemudian menjadi contoh para kader dan konstituennya.
Sementara itu Ketua DPD PKS Kota Padang Muhidi mengatakan, sikap disiplin
dan tepat waktu yang dimiliki IP patut dicontoh oleh kader dan
konstituennya. Karena, sikapnya itu menandakan seorang pemimpin yang tidak
ingkar janji pada masyarakat.
“Karakter disiplin dan tepat waktu itu, bukan karena menjelang pilkada saja
agar dipilih masyarakat. Tapi, merupakan sikap dasarnya yang patut dicontoh
dan tidak dibuat-buat,” ujarnya. (**)
Haluan, 14 Agustus 2015
Gubernur Sumatera Barat (Haluan 14 Feb 2011)
GUBERNUR SUMATERA BARAT : Peduli Pendidikan dan Pertanian
Oleh: SURYA BUDHI, S.H.
Kepala Biro Humas Dan Protokol
Setda Pemprov Sumbar
Biasanya di hari minggu merupakan hari yang dihabiskan bersama keluarga, handaitolan, kerabat ataupun sahabat. Dan biasanya juga di hari minggu kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan liburan, sosial atau yang bersifat pribadi. Namun ternyata tidak semua yang menikmati hari minggu seperti itu. Salah satunya adalah orang nomor satu di Sumatera Barat ini.
Hari minggu beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 6 Februari 2011, Irwan Prayitno menjambangi Kabupaten Pasaman. Kunjungan kerja Gubernur selama dua hari itu, untuk memantau secara langsung perkembangan pembangunan di Kabupaten dibawah kepemimpinan Bupati Benny Utama hingga Senin 7 Februari 2011.
Tepat pukul 07.00 wib sebelum ke Kabupaten Pasaman, Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno dengan sejumlah rombongan, mengawali kunjungannya ke Kabupaten Agam dengan agenda diantaranya peresmian jalan yang dibangun PNPM bersama dengan masyarakat di Lawang. Dan peresmian Masjid yang dibangun dengan dana pemirsa Tv One di Maninjau.
Agenda yang cukup padat dijalani dengan begitu ”enjoy” dan penuh semangat. Hampir tak ada kesan lelah secara fisik maupun pikiran bagi Gubernur Sumbar ini. Jujur saya sebagai Kepala Biro yang kerap mendampingi beliau dalam beberapa agenda kepemerintahannya, baik di daerah maupun di ibu kota Provinsi sedikit ”keteteran”. Namun beliau tidak, dan sepertinya menikmati setiap kesibukannya itu. Lelah itu dilawannya dengan ”keikhlasan” ini terbukti dari ekspresi ramah dan ceria yang selalu dilihatkannya pada semua tamu, bahkan masyarakat.
Kehadiran gubernur yang langsung turun meninjau ke daerah-daerah yang cukup jauh aksesnya dari ibukota provinsi, memotivasi kepala-kepala daerah untuk membangun daerahnya agar lebih baik lagi. Dan gubernur memberi apresiasi bagi setiap daerah yang mau maju berupa suntikan dana dengan tujuan agar setiap daerah mampu berkopentensi memajukan daerahnya masing-masing.
Gubernur muda ini, terus melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemerintah oleh masing-masing daerah di Sumbar tahun ini ditargetkan harus tercapai. Kini giliran kabupaten Pasaman yang ditinjau langsung oleh Irwan.
Agenda di Kabupaten Pasaman ini, yang diawali dengan pertemuan bersama muspida, kepala SKPD dilingkungan Pemkab Pasaman dan tokoh-tokoh masyarakat. Paginya juga berkesempatan menjadi Pembina apel pagi gabungan, apartur pemkab Pasaman. Setelah itu dilanjutkan dengan kunjungan ke MAN Lubuk Sikaping dan Gubernur ini juga memberikan Orasi Ilmiah di wisuda perguruan tinggi agama Islam (STAI) di Lubuk Sikaping. Dalam orasi tersebut Irwan menekankan pentingnya peran guru pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian siswa yang berdayasaing dan berbudi. Dalam tiga agenda tersebut, Irwan menyampaikan program pembangunan Sumatera Barat periode 2010-2015. Terutama dalam melakukan reformasi birokrasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat petani malalui program satu petani satu sapi, dan lain-lain. Memberikan motivasi pada masyarakat agar selalu hidup dalam tatanan nilai religius, adat istiadat, norma hukum yang berlaku dan selalu meningkatkan kepedulian sosial.
Temu Wicara
Tingginya kebutuhan pokok akhir-akhir ini menyorot perhatiannya, terutama dibidang pertanian. Dia yakin bahwa kabupaten ini sangat potensial menjadi sentral produksi pertanian dan tanaman pangan dan hortikultura, ini terbukti dengan banyaknya perkebunan dan perikanan yang mendukung program pemerintah menjadi salah satu daerah lumbung beras nasional.
Masih segar dalam ingatan kita kala presiden Soeharto saat menjadi orang nomor satu di Indonesia. Waktu itu ada agenda yang kerap kita tonton di tvri ”bapak pembangunan” itu kerap temu wicara langsung dengan sejumlah petani. Mendengarkan langsung keluh kesah petani dan mencarikan solusi yang bisa langsung didengar juga oleh para petani tersebut. Ternyata perhatian langsung seperti itu yang paling mengena di hati masyarakat. Mereka tidak merasa dikesampingkan meskipun sangat jauh dari pusat ibu kota. Ini luar biasa! Ada kebanggaan bagi masyarakat saat bertatap langsung dengan beliau, apalagi sampai bisa berbincang tanpa ada batas kepangkatan dan dalam taraf kesopanan. Inilah yang dilakukan Irwan di Kabupaten Pasaman ini.
Irwan menjelaskan, ”Jika semua kita bersungguh-sungguh, maka kesejahteraan petani di Sumbar yang sebahagian besar masyarakat tak mampu, tentu angka kemiskinan akan dapat kita tekan. Selama ini, kita ketahui petani hanya berusaha pada satu pekerjaan tani saja, sementara waktu mereka banyak yang tersia-siakan. Selain itu juga masih terlihat banyaknya lahan-lahan kosong disekitar kita yang belum kita manfaatkan dengan baik.
Ditambahkan Gubernur Sumbar ini ”Amat sungguh lucu jika masyarakat kita dinegeri yang begitu rupawan, subur dan indah ini, hidup dalam kemiskinan. Oleh karena itu pemerintah provinsi sumatera barat, melakukan program-program yang mampu memberikan peningkatan kesejahteraan secepat mungkin, baik melalui program bantuan, kredit KUR UMKM, juga program peningkatan wawasan dan kemampuan masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan-pelatihan.”
Disampaikan Irwan, setiap petani tidak hanya bisa mengelola lahan pertanian saja, namun pemerintah memberikan program ”satu petani satu sapi”. Program ini diharapkan mampu memberikan nilai lebih untuk kesejahteraan dan meningkatkan taraf hidup para petani. Dengan adanya program ini petani bisa mengefektifkan jam kerjanya untuk bisa mengembangkan usaha lain selain pertanian, perikanan dan lain-lain.
Bahkan saat temu ramah dengan jajaran pemda kabupaten Pasaman, gubernur juga, menegaskan tentang kesejahteraan petani dan upaya mensejahterakan masyarakat. Semua itu tak lepas dari peran serta pemerintah daerah masing-masing. Bagaimana cara pemerintah daerah bisa memotivasi petani serta masyarakat untuk lebih giat lagi menambah usaha sesuai deangan basis perekonomian daerah.
Diyakini Irwan, daerah ini, menurut kondisi geografis sangat potensial untuk lahan pertanian, perkebunan dan perikanan. Ini aset yang luar biasa jika pemdanya mampu mendorong masyarakat dengan meningkatkan SDM, seperti memberikan penyuluhan dan modal kredit usaha rakyat yang mampu mensejahterakan petani dan masyarakat.
Kadis PSDA Ali Musri, dalam eksposnya, kepada Gubernur Sumbar di lokasi bendungan Irigasi Panti Rao, menjelaskan bendungan ini bisa mengairi untuk 8.300 Ha lahan pertanian. Ini sebagai salah satu penyangga kebutuhan pangan di kabupaten ini. Pembangunan bendungan dengan sistim jaringan irigasi yang dilaksanakan sejak tahun 1991 awalnya terhenti karena kondisi keuangan negara, dan tahun 2000 dimulai kembali membangun terowongan lima.
Kelanjutan penyelesaian pembangunan daerah irigasi ini dibiayai oleh JBIC melalui laon Agreement no. IP 505 tanggal 5 juli 2001. sumber air bendungan ini berasal dari sungai Batang Sumpur dengan debit (Q) andalan = 21,3 m3/dt. Jumlah penduduk yang ada disekitar irigasi tersebut berjumlah 115.505 jiwa/23.101 KK dengan kepadatan penduduk 176 orang/km2.
Gubernur melihat dengan adanya irigasi ini, akan meningkatkan hasil panen mencapai dua kali lipat. Semua program yang bisa memajukan kesejahteraan rakyat haruslah diutamakan, pesannya. Pemprov Sumbar menargetkan, selesainya pembangunan bendungan irigasi Panti Rao di harapkan mampu meningkatkan intensitas tanam dari 152 persen menjadi 200 persen dan melebihi dua kali tanam dalam setahun. Hal ini menyebabkan peningkatan hasil produksi 3,2 ton per hektare menjadi 5 ton per hektare. Maka akan terjadi peningkatan swasembada pangan nasional dan mengurangi kemiskinan serta mampu memberdayakan petani dalam pengembangan wilayah pedesaan.
Haluan, 14 Februari 2011
Ditunggu Gubernur Untuk Makan Bersama (Haluan 18 Feb 2011)
Ditunggu Gubernur Untuk Makan Bersama
SUKA DUKA SUPIR SEORANG PETINGGI DAERAH
Padang, Haluan-Ikhlas, patuh dan tertib. Itulah prinsip hidup yang diterapkan oleh supir BA 1, Ahsanunas (36) dalam bertugas. Terlebih ini kali pertamanya ia bekerja untuk melayani orang nomor satu di Sumbar dengan segudang agenda atau pun acara ketimbang menjadi sopir pajabat terdahulu.
Pegawai humas kantor Gubernur serta para wartawan yang posko di sana, bisa saja angkat tangan untuk tidak mengiringi perjalanan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dalam hari yang bersamaan. Namun, hal itu tak mungkin pula ia lakukan, mencoba berputar arah dan menggantikannya dengan sopir yang lain dalam hari itu juga.
Buktinya, sejak ia bekerja setelah satu bulan Irwan Prayitno dilantik, sampai saat ini belum ada teguran lisan dari pemimpin Sumbar itu terhadap kinerjanya. Tetapi dibalik kesibukannya membawa mobil itu, hari-harinya justru lebih terasa ringan. Kenapa tidak, satu per satu perbatasan lintas daerah yang banyak menghabiskan waktu dan perjalanan antar daerah jauh serta memiliki resiko tinggi, ia lewati dengan canda tawa.
Ternyata, selama diperjalanan Irwan Prayitno dan sopirnya sering bergurau layaknya kakak beradik tanpa mengurangi rasa hormat dan tak melampaui tata krama.
Selain bercerita, Irwan pun sering merintahnya untuk memutarkan lagu dan bernyanyi bersama. Siapa yang menyangka, ternyata mereka berdua memiliki lagu kesukaan dengan judul ”bareh solok”. Itu lagu yang selalu didendangkan oleh Irwan dan sopirnya. Selama ia bekerja menjadi sopir pegawai atau pejabat lainnya sejak awal tahun 2002 sebagai pegawai honorer dan diangkat menjadi PNS tahun 2008, ia tersanjung dengan sikap dan perhatian komandannya yang saat ini.
”Bertahun-tahun menjadi sopir pejabat, baru kali ini pimpinan yang benar-benar perhatian dengan sopirnya, begitu juga dengan ajudan atau polisi yang membawa mobil voreijder (iring-iringan pengawal). Setiap singgah di rumah makan atau dimana pun ia selalu menawarkan kami untuk masuk dan makan,” tuturnya.
Namun yang sangat mengesankan, ketika ia ditunggu Irwan untuk sama-sama masuk rumah makan. ”Ia rela menanti saya di pintu rumah makan,” jelasnya Uun, sapaan akrabnya.
Dari ketiga anak-anaknya, hanya nama anak terakhirnya yang memberi kesan hingga diberi nama Firma Maulana Putra.
Nama Firma itu singkatan dari Firdaus K dan Marlis, sepasang calon bupati Sijunjung pada tahun lalu. Karena sebelumnya ia membawa Firdaus K (mantan Sekda Pemprov yang juga mantan komandannya) serta pasanganya Marlis ketika hendak berkampanye dalam pemilu Bupati Sijunjung tahun lalu. Ketika sedang bertugas itulah, ia tak sempat mendampingi istrinya dalam bersalin.
Pertama kali ia bekerja di lingkungan pemerintahan sejak awal tahun 2002 sebagai sopir rumah tangga di kantor Gubernur, dan pindah kebagian Biro Humas Setdaprov pada tahun 2003 dengan lama kerja 6 bulan. Selanjutnya, ia dipindahkan untuk membawa Asrul Mas’ud, mantan Asisten IV selama 3,5 tahun. Lalu berpindah untuk menjadi mantan Sekda Pemprov Yohanes Dahlan, lalu Firdaus K. Dimasa Firdauslah, ia diangkat sebagai PNS. Setelah pemunduran diri Firdaus, selama 3 bulan ia disiapkan di Biro Umum, hingga dipercaya sebagai sopir BA 1 setelah satu bulan Irwan dilantik.
Haluan, 18 Februari 2011
Mau Maju (Haluan 19 Agus 2015)
Mau Maju? Harus Sejahtera Dulu…!!
Laporan: RYAN SYAIR
Adalah benar, jika kesejahteraan kerap dijadikan sebagai jualan seseorang untuk ‘membeli’ banyak hati. Karena memang, hidup sejahtera adalah mimpi bagi setiap orang. Mimpi bagi saya, bagi anda dan bagi kita semua. Namun, kemana harus mengejar dan bagaimana pula untuk menggapainya?
Mencari kesejahteraan, belakangan ini bisa diibaratkan seperti berputar-putar mengejar satu fatamorgana, untuk kemudian tersesat di fatamorgana yang lain. Namun, anggapan itu dibantahkan oleh Irwan Prayitno (IP). Meraih dan mewujudkan kesejehteraan menurut mantan Gubernur Sumbar ini, bukanlah mimpi muluk. Sejahtera, bukanlah fatamorgana yang hadir untuk sekedar menjanjikan pemuas dahaga, apalagi menjerumuskan kepada binasa.
“Menjadi sejahtera itu tidak hanya sekedar mencatatkan angka-angka statistik pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tidak pula karena negeri kita kaya, maju dalam bidang teknologi dan tingginya tingkat industrialisasi dan modernisasi,” kata IP menjawab Haluan dalam diskusi santai bersama sejumlah wartawan, Selasa (18/8).
Dalam kacamata yang berdimensi lebih luas, IP mendefinisikan “kesejahteraan” tidak hanya sekedar capaian yang melampaui dari ukuran-ukuran angka pertumbuhan ekonomi semata. Bagi IP, kesejahteraan berarti semakin terbukanya kesempatan dan kemampuan (capability) untuk mendapatkan hak-hak dasar sebagai seorang manusia.
Sebut saja cukup dan terpenuhinya kebutuhan pangan, mendapatkan pendidikan dasar yang memadai, bebas dari buta huruf, selalu dalam keadaan sehat, terhindar dari kematian (avoiding escapable morbidity), atau berupa kondisi abstrak semisal menjadi bahagia, dihormati, bebas dari rasa takut, bebas dari ancaman penghilangan secara paksa, bebas mengemukakan pendapat, serta bisa berpartisipasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
“Saya lebih melihat kesejahteraan itu dari dua sisi. Yang pertama dari sisi psikis atau moril yang meliputi sosial, agama, budaya dan lainnya, serta dari sisi fisik atau materil. Jadi, pendekatannya lebih kepada pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia, atau yang lebih dikenal dengan Human Development Index,” ujar IP.
IP mengakui, jika bagi kebanyakan orang, HDI kerap dikaitkan dengan sekedar urusan pengembangan sumber daya manusia, atau pengembangan SDM dalam arti sempit. Namun lanjut IP, HDI sesungguhnya akan mampu membawa paradigma baru yang akan menjungkirbalikkan cara pandang tentang pembangunan, tentang apa yang harus dicapai, ke arah mana pembangunan harus dilakukan, serta siapa-siapa yang harus disentuh oleh pembangunan itu sendiri.
Apa yang disampikan IP, bukan tidak beralasan. Melihat lebih detail ke dalam daftar ranking kesejahteraannya dari 180 negara di dunia, sejumlah fakta soal definisi sejahtera memang menunjukkan realita terbalik dari sudut pandang banyak orang soal definisi kesejahteraan itu sendiri. Lihat saja negara-negara “imut” (karena kecil luasannya) seperti Norwegia, Islandia, dan Switzerland, yang ternyata rakyatnya lebih sejahtera dibandingkan negara-negara besar semisal Jepang, Amerika Serikat ataupun Inggris. Bahkan, Norwegia berada di urutan paling puncak sebagai negara yang paling sejahtera.
“Khusus di Sumatera Barat, sesuai dengan kultur masyarakatnya, mewujudkan daerah dan masyarakat sejahtera itu harus dilakukan melalui tiga pola pendekatan, yakni geografis, budaya dan prilaku. Apalagi kita sama-sama mengetahui, bahwa karakter masyarakat Minang bukanlah tipe yang dipekerjakan, melainkan harus diberdayakan. Saya yakin, pola ini akan mampu dalam mengurai kemiskinan dan menjadi langkah paling bernas untuk meraih kesejehteraan,” pungkas IP.
Budaya dan kebiasaan orang minang sebut IP, memperlihatkan program pemberdayaan masyarakat sangat baik dan memberikan dampak positif bagi kemajuan daerah, terutama dalam upaya menuntaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Jika di provinsi lain dapat melakukan program dengan pengembangan bidang industri, dan program usaha yang membutuhkan banyak tenaga kerja, di Sumatera Barat justru sebaliknya.
“Tipe masyarakat Sumatera Barat tidak memiliki bakat sebagai buruh atau pekerja harian. Mereka lebih suka menyandang status sebagai wirausaha, walaupun sebagai usahawan kecil dan menengah. Nah, inilah yang harus diberdayakan. Jadi, tidak usah dulu terlalu jauh untuk berfikir maju (punya gedung-gedung bertingkat, punya banyak pabrik, industri dll). Karena jelas, indikator sejahtera tidak hanya sebatas itu. Untuk bisa maju, semua harus sejahtera dulu,” pungkas pria sederhana yang memegang tegus prinsip efisien, efektif dan produktif itu.
Tidak Mengurus Partai
Dalam kesempatan itu, IP juga membantah rumor tak sedap yang menyebutkan bahwa selama lima tahun memimpin Sumbar (2010-2015), dirinya hanya sibuk mengurus partai (PKS). Hal itu jelas IP, adalah tuduhan yang terlalu mengada-ada dan tanpa alasan. Buktinya, begitu ditetapkan sebagai Gubernur Sumbar, IP bahkan mengaku langsung dicopot dari jabatan kepartaiannya sebagai Ketua MPP di DPP PKS.
“Tuduhan itu (sibuk mengurus partai) adalah sangat tidak benar. Sejak menjadi gubernur, saya bahkan tak pernah lagi terlibat dengan urusan partai. Kecuali sekali dua tahun dalam kapasitas fungsional sebagai anggota majelis syuro. Lagipula, hal ini juga telah menjadi aturan baku bagi PKS. Dimana setiap kader yang terpilh menjadi pebajat publik, sepenuhnya akan dihibahkan untuk kepentingan masyarakat dan tidak akan diganggu dengan berbagai urusan partai,” terang IP.
IP juga membantah banyaknya tudingan yang menyebut bahwa dirinya dikelilingi oleh orang-orang partai. Baik di lingkungan internal, maupun kedinasan dan pemerintahan (SKPD). “Tidak benar itu. Lihat saja semua yang tengah menjabat saat ini (SKPD). Mana ada yang orang partai. Sebagian besar mereka adalah pejabat-pejabat yang sudah ada di pemerintahan sebelum saya (Gamawan Fauzi). Saya juga tidak mengerti dengan banyaknya tuduhan dan tudingan-tudingan miring yang mengarah kepada saya. Tapi biarlah, Allah itu tidak tidur dan saya yakin masyarakat jauh lebih cerdas,” tukuk IP. (**)
Haluan, 19 Agustus 2015
IP Seorang Konsultan Dan Entreprenur (Haluan 20 Agus 2015)
IP, SEORANG KONSULTAN DAN ENTREPRENEUR
PADANG, HALUAN – Orang mungkin lebih mengenal Irwan Prayitno sebagai Gubernur Sumbar ketimbang sebagai konsultan dan enterpreneur. Ternyata sebelum menyandang jabatan gubernur, Irwan Prayinto sibuk sebagai seorang konsultan.
Profesi konsultan ini dimulainya semenjak 1992 silam. Banyak sudah yang memakai jasanya sebagai konsultan. “Untuk konsultan itu saya geluti semenjak 1992 lalu. Itu saya sempurnakan setelah kembali dari Malaysia,” terangnya.
Diceritakan IP bahwa selama menggeluti profesi konsultan banyak sudah yang memakai jasanya. Seperti Dirut PT. Semen Padang, Benny Wendry dan seangkatannya. “Itu sudah lama juga, untuk direktur dan pejabat di Sumbar itu saya yang menjadi konsultannya,” ujar IP.
Profesi konsultan itu kata IP tidak lagi maksimal dilakoninya saat ia dipercaya menjadi anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera dengan daerah pemilihan Sumbar I.
Irwan Prayitno merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia 2 periode (2004–2009 dan 2009-2014) dari Partai Keadilan Sejahtera dengan daerah pemilihan Sumatera Barat I.
Pada Tanggal 15 Agustus 2010, dilantik menjadi Gubernur Sumbar periode 2010-2015 oleh Menteri Dalam Negeri , Gamawan Fauzi di Gedung Darurat DPRD Provinsi Sumbar.
“Saat ini saya memang tidak lagi menggeluti profesi ini, namun alat yang saya gunakan sebagai alat tes, hingga saat ini masih dipakai oleh konsultan lainnya. Jadi saya tinggal memetik hasil dari situ,” ujarnya.
IP juga tidak menampik kalau gaji sebagai konsultan lebih besar dari gaji gubernur. Hanya saja tuntutan menjadi gubernur gaji bukan lagi sebuah ukuran, karena kesejahteraan masyarakat Sumbar menjadi prioritas utama IP.
Selain konsultan, IP juga seorang interpreneur ulung. Banyak usaha yang dirintis IP seperti usaha properti, ruko dan restoran. Usaha ini dijalankan bersama istri tercinta Nevi Zuairina.
Jiwa interpreneur IP sudah muncul semenjak ia berada di bangku kuliah. Pria kelahiran Jogjakarta, 20 Desember 1963 ini terus mengasah jiwa interpreneurnya hingga saat ini.
“Saya juga aktif sebagai pengusaha, hanya saja semenjak menjabat gubernur saya tidak terlibat lagi. Hanya istri yang tetap aktif mengelola usaha ini. Itu pun hanya mengambil hasil saja dari apa yang telah dirintis,” pungkasnya.
IP juga mengimbau kepada generasi muda untuk aktif dalam dunia interpreneur. Menurutnya, menadi usahawan disamping menggeluti profesi lain, bisa menjadi jenjang menuju kesuksesan kelak.
“Jadikan ini bekal untuk menuju sukses, karena dengan interpeneur selain sebagai sarana pengembangan diri yang positif, interpreneur juga sebagai usaha menabung untuk masa depan dan hari tua,” tukasnya. (h/mg-isr)
Haluan, 20 Agustus 2015
Doakan Ayah dan Ibu Ya Nak (Haluan 21 Agus 2015)
Laporan: RYAN SYAIR
Sebagai seorang kepala keluarga, Irwan Prayitno (IP) memang terbilang paling beruntung dan bahkan teramat pantas untuk berbangga hati. Betapa tidak, selain memiliki seorang istri yang cantik, tangguh dan selalu setia mendampinginya dikala suka maupun duka, sosok sederhana nan bersahaja itu juga dikaruniai 10 anak-anak soleh dan soleha, buah cintanya dengan sang istri tercinta, Nevi Zuairina.
Setiap orangtua, tentu tak akan pernah membayangkan betapa sulitnya IP dan Nevi mengurusi 10 anak dalam perjalanan mengarungi mahligai rumah tangga mereka. Tak terbayangkan, betapa repotnya mereka membagi waktu untuk melengkapi setiap kebutuhan, memberikan perhatian dan tentunya mencurahkan kasih sayang kepada 10 buah hati mereka. Belum lagi ketika harus dihadapkan pada rutinitas dan kesibukan harian, terutama saat IP masih menjabat sebagai Gubernur Sumbar dan tentunya Nevi, yang otomatis menjabat sebagai Ketua TP PKK.
Tanpa harus mengupas lebih jauh, mulai sejak anak-anaknya berproses dari balita, hingga akhirnya merangkak dewasa, namun secara umum IP memang telah berhasil dalam menepis anggapan banyak orang soal sulitnya mengurusi dan membesarkan 10 orang anak secara bersamaan, terutama di saat semuanya sedang butuh-butuhnya perhatian, bimbingan dan kasih sayang. Lagi pula, saat ini kebahagiaan IP dan Nevi juga sudah semakin sempurna dengan kehadiran tiga cucu mereka, yakni Hawnan Aulia, Hasna Labiqa Raisya dan Syakira Aulia.
Dalam percakapan dengan Haluan, Kamis (20/8), IP membocorkan sedikit rahasia soal keberhasilannya dalam mewujudkan keluarga bahagia, sakinah, mawaddah dan warrohmah, terutama dalam membimbing, membesarkan dan mendidik ke 10 anaknya (Jundi Fadhlillah, Waviatul Ahdi, Dhiya’u Syahidah, Anwar Jundi, Atika, Ibrahim, Shohwatul Islah, Farhana, Laili Tanzila dan Taqiya Mafaza). IP yang sepenuhnya menyadari jika keluarga adalah segala-segalanya, menyebut jika salah satu resepnya adalah salat berjamaah.
“Ya, salat berjamaah adalah salah satu resep kami mewujudkan keluarga bahagia. Selain untuk urusan hablum minallah, salat berjamaah juga menjadi media paling efektif bagi kami untuk berkomunikasi, bersilaturrahmi, saling berbagi, berduskusi dan bermusyawarah dalam memecahkan berbagai persoalan, terutama yang menyangkut dengan anak-anak,” kata Profesor Bidang Sumber Daya Manusia, yang juga pendiri lembaga pendidikan berbasis ke-Islaman, Adzkia itu memulai pembicaraan.
Tradisi pelaksanaan salat berjamaah yang melibatkan seluruh anggota keluarga terang IP, telah dilakukannya sejak usia pernikahan mereka masih belia. Khusus bagi anak-anak, IP bahkan selalu menekankan pentingnya melaksanakan sunnah Rasul tersebut dimanapun berada. Pesan dan nasihat itu, diakui IP telah ditanamkan sejak anak-anaknya mulai memasuki bangku sekolah.
“Dari mereka kecil, saya sudah mulai pesankan pentingnya salat, apalagi jika dilakukan dengan berjamaah. Karena selain telah menjadi kewajiban, salat jika dilakukan dengan cara berjamaah bersama keluarga, juga akan menjadi wadah komunikasi paling ideal. Disaat hati dan fikiran sudah tenang, tak ada masalah yang tak akan terselesaikan. Anak-anak bisa bercerita soal masalah, kesulitan dan pengalaman-pengalaman mereka di sekolah, dan sebaliknya orangtua juga akan mudah memasuki anak, terutama untuk memberikan nasehat dan bekal-bekal pendidikan agama bagi mereka. Alhamdulillah, kebiasaan salat berjamaah sampai kini masih tetap terjaga di keluarga kami,” papar IP.
Karena memang sudah menjadi salah satu kebiasaan yang telah mendarah daging di keluarga IP, maka tiada hari tanpa salat berjamaah bagi dia, istri dan anak-anaknya. Bahkan khusus bagi anak-anak putri, tak jarang sang istri memimpin langsung salat berjamaah jika kebetulan IP sedang bertugas dan sedang tidak berada di rumah. Waktu rutin untuk bisa berjamaah bersama yang langsung diimaminya sebut IP, yakni ketika waktu Magrib, Isya dan Subuh.
“Kalau siang (Zuhur dan Ashar), terutama di hari kerja, saya kan tidak mungkin selalu berada di rumah karena berdinas, kecuali ketika waktu libur. Lagian kalau siang anak-anak juga masih di sekolah, jadi mereka juga salat berjamaahnya di sekolah bersama guru-guru mereka,” kata IP yang juga Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.
Jika di rumah sebut IP, salat berjamaah paling sering dilakukan di Musala yang berada di komplek gubernuran. Usai salat, dzikir dan mengaji, biasanya IP melanjutkan forum keluarganya itu dengan bercengkrama, diskusi-diskusi ringan, menerima curhat, serta memberikan solusi dan pencerahan untuk setiap keluh kesah anak-anaknya. Bahkan di setiap akhir-akhir bulan Ramadan, IP beserta istri dan anak-anaknya juga rutin melakukan itikaf bersama, hingga menjelang sahur tiba.
IP yang juga selalu membiasakan puasa Senin-Kamis bagi anak-anaknya itu, mengaku begitu banyak hikmah dan manfaat yang dipetiknya selama melatih anak dan menjalani kebiasaan melaksanakan salat berjamaah bersama istri dan anak-anaknya. Selain untuk selalu mengingatkan anak agar patuh kepada perintah Allah SWT, manfaat terbesar yang paling dirasakan IP adalah terbangunnya komunikasi yang ideal antar seluruh anggota keluarga. Antara istri dengan suami, antara anak dengan orangtua. Hari-hari yang dijalaninya bersama keluarga sebut IP, juga terasa menjadi lebih berkah, bahagia dan penuh manja.
Sukses membangun karir di panggung politik, berhasil membina rumah tangga bahagia dan selalu menjadikan agama sebagai pedoman hidup menuju kehidupan abadi di akhirat kelak, adalah sosok dan karakter yang tak bisa dipisahkan dari seorang IP. Sesibuk apapun dengan urusan dunia, melayani dan mengurusi berbagai persoalan masyarakat yang dipimpinnya selama menjabat Gubernur Sumbar, IP tetaplah seorang pria sebagaimana layaknya. Suami bagi istrinya dan ayah bagi ke 10 anak-anaknya.
“Kalau terdapat setitik surga yang dijatuhkan Allah SWT ke bumi, maka surga itu adalah kalian wahai istri dan anak-anakku. Usai salat, jangan lupa untuk selalu mendoakan Ayah dan Ibu ya nak,” pesan IP kepada anak-anaknya setiap saat usai salat berjamaah. (**)
Haluan, 21 Agustus 2015
Gubernur Yang Rendah Hati (Haluan 31 Des 2010)
Gubernur yang Rendah Hati
Oleh Rusdi Zen
Karena pekerjaan, saya cukup sering bolak balik Padang-Jakarta. Dalam rutinitas itu acapkali saya sepesawat terbang dengan Gubernur Sumbar pak Irwan Prayitno. Pertama kali sepenerbangan dengan beliau, ketika hendak balik ke Padang. Kami bersua di Garuda GFF Lounge Bandara Soekarno-Hatta, hendak sama-sama sarapan. Saya dan pak Gubernur hendak ke Padang hari itu menggunakan Garuda penerbangan pertama pukul 6.30 WIB.
Setelah saya sapa, saya lalu bergegas mengambil the hangat dan nasi goreng yang disediakan secara buffet. Waktu boarding sudah dekat. Sambil menikmati sarapan, dalam hati saya mereka-reka tiket yang digunakan sang Gubernur kelas apa? Saya yakin beliau menggunakan tiket kelas bisnis. Namun saya agak ragu juga, lantaran dalam beberapa kali penerbangan ke Jakarta atau ke Padang saya sepenerbangan dengan kawan-kawan anggota DPRD Sumbar yang selalu membahas mengenai Gubernur Sumbar yang setiap terbang tidak pernah duduk di kelas bisnis.
Mereka merasa risih jika sepenerbangan dengan Gubernur yang selalu duduk di kursi ekonomi, sementara para anggota dewan yang terhormat, sejak adanya peraturan penggantian uang jalan sesuai bukti pengeluaran, selalu duduk di kursi bisnis. Keadaan demikian itu menimbulkan hal yang lucu. Para anggota dewan jika hendak booking tiket untuk ke Jakarta atau ke Padang, mereka mencari info dulu, apakah Gubernur juga berangkat pada hari, jam dan penerbangan yang sama, dengan maksud agar jangan sampai sepenerbangan dengan Gubernur.
Rabu 29 Desember lalu, ketika hendak balik ke Padang dengan Garuda penerbangan pertama, saya sepenerbangan lagi dengan pak Gubernur. Saya duduk di kursi emergensi No. 14A, pak Gubernur di belakang saya, kursi No. 15C. Di sebelah saya pada kursi No. 14 B duduk teman saya mantan anggota DPRD Sumbar. Dalam penerbangan, perbincangan dengan teman saya kembali menyinggung mengenai rasa risi melihat Gubernur duduk di kursi ekonomi. Kami berdua memperhatikan, ternyata pramugari pun tidak mengenali bahwa yang duduk di kursi No. 15C itu adalah Gubernur Sumatera Barat.
Dalam cuaca padang yang mendung, Garuda yang menerbangkan kami dari Jakarta mendarat mulus di BIM. Ketika turun dari pesawat, saya, teman yang mantan anggota DPRD Sumbar berjalan beriringan dengan pak Gubernur yang selangkah lebih dulu di depan kami. Sambil berjalan menuju tempat kalim bagasi, saya memberanikan diri bertanya, gerangan apa yang menjadi alasan beliau tidak pernah terbang menggunakan kelas bisnis? Gubernur dengan spontan menjawab bahwa duniawi tidak terlalu penting bagi dirinya. Selain itu jika terbang dengan ekonomi, akan terjadi penghematan anggaran yang cukup besar setiap tahun. Menanggapi jawaban pak Gubernur, saya katakan…..betul pak, tapi apalah artinya jika para Bupati, Walikota dan Anggota Dewan yang jumlahnya begitu banyak, justru terbang menggunakan kelas bisnis. Lagi pula risih kami melihatnya pak.
Mendengar jawaban saya yang setengah protes itu, pak Gubernur hanya tersenyum mafhum.
Bagi saya, dan saya yakin bagi kebanyakan anggota masyarakat Sumbar tidak menjadi masalah dan malah wajar jika Gubernur terbang menggunakan kelas bisnis. Bukankah sebagai pemimpin, beliau kita tinggikan seranting dan dahulukan selangkah. Lagi pula kerendahan hati Gubernur, menurut saya tidak terletak pada kelas penerbangan yang digunakannya, melainkan oleh banyak hal lain yang telah beliau pakai dalam sikapnya.
Koran Haluan, 31 Desember 2010
Karakter dan Model Investasi Sumbar (2015-08-12 Padek)
Karakter dan Model Investasi Sumbar
Oleh: Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Bahwa masyarakat Sumatera Barat perlu sejahtera, itu sudah pasti. Karena itu pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat harus meningkat, pendapatan masyarakat harus terus bertambah.
Lalu strategi manakah yang akan dipakai untuk mendongkrak (leverage) pertumbuhan ekonomi masyarakat Sumatera Barat yang pada akhirnya mampu mensejahterakan masyarakat?
Untuk memilih pola mana yang akan digunakan, perlu mempertimbangkan dulu budaya, karakter wilayah Sumatera Barat serta karakter masyarakatnya. Hal ini penting dipertimbangkan agar upaya pengembangan ekonomi yang dilakukan tepat sasaran, mengena dan berkelanjutan (sustainable).
Sebut saja sejumlah perusahan besar seperti Sumatex Subur, Asia Biscuit, Rimba Sunkyong, Polyguna Nusantara dan lain-lain, tak lama beroperasi di Sumbar, lalu mati. Hanya PT. Semen Padang, satu-satunya perusahaan skala besar yang mampu bertahan di Sumbar hingga kini. Hingga saat ini, telah 10 kali pergantian Gubernur di Sumbar, sepanjang masa tersebut belum ada investasi besar yang sukses dan bertahan di Sumatera Barat, kecuali PT. Semen Padang yang didirikan sejak zaman Belanda tahun 1910.
Selama ini investasi di bidang industri besar memang tidak nampak menyolok di Sumbar, namun investasi di bidang lain dari tahun ke tahun semenjak 2010 hingga kini terus meningkat misalnya untuk bidang pariwisata (seperti perhotelan, restoran), home industri, UMKM, energi panas bumi dan lain-lain.
Kita tentu tidak ingin hal serupa terus terjadi. Untuk apa bersusah payah menarik investor ke Sumatera Barat, jika hanya jalan sebentar, lalu kolaps dan mati. Untuk itu akar persoalannya harus dicari agar didapat solusi yang tepat dan ditemukan model investasi dan pola pengembangan ekonomi yang cocok untuk Sumatera Barat.
Secara sederhana ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan jika melakukan investasi atau pengembangan ekonomi di Sumatera Barat. Pertama adalah faktor budaya kedua faktor wilayahnya dan ke tiga adalah faktor karakter masyarakatnya. Budaya masyarakat Sumatera Barat sangat spesifik, sangat religius, terkenal dengan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Produk industri yang bertentangan dengan agama/budaya pasti ditolak, begitu pula investor yang tidak memperhatikan budaya dan kearifan lokal juga tidak diterima masyarakat. Kenyataan lapangan sangat jauh berbeda dengan teori-teori yang ada dalam texbooks.
Dari aspek wilayah, Sumatera Barat didominasi oleh pergunungan dengan kemiringan rata-rata di atas 45 persen. Karena itu lebih dari 60 persen wilayah Sumatera Barat adalah Hutan Lindung yang jika salah dalam pengelolaannya justru akan menimbulkan bencana bagi masyarakatnya. Sumbar secara wilayah terletak jauh dari pasar dan raw material industri sehingga kurang efisien, biaya transportasi menjadi tinggi.
Ditinjau dari karakter masyarakat, masyarakat Sumatera Barat terkenal sebagai etnik yang egaliter. Mereka lebih suka bekerja mandiri dibandingkan sebagai buruh. Etnik Minang memiliki energi positif, tidak cepat puas dan selalu ingin lebih maju dan lebih baik. Mereka terkenal sebagai pedagang yang ulet dan sungguh-sungguh . Mereka juga lebih suka menjadi raja kecil di perusahaan kecil daripada menjadi buruh di perusahaan besar.
Karena itu banyak masyarakat Minang lebih memilih menjadi pengusaha UMKM dibandingkan menjadi buruh pabrik atau buruh bangunan. Data menunjukkan 84 persen pengusaha di Sumbar adalah usaha mikro dan 14 persen sebagai pengusaha skala kecil.
Hal ini juga bisa dilihat dari peluang-peluang kerja yang tersedia di Sumatera Barat setiap tahunnya. Setiap tahun sektor konstruksi dan bangunan membutuhkan ribuan tenaga kerja, namun peluang kerja yang terbuka ini umumnya tidak dilirik oleh masyarakat Sumatera Barat sendiri. Peluang kerja ini justru sebagian besar diisi oleh pekerja dari Jawa dan sekitarnya. Begitu juga pekerjaan sebagai buruh tani/perkebunan, pelayan rumah makan, misalnya, juga lebih banyak diisi oleh warga asal luar Sumatera Barat.
Padahal di Sumatera Barat sendiri masih banyak penduduk yang dalam usia kerja masih belum mendapatkan pekerjaan. Mereka umumnya berpendidikan tinggi dan menunda bekerja hingga menemukan pekerjaan yang sesuai dengan apa mereka inginkan.
Data dari Disnaker menyebutkan tidak ada tenaga kerja dari Sumatera Barat yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (TKW) dan tidak ada yang dikirim ke luar negeri sebagai pekerja sektor non formal. Sekitar 1400 pekerja asal Sumbar yang setiap tahunnya bekerja di luar negeri bekerja di sektor formal.
Uniknya di Sumatera Barat kemiskinan tidak berkorelasi dengan jumlah pengangguran, sebagaimana di provinsi lain. Kemiskinan di Sumatera Barat jauh di bawah rata-rata nasional, namun pengangguran di Sumatera Barat lebih tinggi, 0,1 persen di atas rata-rata nasional. Hal ini menggambarkan bahwa Masyarakat Sumatera Barat lebih selektif memilih tempat mereka bekerja dan jumlah pendapatan yang akan mereka terima.
Di sisi pemilik usaha, mereka cendrung memilih pekerja asal luar Sumatera Barat (terutama Jawa) dengan alasan pekerja asal Jawa tidak memilih-milih jenis pekerjaan, siap bekerja kasar di lapangan, tidak harus bekerja di kantoran dan upah lebih rendah. Hal ini bukan mitos, tetapi merupakan fakta yang telah terjadi sejak lama hingga sekarang.
Dari diskusi dengan sejumlah pengusaha dan ekonom, menurut mereka karakter masyarakat itulah yang membuat beberapa perusahaan dengan pola padat karya tidak bertahan lama di Sumatera Barat. Berbeda dengan di Jawa, perusahaan-perusahaan padat karya seperti pabrik sepatu, pabrik rokok, pabrik tekstil, dan sejenisnya bisa jalan dan bertahan lama.
Namun itu bukan berarti investasi tidak bisa dilakukan dan industri tidak bisa dibangun di Sumatera Barat. Nyatanya PT Semen Padang bisa bertahan, Rumah Makan Padang, indsutri kecil dan home industri juga terus tumbuh menjamur dimana-mana.
Ternyata industri yang cocok untuk orang Minang adalah industri yang menggunakan teknologi tinggi, butuh skil untuk bekerja di sana, bukan sebagai pekerja kasar seperti buruh pabrik, buruh bangunan dan sejenisnya. Mereka juga lebih menyukai usaha/pekerjaan yang bersifat mandiri.
Sedangkan untuk pertanyaan kenapa usaha Rumah Makan Minang juga bisa bertahan, jawabannya adalah sistem yang digunakan adalah sistem kerjasama, bukan pola buruh dan majikan. Umumnya sistem kerja di bidang pertanian juga dengan pola kerjasama dengan sistem bagi hasil seduaan atau sepertigaan. Di sini juga tidak berlaku pola hubungan kerja buruh dan majikan. Industri rumahan seperti sepatu, songket, bordiran, sulaman, konveksi, pengolahan hasil pertanian/perkebunan, makanan, juga dilakukan dengan sistem kerjasama.
Kenyataan ini bukanlah sebuah kelemahan yang harus kita nafikan. Menurut saya ini adalah sebuah energi positif etnis Minang yang selalu ingin lebih baik, lebih maju, tidak cepat puas dan ingin mandiri. Energi ini harus disalurkan pada tempatnya secara proporsional. Energi ini pula yang menyebabkan banyak warga etnis Minang menjadi orang-orang sukses dan menjadi tokoh di pentas nasional.
Karena itu tidak perlu dipaksakan untuk memasukkan investasi ke Sumatera Barat jika memang tidak sesuai dengan karakter dan keinginan masyarakat daerah ini, jika tidak ingin kegagalan-kegagalan seperti sebelumnya terulang lagi. Bahkan investasi yang investornya non muslim atau non pribumi juga menjadi persoalan prokontra di Sumbar. Selain itu investasi yang berpotensi merusak harga pasar pun bisa menimbulkan persoalan. Investasi seperti ini dikuatirkan akan mematikan pengusaha lokal mikro dan kecil.
Memilih investasi dan investor yang tepat memang sangat penting. Model pengembangan UMKM dan industri rumahan (home industri) nampaknya adalah di antara bentuk usaha yang cocok dikembangkan sebagai langkah awal pengembangan usaha di Sumatera Barat.
Jepang sendiri sebagai negara industri raksasa mengandalkan home industri untuk mendukung industrinya. Pabrik mobil, misalnya, hanya komponen-komponen utama yang butuh teknologi tinggi saja yang diproduksi di pabrik induk, sedangkan komponen-komponen lain diproduksi oleh industri rumah tangga. Begitu juga barang-barang elektronik, pembuatannya tidak hanya di satu pabrik terpusat, tetapi dibagi-bagi menjadi beberapa komponen terpisah, bahkan komponen-komponen tersebut juga ada yang diproduksi di negara lain. Belakangan tidak hanya Jepang, negara-negara maju lainnya di Eropa juga melakukan hal serupa.
Banyak bukti menunjukkan bahwa pengusaha-pengusaha besar memulai karirnya dari UMKM. UMKM terbukti bisa membuka peluang kerja bagi banyak orang, UMKM juga cocok dengan sifat egaliter etnis Minang yang lebih suka menjadi raja kecil di perusahaan kecil, dibanding menjadi buruh di perusahaan besar. Namun suatu saat, seperti yang telah banyak terjadi, tentu ia juga ingin naik kelas dan tidak tertutup peluang bagi mereka untuk menjadi raja besar di perusahaan besar.
Model yang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran di Sumatera Barat adalah dengan metode pemberdayaan, bukan dengan membangun industri padat karya seperti di daerah lain. Tugas pemerintah adalah memberikan stimulan, pembinaan, pelatihan, membantu modal, sehingga bermunculan usaha-usaha kecil dan mikro lalu memfasilitasi dan membina usaha tersebut sehingga tumbuh dan berkembang menjadi usaha-usaha besar dan mapan. Pola seperti ini memang butuh waktu, butuh dukungan banyak pihak (multi stake holders), termasuk perguruan tinggi. Pola pendekatan seperi ini memang tidak langsung terlihat perkembangan dalam waktu singkat. Namun strategi ini lebih tepat dan dampaknya bertahan lama. Pola pemberdayaan cocok untuk Sumatera Barat karena masyarakat Sumatera Barat memiliki potensi dan kemampuan dasar yang bisa dikembangkan.
Jika kita benar-benar memperhatikan aspek budaya, kondisi wilayah dan karakter masyarakat Sumatera Barat yang spesifik seperti yang dibahas di atas, in-sya Allah, model investasi dan pola pengembangan ekonomi akan berjalan dengan baik dan bertahan lama. Model ini telah diterapkan pada enam Program Gerakan Pembangunan yang telah dilaksanakan di Sumatera Barat sejak tahun 2011. Hasilnya memang tidak langsung dan cepat terlihat seperti membalikkan telapak tangan. Namun program ini langsung menyentuh masyarakat di akar rumput, langsung mencapai titik-titik sumber permasalahan. ***
Padang Ekspres, 12 Agustus 2015
Aksi Sejuta Lidi (2015-09-04 Padek)
AKSI SEJUTA LIDI
Oleh: Irwan Prayitno
Gubernur Sumbar
Ide yang dilontarkan Ibnu dan kawan-kawan, alumni SMA 3 Padang tahun 2015 sebenarnya sederhana saja. Anak muda ini dan kawan-kawan ingin memberikan sesuatu sebagai tanda cintanya untuk Kota Padang. Ibnu dan kawan-kawan ingin membebaskan Pantai Muaro Sungai Lasak-Purus Kota Padang dan sekitarnya dari sampah yang merusak pemandangan.
Lalu sejumlah kawan-kawan alumni SMA 3 Padang ia kumpulkan, sejumlah pihak ia hubungi untuk bisa ikut mebantu. Agar kegiatan pembersihan pantai itu menjadi menarik dan tidak membosankan, di tempat dan saat yang sama juga diadakan pentas seni dan sejumlah lomba. Acara itu lalu diberi judul Pentas Sejuta Aksi, Aksi Sejuta Lidi, Kreasi Sejuta Aksi.
Pada awalnya saya agak miris melihat pemandangan di lokasi acara tersebut. Dimana-mana sampah berserakan, saya jadi bertanya, apakah ini tempat wisata ataukah tempat pembuangan sampah? Padahal lokasi tersebut adalah salah satu destinasi wisata andalan Kota Padang. Sungguh seperti siang dan malam jika dibandingkan dengan destinasi wisata di daerah lain, apalagi jika dibandingkan dengan objek wisata di negara lain seperti Malaysia, Singapura, atau Jepang.
Usai melantunkan beberapa buah lagu untuk memberi semangat, tanpa banyak komentar lagi, kami langsung memungut sampah-sampah yang bertebaran, lalu memasukkannya ke dalam tong sampah bantuan dari PT. Coca-cola. Sebagian kawan lainnya bertugas menyapu dengan sapu lidi yang juga sudah disediakan.
Melihat sejumlah kawan dan saya sendiri sudah turun tangan memungut sampah, yang lain juga tak tinggal diam, termasuk karyawan PT. Coca-cola, BNI dan sponsor lainnya. Warga sekitar Muaro Lasak pun tak mau ketinggalan ikut berpartisipasi memungut sampah.
Ternyata dengan bergotong-royong tak butuh waktu lama untuk menyingkirkan sampah- sampah yang merusak keindahan panorama pantai tersebut. Hanya sekitar 1 jam bergotong-royong, lokasi yang sebelumnya penuh sampah berubah menjadi bersih dan membuat suasana berubah menjadi nyaman. Sampah yang sebelumnya berserakan telah dikumpulkan dan selusin tong sampah besar yang disediakan telah terisi penuh.
Melihat hasil kerja gotong royong massal yang cukup baik tersebut saya jadi berandai-andai. Andai saja masing-masing sekolah, perguruan tinggi yang ada Kota Padang yang ribuan jumlah murid, mahasiswa dan almamaternya turun bergotong royong membersihkan tempat-tempat umum yang ada di Kota Padang, pastilah dalam waktu singkat tempat-tempat tersebut bersih seketika. Kantor-kantor, instansi juga memiliki karyawan ratusan atau ribuan orang jumlahnya juga bisa ikut berpartisipasi.
Alangkah indahnya jika hal itu terwujud. Suatu saat Kota Padang, bahkan semua kota dan daerah di Sumatera Barat bersih, rapi dan indah sampai ke pelosok-pelosok sekalipun. Ditambah lagi dengan masyarakatnya ramah, rukun, bersahabat dan taat beribadah. Jika sudah demikian, tidak hanya investor yang datang mengantar rezeki, Tuhan pun lebih lagi ikut mencurahkan rezkinya.
Bercermin ke negara lain yang lebih maju dan daerahnya terkenal bersih, peran pemerintah untuk mengelola kebersihan kota memang sangat penting. Pemerintah perlu menyediakan sarana dan pra sarana kebersihan serta regulasi berupa aturan maupun
ajakan agar masyarakat ikut berpartisipasi menjaga kebersihan.
Namun pengalaman membuktikan bahwa justru peran masyarakat jauh lebih penting. Kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, jauh lebih besar dampaknya dibandingkan dengan memperbanyak petugas kebersihan. Bisa kita bayangkan jumlah total penduduk kota Padang lebih dari 800.000 jiwa, sementara petugas kebersihan hanya puluhan orang saja. Tentu saja jumlah ini sangat tidak seimbang.
Karena itu di negara-negara maju justru kesadarannya masyarakatnya yang lebih berperan, jumlah petugas kebersihan malah lebih sedikit. Di Singapura atau di Jepang misalnya, kita tidak menemukan selembar sampahpun berserakan. Karena memang tidak ada satu orangpun masyarakat di sana yang membuang sampah sembarangan. Sampah bekas kemasan makanan masing-masing atau sisa makanan selalu mereka buang di tempat sampah, atau mereka simpan sementara dalam tas masing-masing sampai menemukan tempat sampah.
Saya yakin, jika hal serupa juga kita lakukan, kita juga bisa memiliki kota dan daerah yang bersih, tak kalah dengan kota terbersih di dunia lainnya. Islam telah mengajarkan bahwa kebersihan itu penting malah dikatakan bahwa kebersihan itu adalah sebagian dari iman.
Gerakan kebersihan juga seperti lidi, jika hanya sebatang lidi saja yang diandalkan untuk menggerakkan kebersihan, tak kan banyak berarti. Tetapi jika dilakukan dengan banyak lidi bersama-sama membentuk sapu lidi, sapu lidi diperbanyak lagi menjadi jutaan sapu lidi, Insya negeri ini akan menjadi bersih dan nyaman.***
Padang Ekspres, 4 September 2015